Ch 24 : A Precedent is Set
Setelah artikel Oliver keluar di pagi itu, kepala sekolah sibuk menangkas pertanyaan-pertanyaan tentang Tom. Bagaimana Oliver bisa menemukan informasi itu dan mengapa informasi yang sama tak pernah disebarluaskan.
Harry diintrogasi sekitar satu jam di ruangan Dumbledore, barulah fokus mereka berpindah ke permasalahan lain. Ya, dia dan teman-temannya tak pernah menutup maupun berbicara diam-diam setiap membicarakan Tom dan pemuja sintingnya. Harry berulang kali, di area publik Hogwarts, memberi tahu siapa pun yang mau mendengar pendapatnya tentang perang yang akan datang. Bagaimanapun, karena sudah terlanjur dilabeli bocah bedebah yang suka cari perhatian oleh kementerian, mengapa tidak dimanfaatkan saja? Kebanyakan, dari waktu ke waktu, menganggap kata-kata Harry angin lalu.
Karena Harry sudah punya rencana dengan Sirius dan Remus siang itu, dia berhasil kabur dari rapat Order sebelum Molly mendapat kesempatan mengundangnya ke Burrow. Dia berhasil keluar dengan alasan harus ke perpustakaan agar bisa mulai mengerjakan tugasnya.
Anggota Order menetap di ruang Kepala Sekolah, mengungkit-ungkit soal artikel dan identitas Oliver Twist, tidak menyadari bahwa dia meninggalkan tempat itu.
Tanpa diketahui siapa pun, lagi-lagi, Dobby sudah menyembunyikan walkman kecil milik Harry di bawah meja Dumbledore. Harry harus mengetahui apa dia ketahuan. Dia sudah meninggalkan beberapa petunjuk di artikelnya dan cukup terkejut saat sadar tak ada orang lain selain Profesor Flitwick yang berhasil menebaknya. Atau mungkin mereka sudah menebak dan memutuskan untuk tidak percaya?
Harry kembali ke asrama putra, bukan untuk mengambil tas. Namun, dia hendak membawa jubah formal yang sudah Dobby beli untuknya di awal tahun pelajaran. Lord Peter mengizinkan Harry mengganti pakaian di ruang kerjanya jika dia tidak sempat pergi tepat waktu.
Dia dan Lord Peter tahu, dengan melempar bom pada identitas Lord Voldemort, Harry akan membuka spekulasi kemungkinan bahwa dia adalah Oliver. Namun, jika dia melakukannya secara benar, seharusnya dia diabaikan seperti biasanya.
Hanya waktu yang bisa menjawab. Harry hanya bisa berharap informasi yang tersedia di Gringotts cukup menjadi bukti yang menepis semua kecurigaan terhadapnya.
Di samping itu, Harry juga bekerja sama dengan Professor Flitwick yang mengoreksi draf artikelnya dan menambahkan detail tambahan yang terlewat. Dengan bantuan pria itu, artikel tersebut tidak lagi menyerupai esai buatan Harry.
o~o~o
Lord Peter menunggunya di ruang kerja. Selepas mengganti baju, Gryffindor Harry Potter yang terlihat ceroboh berubah menjadi Lord Harry James Potter. Jubah formal tersebut telah dibuat berdasarkan spesifikasi dari Lord Peter; memuat lambang keluarga Potter dan Gryffindor. Di penghujung hari ini, Harry tak lagi berdiri sebagai pewaris, tetapi Lord dan Kepala dari dua Keluarga.
Pertemuannya tak diadakan di kementerian, tetapi di Kantor Waris Gringotts seperti yang telah disepakati. Baik Healer Atwaters dan Lord Peter bekerja sama dengan Gringotts dan memutuskan untuk kebaikan jangka panjang, pertemuan lebih baik diadakan di dalam bank. Sikap netral goblin menjadi hal yang krusial dalam hal ini. Pihak Komisi Anak Penyihir dan Madam Bones, setelah diberi tahu kesepakatan tersebut, menyetujuinya.
Harry bertanya-tanya apakah Sirius dan Remus akan datang. Terakhir yang ia lihat, Sirius sedang menjeritkan hinaan pada Snape sementara Remus mencoba melerai mereka di kantor kepala sekolah. Menurut Harry, itu bukan sikap yang baik bagi seorang wali. Dia masih menanti menghabiskan hari Natal bersama mereka. Mereka berencana melakukannya jauh dari Hogwarts, di Grimmauld Place, sebagai keluarga. Itu pun, jika setelah pertemuan ini, Sirius masih mau bertemu Harry.
Lagi-lagi hanya waktu yang bisa menjawabnya.
Lord Peter dan Harry diantarkan ke sebuah ruang konferensi yang dilengkapi meja marmer berhias emas dan bertatah desain semi mewah. Kursinya dibalut beludru marun dan sangat nyaman diduduki.
Madam Bones dan seorang wanita lain duduk bersebelahan di seberang Harry dan Lord Peter. Sirius dan Remus belum datang. Kemudian, seorang goblin masuk bersama Healer Atwaters.
"Sudah pukul 1 siang. Apakah semuanya sudah hadir?" tanya sang goblin.
"Belum, Sir. Sirius Black, Kepala Rumah Bangsawan Kuno Black belum hadir."
"Kami akan berikan sepuluh menit, lewat dari itu kita mulai tanpanya," ujar sang goblin, duduk di kursi utama sambil menatap kedua belah pihak.
Harry menghela napas dan berusaha agar dia tidak terlihat tersinggung. Dia sudah berusaha memberi Sirius kesempatan, tetapi lagi-lagi pria itu mengutamakan orang lain di atas kewajibannya sebagai ayah baptis. Lord Peter meraih tangan Harry dan menggenggamnya.
Yah, setidaknya ada seseorang yang mau berdiri di sampingnya selama enam bulanan ini. Pria ini perlahan merangkak masuk ke kehidupan Harry dan membuktikan bahwa dia bisa mementingkannya. Harry membutuhkan ini.
Saat 10 menit nyaris habis; Sirius datang tergesa-gesa bersama Remus, Molly dan Arthur Weasley, tentu saja tak lupa Albus Dumbledore.
Amelia Bones berdiri. "Aku paham mengapa Sirius Black ada di sini, tapi tidak dengan kalian berempat."
Sirius duduk di sebelah Harry dan berbisik, "Maaf, Pup. Mereka tak membiarkanku meninggalkan rapat Order sampai aku memberitahukan alasannya."
Harry merengut saat kepala sekolah dan para Weasley duduk di seberangnya di sebelah Madam Bones. Terlalu banyak gangguan untuk sidang yang tenang. Pekikan Molly saja sudah mengacaukannya.
"Kami hadir di sini untuk mengajukan hak asuh Harry Potter," ujar Molly Weasley, dengan penuh keyakinan.
"Saya khawatir, Mrs. Weasley, kami tidak memiliki berkas-berkas untuk bisa memproses perwalian yang Anda minta. Lagi pula, ini bukan sidang asuh," jawab wanita dengan jubah memiliki lambang dari Komisi Anak Penyihir. "tetapi sidang emansipasi."
"Sirius bilang padaku ini sidang hak asuhmu!" tuduh Molly.
"Ini tidak serius, kan? Aku tidak akan mengizinkannya!" amuk Albus Dumbledore, mata birunya menyala.
"Anda, Sir, tak punya wewenang dalam hal ini." Lord Peter berdiri. "Dari pengakuanmu sendiri, kau menyatakan Lord Harry James Potter sebagai orang dewasa di umur 14 tahun."
"Aku tidak pernah melakukannya! Dan, kau pikir, siapa kau?"
Lord Peter tersenyum sambil menarik sebuah fail. "Di tangan saya, adalah bukti dari kontrak yang Anda saksikan dan tandatangani, yang memaksa Lord Harry James Potter untuk berpartisipasi dalam Turnamen Tri-Wizard, di luar persetujuannya, tahun pelajaran yang lalu. Kontrak yang jelas menyatakan bahwa pesertanya harus berumur 17 tahun ke atas. Dengan menyetujui kontrak ini, Anda sebagai Kepala Sekolah Hogwarts, Kepala Penyihir Wizengamot dan Mugwump Agung dari IWC, menyatakan Harry James Potter—anak di bawah umur—sudah dewasa secara hukum.
"Anda dan Menteri Sihir Cornelius Fudge, melalui aksi mengadili anak di bawah umur tersebut dalam persidangan sebagai orang dewasa untuk pelanggaran sihir di bawah umur, dengan ini secara sadar dan sengaja, menyatakan Lord Harry James Potter sudah dewasa secara hukum.
"Sir, Anda tidak bisa mendapatkan keduanya. Anda sudah menetapkan preseden hukum sihir. Madam Bones, saya serahkan kembali kepada Anda."
"Saya keberatan!" sahut Albus Dumbledore, berdiri lagi.
"Kau tidak bisa melakukan ini!" pekik Molly Weasley, sementara Arthur menahan pundaknya agar dia tidak menerjang.
"Aku juga jeberatan," ujar Sirius dari sebelah Harry. "Harry? Apa kau tidak menginginkan aku menjadi walimu?"
Remus mengusap wajahnya. "Aku sudah memperingatimu, Siri. James dan Lily pasti membenci kita karena sudah mengecewakan Harry."
Sebelum Harry visa mengatakan apa pun, Madam Bones berdehem. "Aku telah memeriksa perkara emansipasi Harry James Potter, pewaris keturunan dari Rumah Bangsawan Tua Potter dan Gryffindor. Aku menemukan beberapa hal yang mengerikan."
Wanita itu berdehem lagi. "Molly dan Arthur, kalian dipersilakan meninggalkan ruangan. Ini bukan tentang kalian. Di masa lalu kalian tak pernah meminta hak waris dan aku tak paham mengapa kalian melakukannya sekarang. Sekali lagi kutekankan, ini bukan sidang asu, tapi persidangan emansipasi. Kalian tidak diminta hadir, dimohon keluar sekarang juga."
Molly mendengkus. "Tunggu dulu!"
"Molly, tolong, ayo pergi," mohon Arthur sambil menarik Molly keluar.
"Tapi … Harry?"
Harry menatap wanita yang hanya ingin menjadi sosok ibu untuknya dan memberikan senyum tipis. "Maaf, Mrs. Weasley. Tapi aku memilih ini."
"Harry." Dia terisak saat Arthur menariknya keluar.
Sambil berlalu, Arthur berujar lirih, "Kehadiranmu selalu kami nantikan di Burrow, Nak. Kami masih menganggapmu salah satu dari kami."
"Terima kasih, Mr. Weasley."
Madam Bones menunggu hingga pintu tertutup sebelum memulai lagi, "Seperti yang sudah kukatakan, aku menemukan beberapa hal mengerikan dalam kasus ini. Pertama, bagaimana wasiat Keluarga Potter diabaikan oleh seseorang—" wanita itu memberi jeda, menatap lurus pada Albus Dumbledore. "—yang bersumpah untuk menjunjung hukum Dunia Sihir."
Geraman rendah terdengar di ruangan hingga Harry menyikut Sirius.
"Kedua—" Madam Bones berdehem. "—pihak yang sama mendapat hak asuh pewaris Potter secara paksa, sekali lagi melanggar wasiat yang tertera dalam wasiat Potter. Tiga—"
Pelototannya semakin tajam. "—pihak yang telah disebutkan gagal menjalankan kewajibannya sebagaimana disebutkan dalam hukum sebagai wali, gagal menjaga kondisi dan kesejahteraan anak walinya, berujung gagal pula mengajarkan adat dan tanggung jawab dari warisannya—membuat anak tersebut tidak sadar keberadan dunia kita. Apakah kau melihat pola di sini, Albus?" desisnya.
Albus mulai terlihat terganggu. "Semua itu untuk kepentingan bersama. Anak itu butuh perlindungan dari sihir darah yang hanya bisa diberikan oleh kerabatnya yang masih hidup. Aku tahu hidupnya tak akan bahagia, tapi setidaknya ia bisa tetap hidup."
Harry mendengkus. Lord Peter menyentuh tangannya, memberi Harry tatapan penuh arti.
Madam Bones menyentak, "Kau sudah mengabaikan hak seorang anak dan tak menghiraukan permintaan terakhir orang tuanya. Kau lanjut mengabaikan hukum untuk anak di bawah umur. Kau menyegel wasiat dan dengan bantuan dari orang kementerian, kau membuat Komisi Anak Penyihir menjalankan tugas mereka. Sebuah keajaiban kau masih memiliki sihirmu, Albus Dumbledore."
"Aku hanya menyarankan—" Albus berusaha menjelaskan.
"Masih ada hal yang lebih gawat," sela Lord Peter. "Madam, jika berkenan, bisakah Anda bacakan laporan Healer Atwaters kepada kami?"
Madam Bones membacakan laporan yang dimaksud sesuai permintaan Lord Peter. Setiap gema kalimat yang diucapkan, wajah Albus Dumbledore bertambah pucat. Sirius mengerang dan menutup wajahnya menggunakan kedua tangan. Remus menggeram. Harry tetap diam bagaikan patung yang menerawang jauh sementara setetes air mata menuruni pipinya.
"Jika ini adalah apa yang kau sebuk dengan 'hidup yang tidak bahagia', saya tak bisa membayangkan bagaimana hidup yang penuh siksaan di matamu," ujar Lord Peter. "Saya telah menyambung komunikasi dengan Lord Harry dari musim semi lalu. Bagaimana kami bisa melakukan itu, tak akan saya jelaskan."
Lord Peter tak memberikan waktu bagi Albus Dumbledore untuk bertanya. Dia melanjutkan, "Saya sudah melakukan apa yang gagal dilakukan oleh Anda dan Lord Black. Yaitu, mengajarkan Lord Harry apa kewajibannya sebagai Kepala Keluarga Bangsawan Kuno. Saya juga meminta, jika pertemuan ini sukses, Lord Potter diperkenankan menduduki kursinya di Wizengamot sebagai orang dewasa yang sah."
"Kau tak bisa melakukan itu!" protes Albus. "Dia belum siap! Dia tidak mengerti politik yang terlibat!"
"Dan salah siapakah itu?" tukas Lord Peter muak.
Madam Bones menghela napas dan melirik pada penyihir di sebelahnya, yang memberinya anggukan singkat. "Saya, Amelia Bones, Kepala Departemen Lembaga Penegak Hukum, dengan ini mengakui Lord Harry James Potter, Kepala Rumah Bangsawan Kuno Potter dan Gryffindor, sebagai orang dewasa yang sah bersama segala tugas dan kewajiban yang terikat. Saya juga menyatakan bahwa sampai Lord Potter berumur 17 tahun, dia diperkenankan penasehat berikut: Lord Peter Finchly-Addams dan seorang goblin bernama Ragnok, jika membutuhkan nasehat bijak. So mote it be."
"Tidak! Hentikan! Aku keberatan!" bantah Albus, menarik keluar tongkat sihirnya, berdiri bersamaan dengan lepasnya energi sihir dari Amelia Bones menuju Harry.
Penyihir dari Komite Anak Penyihir berdiri. "Saya, Gretta Marchbank, Kepala Komite Anak Penyihir, dengan ini mengakui Lord Harry James Potter, Kepala Rumah Bangsawan Kuno Potter dan Gryffindor, sebagai orang dewasa yang sah bersama segala tugas dan kewajiban yang terikat. Saya juga menyatakan bahwa sampai Lord Potter berumur 17 tahun, dia diperkenankan penasehat berikut: Lord Peter Finchly-Addams dan seorang goblin bernama Ragnok, jika membutuhkan nasehat bijak. So mote it be."
Sihir menyelangkupi Harry saat dia berdiri tegak. Dia melihat protes dan rasa marah di mata sang kepala sekolah, menggelengkan kepalanya. "Kau tidak pernah ada untukku, Kepala Sekolah. Di manakah kau saat aku dikunci di loker sepatu, menangis karena lapar? Di manakah kau saat sepupuku dan gengnya menciptakan permainan 'Berburu Harry'? Di manakah kau saat aku dipaksa mengikuti kompetisi Tri-Wizard? Dan, terakhir, kenapa aku harus mempercayaimu sekarang?"
Harry berpaling ke ayah baptisnya. "Maafkan aku, Sirius. Tapi ini jalan yang kupilih." Lalu, dengan suara seperti anak kecil, dia berbisik, "Apa kau tetap menginginkan aku?"
Sirius menatap Harry dengan air mata meleleh di pipinya. Dia menarik Harry ke dalam pelukan erat. "Aku tahu aku tak ada di sana untukmu. Tapi, Harry, ya, aku masih menginginkan anak baptisku."
Harry dan Sirius, secara samar, menyadari bagaimana tangan Remus memeluk mereka berdua.
