[06] Situasi gila tetaplah gila.
.
.
Sumpah. Demi apapun Sougo masih termenung seperti anak ayam yang kehilangan induknya. Mengetahui fakta jika Kagura cewek cukup membuatnya shock. Bagaimana bisa cewek itu dengan beraninya menyamar dan menempati asrama putra? Sinting. Sougo tak habis pikir dengan isi kepala gadis itu.
Kagura duduk dipinggiran kasurnya sambil membawa secangkir cokelat hangat, berhadapan dengan Sougo yang masih bengong. Wajah cewek itu memanas mengingat insiden memalukan beberapa menit lalu. Kagura meminum secangkir cokelat panasnya dalam diam. Sougo tersadar, cowok itu membenarkan letak kacamata yang kini bertengger di hidung mancungnya. Manik crimson lelaki itu menatap Kagura dengan pandangan menyelidik.
Sougo memiringkan kepalanya sambil memasang wajah bingung, "Bagaimana jika nantinya aku masuk penjara karena tuntutan pelecehan seksual?" tanyanya. Kagura hampir saja menyemburkan cokelat panas—atau hangat—nya ke udara. Sebagai gantinya, gadis itu terbatuk pelan.
Sougo tidak peduli, kemudian ia menambahkan, "Lagian aku polisi lho. Masa masuk penjara juga? Berani sekali mereka, para bawahanku memasukkanku jika hal itu terjadi." Lanjutnya, berpikir keras.
Kagura menghembuskan napas pelan, "Kau ini kelewat polos atau apa?" tanyanya heran. "Setidaknya aku masih berbaik hati untuk tidak menuntutmu, pengambil pajak masyarakat!"
Sougo berdecak, "masih mending menjadi pengambil pajak masyarakat dibandingkan sampah masyarakat seperti koruptor." Lelaki itu terkekeh pelan, mengingat begitu banyak drama dalam dunia politik.
Kagura mendengus, meminum kembali cokelat panasnya. Selesai, Kagura mencuci cangkirnya, setelah itu merebahkan tubuhnya diatas kasur. Dengan posisi terlentang. Gadis itu mendesah lelah. Manik safirnya menatap tajam Sougo yang sibuk memainkan ponselnya. Kagura mengubah posisinya tidur menyamping sambil memeluk bantal guling.
"Kau sudah berjanji untuk menyembunyikannya lho. Awas saja kau membocorkannya."
Mendengar itu, Sougo hanya menoleh sekilas, kemudian kembali sibuk dengan ponselnya. Kagura tidak ambil pusing, ia memeluk bantalnya, memiringkan badannya membelakangi Sougo sambil memeluk bantal. Perlahan Kagura jatuh ke alam mimpi.
Mengetahui Kagura sudah tertidur, Sougo kembali menoleh, menatap kearah gadis itu sekilas. Kemudian mengingat pesan Kamui.
"Tolong jaga dia, dia dalam bahaya." Pesan Kamui waktu itu dengan wajah serius. Wajah yang jarang ditampakkan oleh lelaki murah senyum itu. Awalnya Sougo tidak mengerti maksud terselubung Kamui. Kini dia mengerti. Menjadi tau kenapa Kamui selalu mengawasi lelaki jadi-jadian itu dari jauh.
Karena tanggung jawab sebagai kakak kepada adik perempuannya.
Sougo menghela napas, memijat dahinya secara perlahan. Guna memberika rasa relaksasi sesaat. Sougo terduduk. Lelaki itu meraih berkas pentingnya yang sedari tadi belum dibacanya. Hanya diletakkannya diatas kasur.
Sougo membukanya perlahan. Kembali mempelajari isi dari berkas tersebut. Tampaknya malam ini dia bakal begadang lagi. Di pertengahan acara membacanya, lelaki itu teringat dengan barang yang diberikan Kamui sewaktu mereka bolos bersama tadi siang. Sepucuk surat.
Ada alasan kenapa Kamui memberikan surat itu sebagai clue kepada Sougo, lelaki itu meminta sahabatnya untuk menjaga serta mencari orang yang sempat mengacak-acak kehidupan adiknya. Sepucuk surat yang sudah kekuningan. Sougo meraih surat itu, surat yang sedari tadi ia simpan didalam laci meja. Setelah menutup laci, lelaki itu membuka amplop surat tersebut dan mulai membaca isi dari surat tersebut.
Selasa, xx-Januari-20xx
"Pantas saja, kertas ini sudah agak menguning." Gumam Sougo. Mata lelaki itu terus menjelajahi isi surat tersebut, mencoba mencari inti dari isi surat tersebut.
Selasa, xx-Januari-20xx
Hai, apa kabarmu? Bagaimana dengan hadiah yang ku berikan? Kau suka?
Aku memberikannya khusus untuk mu lho, Kagura-chan.
Seharusnya kau bersyukur mempunyai aku yang menyayangimu sepenuh hati. Orang-orang tersayangmu tidak mungkin memberikan ayam mati kepadamu kan?
Bagaimana dengan hiasan merahnya, kau suka? Sengaja aku biarkan yang merah-merah itu kering.
Dari hatiku yang terdalam, aku mau bilang,… aku mencintaimu.
With your bloody love,
HAHA.
Sougo mengerutkan dahinya, apa-apaan dengan bangkai ayam? Hadiah yang terbilang cukup ekstrim. Dasar sial. Kemudian apa lagi dengan nama pena yang cukup aneh, yang seperti tertawa itu. Kalau boleh, sekarang Sougo benar-benar ingin menyalakan api dan membakar surat itu hingga tidak bersisa.
Namun itu tidak mungkin.
Surat ini merupakan barang bukti yang ditemukan Kamui di kamar gadis itu sewaktu Kagura mengalami suatu insiden. Ntah lah, Sougo tidak begitu tau tentang insiden apa. Kamui tidak memberitahunya secara rinci.
Sougo berdecak, tampaknya ia harus mencari tahu petunjuk alasan kenapa Kamui begitu over-protective (dari jauh) kepada gadis yang lagi menyamar ini. Lelaki itu memutar otaknya, berpikir keras akan sifat Kamui. Ia menyatukan kedua kepalan tangannya, ia sudah mendapatkan pointnya. Semuanya terhubung.
Penyamaran gadis itu, tingkah laku Gintoki-sensei dan Shinpachi (yang katanya kedua orang ini yang sudah diangkat menjadi keluarga bagi Kagura), sikap Kamui yang selalu was-was saat mengawasi gadis itu.
Sougo menarik kesimpulan jika, Kamui memberikan perlindungan yang tidak biasa kepada adiknya. Cara ini bisa saja berbahaya, sebenarnya. Membiarkan gadis itu bersekolah formal, walaupun dengan penyamaran bukankah itu berbahaya? siapa tahu gadis itu masih saja menjadi incaran 'kan? lelaki itu menyimpan kembali surat itu kedalam laci. Tidak ambil pusing dan langsung merebahkan tubuhnya sambil memejamkan matanya.
Drrt drrt.
Mata lelaki itu kembali terbuka. Demi apapun, baru saja ia akan masuk ke alam mimpi. Dengan malas lelaki itu terpaksa menggeser layarnya dan meletakkan ponselnya di telinga.
"Halo," bunyinya dengan suara serak-serak basah ( ͡° ͜ʖ ͡°).
Khas orang bangun tidur gitu.
Terdengar suara kekehan geli diseberang sana. Membuat Sougo mengernyitkan dahinya. Suara tawanya kayak kenal, pikirnya.
"Hoi Aniki."
Sudah Sougo duga. Adek kampretnya lah yang menelpon. Baru saja Sougo berencana untuk mematikan ponselnya, buru-buru Souko, kembarannya berseru.
"Woi jangan ditutup dulu HP nya, elah. Gue mau ngomong ini." Cerocos Souko tidak sopan. Sougo memutar bola matanya malas. Lelaki itu menghela napas berat, "perhatikan leanguage mu saat berbicara dengan yang lebih tua, girl." Sougo mengucek matanya pelan, "ada apa? Aku mau tidur, dasar kurang kerjaan." Lanjutnya mencerca.
"Aku akan mengunjungimu beberapa hari lagi. Jadi tunggu aku ya!"
Sougo terdiam.
WAT DE FAK.
"Sumpah? Sialan, mau ngapain kamu ke sini? Woi. Elah ga usah woi. Lo ngerepotin!"
Tadi kamu, kau, sekarang lo. K siap.
Bisa-bisa satu sekolah heboh nanti. Soalnya, Souko itu biang onar. Suka mencari perkara dimana-mana.
Terdengar hembusan napas dari sebrang sana, jika gadis itu ada dihadapannya, mungkin sekarang, raut muka gadis itu menatapnya lelah, "kau harus ikut aku pulang selama tiga hari, ini titah dari bapak negara kita, kak." Katanya dengan nada putus asa dibuat-buat.
Bapak negara yang dimaksud disini adalah, ayah mereka tercinta. Masalah apa lagi yang dibuat Souko selama dia tidak dirumah, sampai-sampai Sougo dipanggil ayahanda begini?
Dengan kurang ajarnya, Souko memutuskan telponnya tanpa memberikan kesempatan untuk Sougo untuk berbicara.
Sialan.
.
.
[]
A/N: Maafkan saya yang hiatus ga bilang-bilang hampir setahun (?) kesibukan saya sebagai siswi SMA yang punya banyak kegiatan, ngebuat ga sempat buat ngebuka laptop atau bahkan nyentuh laptop. MAAFKAN AKU TEMAN-TEMAN
Regards,
ATHAYPRI.
