Perfect, Imperfect.
.
Chapter 02
.
Experiment
.
Di bawah cahaya lampu beraneka warna yang berkelip dan aroma asap rokok yang tertinggal di udara. Diiringi suara bass berdentum mengentakkan tubuh para pengunjung yang memenuhi lantai dansa. Gadis berambut pirang itu mengangkat gelas champagne ke bibirnya. Meneguk cairan gelembung keemasan yang membuat pikirannya sedikit melayang. Matanya tak lepas menatap pria yang duduk di sebelahnya. 'Sungguh tampan' Pikir gadis itu. Dia memiliki karisma yang tak akan bisa Ino temukan pada teman-teman sebayanya.
"Apa kau sedang mencoba merayuku?" timpal gadis itu pura-pura naif.
Itachi tersenyum. God, Jantung Ino seketika terlonjak. Bagaimana bisa sebuah senyum membuat seorang pria tampak begitu sexy.
"i am trying, Kau terlihat terlalu muda untuk berada di sini."
"Kau pikir door men di depan akan mengizinkanku masuk bila aku belum cukup umur. Jangan biarkan wajah baby face ku ini mengecohmu."
"Aku bertanya-tanya. Apa ini pertama kalinya kau datang ke night club?"
"Bagaimana kau tahu?"
"Aku melihatmu sedikit gelisah dan tak nyaman tapi sepertinya kini kau terlihat relaks dan menikmati suasana."
"Ah, Jadi kau telah mengamatiku dari tadi."
"Can't help myself to not admire such a beauty like you."
Ino bisa merasakan rasa hangat merambat di pipinya. Ia bersyukur dengan penerangan minimum di club itu. Akan memalukan bila dia ketahuan merona hanya dengan modal gombal semata. Entah dari mana Ino menemukan keberanian untuk membalas pria itu.
"Mungkin aku merasa relaks karena bercengkerama dengan pria tampan sepertimu " Ino sadar dia sedang menyulut api. Tapi permainan ini terasa mengasikan.
"Aku berharap kau tak keberatan aku mencuri sedikit waktumu. Aku tak ingin kembali ke mejaku dan menghabiskan waktu minum dan di olok-olok oleh teman-temanku."
"Aku tak keberatan, lagi pula seperti yang kau lihat aku sendirian."
Sakura menoleh ke arah Ino dan melihat gadis itu berbicara dengan pria tak di kenal. Gadis berambut pink itu langsung menyenggol Temari untuk mendapatkan perhatiannya.
"Temari, Kita harus kembali ke bar. Ino tampaknya diganggu oleh om-om tak jelas."
Gadis Suna itu merenggut, " Ino tampak senang ditemani pria itu. Mengapa kita harus mengganggunya. Jarang-jarang Nona Sempurna itu bermain-main. Biarkan saja. Lagian flirting itu tak berbahaya."
Mungkin Temari benar, Ino adalah gadis yang cerdas tak mungkin rasanya dia akan kepincut begitu saja oleh rayuan lelaki, Tapi Sakura masih menatap sahabatnya dengan khawatir.
Melihat gelas Ino sudah kosong, Itachi berinisiatif memesan minuman untuk mereka. Bartender kembali dengan dua gelas seloki. Pria berambut raven itu menyerahkan satu gelas pada Ino.
"Apa ini?" Ino mengambil gelas mungil yang diberi topping whipped cream dancerimerah. Minuman itu terlihat manis.
"Minuman ini disebut Blow Job"
"Ew...what a name." Komentar gadis berambut pirang itu. Mengapa cocktail yang tampak begitu indah diberi nama mesum.
"Cocktail ini seharusnya diminum tanpa menggunakan tangan dan kau harus menghabiskannya sekali teguk. tapi karena kau pemula minum saja pakai sedotan." Itachi mengulurkan sedotan.
Ino mengambil tangkai buah ceri dan memakannya sebelum menghabiskan minuman itu. Mata Itachi terpaku pada bibir Ino yang berwarna merah. Entah mengapa aksi innocent itu terlihat erotis di mata Itachi. Pria itu menelan ludahnya. Bagaimana bisa dalam sekian menit bersama gadis ini dia langsung menjadi pria mesum.
Mungkin ini karena ia terlalu lama absen dari berinteraksi dengan wanita. Pacar terakhirnya Izuna meninggalkannya tiga tahun lalu dan sejak itu ia tak terlibat dengan wanita. Lagi pula ia tak punya waktu untuk menjalin hubungan. Kisame benar, He needs to get laid.
Ino menghabiskan shooter-nya. Rasa manis dari irish cream dan sedikit hint kopi dari amaretto terasa bagai surga di lidahnya. Tapi ia tak mempersiapkan diri dengan alkohol yang membakar tenggorokannya. Ia merasa sedikit hangat dan pening. "Oh, Rasanya sangat enak. Tapi alkoholnya terlalu keras"
"Apa kau mau minum lagi?" Itachi menawarkan.
"Hm, Apa kau berniat membuatku mabuk tuan?"
"Tidak tentu saja tidak." Itachi menghabiskan blow job-nya dalam sekali teguk. "Mau menari?"
"Tentu saja. Untuk apa ke night club kalau tidak menari?"
"Apa kau suka menari?"
"Tentu saja, Aku menari sejak kecil dan menari selalu membuatku merasa bebas. Apa kau juga suka menari?"
"Not really, Tapi ayahku bersikeras membuatku belajar berdansa."
Itachi berdiri dan mengulurkan tangannya pada Ino, "Shall we dance, princess." Ucapnya dengan wajah serius.
Ino tergelak, di balik wajah seriusnya ternyata pria ini memiliki sedikit humor. "Of course, my prince" balas gadis itu mengejek.
Itachi membimbing gadis itu ke tengah-tengah lantai dansa yang di sesaki orang-orang. Pria itu tampak bimbang.
"Kenapa?" Ino harus berbicara di telinga pria itu. Musik begitu keras tak memungkinkan untuk berbicara dengan normal.
"Bagaimana cara menari dengan musik ini?".
"Ikuti saja gerakan orang lain."
Pria itu menggeleng melihat orang-orang pada twerking mengikuti irama lagu work dari Rihanna, "I am too old for that move."
Beruntung setelah itu Dj memainkan lagu yang soft setelah dari tadi mengentak lantai dansa dengan irama up beat.
Young ambition,
Say we'll go slow but we never do
Premonition,
See me spendin' every night with you.
Ino menyukai lagu ini dia mendengarkannya hampir setiap hari , gadis itu mulai menggoyangkan tubuhnya dan meliuk mengikuti irama tanpa memedulikan sekitarnya.
Oh yeah, under the kitchen light
You still look like a dynamite
And i wanna end up with you.
Oh, don't need no place to go
Just put on the radio
You know what i wanna do.
Itachi terhipnotis melihat gadis itu, Dia begitu memikat. Ino dengan gemulai menari menggoyangkan pinggulnya. Rambut panjangnya terkibas seiring gerakan kepalanya. Gadis itu menutup matanya membiarkan irama yang terasa sensual membimbing tubuhnya.
We can just dance to this
Don't take much to start me.
Entah bagaimana Itachi ikut menari, Ia meraih tangan gadis itu dan memutarnya. Ino tertawa dan Itachi memutarnya sekali lagi. Gadis itu berakhir di dekapannya.
We can just dance to this.
Push up on my body
You know we've already seen all of the party
We can just dance to this.
Ino merasakan punggung telanjangnya menabrak dada bidang pria itu. Tangan Itachi melingkari pinggangnya menarik tubuh Ino mendekat menempel dengan dirinya. Ini pertama kalinya Ino begitu dekat dengan laki-laki. Rasanya menyenangkan sepasang lengan kuat membelit dirinya dan mereka bergerak dengan sinkronis. Menari seolah hanya ada mereka berdua di sana.
Lagu itu hampir berakhir. Ino berdiri di hadapan Itachi. Mata mereka saling pandang. Satu tangan pria itu masih melingkari pinggangnya dan Ibu jarinya mengelus pipi Ino. Gadis itu merasa jantungnya berdebar. Dia sadar dia baru mengenal Itachi setengah jam yang lalu tapi Ino merasa ada ketertarikan fisik yang besar di antara mereka. Ternyata yang namanya chemistry benar adanya. Ia selalu bersikap skeptis saat membaca novel romance. Ia menganggap apa yang tertulis hanya khayalan pengarangnya tapi kini ia sendiri mengalaminya.
Layaknya dua kutub magnet yang berbeda, Mereka tertarik satu sama lain. Mereka masih saling tatap dan Ino merasa tersesat dalam mata sewarna onyx yang dalam. Ino bisa menyalahkan atmosfer club dan alkohol yang diminumnya membuat dirinya terbuai. Tidak biasanya ia bertindak serampangan, tapi bukankah itu tujuannya datang kemari?. Bereksperimen dengan melakukan hal-hal tabu. Berapa aturan lagi yang akan dia langgar. Entah mengapa dia merasa excited dengan prospek menghabiskan waktu bersama Itachi.
Ibu jari pria itu berhenti di sudut bibirnya. Itachi menunduk. Menatap bibir merah itu dengan lapar. Ino tahu apa yang pria itu inginkan.
"Can I?" Pria itu bertanya meminta persetujuan. Ia tak akan mencium gadis itu bila tak menginginkannya.
"Sure" Jawab Ino berbisik.
Begitu bibir pria itu menyentuh bibirnya. Ino merasakan sejuta kupu-kupu mengepakkan sayap di perutnya. Gadis itu menutup mata menikmati rasa ciuman pertamanya. Bibir pria itu terasa manis seperti cocktail yang baru saja mereka minum. Tangan pria itu menariknya merapat. Sementara Ino yang merasa kakinya menjadi lemas mengalungkan tangan di lehernya.
Itachi memperdalam ciumannya. Merayu bibir gadis itu agar membuka untuknya. Awalnya dia terkejut karena Ino hanya terdiam kaku, tak membalas ciumannya tapi segera gadis itu belajar cara menggunakan bibirnya dan rasa canggung pun mencair.
Bila ia tahu berciuman itu rasanya menyenangkan Ino pasti sudah melakukannya dari dulu tapi ia tak pernah bertemu seorang pria yang membangkitkan minat dan rasa ingin tahunya. Gadis berambut pirang itu merasakan sensasi asing di bawah perutnya saat lidah pria itu menyelinap di antara bibirnya. It's amazing. Ino merasa begitu ringan seolah dia sedang melayang. Dengan tak sadar erangan rendah meluncur dari bibirnya. Mereka mengakhiri ciumannya hanya untuk bernafas.
Ino menatap Itachi kebingungan, Tak mengerti dengan rasa panas yang membakar pembuluh nadinya. Membuat kulitnya merona dan tiba-tiba saja ia merasa membutuhkan sentuhan. Apakah ini yang namanya gairah? It's burning like a flame. Di mata pria itu Ino melihat nafsu. Dia bukan gadis naif. Dia tahu ketika seseorang pria menginginkannya.
"Mau pergi dari sini." Itachi bertanya sambil membelai poni yang menutupi separuh wajahnya.
"Ke mana?"
"Ke apartemenku. I am sorry but i am lusting after you." Ucapnya jujur.
Seharusnya kalimat itu menjadi alarm bagi Ino, tetapi ia malah punya pemikiran lain. Keingintahuannya begitu besar membuatnya mengabaikan pikiran rasionalnya. Bila ciuman saja rasanya begini. What sex would have been?.
Apakah dia akan mengambil kesempatan ini?, mengikuti dorongan hatinya untuk berbuat gila di musim panas terakhir masa remajanya. Beberapa bulan lagi dia akan menjadi dewasa, tak masalah rasanya bila dia berhubungan dengan Itachi. Toh dia bisa berbohong tentang usianya. Lagi pula mereka hanya dua orang asing yang tak akan bertemu lagi. Hal yang dia lakukan malam ini tak akan mempengaruhi perjalanan hidupnya.
"Ayo, I don't mind to have some fun" Ino tak pernah berpikir seperti Sakura. Yang ingin tetap Virgin sampai ia menikah. Ino tak punya pandangan seperti itu, untuk gadis itu seks adalah hal yang biologis yang lumrah terjadi antara pria dan wanita yang saling menginginkan. Alasan mengapa ia tak tersentuh sampai sekarang hanya karena tak ada pria yang membuatnya tertarik.
Mereka bergandengan tangan hendak pergi tapi Sakura menghadangnya. Ino sama sekali lupa dengan keberadaannya dan Temari.
"Kau mau ke mana Ino?"
"Aku akan mengantar Ino pulang." Jawab Itachi sopan.
"Ino apa kau gila, mau pergi dengan pria tak dikenal. Bagaimana kalau dia berniat buruk."
Ino berpikir sejenak, Kata-kata Sakura benar. Ini terlalu ceroboh dan berbahaya tapi bagaimana ya? Ia ingin menghabiskan waktu bersama pria itu lebih lama.
Melihat keraguan Ino. Itachi takut gadis itu berubah pikiran. Dia mengeluarkan dompet dari saku celananya dan memberikan Sakura selembar kartu Nama. "Ini kartu namaku, Aku berjanji akan menjaga temanmu dan membawanya pulang. Kalau memang tak percaya tanya saja manajer klub ini. Dia mengenalku." Itachi mencoba meyakinkan gadis berambut pink itu kalau dia tak punya niat jahat.
"Sakura jangan khawatirkan aku oke. Aku bisa mengurus diriku. Have fun!" Ia pun pergi digandeng oleh Itachi.
"Hei Ino tunggu dulu!" teriak Sakura. Tapi kedua orang itu keburu hilang menyelinap di antara orang-orang.
Di tengah-tengah minimnya penerangan dalam klub itu Sakura berhasil membaca kartu nama yang di tinggalkan pria itu. "Holy Shit!"
Umpatan itu terdengar oleh Temari yang baru saja kembali dari toilet. "Ada apa Sakura?"
"Temari, Ino baru saja pergi dengan pria asing yang ternyata seorang Uchiha."
Mata gadis berkuncir empat itu membelalak, "Serius?, hanya dalam semalam gadis alim jadi begitu liar. Aku jadi khawatir Sakura"
"Aku juga tak tahu apa yang terjadi sepertinya dia benar-benar kepincut oleh pria tadi, aku maklum saja spesies seperti itu tak akan bisa ditemukan di sekolah."
"Kita hanya bisa menunggu ceritanya besok dan lagi bila pria itu memang seorang Uchiha. Sasuke pasti mengenalnya."
"Berdoa saja kalau Ino tak akan menyesali kebodohannya besok. Aku benar-benar tak bisa menebak jalan pikirannya meski dia sahabatku."
.
.
Ino terkesan dengan mobil Lamborghini Galardo milik Itachi yang terparkir di Vip area. Dengan sopan pria itu membukakan pintu mobil sport hitamnya untuk Ino.
"Rich men, are you?"
"Impressed?" Kebanyakan wanita terkesan pada kekayaannya, nama keluarganya atau wajahnya tapi hanya sedikit yang tertarik mengenal kepribadiannya. Ia tahu dirinya pribadi pendiam, tertutup dan serius. Seorang workholic dan perfeksionis yang sulit dimengerti. Tunangannya Izuna lelah dengan sikapnya, menurut wanita itu dia dingin, sering bersikap acuh dan terlalu banyak menuntut karena itu Izuna meninggalkannya. Ia tak menyalahkan wanita itu. Bila ia lebih bahagia bersama pria lain Itachi pun tak mencegah kepergiannya. Sifat mereka terlalu berbeda. Ia belajar terkadang rasa cinta dan ketertarikan saja tak cukup untuk membangun fondasi sebuah hubungan.
"Aku berharap ayahku mau membelikan mobil seperti ini."
"Ah, Anak orang kaya ternyata, Berapa usiamu?"
"Tidak sopan menanyakan seorang wanita berapa usianya. Ngomong-ngomong apa pekerjaanmu?"
"Managing Director "
"Kau tampak terlalu muda untuk posisi itu."
"Memang kau pikir berapa usiaku?"
"Dua puluh lima tahun" Tebak gadis itu.
"Salah, Dua puluh delapan dan aku mendapatkan posisi ini karena kerja keras. Kau sendiri apa yang kau lakukan?"
"Aku mahasiswi bisnis tingkat akhir di Universitas Yamato dan sedang magang di perusahaan ayahku." Dia berbohong dengan lancar. Ino tak benar-benar berbohong karena ia memang akan mengambil ujian masuk universitas Yamato dan ayahnya memintanya segera bekerja di perusahaan setelah dia lulus SMA.
Mobil itu melaju melintasi jalanan kota konoha yang sepi. Menuju distrik elite di mana sekolah Ino berada. Di area tersebut menjulang apartemen dan hotel-hotel terbaik di Konoha. Sepanjang jalan trotoar dan kebun-kebun tertata rapi dan bersih membedakan area tersebut dari bagian kota Konoha lainnya.
Hanya butuh waktu sepuluh menit bagi Itachi untuk sampai ke apartemennya. Mereka melangkah ke lobi dan menaiki lift menuju lantai teratas di mana apartemenpria itu berada. Mendadak Itachi jadi nervous. Ia bukan tipikal pria penggemar hubungan singkat tanpa arti tetapi ia malah mengajak gadis yang baru dikenal ke apartemennya. Apa yang ada di pikirannya tadi.
Setelah pengaruh alkohol turun dari sistem tubuhnya Ino juga merasa canggung. Di luar klub semua terasa berbeda. Atmosfer memabukkan itu menghilang dan momen keajaiban lenyap begitu tempat berganti. Itachi pun mendadak menjadi pendiam dan Ino mempertanyakan kembali keputusannya.
Pintu lift terbuka, Itachi menggandeng Ino melewati pintu kayu berukir yang membawanya pada sebuah ruang duduk luas yang di dominasi warna-warna tanah, dari sand beige hingga dark brown. Terdapat sebuah dapur modern dan meja makan di sisi lain ruangan.
Ino takjub melihat pemandangan kota yang terlihat dari jendela-jendela lebar berbingkai aluminium hitam. Pencahayaan tak langsung dari lampu yang tersembunyi di balik panel-panel penghias langit-langit memberikan bias lembut kekuningan membuat kesan warm begitu terasa.
Sepertinya Itachi lebih memfokuskan kenyamanan dengan pilihan interior yang simpel tapi praktis.
"Tempat ini menakjubkan" Ino berdecak kagum. Ia melangkah mendekati jendela dan menemukan teras yang di penuhi pot tanaman, sepasang kursi rotan dan meja kaca.
" Aku ingin rumahku senyaman mungkin karena tempat ini satu-satunya pelarian bagiku setelah menghabiskan terlalu banyak waktu di kantor."
"Kau banyak bekerja?"
"Teman-temanku bilang aku gila kerja. Tapi aku tak merasa seperti itu karena aku menyukai pekerjaanku. Silakan duduk Ino. Buat dirimu merasa nyaman. Aku akan mengambil minuman"
"Bisakah kita duduk di teras? Aku ingin menikmati langit bertabur bintang."
"Tentu saja, tapi kau tak akan melihat banyak bintang di langit kota"
"Aku tahu."
Ino membuka pintu yang menghubungkan teras dan ruang duduk. Ia melangkahkan kakinya ke luar untuk menikmati semilir udara panas dan lembab di bulan Juli. Itachi kembali membawa dua buah gelas dan sebotol champagne. Dia meletakannya di atas meja.
"Sepertinya kita butuh musik, apa kau suka musik jazz?"
"Aku rasa smooth jazz cocok untuk suasana malam ini."
Pria itu menyambungkan bluetooth ponselnya pada sistem audio yang terpasang di rumahnya. Tak lama alunan lembut saxophone terdengar dari speaker mungil yang menempel di tembok.
Itachi kemudian membuka botol dan mengisi gelas mereka. "Apa yang akan kita lakukan sekarang?"
"Kau yang mengajakku kemari, what's on your mind?"
"Aku tak tahu, Jujur aku tak pernah mengalami ketertarikan instan seperti ini. Apa lagi membawa pulang gadis yang baru dikenal. Sekarang aku bingung mau melakukan apa."
"Setelah sedikit sadar tiba-tiba kau jadi pemalu ya?"
"Nah, Aku tidak mabuk."
"Bagaimana kalau kita bermain catur?" Cetus Ino melihat papan catur indah yang terbuat onyx dan marmer terletak di atas meja.
"Kau bisa bermain catur?"
"Tentu saja."
Mereka memulai permainan dan Ino membuat langkah pertama. Dia sering bermain dengan ayahnya dan Shikamaru, tentu saja kedua pria itu sering mengalahkannya tapi Ino bukan pemain catur kacangan. Wanita itu mengerakkan kudanya dan tersenyum. Berharap Itachi masuk perangkap.
Itachi tak mengerakkan menterinya untuk memakan kuda Ino. Dia malah memindahkan bidaknya.
"Kau pikir bisa menjebakku Ino, Strategimu terbaca."
"Tak ada salahnya aku mencoba." Kening Ino berkerut menatap papan catur, memikirkan langkah yang akan dia ambil berikutnya. Dalam kepalanya ia sibuk menganalisis segala kemungkinan dan gadis itu tak menyadari Itachi menatapnya dengan intens.
Gadis ini mengesankan, tak hanya cantik tapi ia juga berhasil memojokkan dirinya dalam pertarungan strategi dan kecerdasan. Dia menatap dahi yang berkerut penuh konsentrasi. Sepertinya Ino punya kebiasaan menggigit bibir bawahnya saat berpikir. Dia mengamati setiap detail kecil yang di tunjukan wanita itu dan bagaimana mata aquamarine-nya berpendar ketika ia berhasil memojokkan dirinya satu langkah.
Gagal fokus pada permainan catur-nya. Itachi tak menyadari raja-nya telah terperangkap.
Ino mengambil langkah terakhir. Ia mengerakkan menterinya dan tersenyum, "Skak mat!, Kemenangan milikku. Itachi"
"Sebagai orang yang kalah, Aku akan menerima hukumanku dengan melakukan apa yang kau perintahkan."
"Baiklah, Cium aku kalau begitu."
Pria itu menarik Ino berdiri dan memeluknya. Tak ada keraguan. "I am more than happy to comply, princess."
"I am no princess." Bisik gadis berambut pirang itu.
"Tonight you'll be my princess." Itachi mencium wanita itu dengan lembut. Malam ini ia tak ingin bergulat dengan pemikiran, logika dan konsekuensi. Mungkin ada baiknya dia melepaskan diri dari kungkungan dogma kepantasan dan moralitas yang ditanamkan sejak kecil. Ia ingin sekali saja membiarkan dirinya bebas mengikuti keinginan dan gairah yang tampaknya membanjiri akal sehatnya.
It will be fine to be crazy just for a night. It won't change anything in their life.
Mereka berdua memiliki pemikiran yang sama untuk mengejar kenikmatan malam ini dan ketika mentari terbit apa yang terjadi akan terlupakan dan mereka melanjutkan kisah mereka masing-masing, tapi tak seorang pun menduga benang takdir telah mengikat mereka.
