Disclaimer : All Characters belong to Masashi Kishimoto.
A/N: Terima kasih untuk review-nya. Saya sangat bahagia dengan masukan-masukan yang saya terima.
Perfect, Imperfect
.
Chapter 05
.
A Groom.
Bangunan pencakar langit tertinggi di Konoha yang dikenal sebagai Uchiha tower merupakan lambang kebesaran dan kesuksesan keluarga Uchiha selama beberapa generasi. Tempat Itu merupakan pusat kegiatan unit bisnis Uchiha corporation dan juga kantor bagi ratusan karyawan.
Itachi, Sang Managing Director melangkahkan kakinya menuju lift. Pria itu membawa sejumlah berkas penting untuk atasan dan juga ayahnya Fugaku Uchiha. Wajahnya tampak kalut. Suara Sol sepatu kulitnya yang beradu dengan lantai marmer membuat orang bisa menebak kalau pria itu sedang berjalan tergesa-gesa. Ia bahkan tak menggubris sapaan para karyawan yang berpapasan dengannya.
Tanpa mengetuk ia memasuki kantor sang Ayah.
"Ayah, Maaf aku harus menyampaikan kabar buruk."
"Apa yang terjadi Itachi." Fugaku mengalihkan perhatian dari dokumen-dokumen yang dia baca.
"Aku gagal mendapatkan perusahaan Yiruma. Mereka telah diakuisisi Yamanaka grup padahal kita memerlukan perusahaan itu untuk mendistribusikan produk yang baru kita buat."
"Apa boleh buat, Aku tidak menyalahkanmu Itachi. Aku tak pernah meragukan kemampuanmu. Hanya kali ini perusahaan Yamanaka selangkah di depan kita."
"Apa kau sadar ayah, mereka telah merebut lima belas persen pasar kita. Bila kita tak hati-hati kita bisa kehilangan lebih banyak."
"Aku tahu. Ngomong-ngomong kemarin Inoichi Yamanaka mencariku membawa proposal yang sulit untuk ditolak."
"Apa yang ditawarkan pria itu? Bukankah kalian adalah saingan?"
"Dia menawarkan lima puluh satu persen saham perusahaannya pada kita."
"Yang benar? Itu sama saja dengan dia menawarkan perusahaan Yamanka untuk menjadi anak perusahaan kita. Ini akan jadi sanggat menguntungkan ayah. Berapa harga yang ia minta?"
"Itu yang membuatku sedikit merasa aneh, Ia tak meminta apa pun selain menyatukan kedua perusahaan dengan ikatan pernikahan."
"Maksudnya?"
"Inoichi tak punya anak laki-laki untuk meneruskan perusahaannya. Dia hanya memiliki anak gadis berusia tujuh belas tahun dan Ia ingin putra bungsuku menikahi gadis itu dan menggantikan dirinya sebagai direktur. Anehnya ia juga meminta agar pernikahan dilaksanakan secepatnya."
"Terdengar meragukan untukku, putrinya masih begitu muda kenapa harus dinikahkan."
"Aku curiga Inoichi mencoba menutupi sesuatu yang sangat besar hingga ia rela kehilangan perusahaannya."
"Apa yang akan kau lakukan ayah?, Apa kau akan menjual Sasuke untuk mendapatkan deal ini?"
"Aku belum tahu, tapi Inoichi bilang bila aku tidak memberi jawaban dalam satu minggu ia akan memberikan proposal ini pada Hyuuga."
"Berita buruk bagi kita bila Hyuga dan Yamanaka bersatu, mereka akan menjadi ancaman yang lebih besar di segmen pasar yang kita garap."
"Sebenarnya sudah jelas, lebih menguntungkan bila kita terima saja proposal ini, tak ada ruginya untuk kita."
"Tapi ayah bagaimana dengan Sasuke, Ia terlalu muda untuk menikah."
"Itachi, Jaman dulu juga orang menikah muda. Apa kau ingat ayah menikah dengan ibumu karena dijodohkan di usia sembilan belas tahun. Lagi pula Inoichi tak berkata kita tak boleh menceraikan putrinya. Artinya bila Sasuke tak menyukainya, dia bisa menceraikan gadis Yamanka itu dan kembali menjadi pria bebas."
"Sebaiknya kau bicarakan pada Sasuke dulu. Kita tak bisa menentukan masa depannya secara sepihak."
"Baiklah, Aku akan berbicara pada Sasuke nanti dan satu lagi, kapan kau akan membawa seorang gadis ke rumah?"
"Ayah, Aku terlalu sibuk bekerja untuk mengurusi masalah itu."
"Apa kau perlu aku turun tangan."
"Ayah, urusi saja perjodohan Sasuke dulu. Perjodohanku bisa belakangan."
"Aku jadi merasa bersalah dari dulu membuatmu belajar dan bekerja dengan keras hingga kau kehilangan waktu untuk bersosialisasi dan bersenang-senang."
"Aku mencintai pekerjaanku dan aku sadar akan tanggung jawabku sebagai putra sulung untuk melanjutkan perusahaan. Ayah aku ingin perusahaan ini berkembang lebih besar begitu aku menjabat menjadi CEO dan aku tak ingin merusak konsentrasiku dengan hal yang tak penting."
"Aku tahu, Kau akan membawa perusahaan ini menjadi lebih sukses tetapi jangan lupa di belakang pria sukses berdiri seorang wanita yang hebat, kau hampir berusia tiga puluh tahun. Pikirkan masak-masak untuk mencari istri."
"Sudahlah Ayah, Jodohku mungkin belum ada jadi tak usah kita membahas kehidupan pribadiku. Ini laporan kegagalan akuisisi itu. Mungkin ayah bisa menemukan kesalahan strategi yang aku jalankan. Aku permisi dulu."
.
.
.
Dua hari sudah Ino dan Gaara tak masuk sekolah, gadis berambut merah muda itu menggigit kuku jarinya seraya berpikir dan menduga-duga apa yang terjadi.
Setelah pesan singkat dari Gaara, pemuda berambut merah itu tak lagi menghubunginya, begitu pula Ino. Lelah bergulat dengan rasa khawatir dan penasaran Sakura memutuskan untuk menyambangi rumah keluarga Sabaku.
Gadis itu berdiri pintu gerbang yang besar terbuat dari kayu. Ia memencet bel berkali-kali tapi tak ada seorang pun membukakan pintu. Dia tak menyerah tak mungkin tak ada orang di rumah sebesar itu. Paling tidak ada penjaga dan pelayan. Akhirnya setelah memencet bel selama lima menit penjaga membukakan pintu itu untuknya.
"Maaf, ada perlu apa?"
"Apa Gaara ada di rumah? Saya harus bertemu dengannya."
"Apa nona adalah salah satu pacarnya?"
"Bukan, memang kenapa?"
"Karena tuan muda sekarang sedang bersama seorang gadis berambut pirang. Apa Anda yakin tidak mencari keributan?"
"Izinkan saja aku masuk, Mereka berdua adalah temanku."
"Tunggu disini."
Sakura merasa kesal disuruh menunggu lagi. Melihat reaksi penjaga, gadis berambut merah muda itu memutuskan Gaara sang playboy urakan sering menyebabkan pertikaian antar wanita. Pertanyaannya mengapa Ino kabur ke sini. Tentunya selain dirinya Ino dekat dengan Temari. Tapi mengapa malah Gaara yang menghubunginya. Ke mana Temari?
Gaara datang bersama penjaga Gerbang. Ekspresi wajah pemuda itu tampak terkejut, "Sakura, Sedang apa disini?"
"Mencari Ino. Ibunya mengabarkan pada sekolah kalau putrinya sedang sakit. Tapi kau memberitahuku Ino ada di sini."
"Benar, Aku senang kau datang. Aku sudah berusaha untuk menghiburnya tapi ia masih saja sedih. Aku tak tahu harus berbuat apa lagi. Mungkin bicara denganmu akan membuatnya lebih baik."
"Apa masalah yang dihadapi Ino?"
"Kau bicara saja sendiri padanya. Dia berada di taman sekarang."
.
Gaara mengantar Sakura ke kebun dan mereka melihat Ino duduk bersandar pada tiang gazebo yang terbuat dari kayu dan menatap kosong ke arah kolam renang. Gadis itu mengenakan kaus kedodoran yang pastinya milik Gaara.
Mendengar pemuda berambut merah itu menarik nafas panjang, Sakura menoleh padanya. "Kau mengkhawatirkan Ino?"
"Tentu saja."
"Aku tak tahu kau juga bisa mengkhawatirkan seorang Teman."
"Ino adalah satu-satunya gadis yang aku pedulikan selain Temari. Lebih baik aku meninggalkan kalian berdua untuk bercakap-cakap."
Sebelum pemuda itu pergi, Sakura kembali bertanya. " Apa dia menceritakan padamu masalahnya?"
"Iya, Aku tahu tapi ia sudah menolak bantuanku."
.
.
Ino kembali merenung, Ia merasa tak enak sudah merepotkan Gaara dua hari ini. Pemuda itu begitu baik dan berusaha menghiburnya. Bahkan kemarin Gaara mengajaknya berkendara ke pantai. Ia tak bisa tinggal di sini terlalu lama. Apa sebaiknya ia pulang saja. Mungkin orang tuanya akan memaafkannya.
"Ino."
"Hai Sakura, Mengapa kau tahu aku di sini?. Apa Temari memberitahumu?"
"Tidak, Gaara yang menghubungiku. Apa yang terjadi padamu Ino?, Tiba-tiba saja kau lari dari rumah."
Sakura tak pernah melihat sahabatnya tak berdaya. Mata gadis itu sembab dan rupanya tampak pias. Ino selalu bisa menemukan solusi untuk masalahnya tapi melihat rasa putus asa di matanya, Sakura menebak apa pun yang menimpa Ino sudah di luar kendali gadis itu.
"Aku sudah menghancurkan masa depanku Sakura." Ucapnya sedikit sengau karena terlalu banyak menangis. Begitu berat bagi Ino untuk mengakui sekarang ia tak lagi punya gambaran jelas mengenai hidupnya dan jalan yang akan ia ambil. Ia merasa terjebak dalam lubang gelap yang ia gali sendiri.
"Bagaimana?"
"Karena sekarang aku hamil." Gadis itu mulai terisak lagi. Ia selalu mendengar para wanita bersyukur dan bahagia ketika mengandung tapi menghadapi kehamilan yang tak diinginkan dunia Ino serasa runtuh dia tak bahagia sedikit pun.
Sakura begitu terkejut, "Apa kau mengandung anak pria itu?"
Ino mengangguk lemah.
"Ya tuhan, Pria itu harus bertanggung jawab. Aku akan memberitahu Sasuke kalau kakaknya bajingan." Ucap gadis itu geram. Ia tak menyangka berani-beraninya pria itu menghamili anak gadis orang. Dia pria dewasa, Mengapa bisa seceroboh itu.
"Jangan, ini bukan salah Itachi. Semua salahku. Akulah yang bodoh dan ceroboh. Biar saja kesalahan ini jadi tanggung jawabku sendiri."
"Tapi Ino, ini tak bisa dibiarkan begitu saja."
"Sakura please, Apa kau bisa membayangkan apa yang terjadi bila media tahu calon CEO Uchiha grup menghamili gadis di bawah umur? Apa kau ingin pria itu mendekam di penjara dan kredibilitas keluarga Uchiha runtuh karena kecerobohanku? Aku tak mau. Aku mohon berjanjilah padaku jangan beritahu siapa pun tentang ini. "
"Masalah ini begitu pelik." Dahi Sakura berkerut dalam pantas saja Ino terlihat putus asa.
"Aku tahu, Aku akan kembali ke rumah dan menghadapi orang tuaku lagi. Aku harap mereka tak lagi marah padaku."
"Apa kau mau aku mengantarmu pulang?"
"Boleh, Aku mengambil barangku dulu dan pamit pada Gaara."
Mereka berdua masuk ke dalam rumah dan menemukan Gaara duduk sambil minum beer dingin di sofa.
"Gaara aku memutuskan untuk pulang sekarang. Bagaimanapun masalah ini harus aku selesaikan dengan orang tuaku."
"Aku paham Ino. Jangan biarkan mereka mendiktemu lagi oke."
"Aku tak tahu, Mereka pasti sudah menemukan solusi untuk masalahku ini."
"Be strong Ino dan bila kau butuh bantuan. Aku akan selalu ada untukmu."
"Terima kasih banyak." Gadis berambut pirang itu dengan refleks memeluk Gaara.
"Sampai jumpa besok di sekolah?" tanya pemuda berambut merah itu.
"Ya, Sampai jumpa. Ayo kita pergi, Sakura."
"Kami permisi dulu Gaara. Terima kasih sudah menjaga Ino. Bye!"
Mereka berdua duduk manis di dalam mobil Mustang tua milik Sakura yang melintasi jalan kota Konoha menuju Rumah Ino.
"Apa kau siap menghadapi orang tuamu lagi?" Tanya Sakura sambil mengemudi.
"Yah, Aku sudah lebih tenang sekarang. Semoga mereka juga begitu. Aku akan mendengarkan saran mereka bila masuk akal."
"Ngomong-ngomong sejak kapan kau dekat dengan Gaara?, Satu sekolah bergosip kalau kau jatuh dalam rayuannya."
"Biar saja orang bergosip. Sekarang aku sadar Gaara jauh lebih baik dari yang orang-orang ceritakan." Tanpa Sadar Ino tersenyum.
"Hm...apa kau menyukainya?"
"Ayolah Sakura, Kami hanya berteman."
.
Ino memegang gagang pintu dengan determinasi untuk tidak menjadi emosional. Sakura hanya mengantarnya sampai di pintu gerbang rumahnya dan Ino sekali lagi harus berhadapan dengan orang tuanya sendirian. Kali ini ia harus menghadapinya dengan kepala dingin karena ia sadar sangat sulit untuk membesarkan seorang anak sendirian. Apalagi dia hanya remaja yang belum pernah mengecap kerasnya kehidupan. Siapa yang bisa ia andalkan selain orang tuanya.
"Ayah, Ibu. Aku pulang." Ucap gadis itu. Ia tiba saat hari sudah mulai senja.
Gadis berambut pirang itu disambut oleh Ibunya dengan pelukan, Ino melihat kekhawatiran di matanya. "Maafkan ayahmu bertindak kasar. Kami hanya syok dengan apa yang kau sampaikan."
"Aku juga minta maaf telah lari dari rumah. Apa kalian akan mengusirku karena kesalahan ini?"
"Ino, Aku melahirkanmu dan membesarkanmu selama tujuh belas tahun. Apa yang membuatmu berpikir satu kesalahan yang kau lakukan akan berhenti membuatku berhenti jadi Ibumu. Kami hanya tak terbiasa dibuat kecewa oleh dirimu. Kami sadar kami salah karena menekanmu terlalu jauh dan memberatkanmu dengan semua harapan kami."
"Apa ayah juga akan berpikiran sama. Aku akan mencemari nama keluarga."
"Ayahmu telah berpikir cukup keras untuk menyelesaikan masalah ini. Apa kau mau mendengarkan usulnya?"
Ino mengangguk. Mereka berjalan menuju ruang kerja Inoichi. Pria itu tampak lelah dan letih. Stres dan Kekhawatiran tergurat di wajahnya. Ia tak tahu lagi bagaimana menghadapi putrinya yang memberontak. Ia hanya berharap kali ini Ino akan bekerja sama. Ia sama sekali tak punya niat buruk dengan putrinya. Seperti halnya orang tua lainnya. Ia ingin hal terbaik bagi anaknya. Selama ini Ino tak pernah mengeluh dan selalu tersenyum dan ia berpikir anaknya bahagia. Tapi ia sekarang sadar ia tak pernah benar-benar memberikan pilihan atau mendengarkan putrinya dan senyum yang ia punya hanya pura-pura belaka.
"Ino, Ayah minta maaf. Seharusnya ayah tak boleh memukulmu. Duduklah, ada hal yang harus kita diskusikan."
Ino mendudukkan dirinya di kursi berlapis kulit hitam yang diletakan di depan meja kerja berpelitur coklat tua. Ino tahu dalam hati ayahnya menyayanginya tapi ia tetap saja tegang menunggu apa yang akan dia katakan.
"Ino, melihat situasimu kau punya beberapa pilihan untuk diambil. Sudah berapa lama usia kandunganmu?"
"Sekitar enam minggu."
"Dengar Ino, Kau masih sangat muda dan keberadaan seorang anak akan mengubah hidupmu dengan drastis. Apa kau sadar itu? Kau akan kehilangan dan harus mengubah banyak hal demi sang bayi."
"Aku tahu ayah. Aku tak siap untuk ini tapi bayinya sudah ada dalam perutku."
"Bila kau merasa berat dan tak menginginkan bayi ini kita bisa mengantarmu ke luar negeri untuk aborsi."
"Apa kau serius ayah? Memintaku untuk membunuh anak yang aku kandung. Aku tidak mau."
"Aku tidak memintamu. Itu hanya salah satu pilihan praktis yang tidak akan mengubah hidupmu. Kalau kau bersikeras ingin membesarkan anak ini kau hanya punya satu pilihan. Menikah."
"Menikah? Apa ayah serius. Mengapa aku harus menikah tidak bisakah aku melahirkan anak ini dan membesarkannya bersama kalian?"
"Ino, Ini jepang. Bukan negara barat yang telah terbiasa melihat wanita melahirkan dan membesarkan anak sendirian. Apa kau mau anakmu dilabeli status anak haram oleh masyarakat karena terlahir di luar pernikahan. Kau harus memikirkan masa depan anakmu dan lagi apa yang akan kau katakan padanya bila dia sudah mulai mengerti dan bertanya mengapa ia tak punya ayah. Bila kau memang ingin melahirkannya mulailah berpikir demi kebaikan anak itu bukan dirimu."
Ino terdiam, kata-kata ayahnya benar. Idealnya seorang anak tumbuh dalam keluarga dan ia juga tentunya tak ingin suatu hari nanti anak ini akan sakit hati dihina sebagai anak haram. Bila ia menikah maka anak ini akan punya ayah meski hanya dalam surat-surat.
"Aku paham maksudmu. Aku akan menikah hanya sebagai formalitas. Tapi siapa yang mau menikahi gadis yang hamil anak orang lain?" Ino jadi teringat tawaran Gaara untuk menikahi dan menyelamatkan kehormatannya tapi Ino tak ingin menyeret Gaara dalam masalah ini.
"Aku sudah membuat penawaran dengan beberapa orang. Siapa pun yang menikahimu akan menjadi pemegang Saham mayoritas perusahaan kita."
Mata Ino terbelalak, "Mengapa kau mengorbankan perusahaan untuk mencarikan suami untukku?"
"Ino, Kau memutuskan untuk menjadi seorang Ibu dan kau juga adalah satu-satunya pewarisku. Bila kau sibuk dengan semua itu aku ingin seseorang yang kompeten untuk menangani perusahaan yang telah dua generasi kita jalankan dan alangkah baiknya bila itu suamimu."
"Ayah aku tahu aku tak akan pernah menikah karena cinta tapi apa yang terjadi bila aku tak bahagia."
"Sayang, Aku akan memastikan suamimu akan menghormatimu dan kau bisa menceraikannya bila kau tak suka. Semua terserah padamu. Cinta itu menurut ayah bisa dipupuk pelan-pelan."
"Jadi aku akan menikah?"
"Begitu kau lulus. Aku sebenarnya belum ingin melepaskanmu secepat ini tapi tak ada jalan lain untuk menyelamatkan kehormatan kita."
"Ayah aku minta maaf, hal ini sudah mengacaukan rencanamu dan membuatmu kehilangan perusahaan."
Inoichi bangkit dari kursi dan memeluk putrinya. "Aku mungkin bukan ayah yang terbaik. Tapi aku hanya ingin yang terbaik untukmu. Maafkan bila kadang ayah menjadi kelewatan"
"Maafkan aku juga, Rasa rendah diriku membuat aku meragukan rasa sayang kalian padaku. Aku selalu merasa kalian hanya mencintaiku bila aku berguna."
"Oh Ino, Ayah tak pernah bermaksud membuatmu merasa seperti itu."
.
.
Di rumah keluarga Uchiha tengah terjadi perdebatan sengit antara Sasuke dan Ayahnya.
"Serius? Ayah memintaku untuk menikahi putri Inoichi Yamanaka."
"Ayolah Sasuke, Lakukan ini demi perusahaan."
"Tapi aku terlalu muda, aku masih belum ingin menikah. Aku tak keberatan untuk ditunangkan tapi menikah? Terlalu cepat ayah."
"Ini permintaan dari keluarga Yamanaka. Ayah sendiri tak paham mengapa Inoichi ingin cepat-cepat menikahkan putrinya bahkan ia rela melepas saham perusahaannya. Bukankah kau satu sekolah dengan gadis itu?"
"Iya Gadis itu salah seorang temanku. Apa ini adalah kesepakatan bisnis? bila aku menikahi Ino Uchiha corp akan mendapatkan perusahaan Yamanaka."
"Ya, bukankah itu sangat menguntungkan."
"Menguntungkan, tapi aku tak suka semua itu dibarter dengan kebebasanku."
Kening Fugaku berkerut, "Dengar Sasuke, Buatlah dirimu berguna sekali saja. Aku selalu membiarkanmu bebas menjalankan apa yang kau mau dan aku hanya memintamu menikahi Yamanaka Ino dan kau tak lagi dituntut untuk berkontribusi dalam keluarga ini. Lagi pula kau bisa menceraikannya setelah beberapa saat."
"Aku tak mau, Aku ingin memilih istriku sendiri."
"Ayah tak lagi memohon. Kali ini ayah memerintahkanmu menikah dengannya. Kau harusnya berterima kasih karena ayah tak memaksamu untuk belajar dan mengambil alih perusahaan sejak dini seperti yang ayah tekankan pada Itachi."
"Ayah aku tahu aku tak sebrilian kakak karena itu kau tidak melakukannya bukan begitu?" Sasuke sangat benci di banding-bandingkan dengan kakaknya. Mengapa kakaknya selalu terlihat sempurna sementara dia penuh dengan kesalahan. Sasuke paham mereka dua orang dengan kepribadian berbeda tetapi karena Itachi adalah saudaranya mereka kerap dibanding-bandingkan. Apa orang lain tak sadar. Tiap manusia punya kelebihan masing-masing.
"Kau salah Sasuke. Aku hanya tak ingin kau kehilangan masa kanak-kanak dan remaja dengan memaksamu menjadi dewasa sebelum waktunya. Aku tak ingin mengulang kesalahan yang sama seperti Itachi."
"Lalu mengapa kau memintaku menikahi Ino? "
"Pertama, Kalian sebaya dan juga satu sekolah. Bukankah kalian juga teman? Akan lebih mudah menikah dengan orang yang sudah dikenal. Kedua, Ini hanya bersifat sementara. Inoichi pun setuju bila kalian tak bahagia berumah tangga kalian boleh berpisah. Aku pikir ini tak ada ruginya untukmu atau untuk keluarga kita dan Satu alasan lagi. Bila kau menolak maka Inoichi akan menjodohkan putrinya dengan Neji Hyuuga. Apa kau tahu artinya itu?"
"Aku paham, Merger antara Hyuuga dan Yamanaka akan membahayakan posisi perusahaan kita." Pemuda berambut raven itu menekuk wajah berpikir apa Ino tahu tentang perjodohan ini. Besok ia mesti bertanya pada gadis itu. Ada apa gerangan dengan semua kegilaan ini.
"Kalau begitu kau setuju untuk menikah?"
"Memang aku punya pilihan ayah?" Sasuke memutuskan untuk mengakhiri pembicaraan aneh ini dengan masuk ke kamarnya dan membanting pintu.
