Disclaimer : All Characters belong to Masashi Kishimoto.

A/N : Maafkan bila chapter lalu banyak ditemukan typo, kurang spasi atau kalimat hilang. Saya tidak mengerti karena fic yang saya ketik di baik-baik saja dan sudah diedit meski seadanya. Begitu di upload ke doc manager jadinya hancur seperti itu dan anehnya hanya terjadi bila saya upload lewat laptop. Saya harap chapter kali ini minim kesalahan.

Perfect, Imperfect.

.

Chapter 07

.

Family Dinner

.

.

Ino menyisir rambutnya perlahan, menatap bayangannya di cermin. Setelah percakapan mereka di Starbucks, Beberapa hari kemudian ayahnya dan Fugaku Uchiha menyepakati untuk melangsungkan acara pernikahannya dan Sasuke di bulan November. Ino sejujurnya khawatir kalau di usia kandungan lima bulan perutnya akan mulai terlihat tapi mereka tidak bisa menikah sebelum ujian akhir dilaksanakan. Ia harus bisa menyiasati perutnya agar tak tampak membuncit di hari pernikahannya nanti.

Dengan hati galau Ino mengaplikasikan lipstick berwarna pastel pink yang lembut serasi dengan gaun ciffon hijau turquoise pucat yang dia pilih untuk menghadiri acara makan malam hari ini. Ia sengaja memilih warna kalem agar tidak tampak mencolok.

Tangannya sedikit gemetar membuat proses mewarnai bibirnya menjadi lebih lama. Dia merasa kalut karena tak akan bisa menghindari pertemuan kembali dengan Itachi Uchiha. Bagaimana ia akan bersikap pada pria yang kelak akan menjadi kakak iparnya itu. Ino menarik nafas begitu selesai dengan lipsticknya. Terakhir dia menyemprotkan parfum floral favoritnya dan menyelesaikan ritual kaum hawa yang hari ini berjalan lumayan singkat karena ia melakukannya dengan sekedarnya.

Gadis itu mengambil clucth-nya di atas meja rias dan bergegas turun. Ayah dan Ibunya telah siap. Inoichi memilih mengenakan jas berwarna hitam begitu pula Ibunya yang tampak formal dengan tailored dress berwarna hijau Emerald.

"Kau sudah siap Ino?"

"Sudah ayah."

"Kita berangkat sekarang."

Ino memasang wajah tenang. Ia telah mengenal Sasuke sejak lama tak ada yang perlu ia khawatirkan dan pemuda itu juga berjanji akan merahasiakan perihal kehamilannya. Sopir membawa mereka ke restoran paling terkenal di Konoha. Ino melangkah sendirian di belakang orang tuanya. Jantungnya berdebar lebih kencang begitu pelayan membawa mereka ke ruangan makan privat yang telah direservasi oleh keluarga Uchiha. Ia berusaha menutupi kecemasannya bertemu dengan Itachi kembali. Apa pria itu mengingatnya? Semoga saja tidak. Dia sengaja memoles wajah seadanya dan menggunakan style yang berbeda. Berharap pria itu terlalu mabuk untuk mengingat wajahnya.

Gadis berambut pirang itu memasuki ruangan dengan penuh antisipasi betapa leganya dia ketika hanya menemukan tiga orang saja yang telah duduk di meja. Ino bernafas lega dan senyumnya terkembang.

Fugaku dan keluarganya berdiri untuk menyambut keluarga Yamanaka.

"Senang akhirnya berjumpa denganmu tanpa membahas persaingan Inoichi."

"Aku sangat berterima kasih kau mau menyambut putriku menjadi keluarga kalian."

Kedua pria itu bersalaman dengan hangat. Ino memperhatikan Sasuke dan wajah setengah bosannya. Ia tahu pemuda itu tak mau datang ke acara ini tapi acara makan malam ini merupakan perkenalan keluarga sekaligus pertunangan mereka. Kedua keluarga setuju untuk melakukan pertunangan secara pribadi dan sederhana seperti permintaannya.

Fugaku memberi pandangan menilai pada gadis berambut pirang itu, "Putrimu sangat cantik dan juga berprestasi. Aku senang dia akan menjadi menantuku. Ayo kita duduk."

Ketika ke enam orang itu telah duduk, pelayan membuka serbet dan meletakannya di pangkuan mereka lalu menyerahkan daftar menu. Kemudian pelayan lainnya mengisi gelas-gelas dengan wine yang telah dipilih spesial oleh pemilik restoran untuk menghormati tamu VIP mereka. Tentu saja Sasuke dan dirinya tak minum karena mereka masih di bawah umur. Gadis berambut pirang itu beradu pandang dengan calon suaminya yang duduk tepat di depannya. Ino mengerahkan tatapan memohon, Ia ingin dukungan penuh dari Sasuke untuk berpura-pura antusias dengan pernikahan ini seperti yang mereka telah bicarakan sebelumnya.

"Bagaimana pendapatmu tentang putriku Sasuke, Aku harap kau tak keberatan dengan perjodohan ini."

"Mungkin paman tidak tahu tapi aku dan Ino berteman sejak lama. Jadi tak masalah bagiku untuk menikahinya. Dia gadis yang baik. Aku rasa Ino akan menjadi pendamping yang sempurna untukku."

Meski tahu ucapan Sasuke hanya sekedar basa-basi sopan. Tetap saja Ino merasa malu. Telinga Ino memerah mendengar pujian itu. Dia tak pernah tahu kalau Sasuke bisa berbasa-basi dengan mudah karena di sekolah pria itu selalu dingin dan jarang bicara.

"Aku mempercayakan putriku padamu. Aku harap kau bisa menjaga dan menyayanginya."

"Tentu saja, Paman Inoichi. Saya akan menjalankan tanggung jawab sebagai suami."

Fugaku menyesap wine dari gelasnya, "Kau tenang saja Inoichi. Kedua putraku sangat mengerti tentang tanggung jawab. Sasuke akan mengurus Ino dengan baik."

"Aku lega bila kau bilang begitu. Dimana Itachi?"

Mendengar nama pria itu disebut Ino menunduk mempermainkan serbet di atas pangkuannya dengan jari. Ino tak ingin bertemu pria itu segera.

"Itachi ada rapat mendadak tadi. Bila sempat ia akan mampir ke mari. Mengenai acara pernikahannya siapa yang akan mengurus?"

"Biar aku dan Fuyuki yang mengurusnya. Anak-anak kita akan sibuk memikirkan ujian dan kalian bapak-bapak sudah sibuk dengan urusan di perusahaan." Jawab Mikoto Uchiha.

"Mikoto benar. Ino, Sasuke. Kalian tak keberatan kami yang mengurus semua detail pernikahan ini?"

"Terserah kalian saja, tapi kalau bisa kami tak menginginkan pernikahan yang megah. Bukan begitu Ino?"

"Iya Ibu, Aku ingin pernikahannya sederhana saja."

"Aku tidak setuju, Ini acara besar. Pernikahan antara keluarga Uchiha dan Yamanaka harus diselenggarakan dengan meriah."

" Ayah, Aku dan Sasuke terlalu muda untuk menikah. Kami tak ingin orang-orang berspekulasi tentang pernikahan ini. Jadi kurasa pernikahan yang dihadiri kerabat dan teman saja cukup buat kami."

"Putrimu ada benarnya Inoichi, Aku sendiri terkejut kau ingin menikahkan putrimu cepat-cepat. Apa ada alasan khusus?"

Inoichi terlihat sedikit tegang menjawab pertanyaan ini. Sejujurnya ia tak ingin Fugaku tahu putrinya tengah hamil. Pria itu punya harga diri tinggi. Tak mungkin ia mau mengakui bayi yang ayahnya entah siapa sebagai seorang Uchiha."Ino memutuskan tidak tertarik untuk menjadi penerusku. Karena kau punya dua putra aku berharap Sasuke akan melanjutkan perusahaan Yamanaka sebagai suami Ino dan aku ingin ia menjadi CEO secepatnya."

"Sayang sekali paman, Aku tak bisa mengurus perusahaanmu. Aku penerima perjodohan ini karena ayahku berjanji melepaskan diriku dari tanggung jawab menjalankan perusahaan."

"Benarkah yang Sasuke katakan?" Wajah Inoichi tampak kecewa.

"Iya, Aku minta maaf padamu. Sasuke ingin mengejar cita-citanya dan sebagai ayah aku harus mendukungnya, Tetapi jangan khawatir aku yakin Itachi akan sanggup mengurus kedua perusahaan ini dengan tangan dingin."

"Bila kau berkata begitu, Aku mempercayaimu Fugaku."

"Bagaimana bila kita bersulang untuk kebahagiaan anak-anak kita dan kesuksesan kerja sama kita."

"Bersulang." Suara gelas kaca berdenting di udara.

Mereka kembali bercakap-cakap sambil menikmati hidangannya. Sesekali Ino melirik Sasuke yang memasang wajah ramah dan menjawab pertanyaan yang dilontarkan padanya dengan sopan dan antusias. Pemuda itu tak seperti Sasuke yang ia kenal di sekolah.

Pintu terbuka dan seseorang masuk ke ruangan itu. Ino tak bisa melihat karena membelakangi pintu.

"Maaf aku terlambat."

Jantung Ino serasa berhenti berdetak beberapa saat. Ia tak perlu menoleh untuk mengenali pemilik suara itu. Suara yang sama membisikan kata-kata manis ketika mereka saling terbelit dan bergulat dengan nafsu. Tubuh Ino membeku mendengar langkah kaki pria itu mendekat. Ino meletakkan pisau dan garpu yang ia pegang di piring kemudian meraih gelas air, meneguknya dengan perlahan sembari berdoa mengumpulkan ketenangannya. Ia tak boleh terlihat panik.

"Ku pikir kau tak akan datang Itachi."

"Maafkan aku paman Inoichi, Tadi tiba-tiba ada rapat. Syukur rapatnya selesai lebih cepat dari yang kukira jadi aku tidak melewatkan acara penting ini."

"Itachi berkenalan dulu dengan calon adik iparmu." Perintah Fugaku pada putra sulungnya.

"Akhirnya aku bertemu denganmu, Nona Ino Yamanaka."

Cara pria Ino mengucapkan namanya membuat Ino bergidik seolah ia tahu sesuatu. Gadis berambut pirang itu berdiri dari kursinya kemudian berbalik dan melangkah untuk menghadapi pria pertamanya.

"Senang bertemu anda , Itachi-San. Selama ini saya hanya mendengar cerita tentangmu." Ino bertanya-tanya dalam hati apa pria itu tak mengenalinya atau pura-pura tak mengenalinya. Ekspresinya tak tampak terkejut.

"Tak usah formal begitu, Panggil saja aku Itachi-nii. Bukankah sebentar lagi kau akan jadi adik iparku."

"Baiklah, Itachi-Nii."

Mau tidak mau Ino harus menatap pria itu agar terlihat sopan. Ia tak bisa terus-menerus menunduk mencoba menutupi wajahnya. Itachi berdiri di hadapannya dengan tinggi lebih dari seratus delapan puluh centimeter tetap menjulang meski Ino mengenakkan high heels-nya. Gadis itu menengadah mengangkat dagunya. Dia sepenuhnya berpikir pria itu tak mengenalinya dan Ino pun melayangkan sebuah senyum manis pada kakak Sasuke.

Entah untuk alasan sopan santun atau apa. Itachi meraih tangan kanan Ino dan dengan sedikit membungkuk mencium telapak tangan gadis itu. "Senang berkenalan denganmu Ino, Selamat datang dalam keluarga ini."

Ino yang sedikit syok menarik tangannya seolah-olah baru saja menyentuh api. "Terima kasih, Itachi-Nii."

Perasaan Itu muncul lagi. Tiap kali Itachi menatapnya, Ia merasakan energi aneh berputar dan bergerak di antara mereka seolah memaksa dirinya untuk mendekat dan kemudian terpaku akibat sensasi elektrik yang mengaliri setiap sel saraf di kulitnya. Apa ia telah tersihir oleh mata gelap yang memabukkan itu?, Bukankah Sasuke juga memiliki mata yang sama mengapa ia tak merasakan sensasi yang sama.

Merasa Itachi dan Ino bertatapan terlalu lama untuk bisa dibilang sopan. Sasuke berdehem dengan keras, "Kakak, duduklah di sebelahku dan pesan sesuatu. Apa kau tak lapar?"

Pria itu bergegas duduk di sebuah kursi kosong yang terletak di sebelah kursi Sasuke. Percakapan tentang pekerjaan pun mengalir lancar di antara para pria sedangkan Mikoto dan Ibunya sibuk mendiskusikan acara pernikahan mereka. Sesekali Ino melirik ke arah Itachi. Dia terlihat sama atau malah lebih tampan dari hari pertama mereka berjumpa. Ya tuhan, tak seharusnya ia memendam ketertarikan pada calon kakak iparnya kan.

Sasuke yang pendiam ternyata cukup peka melihat kejanggalan di antara keduanya. Bukankah hari ini pertama kalinya mereka berdua bertemu. Tetapi cara Itachi menatap Ino saat wanita itu tak melihat, atau ketika Sasuke menemukan gadis itu mencuri pandang dengan sudut matanya membuat Sasuke curiga.

Merasa sesak berada di ruangan yang sama dengan Itachi. Ino permisi sebentar menuju toilet. Sepanjang makan malam berlangsung gadis berambut pirang itu berusaha mengabaikan sosok putra sulung keluarga Uchiha yang menatapnya ingin tahu. Bila pria itu sadar akan siapa dirinya. Ino yakin pria itu akan menginginkan penjelasan. Yang tidak dia duga ternyata pria itu mengikutinya keluar.

Ino sangat terkejut ia menemukan Itachi berdiri di depan pintu keluar toilet wanita. Seratus persen Ino yakin pria itu ingin bicara padanya. Dia belum siap berhadapan dengan pria berambut raven itu. Jadi Ino memutuskan berjalan melewatinya dan tidak menggubris kehadirannya tetapi Itachi tak membiarkan gadis itu berlalu begitu saja. Ia menarik tangan Ino, Memaksa gadis itu berhenti.

"Lepaskan Aku!" Ucapnya dingin.

"Tidak, Sampai kau mau bicara."

"Aku tak berhutang penjelasan apa pun padamu." Ino berusaha untuk terlihat tenang, Ia tak ingin Itachi tahu sentuhannya begitu mempengaruhi dirinya.

"Tidak?, Mengapa kau berbohong padaku?" Itachi mendesak Ino untuk menjawab.

"Mengapa aku perlu menjelaskan motivasiku padamu. Yang berlalu biar lah berlalu. Anggap saja kita tak pernah melakukan sesuatu. Godammit, it was just one night stand."

"Begitu, Kau memintaku untuk melupakan hal yang sangat penting."

"Penting? Bukankah itu hanya sekedar pelampiasan nafsu antara pria dan wanita yang tak saling mengenal dan kita seharusnya tak bertemu."

"Aku kecewa kau menganggapnya begitu. Mengapa kau berbohong padaku?"

"Sederhana, Apa kau akan meniduri gadis di bawah umur yang masih perawan? Tentu saja tidak."

"Hm.. kalau begitu kau berbohong karena kau menginginkanku."

Entah kapan Itachi berhasil menyudutkan Ino ke tembok dan terjepit di antara dua tangan pria itu memegang lengannya memaksanya untuk tak bergerak dan menatap iris hitam yang kini tampak seperti lautan emosi. Tak ingin kalah dan terintimidasi Ino meluruskan punggungnya dan mengangkat dagunya dengan angkuh. "Jangan merasa Istimewa dulu tuan Uchiha, Kau hanya sekedar percobaan. Bila kau tidak ada di sana. Aku pasti memilih lainnya"

"Dan sekarang kau akan menikahi adikku. Puas bisa meniduri kakak dan adik sekaligus?"

Ino merasa jengkel, Memang siapa yang ingin mengalami masalah seperti ini. Dia tak meminta ditunangkan dengan Sasuke. "Sayang sekali, Jodohku bukan aku yang memilih. Sebaiknya kau membiasakan diri melihatku bersama adikmu. Calon kakak ipar." Ino meletakan tangannya di dada Itachi mencoba mendorong pria itu agar ia bisa lewat. "Sekarang menyingkirlah dariku."

Meski telah didorong pria itu tak bergerak sedikit pun. Malah pria itu merengkuh bahunya dan menunduk. "No..No. Aku belum selesai denganmu Ino. Jangan harap bisa lari dariku." Bisiknya dengan suara rendah mengancam.

"Kau gila, Lepaskan Ak..u" Belum selesai Ino bicara. Bibir Itachi telah membungkamnya bibirnya.

Rasa hangat dan manis bibir pria itu serta aroma tubuhnya yang tajam dan maskulin membuat Ino terlena. Ia lupa tak seharusnya ia berurusan dengan calon kakak iparnya lagi. Tetapi berdiri terimpit di antara tembok dan dada bidangnya membuat Ino tak bisa berpikir panjang.

Entah berapa lama mereka berdiri di sana dengan bibir saling memagut penuh rasa lapar. Itachi tak pernah bisa melupakan rasa ciuman wanita itu. Dia menginginkan Ino lagi dan lagi. Meski gadis itu terlalu muda untuknya dan lebih pantas bersama adiknya dia merasa tak bisa menerimanya. Mengapa ia merasa begitu posesif dengan gadis yang hanya menghabiskan waktu semalam dengannya. Gadis yang membohonginya dan berkata apa yang mereka lakukan hanya buah dari rasa iseng dan ingin tahu belaka. Tidak, Itachi tak akan membiarkan gadis ini lepas begitu saja. Ia belum selesai dengannya. Puas mencium Ino, Itachi melepaskan gadis itu yang tampak terkejut dan terengah.

Pria berambut raven itu menyeringai dan mengeluarkan saputangan dari saku celananya. Masih tetap menatap Ino Ia menghapus sisa lipstick wanita itu yang tertinggal di bibirnya dengan sombong. Kemudian meninggalkan gadis itu sendirian. Dia harus cepat kembali sebelum yang lain mencari-cari mereka.

Ino merasa sangat kesal. Mengapa ia membiarkan pria itu menciumnya lagi. Bahkan ia mulai mengumpati dirinya sendiri karena menikmatinya. Ya Tuhan. Mengapa Itachi Uchiha tak membiarkannya hidup tenang. Ino kembali masuk ke toilet untuk merapikan lipsticknya yang berantakan.

.

Itachi kembali ke meja mereka tanpa terlihat mencurigakan. Tapi Sasuke telah mencium sesuatu yang tak biasa dari gelagat kakaknya. Kakaknya tersenyum. Seperti dirinya Itachi jarang tersenyum di luar senyum sopan dan basa-basi. Tapi kali ini kakaknya kembali dari luar dengan sudut bibir yang terangkat. Apa gerangan yang membuat Itachi tampak senang selain berita kenaikan saham perusahaan di bursa?.

"Kakak, apa kau melihat Ino, Mengapa dia lama sekali?"

"Tidak, Bukannya dia bilang mau ke toilet, Aku tadi pergi menelepon di luar."

"Pekerjaan? Apa kakak punya kehidupan lain selain mengurus perusahaan?"

"Hampir tak ada, selain berlatih tinju bersama Kisame atau ke kelab malam sesekali karena diajak gerombolan Akatsuki."

"Aku heran mengapa kakak masih bergaul dengan orang-orang tak jelas seperti mereka."

"Mereka sudah menyeretku ke mana-mana dari sejak zaman kuliah. Meski aku tak ingin ikut."

"Aku mengerti perasaanmu. Karena di sekolah aku juga punya teman seperti itu. Meski sudah diabaikan tetap saja menempel."

"Yah, tapi keberadaan teman membuat hidup lebih berwarna. Bukan begitu Sasuke. Apalagi dengan punya istri."

Sasuke memasang wajah cemberut, "Aku merasa terlalu muda untuk menikah. Harusnya kau yang menikah kak. Tapi apa daya Ayah sudah bertitah."

"Apa kau tak menyukai Ino?"

"Dia gadis yang baik dan aku mengenalnya dari taman kanak-kanak. Lagi pula dia gadis paling cerdas dan populer di sekolah. Aku tak keberatan menjadikannya istri meski Ino agak keras kepala."

"Begitu."

Apa dia salah dengar. Itachi terdengar agak kecewa.

"Kakak sendiri bagaimana?, Sudah menemukan wanita yang cocok."

"Masih belum. Tapi ada gadis yang menarik perhatianku sayangnya dia sudah mau jadi milik orang lain."

"Kalau memang tertarik, mengapa tak berusaha merebutnya kak? Selama janur kuning belum melengkung masih bukan milik siapa-siapa."

"Masalahnya Sasuke, Aku harus meyakinkan gadis itu. Kalau bersamaku adalah pilihan terbaik."

"Bukankah kau pintar merayu. Anggota dewan komisioner perusahaan kita yang keras kepala itu. Kau bahkan membuat kakek Madara mendengarkanmu. Masa satu wanita saja tak bisa kau yakinkan."

"Sasuke, Wanita itu makhluk yang rumit."

"Karena itu aku cukup senang dinikahkan dengan Ino. Setidaknya aku tak perlu pusing-pusing untuk urusan mencari istri. Hanya disayangkan hal ini terjadi terlalu cepat. Ayah Ino tak bisa menunggu beberapa tahun lagi."

"Mengapa begitu terburu-buru?"

"Aku tak tahu, Apa mungkin Paman Inoichi sedang sakit keras dan ingin cepat-cepat mendapatkan seseorang untuk menjaga putrinya."

"Aku tak mendengar apa pun soal itu."

"Kakak, Apa kau pernah bertemu Ino sebelumnya?"

Pertanyaan itu cukup membuat Itachi terusik. "Tidak, bagaimana mungkin aku kenal dengan anak SMA."

"Tapi Ino pernah meneleponku sekali hanya untuk bertanya apa aku kenal Itachi Uchiha."

"Mungkin kau harus bertanya padanya. Bukan aku"

Ino kembali, Para orang tua masih asyik bercakap. Sasuke juga terlihat sibuk mengobrol dengan Itachi. Gadis itu duduk tanpa suara dan meneguk jus jeruknya.

"Kau akhirnya kembali. Mengapa lama sekali?"

"Biasa, Aku harus memperbaiki riasanku."

"Mau pergi dari sini? Aku sudah bosan."

"Kau pikir mereka akan mengizinkannya?" tanya Ino sambil melirik kedua orang tua mereka.

"Biar aku yang bicara." Sasuke berdiri ."Ayah, paman Inoichi. Bolehkah kami pergi sekarang? Aku dan Ino punya rencana lain untuk malam ini."

"Terserah kalian saja anak muda, Hanya tolong antar Ino pulang sebelum tengah malam." Jawab Inoichi.

"Baik paman." Sasuke berjalan dan menggandeng tangan Ino pergi dari tempat itu.

Itachi menangkap Ino membisikan sesuatu di telinga Sasuke sebelum mereka menghilang di balik pintu. Entah mengapa dia jadi marah.

"Kalian lihat Ino dan Sasuke tampak serasi. Aku rasa mereka akan melengkapi satu sama lain" Komentar Mikoto ketika pasangan itu berlalu.

"Aku harap mereka akan menemukan cinta suatu hari meski pernikahan ini karena perjodohan."

Merasa terganggu dengan percakapan itu Itachi berdiri, "Maaf, Aku mohon diri dulu. Besok pagi aku ada banyak pekerjaan."

"Tak apa Itachi, Beristirahatlah. Sampai jumpa besok di kantor."

"Selamat malam, Ayah. Paman Inoichi aku permisi dulu."

Sepanjang perjalanan pulang Itachi berpikir bagaimana cara untuk menggagalkan perjodohan ini. Ia punya waktu kurang dari tiga bulan untuk meyakinkan Ino atau adiknya. Menikah bukan hal yang tepat untuk dilakukan. Mungkin ia sudah gila berencana menyabotase kepentingan perusahaan demi kepentingan pribadinya tapi ia tak bisa membiarkan Ino jadi adik iparnya.

"Sasuke, Kemana kau hendak membawaku?" Ino duduk di sebelah Sasuke yang menyetir dengan ugal-ugalan. Gadis itu jadi pusing dan mual.

"Kencan, Bukankah itu yang di lakukan orang-orang ketika pacaran."

"Uh..Kita tidak pacaran, bisa menyetir dengan normal tidak. Kalau kau tak hati-hati. Mobilmu akan penuh muntah."

Mendengar ancaman Ino, Sasuke menurunkan kecepatan mobil BMW birunya. "Perlukah aku menepi?, Aku tak ingin kau mengotori kekasihku yang cantik ini."

"Huh, Kau lebih mementingkan mobil dari pada tunanganmu ya."

"Tentu saja."

"Mengapa kau membawaku pergi dari sana?"

"Apa kau tak bosan mereka membahas pernikahan ini terus. Lagi pula kita perlu bicara empat mata tentang pernikahan ini."

"Apa lagi Sasuke? Bukankah kau telah setuju dengan pengaturan yang kita bicarakan sebelumnya."

"Aku menginginkan sedikit perubahan. Aku tak ingin kau terlibat atau dekat dengan pria mana pun selama kita menikah nanti."

"Tak masalah buatku." Jawab Ino lancar.

"Benarkah? Jujur Ino ada apa dengan dirimu dan kakakku."

Wajah Ino langsung pias. Ia tak tahu mengapa Sasuke mencurigai mereka. Apa tadi Itachi menceritakan sesuatu? Ino menelan ludahnya mencoba memikirkan jawaban yang masuk akal

"Sasuke, Aku..."

Tiba-tiba saja Sasuke mengerem mendadak. Membuat tubuh Ino terlonjak dari kursinya. Syukur dia mengenakan sabuk pengaman.

"Apa apa Sasuke?"

"Aku baru teringat, kau bertanya soal Itachi padaku beberapa saat yang lalu. Bagaimana kau bisa mengenalnya?"

"Kau salah, Ini pertama kalinya aku bertemu kakakmu."

"Dia juga bilang begitu. Haruskah aku mempercayainya?"

"Terserah padamu saja. Tapi Sasuke bagaimana kau berpikir kakakmu terlibat dengan anak SMA."

"Kau benar Ino, Kakakku tak akan pernah berbuat sebodoh itu. Aku salah telah meragukan kalian."

Ino lega untuk sesaat ia bisa mematahkan kecurigaan Sasuke. Tapi mengapa Sasuke bisa langsung curiga? Barangkali ia harus meminimalkan interaksinya dengan Itachi. Ia tak ingin kehamilannya diketahui oleh pria itu. Itachi terlalu pintar untuk bisa diperdaya.