Disclaimer : All Characters belong to Masashi Kishimoto

Perfect, Imperfect.

.

Chapter 8.

.

A Plan.

.

"Mengapa kau membawaku kesini?" Ino mendengus kesal. Ia kesulitan berjalan di tepian sungai dengan high heels-nya. Belum lagi gaun tipis yang ia kenakan tak cukup melindunginya dari tiupan angin malam. Cahaya remang dari lampu-lampu taman yang terpasang membuat suasana cukup romantis. Banyak orang duduk-duduk dan sekedar berjalan-jalan dengan pasangan atau anjingnya.

"Mencari udara segar." Jawab Sasuke pendek. Ia duduk di salah satu bangku kayu menyilangkan kakinya. Mengamati riak-riak air sungai yang memantulkan cahaya bulan yang berada di atasnya.

"Ini bukan segar lagi. Dingin tahu." Keluh gadis itu memeluk dirinya berharap angin berhenti berembus.

"Salah sendiri pakai pakaian tipis begitu." Melihat Ino mengigil Sasuke melepas jas-nya dan menyampirkannya di bahu Ino.

"Terima kasih, Kalau kau mau tahu aku tak merencanakan pergi ke tepi sungai malam-malam begini. Jadi bukan salahku. Mengapa kau mengajakku kabur dari makan malam itu?"

"Seperti yang aku bilang kita harus bicara. Pernikahannya tiga bulan lagi. Apa kau tak terpikir untuk memberitahu ayah bayi itu? Dia juga berhak tahu kalau ia menjadi ayah. Mungkin dia mau bertanggung jawab."

"Lalu apa Sasuke, Meskipun ia mau bertanggung jawab itu artinya aku harus menikah dengannya. Pria yang tak aku kenal sifat dan tingkah lakunya. Apa kau sangat keberatan menikah denganku sehingga menyuruhku menikah dengan orang asing?"

"Aku tak keberatan, tapi masalahnya anak dalam kandunganmu tak hanya milikmu tapi juga bagian dari pria itu. Aku hanya berpikir sebaiknya kau memberitahunya."

"Oh lupakan saja Sasuke, Dia tak akan peduli. Lagi pula lebih logis aku menikah denganmu. Pemuda yang telah aku kenal bertahun-tahun daripada pria tanpa nama yang hanya aku kenal beberapa jam saja dan belum tentu juga ayahku setuju meski pria itu mau bertanggung jawab."

"Ok, terserahmu saja. Aku tak mendesakmu lagi tapi aku berpikir kau menjudge pria itu too harshly padahal kau tak mengenalnya. Aku setuju saja untuk menikah tapi ingat pernikahan ini hanya pura-pura. Hanya tiga tahun Ino, setelah itu kita bebas."

"Aku tahu, Aku tak akan merepotkanmu lama-lama. Kita jalani saja semua ini dan bersikap biasa saja. Jangan sampai anak-anak di sekolah tahu."

"Yah, Lebih baik semua di rahasiakan saja."

Melihat Ino merapatkan Jas-nya Sasuke paham gadis itu masih kedinginan. Ia berdiri dan mengulurkan tangannya pada Ino. "Ayo kita pergi mencari segelas coklat panas sebelum pulang."

Gadis berambut pirang itu menatap tangan Sasuke dengan ragu, "Baiklah, Aku sudah tak tahan dengan dinginnya udara ini."

"Sebaiknya pegang tanganku. Kau tak ingin kan terjadi apa-apa gara-gara sepatu bodohmu itu."

Sasuke benar, Bisa saja ia tersandung dan jatuh gara-gara berjalan menggunakan heels di rerumputan. Ia pun meraih tangan itu. Sasuke menggandengnya hingga ke tempat mobilnya parkir. Ino cukup heran ternyata si bungsu Uchiha bisa perhatian juga. Dia selalu cuek di sekolah. Bahkan lebih cuek dari Gaara. Untung saja tak ada orang yang mereka kenal melihat. Salah-salah mereka disangka pacaran nanti.

"Ino, Kau simpan saja high heels mu dulu. Bahaya bila kau jatuh saat sedang hamil."

"Iya..iya, Aku baru tahu kau pedulian."

"Jangan pikir karena aku selalu diam aku tak memedulikan kawan-kawanku."

"Aku sangat berterima kasih kau mau membantuku."

"Aku tak membantumu dengan cuma-cuma. Kau membuat keluargaku jadi lebih kaya. Sebuah simbiosis mutualisme."

Setelah mampir sebentar untuk mendapatkan segelas coklat panas Sasuke pun mengantar Ino pulang ke rumah.

Pria itu pergi tanpa mampir. "Sampai jumpa besok di sekolah dan sebaiknya kita tak memberitahu teman-teman kita tanggal pernikahannya sudah di tentukan."

"Aku mengerti. Nanti saja kita beritahu saat undangannya sudah tercetak."

Ino baru memasuki rumah begitu mobil Sasuke keluar dari gerbang. Gadis itu menarik nafas panjang memikirkan Itachi Uchiha yang akan menjadi gangguan bagi dirinya. Jelas pria itu masih tertarik padanya mengingat pria itu menciumnya tadi. Cepat-cepat Ino menghapus lelaki itu dari benaknya. Ino tak mau lagi berurusan dengan pria itu karena dia menyebalkan sekali. Mengapa malam itu ia berpikir Itachi seksi dan keren? Mungkin pengaruh atmosfer kelab malam dan bergelas-gelas minuman beralkohol.

.

.

Itachi bergelung sendirian di ranjangnya ia tak bisa tidur. Yamanaka Ino membuatnya hilang akal. Dia mencium paksa gadis remaja itu, parahnya lagi gadis itu akan dinikahi adiknya sendiri. Tak pernah Itachi merasa begitu rendah dan bejat menjadi lelaki tapi gadis berambut pirang itu tahu cara untuk menarik keluar keburukan dalam dirinya yang selalu ia simpan rapat-rapat. Ia orang dewasa tak selayaknya terhanyut dalam godaan remaja labil tapi menghadapi Yamanaka Ino kinerja otaknya menjadi dipertanyakan. Ke mana semua logika yang tertanam ketika di butuhkah? Semua lenyap begitu ia menatap sepasang mata berwarna aqua-marine.

This is maddening, Gadis itu menipunya lalu memprovokasinya. Dari luar Ino tampak tenang seperti malaikat tapi Itachi tahu dalam diri gadis itu terdapat api yang berbahaya dan ia merasa dirinya terdorong untuk mengenal dan menyelami lebih jauh kepribadian kompleks yang ditutupi oleh sikap tenang dan anggun.

Pertemuannya tadi membuat Itachi menyadari bahwa gadis itu terkekang dan apa yang terjadi malam itu di klub bersamanya hanya bentuk dari pembangkangan dan rasa ingin tahu khas remaja. Itachi mengerti karena ia pernah di sana. Menjadi remaja dan menjalani hidup yang telah direncanakan. Dia tak pernah bisa mempunyai impiannya sendiri karena peran dan tanggung jawabnya telah ditentukan begitu ia lahir tapi berbeda dengan Ino. dia tak pernah tergerak mengikuti bisikan hatinya untuk berbuat gila. Mungkin Ino juga sama seperti dirinya menjalani hari-harinya dengan menekan keinginannya sendiri dan untuk sesaat menginginkan kebebasan dan sekarang gadis itu terjebak dalam perjodohan yang tak bisa ditolak. Apakah gadis itu bahagia dengan perjodohan ini? Ino terlihat sangat akrab dengan Sasuke dan melihat hal itu membuat Itachi merasa iri.

Menyerah untuk tidur, pria itu bangun dari ranjangnya dan melangkah ke dapur mencari segelas air. Apartemennya begitu sunyi. Ia menyalakan televisi tanpa benar-benar menyimak. Sudah berapa lama ia tinggal sendirian? Ino adalah gadis pertama yang tidur di ranjangnya. Ia membeli apartemen ini ketika memutuskan untuk melamar Izuna tapi wanita itu dan dirinya sadar mereka tak punya cukup banyak kecocokan untuk bisa menikah. Terlanjur membeli rumah ia pindah kemari untuk memperoleh lebih banyak privasi tapi terkadang ia merasa kesepian.

Apa yang harus ia lakukan sekarang? Dorongan hatinya berkata untuk mencoba menggagalkan pernikahan adiknya tapi atas dasar apa? Obsesi tak sehatnya atas gadis remaja itu? Dan membuat akuisisi perusahaan Yamanaka gagal terjadi. Mungkin dia harus diam saja dan mendoakan adiknya dan Ino bahagia seperti yang seorang saudara lakukan. Pria itu duduk berselonjor di sofa, membiarkan suara televisi memberikannya sedikit gangguan. Itachi menutup matanya dan senyum kemenangan Ino saat men-skak mat dirinya muncul di ingatan. Apakah gadis itu juga akan menunjukkan sisi lain dirinya pada Sasuke? A hot, fiery, rebelious and challanging personality that made him drawn to her. Itachi berharap tidak.

.

.

Ino merasa sangat lelah sepulang sekolah, seharian ini dia bad mood hingga membuat Sakura sebal dan meninggalkan Ino yang merasa risih dengan setiap hal kecil yang terasa mengganggunya. Dia bukan tukang mengeluh tapi hari ini ia merasa super sensitif bahkan daun-daun yang jatuh mengotori kebun sekolah saja membuatnya ingin marah. Mengapa emosinya jadi seperti roller coaster begini. Ini lebih buruk dari saat dia kena PMS.

Tak ingin segera pulang ke rumah, gadis itu singgah di starbucks. Dia ingin sekali minum frappucino dorongannya tak tertahankan untuk menyesap kopi manis penuh cream berkalori tinggi itu. Sejak tahu ia hamil Ino tak ambil pusing soal dietnya. Ia makan apa yang ia mau karena pada akhirnya dia akan tampak seperti gajah bengkak. Apa gunanya menjaga penampilan sekarang.

Gadis itu duduk di meja dekat pintu masuk. Sibuk memainkan ponselnya dan mendengarkan lagu via head set tidak menyadari seorang pria berambut raven yang mengenakan jas navy baru saja masuk dan memesan kopi.

Itachi bersandar di counter menanti pesanan kopinya jadi. Sambil menunggu dengan Iseng ia menatap sekeliling cafe dan matanya tertuju pada gadis berseragam putih dan berambut pirang platina yang sibuk berkutat dengan ponsel dan frappe-nya. Yamanaka Ino, kebetulan sekali.

"Tuan, ini kopi pesanan anda."

"Terima kasih." Jawab Itachi singkat. Ia membawa kopinya berjalan menuju meja gadis itu.

"Hai," Sapa pria itu tetapi Ino tak bergeming. Matanya lekat pada layar ponsel yang menyala gadis itu menonton video klip dari BTS.

"J-Hope oppa ganteng banget" Tanpa sadar Ino berbicara sendirian.

Mendengar Itu Itachi langsung duduk di kursi kosong di hadapan Ino. Gadis itu baru memberi perhatian ketika sadar ada orang asing duduk di mejanya.

"Aku baru tahu Nona besar macam dirimu memiliki hobi fangirling juga. Aku pikir kau bersikap lebih dewasa."

Ino langsung melepas head set nya. "Kau, Mau apa ke sini?" Ino langsung mendesis menyadari pria yang duduk bersamanya tak lain dan tak bukan Itachi Uchiha. Alarm di kepala pirangnya langsung berbunyi.

"Mencari kopi tentunya." Ia menunjuk cangkir kertas panas yang baru ia taruh di meja. "Aku melihatmu jadi aku memutuskan untuk menyapamu, aku hanya ingin mengenal adik iparku lebih baik."

Ino menatap pria itu dengan mata besarnya, "Oh, Apa menciumku kemarin juga bagian dari mengenal calon adik iparmu degan lebih baik?"

"Kau membalas ciumanku, Jadi siapa yang salah. Masih mau mengelak dan bilang kau tak tertarik padaku?"

Ino terdiam, Dia ingin menjambak rambutnya sendiri saking sebalnya. "Berapa kali aku bilang apa yang terjadi di antara kita tak berarti apa-apa."

"Kau dingin sekali padaku. Ino, Apa kau sebegitu sukanya pada Sasuke hingga tak sabar untuk menikahinya?" Itachi mencoba terdengar biasa saja tapi ia tak bisa menyembunyikan rasa pahit yang mewarnai suaranya.

"Perjodohan ini sudah diatur, jadi kumohon padamu untuk tidak mengganggu. Demi perusahaan Uchiha dan Yamanaka. Lagi pula mengapa kau peduli?"

"Aku memikirkan kebahagiaan adikku, Sasuke setuju bukan berarti dia mau. Aku tak ingin melihat kalian berdua terjebak dalam pernikahan tanpa cinta."

"Benarkah? Atau kau menginginkan diriku hanya untuk dirimu sendiri?" Pancing Ino galak. Apa pria itu berpikir dia sekali menyerahkan tubuhnya pada pria itu berarti dia bisa memilikinya.

"Kalau memang Iya kenapa?, Aku yang mencicipimu duluan."

'Brengsek' dia jadi gatal ingin menampar pipi pria itu. Ino melihat sekelilingnya. Cafe itu sangat ramai. Gadis berambut pirang itu pun berdiri dan berkata dengan cukup kencang hingga orang lain bisa mendengarnya.

"Om...Apa kau tak malu mencoba merayu siswi SMA."

Orang-orang langsung menatap Itachi dengan pandangan aneh dan berbisik-bisik. Puas mempermalukan Itachi. Ino langsung pergi. Begitu masuk ke dalam mobil Ino langsung tertawa terpingkal-pingkal mengingat ekspresi pria itu saat dia memanggilnya om.

Itachi tidak mengejar gadis itu. Ia meminum kopi hitam kentalnya dengan kesal tapi di sisi lain dia juga merasa terpesona. Gadis itu punya keberanian untuk melawan dan mempermalukannya. Yamanaka Ino bukan gadis lembut yang lugu. Tunggu saja Itachi akan memberikan gadis nakal itu pelajaran. Ia akan berbicara pada ayahnya dan Sasuke atau bahkan Inoichi untuk mengubah pikiran mereka.

.

.

Sejak hari itu Ino tak lagi bertemu Itachi tetapi pria itu tak lepas dari kepalanya. Kata-kata Sasuke terngiang-ngiang di telinga. Kalau pria itu berhak tahu ia menjadi ayah. Apakah dia jahat bila tak memberitahu Itachi, dia tak ingin pria itu jatuh dalam masalah. Dia bisa menebak betapa marahnya Fugaku Uchiha dan Ayahnya bila tahu apa yang terjadi dan mereka akan menyalahkan Itachi sebagai orang dewasa. Apalagi bila skandal ini tercium media. Reputasi Itachi sebagai pria baik-baik akan hancur seketika.

Bukannya Ino tak menyukai Itachi, Hanya saja apa pikiran orang bila ia menyukai pria yang sepuluh tahun lebih tua darinya? Belum lagi perbedaan besar di antara mereka soal selera dan kedewasaan. Ketertarikan fisik saja tak cukup untuk menjembatani perbedaan yang muncul bila seandainya Itachi mau bertanggung jawab dan menikahinya. Secara logika jauh lebih aman menjalin pernikahan pura-pura bersama Sasuke. Ino mengenal Sasuke dengan cukup baik dan mereka berteman dan Ino merasa persahabatan menjadi fondasi yang lebih mantap untuk memasuki pernikahan ketimbang ketertarikan fisik lagi pula dengan Sasuke ia bisa membuat perjanjian ini itu dan tidak adanya ketertarikan di antara mereka tak akan memicu komplikasi dalam pernikahan pura-pura ini.

Ino mengelus perutnya yang masih rata. Ia kesulitan menerima kenyataan kalau dia hamil. Dia merasa amat sangat terbebani dengan semua ini dan belum siap mental untuk mengorbankan banyak hal demi membesarkan anak ini. Ya tuhan, Dia hanya seorang remaja yang masih ingin menikmati bersikap egois dan hanya memikirkan dirinya sendiri. Dia bahkan belum sempat mencicipi yang namanya kebebasan ataupun kemandirian dan sekarang ia terikat dengan kewajiban dan tugas seumur hidup sebagai seorang Ibu.

Suara ketukan di pintu kamarnya menyadarkan Ino dari pikirannya.

"Ino, Boleh ibu masuk?"

"Masuk saja bu." Jawab Ino singkat

Ibunya muncul dengan wajah khawatir, "Mengapa kau tak turun untuk makan malam?"

"Aku merasa mual dan tak ingin makan."

Sang Ibu duduk di tepi ranjang putrinya, "Apa ada yang kau pikirkan? Kau bisa bercerita padaku."

"Aku hanya khawatir aku tak akan suka membesarkan anak ini."

"Mengapa kau berkata begitu?"

"Karena aku tak menginginkannya. Kehadiran bayi ini merusak semua rencana hidupku. Bagaimana aku bisa senang?. Aku saja belum menemukan diriku dan bagaimana mungkin aku sanggup membimbing seorang anak." Ino berbicara dengan rasa frustrasi

"Ino jangan kau anggap seorang anak itu sebagai beban. Mereka adalah anugerah. Setiap wanita punya insting alami untuk menjadi seorang ibu kau jangan mengkhawatirkan itu. Benar menjadi ibu adalah pekerjaan berat yang penuh pengorbanan tapi jangan lupa Ino, kau membawa anak ini ke dunia dan sudah jadi tugas dan tanggung jawabmu mengurus mereka semampumu."

"Tapi bagaimana bila aku tak bisa?"

"Kau selalu punya kami. Kau tidak akan membesarkannya sendirian ada Aku dan Ayahmu. Kami akan membantu."

"Oh Ibu, Aku takut dan aku tak siap untuk menjalani semua ini."

"Tenanglah Sayang. Semakin kau pikirkan, semakin kau akan menjadi khawatir dan semua akan tampak menakutkan. Jalani saja karena semua sudah terlanjur seperti ini. Aku hanya berharap kau bisa bersikap dewasa dan mempertanggung jawab kan semua keputusan yang kau ambil."

"Aku mengerti."

"Bagaimana bila kita ke dapur dan makan sesuatu?"

Ino mengangguk dan turun dari tempat tidurnya. "Bu, Apa kau membenciku? Aku sudah membuat kalian susah dan kecewa."

"Mungkin aku merasa marah karena kau bertindak bodoh tapi kami juga berbuat salah, Ingat Ino tak ada orang tua yang membenci anaknya."

"Ibu, Aku pikir kau hanya menggunakanku untuk mengangkat martabatmu dimata teman-temanmu."

"Ya, Aku melakukannya. Apa aku salah membanggakan anak sendiri, dan aku minta maaf padamu kalau semua tuntutan kami membuatmu sengsara. Kami berpikir kami melindungimu tapi ternyata kami salah. Tapi mulai saat ini lebih baik kita saling bicara dan kami akan mencoba mendengarkanmu. Apa kau mau sandwich? Duduk saja. Ibu akan menyiapkannya untukmu.

Ino merasa sedikit lega. Ia tak sendirian menjalani ini. Orang tuanya akan membantunya. Begitu pula teman-temannya. Ketika ia berpikir semua akan menjauhinya karena ia bukan lagi si nona sempurna. Mereka malah merangkulnya. Ino jadi merasa lebih dekat pada orang tua dan teman-temannya dan ia merasa tak perlu lagi memasang topeng berhadapan dengan mereka

.

.

Itachi untuk pertama kalinya setelah tiga tahun menyempatkan diri untuk mampir ke rumah keluarganya. Dia merasa bersalah semenjak pindah rumah hubungannya dengan Sasuke merenggang.

Waktu kecil anak itu selalu mengikutinya dan meniru hal-hal yang dia lakukan. Sasuke kecil mengidolakannya dan ia sangat menyangai adiknya. Umur mereka yang terpaut cukup jauh membuat persaingan di antara mereka hampir tak ada. Ia memohon pada ayahnya untuk membiarkan Sasuke bebas karena cukup dirinya yang melanjutkan beban menanggung nama baik keluarga. Ia tak ingin adiknya juga kehilangan waktu untuk bermain dan bergaul menikmati masa kanak-kanak hanya untuk belajar dan dipaksa berpikir menjadi dewasa secepatnya.

Setelah ia sibuk di perusahaan ia sama sekali tak punya waktu untuk Sasuke tapi tak hanya itu. Adiknya sendiri sibuk menjalani kehidupan yang tidak bisa ia ikuti. Itachi kadang merasa sedih, tak ada lagi mata yang menatap dirinya dengan kagum atau memintanya untuk mengajarkannya sesuatu. Adiknya telah tumbuh dewasa dan tak membutuhkan dirinya lagi. Sekarang Sasuke bisa menentukan jalannya sendiri dan ia harus memperlakukan adiknya selayaknya pria dewasa.

Rumah itu sepi, Ayah dan Ibunya tak ada. Hanya ada pelayan. Ia menemukan Sasuke sedang di dapur mengupas sebuah apel.

"Ita-nii, Apa yang membawamu kemari?, Ayah dan Ibu sedang tak pergi."

"Aku datang untuk bicara padamu, Kau punya waktu?"

"Tentu saja, sudah lama kita tak menghabiskan waktu bersama."

Itachi mengambil sekaleng soft drink dari kulkas kemudian mereka duduk di sofa dengan santai.

"Bagaimana dengan persiapan ujianmu?"

" Tak ada yang spesial, aku pasti diterima di fakultas hukum Universitas Todai."

"Aku tahu kau sangat cerdas."

Pemuda itu tersenyum, "Tak segenius dirimu."

"Dan aku tak punya intuisi seperti dirimu" Sambung Itachi.

"Apa kau tak ke kantor? Kau tampak santai." Sasuke merujuk pada penampilan Itachi yang begitu kasual. Ia hanya mengenakan t-shirt hitam polos dan denim biru yang di padu dengan sepatu kanvas.

"Mana mungkin aku libur, Ayah dan Kakek Madara membuatku kerja rodi. Hari ini aku pulang lebih awal."

"Aku kasihan padamu, Kak. Kapan kau bisa punya waktu mencari istri?"

"Ah, Itu saja yang kalian bahas. Lebih baik kita bahas soal calon istrimu dulu."

"Ino?, Mengapa kau ingin membahas masalah pernikahanku bukankah semuanya sudah jelas?"

"Aku hanya ingin tahu apa kau menyukai Ino. Aku tak ingin kau tidak bahagia demi perusahaan. Kita tak membutuhkan perusahaan Yamanaka kau mengertikan? Kau bisa menolak pernikahan ini bila memberatkanmu."

"Aku tak punya perasaan khusus padanya, tapi kami cukup akrab. Aku tak bisa menolaknya karena aku harus membantu Ino."

"Jadi memang ada sesuatu dengan keluarga Yamanka yang ingin putrinya menikah cepat-cepat."

"Aku tak bisa mengatakannya padamu karena ini urusan internal mereka dan kakak, mengapa kau menaruh perhatian lebih pada Yamanaka Ino? Aku memperhatikan dengan jelas caramu menatapnya saat makan malam itu. Apa kau suka padanya?"

Itachi menghela nafas, "Kau tak akan marah kan? Aku menyukai gadis itu sejak pertama melihatnya. Aku bicara padamu karena bila kau merasa keberatan untuk menikah. Aku akan merayu ayah dan Inoichi untuk menjodohkan Ino denganku saja."

Sasuke tertawa, "Maaf saja kakak, tidak bisa. Lagi pula Ino tak akan suka. Dia mau dijodohkan denganku karena ia mengenalku. Dia akan menolak perjodohan deganmu."

"Sepertinya kau juga menyukainya ya. Sasuke?"

"Tidak kak, Aku dan teman-teman lainnya hanya mencoba untuk menolong Ino. Aku tak punya motif buruk, Tidak sepertimu kak. Mau dengar saran dariku? Lupakan Ino dan cari wanita yang pantas untukmu. Lagi pula apa yang akan kau lakukan dengan gadis muda seperti Ino? Dia tak akan mengerti dirimu."

"Mungkin kau ada benarnya Sasuke, tapi aku merasa kau agak posesif pada sesuatu yang belum benar-benar kau miliki."

"Kak, Kita tak pernah bersaing. Jadi jangan memulainya. Sebaiknya kau tak mendekati Ino."

Itachi berdiri untuk membuang kaleng minumannya yang telah kosong, "Kau berani mengancamku sekarang, Aku tak akan mendekati temanmu itu karena gadis itu akan datang sendiri padaku."

"Terserah kau saja kak, Aku hanya berusaha menyelamatkanmu dari rasa kecewa."

"Aku pulang dulu Sasuke, Sampaikan pada ayah dan Ibu aku mampir."

"Oke, Hati-hati di jalan kak."

Dugaan Sasuke benar, Itachi menyukai Ino. Pertanyaannya bagaimana itu bisa terjadi? Kakaknya bukan tipe pria romantis putus asa yang bisa jatuh cinta pada pandangan pertama dan Ino bilang ia tak mengenal Itachi sebelumnya hanya tahu namanya saja. Jadi apa mereka berdua berbohong? Mengapa kalau begitu? Ini memusingkan. Gerutu Sasuke dalam hati.

To be continued

A/N: yep, yang tadi tanya kapan update ini sudah saya jawab. He..he..he.. maaf Sedikit delay karena saya harus up fic lainnya.

Makasih buat semua review yang masuk. Saya bahagia banget. Maaf gak bisa balas di sini satu persatu karena buru-buru, tapi berkat komentar kalian saya jadi terpacu untuk cepat – cepat update.

See you next chapter.