Disclaimer : All Characters belong to Masashi Kishimoto

Perfect, Imperfect

.

Chapter 11

.

Resolution.

.

.

Hening, Jantung Ino berdetak kencang seiring adrenalin berpacu mengisi pembuluh darahnya. Pupilnya melebar dan Instingnya menginginkan dirinya untuk bersembunyi saat puluhan pasang mata menatapnya penuh spekulasi. Ino bak seorang pengecut. Dia ingin lari dari masalah yang bagaikan bom waktu siap untuk meledak, tetapi tatapan tajam sepasang mata kelam yang terlihat marah dan kecewa membuatnya terpaku. Mengapa Itachi tampak begitu terpukul?

Ino diam di tempatnya memilih untuk menunduk menghindari semua tatapan yang membuatnya merasa rendah dan bersalah. Bagaimana Itachi bisa tahu?. Rahasianya hanya diketahui oleh Sakura dan Temari. Apa mungkin mereka mengkhianatinya?, tapi mengapa?.

"Nona Ino, Apa keberatan dari pria ini benar adanya?" Tanya sang pendeta.

Ino hendak menyangkal, Ia hendak berkata tidak tapi ledakan kemarahan Sasuke membuat penyangkalan tak lagi mungkin. Pria yang hampir menjadi suaminya berlari menuju tempat sang kakak berdiri. Dengan agresif dia menarik kerah Jas Itachi yang berdiri dengan wajah pasif.

"Ternyata kau, Si brengsek yang menghancurkan masa depan Ino. Apa yang kau pikirkan dengan membuat anak gadis orang hamil. Ino bahkan belum tamat SMA. Apa kau sudah gila Itachi?"

Suara bisik-bisik terdengar rendah. Skandal besar tengah terjadi melibatkan dua orang bersaudara Uchiha dan seorang gadis Yamanaka. Mereka semua berpikir tentang moral rusak seorang remaja yang hamil di luar nikah dan pria dewasa yang tega menggauli anak di bawah umur. Kejadian ini benar-benar merusak reputasi Ino dan Itachi.

"Jadi benar dia hamil?" Pria itu malah bertanya memastikan info yang dia terima semalam benar adanya.

Keluarga Uchiha terenyak mendengar masalah ini. Fugaku menatap Inoichi mengharap penjelasan, tapi kepala keluarga Yamanaka itu juga kehilangan kata-kata mengetahui pria yang menodai putrinya tak lain dan tak bukan Itachi Uchiha yang dikenal baik, sopan dan selalu santun.

Beberapa orang berteriak ketika Sasuke mulai memukul kakaknya, "Aku tak tahu kakakku ternyata orang bejat. Teganya kau mengauli anak di bawah umur tanpa memikirkan risikonya. Apa kau tahu apa yang Ino alami di sekolah?"

Pemuda itu kembali menyarangkan tinjunya di pipi Itachi. Membuat pipinya memar. Dia tak berusaha mengelak dari pukulan adiknya. Gaara dan yang lainnya hanya diam tak ingin melerai. Bahkan pemuda berambut merah itu menahan diri untuk tak ikut-ikutan memukul Itachi. Bajingan itu memang pantas dihajar. Apa pun yang terjadi di antara Ino dan Itachi seharusnya pria itu menjaga Ino. Masa pria dewasa seperti dirinya tak mengerti konsekuensi dari seks.

Pukulan Sasuke membuat Itachi terjengkang, Ino menghambur ke arah mereka. Ia memegangi tangan Sasuke, "Hentikan...Tolong Hentikan, Itachi tidak bersalah. Ini semua salahku. Aku yang berbohong padanya."

"Kau Ino, Mengapa membuat masalahnya menjadi rumit. Bila saja kau bicara padaku hal seperti ini tak perlu terjadi." Itachi berbicara sambil memegang pipinya.

"Aku punya alasanku sendiri dan aku tak akan meminta maaf padamu," Ujar gadis berambut pirang itu.

"Kau berutang penjelasan padaku."

Di deretan bangku pertama Mikoto dan Istri Inoichi tampak pucat melihat acara yang susah payah rencanakan hancur begitu saja. Kedua wanita itu menyadari problem besar macam apa yang keluarga mereka akan hadapi. Apalagi bila sampai diliput media.

Mikoto menarik lengan jas suaminya yang masih tampak linglung. Ia tak percaya dengan kenyataan menyedihkan ini.

"Suamiku, Apa yang harus kita lakukan?. Rasanya tak mungkin kita melanjutkan acara ini."

" Sebaiknya aku bicara dengan Inoichi. Mengapa ia tak memberitahu kita putrinya hamil. Kita harus membicarakan masalah ini dengan tenang."

"Tapi lihat putra kita. Mereka malah berkelahi." Mikoto tambah panik ketika melihat putra bungsunya meninju sang kakak.

"Nanti juga mereka tenang. Ayo temui keluarga Yamanaka." Fugaku melirik ke arah altar dan dugaannya benar situasi di sana telah mendingin tapi spekulasi dan kasak-kusuk yang ia dengar dari para tamu kian memanas.

Sasuke yang emosi tak mendengar permohonan Ino. Ia menghempas tangan milik gadis itu yang menghalanginya untuk memukul kakaknya lagi.

"Tenang Sasuke, Kau sudah cukup memukulnya." Naruto meletakkan tangannya di bahu Sasuke mencoba menghentikan Sasuke yang sedang kalap, "apa setelah ini kau masih akan menikahi Ino?"

Pemuda berambut raven itu menarik nafas panjang memandang Itachi yang masih duduk di lantai memegangi pipinya dan Ino yang sedang berlutut di samping pria itu.

"Aku rasa tidak Naruto, Ini masalah mereka berdua. Bila aku tahu dari awal bayi itu milik Itachi aku tak akan ikut campur."

Ino memeriksa wajah Itachi yang lebam kemudian memelototi Sasuke, "Mengapa kau memukulnya?"

"Mengapa?, Karena dia sudah berbuat bodoh," Jawab Sasuke singkat. "Bila dari awal kau jujur pada kami, Situasi tak akan berakhir seperti ini. Aku tak tahu apa yang kau pikirkan Ino? Tapi melihat kakakku mau bertanggung jawab maka aku tak perlu lagi menikahimu."

"Aku tak mencintai kakakmu karena itu aku tak ingin menikahinya."

Ino mengucapkan kata-kata itu dengan mudahnya. Membuat Itachi begitu tercengang tapi ia tak peduli lagi sekarang. Terserah saja bila gadis itu tak punya perasaan untuknya tapi ia akan bersikeras menjadi ayah bagi bayi yang dikandungnya.

Sakura berdiri di belakang Sasuke. Menatap Ino dengan penuh sesal.

"Ino, Aku yang memberitahu Itachi. Aku tahu kau tak ingin ia terlibat, tapi aku merasa melakukan tindakan yang tepat. Menyembunyikan kebenaran dan melanjutkan pernikahan ini sangat tidak adil bagi Itachi, bagi Sasuke atau bagiku."

Ino marah dan merasa dikhianati, ia melangkah dan berdiri di hadapan gadis bermata zamrud itu, "Kau, tega sekali menghancurkanku!, Katamu kau ikhlas merelakan Sasuke tapi kenyataannya kau menusukku dari belakang," Ino mendesis galak.

"Aku melakukan ini bukan karena Sasuke, tapi untuk kebaikanmu. Bila aku tak mendengar kau dan Itachi masih ada sesuatu setelah malam itu. Aku pasti akan menutup mulutku. Aku tak ingin kau menyesal Ino."

"Aku menyesal percaya padamu" Ino melayangkan tangannya untuk menampar Sakura saking marahnya tetapi Gaara dengan sigap menghentikannya.

"Ino, Tenangkan dirimu. Aku rasa Sakura benar. Kau suka-tidak suka, kami semua berpendapat hal pertama yang harus kau lakukan adalah memberitahu pria ini kalau kau hamil. Bukannya malah merahasiakannya."

"Sekarang ini urusan kalian berdua." Sasuke menatap pada Ino dan Itachi dengan pandangan tak percaya. Dari awal dia sudah curiga dengan mereka berdua.

Sai yang dari tadi diam dan mengamati menepuk punggung Sasuke. "Hei, Lebih baik kita pergi dari sini. Situasinya kian tak menyenangkan."

"Setuju, Kita tinggalkan saja Ino untuk menyelesaikan masalahnya dengan Itachi." Temari menyadari mereka jadi tontonan para tamu yang dari tadi tak beranjak dari kursi mereka.

"Ok, tak ada pernikahan pestanya bubar." Sasuke melangkah keluar dari kapel itu diikuti oleh teman-temannya.

Hinata yang tak tahu menahu berdiri kebingungan di sana. Naruto menarik tangan gadis berambut Indigo itu mengajaknya kabur dari kekacauan yang sama sekali tak ada hubungannya dengan mereka.

"Ano...Naruto-kun, Apa yang terjadi." Saking bingungnya Hinata tak menyadari tangan Naruto sedang menggenggam tangannya.

"Nanti aku ceritakan. Ayo jalan."

.

.

Sepuluh menit berselang Inoichi dan Fugaku mengumumkan pernikahan dibatalkan. Mereka minta maaf pada para tamu dan meminta mereka pulang.

Itachi menyeret Ino ke ruang tunggu pengantin wanita untuk bisa berbicara berdua dengan gadis itu. Gadis berambut pirang itu murka. Ia melempari Itachi dengan buket bunga di tangannya. Duri mawar sedikit menggores pipi kanan pria itu yang mulai membiru akibat pukulan Sasuke.

"Mengapa kau begitu jahat padaku, kau menggagalkan semuanya dengan cara yang dramatis. Apa kau puas?" Ino mendelik memberikan Itachi tatapan membunuh.

"Jahat?, Pilihan apa yang aku punya?, Membiarkan kau menikahi Sasuke dan membuat anakku sendiri memanggilku paman?. Aku tak mau. Harusnya kau bicara padaku. Apa aku terlihat seperti pria yang tak bertanggung jawab?"

Ino bersedekap dan berurai air mata. Mengapa jadi begini? Dia hanya ingin menyelesaikan masalahnya degan caranya sendiri.

"Aku tak ingin kau ikut memikul kesalahan yang aku perbuat. Aku telah membohongimu soal umur dan pil itu. Apa yang akan terjadi dengan reputasimu bila orang tahu kau mengencani anak di bawah umur?, Aku hanya berusaha untuk tidak menyusahkanmu."

"Reputasi? Begitu pentingkah pencitraan bagimu? Kau memilih untuk menikahi adikku untuk menyelamatkan reputasi kita dan lihat apa yang terjadi sekarang Ino. Kita telah membuat skandal besar yang disaksikan oleh puluhan orang karena kau memilih diam."

"Kau seharusnya tidak perlu tahu soal ini dan kita semua bisa tenang."

"Kau pikir adil merahasiakan kenyataan aku punya anak? Seberapa pun kau tidak sukanya padaku seharusnya kau memberitahuku karena separuh dari darah anak itu mengalir darahku. Bila kau memang tak mau terlibat denganku kita bisa berkompromi tapi tak seperti ini."

"Bila kau tahu, Kau pasti akan memaksa untuk bertanggung jawab dengan cara menikahiku dan aku tidak ingin menikah denganmu."

"Kau bersikeras menolakku tapi kau mau menikah dengan Sasuke. Apa kau mencintai adikku?"

"Aku mengenalnya lebih baik dari aku mengenalmu. Aku tak ingin hidup bersama pria asing yang tak bisa aku percaya."

Mendengar hal itu membuat Itachi tersinggung. "Kaulah yang berbohong dan menyimpan rahasia. Kaulah orang yang tak bisa dipercaya dan sekarang aku tak akan memberikanmu banyak pilihan. Kau bisa menyelamatkan sedikit reputasi yang kau miliki dengan menikahiku seperti sewajarnya atau silakan berkelit dan besarkan anak itu sebagai anak haram. Aku akan menuntut tes DNA dan kita berjumpa di pengadilan."

Ino terdiam, Dia mencoba mencari celah untuk tidak mengambil opsi terakhir tapi ia tak menemukan solusi yang sesuai dengan keinginan hatinya. Mau tak mau ia harus menerima Itachi, lagi pula bila pernikahannya tak bahagia. Ia bisa memaksa pria itu menceraikannya.

Fugaku, Mikoto, Inoichi dan Istrinya berdiri di depan ruang ganti. Mereka mendengarkan Ino dan Itachi saling berteriak dan marah-marah. Ino terdengar emosional.

"Inoichi, Apa kau tahu apa yang sedang terjadi?" Fugaku bertanya pada calon besannya.

"Putriku memang sedang hamil karena seorang pria brengsek telah menodainya tapi aku tak tahu siapa. Baru tadi aku sadar ternyata ia adalah putra sulungmu." Ucapnya marah.

"Tunggu, Kau tahu putrimu sedang hamil dan meminta Sasuke menikahinya untuk menyelamatkan wajah kalian. Keterlaluan."

"Fugaku, Kau pikir mengapa aku menyerahkan lima puluh satu persen saham Yamanaka padamu? Itu sebagai kompensasi untuk menerima Ino dan anaknya dalam keluarga kalian tapi sepertinya aku tak perlu membayar lagi. Karena yang merusak masa depan anak gadisku adalah putramu. Aku tak paham mengapa Itachi menjadikan Ino sebagai permainan kecilnya. Dia hanya seorang gadis SMA."

Nyonya Yamanaka memegang lengan Suaminya. " Sudah pak, Jangan emosi. Yang telah terjadi tak bisa diubah lagi. Sekarang kita harus tenang dan menemukan solusi."

Fugaku membungkuk di hadapan Yamanaka Inoichi, Pria itu benar-benar merasa bersalah dan malu atas tingkah putranya. "Aku benar-benar minta maaf atas perbuatan Itachi dan menyebabkan masalah besar dalam keluarga kalian."

"Kau tak perlu minta maaf Fugaku, kalau dipikir ini bukan kesalahan putramu seorang. Putriku pasti punya andil juga dalam hal ini. Aku rasa tak mungkin Itachi meniduri Ino tanpa persetujuan gadis itu."

Pintu ruangan itu terbuka. Itachi keluar untuk memberitahu keluarganya keputusan yang ia ambil. Ino mengikutinya dengan langkah gontai. Gadis itu tak sanggup menatap wajah orang tuanya.

"Aku sudah berbicara dengan Ino, dan memang benar anak yang dia kandung adalah milikku karena itu hari Senin kami akan menikah di kantor catatan sipil. Aku minta maaf pada kalian, tapi aku sama sekali tak tahu kebenarannya sampai tadi malam. Aku harap kau tidak keberatan aku menikahi Ino, Paman Inoichi."

"Aku rasa ini jalan yang terbaik. Aku harap kau akan menjaga putriku ."

Mata cokelat Fubuki tampak lelah dan sedih. "Andai saja kau bicara Ino, Pertunanganmu dengan Sasuke tak perlu terjadi dan lihat sekarang kami punya pesta pernikahan untuk dibatalkan."

"Aku tak mau menikahi Itachi ayah."

"Bila kau berpikir begitu, dari awal seharusnya kau tak tidur dengannya. Sekarang nasi telah menjadi bubur. Aku tak tahu bagaimana hubungan kalian berdua tapi kalian akan dihadapkan pada tugas untuk membesarkan seorang anak. Aku harap kalian bisa melakukannya dengan benar."

Ino menggigit bibirnya. Ia harus hidup bersama Itachi. Semoga mereka bisa akur -akur saja, tetapi yang Ino tak ketahui hati putra sulung Uchiha itu telah berubah. Semua pesona dan daya tarik Ino lenyap dimata Itachi setelah melihat keegoisannya. Sekarang ia hanya melihat Ino sebagai seorang yang keras kepala, kekanakan dan pengecut. Dengan gadis seperti ini menjadi istrinya. Akankah Ino mau belajar untuk mengerti dirinya dan menjalankan perannya sebagai seorang istri dengan baik. Itachi sudah bisa memprediksi badai yang akan mewarnai kehidupan rumah tangga mereka.

.

.

Di luar kapel terdapat taman yang luas. Pepohonan tampak gundul tak berdaun dan rumput telah mengering kecokelatan. Di beberapa tempat semak bunga begonia dan crocus bermekaran memberi warna yang mencolok dilatar belakang kuning kecokelatan. Empat orang pemuda dan tiga orang gadis duduk-duduk santai di atas rumput di tepian kolam yang airnya berwarna kehijauan. Mereka tak peduli pakaian mahalnya akan menjadi kotor. Mereka hanya lega karena telah berhasil lari dari drama yang terjadi di acara pernikahan tadi.

Sasuke duduk berselonjor menatap jauh. Ia sedang memikirkan nasib Ino yang mereka tinggalkan sendirian di sana untuk menyelesaikan masalahnya. Dia melirik Sakura dengan sudut matanya, ia melihat rasa khawatir di mata sewarna zamrud itu.

"Apa sekarang kau khawatir Ino akan memusuhimu, Sakura?," Tanya Sasuke pada gadis itu.

"Tentu saja, tapi aku harap suatu hari dia akan mengerti aku bicara pada Itachi demi kebaikannya dan memaafkanku. Bukankah kau yang waktu itu bilang memberitahu pria itu adalah hal yang tepat untuk di lakukan."

"Aku hanya tak menduga dari sekian banyak laki-laki ia memilih melepas keperawanannya pada Kakakku. Bagaimana bisa mereka saling mengenal?"

Temari mendesah, "Itu semua karena aku. Aku mengajak Ino dan Sakura ke klub malam meski masih di bawah umur. Dia berkenalan dengan Itachi dan kami sama sekali tak tahu dia kakakmu. Malam itu Ino menghilang bersamanya dan Itachi memberikan kartu namanya pada Sakura tapi sudah terlambat untuk menghentikan mereka."

"Pantas saja Ino meneleponku pagi-pagi untuk bertanya siapa Itachi Uchiha."

"Sasuke, Apa kau kecewa kakakmu menggagalkan pernikahan ini?," Sai bertanya karena ia melihat raut wajah Sasuke sedikit murung mungkin.

Pemuda berambut raven itu malah mengangkat kedua sudut bibirnya menjadi sebuah senyum yang tak kasat mata, "Aku kecewa karena pada akhirnya aku gagal menjadi penyelamat Ino. Dia tak perlu diselamatkan sepertinya."

Gaara terkekeh, "Aku pikir kau juga menyukai Ino seperti Aku dan Sai. Tapi ternyata kau hanya ingin membuat aksi heroik dengan menyelamatkan reputasi Ino."

"Ayolah Gaara, di kalangan sosial kita apa yang paling penting? Uang, reputasi dan penampilan. Saat ini reputasi keluargaku dan keluarga Yamanaka sedang jatuh. Semoga saja harga saham kami tak ikut jatuh juga karena Itachi adalah calon CEO perusahaan. Apa pun yang ia lakukan akan mempengaruhi image perusahaan."

"Aku rasa mereka akan menikah. Ino tak punya pilihan lain kan?" Hinata, Sang gadis pemalu ikut menyimak. Entah sejak kapan ia ikut terseret di kelompok anak-anak populer ini. Padahal ia hanya bertegur sapa dengan Ino sesekali dikelas tapi ia tak keberatan menjadi dekat dengan Naruto.

"Aku rasa begitu. Aku harap Ino dan Itachi baik-baik saja. Aku rasa mereka saling menyukai." Jawab Sakura optimis."

"Ah, Aku jadi patah hati." Komentar Sai singkat.

Mata Naruto membulat, "Jadi benar kau naksir Ino, Aku selalu menduga kau gay?"

"Rumor dari mana itu, aku masih belum belok. Aku memang menyukai Ino tapi aku tak mengejarnya." Ujar Sai santai.

"Tenang saja Sai, Orang menikah masih bisa cerai. Masih ada kesempatan buat kita." Ujar Gaara bercanda.

"Kau jahat sekali Gaara, mengharapkan Ino mengalami perceraian. Kau harus mendoakan kebahagiaannya tahu." Temari jengkel mendengar komentar goblok adiknya.

"Aku tak tahu bagaimana hubungan mereka tapi bila Itachi tak membuat Ino bahagia. Aku akan membawa Ino lari."

"Apa kau yakin kau tak punya perasaan untuk Ino Sasuke?" Sakura merasa tak nyaman mendengar Sasuke begitu peduli dengan Ino.

"Yap, Aku tak butuh kau juga ikut menjadi sainganku, Sasuke." Gaara kembali bercanda

"Entanlah aku tak tahu," Jawab Sasuke ragu. "aku tak pernah menyukai seseorang."

"Sudah, Jangan memperdebatkan Ino lagi. Lebih baik kita doakan dan dukung Ino agar bisa menemukan kebahagiaan dalam kehidupan barunya sebagai istri dan Ibu." Ujar Temari dengan bijak

.

.

Hari Senin datang begitu cepat. Ino menghabiskan hari minggunya untuk menyesali nasibnya dan marah pada Sakura. Ia juga kesal tak seorang pun dari mereka yang mencoba menghubunginya. Apa alasan mereka mendiamkan Ino?. Padahal mereka bilang akan selalu mendukungnya.

Ino datang ke kantor catatan sipil ditemani orang tuanya. Dia mengenakan seath dress berwarna hitam tak lagi peduli kehamilannya terlihat jelas. Let them know this is a shootgun wedding. Ia ingin sengaja membuat statement kalau ia menikahi Itachi karena tak punya pilihan bukan karena dia mau.

Pria itu muncul juga mengenakan pakaian serba hitam. Mereka berdua terlihat seperti sedang menghadiri pemakaman bukan melakukan pernikahan. Acara itu berlangsung kurang dari sepuluh menit. Begitu Ino dan Itachi membubuhkan tanda tangan di beberapa berkas dan sertifikat nikah mereka maka mereka resmi menjadi suami istri.

Ino membubuhkan tanda tangan tanpa antusiasme seorang pengantin. Begitu pula Itachi. Pegawai pencatat pernikahan pun heran. Mengapa sang pengantin pria tampak seperti sedang menelan pil pahit ketika menggoreskan penanya dan sang wanita berwajah begitu muram seolah sedang berduka cita?, tapi begitu melihat usia Ino yang begitu muda dan perutnya yang membuncit pria itu tahu ia sedang mempersatukan sepasang manusia yang tak saling mencinta setidaknya itu menjelaskan ketidakhadiran senyum di bibir mereka.

Fugaku dan Inoichi menjadi saksi pernikahan mereka. Kedua orang tua itu lega satu masalah telah berakhir tapi mereka juga masih tetap khawatir bagaimana perkawinan mereka berdua ke depannya. Fugaku merasa putranya yang dingin dan gila kerja tak akan sanggup memahami keinginan seorang wanita yang masih muda. Sedangkan Inoichi mengkhawatirkan Ino. Selama ini putrinya selalu menurut pada kata-katanya. Akankah Ino akan menuruti suaminya atau malah membangkang? Perbedaan di antara mereka akan menjadi jurang dan sumber pergolakan dalam rumah tangga. Hanya saja kedua pria paruh baya itu berharap kehadiran seorang anak akan membuat mereka mau bekerja sama.

Inoichi memeluk Itachi dengan hangat, "Sekarang kau menjadi putraku. Aku mohon kau menjaga Ino dengan baik."

"Aku akan berusaha membahagiakan putrimu." Ia membalas pelukan sang mertua.

Istri Inoichi meneteskan air mata, "Sedih rasanya melepaskanmu putri kecilku. Baru kemarin rasanya aku mengendongmu dan sekarang kau akan menjadi seorang istri dan Ibu."

Ino memeluk Ibunya. "Oh Ibu, Aku tak akan ke mana-mana. Hanya pindah ke rumah Itachi. Aku pasti akan pulang."

"Berusahalah menjadi istri yang baik dan pengertian Ino," Ibunya berpesan pada dirinya.

Fugaku dan Mikoto bergiliran memeluk Ino. Mereka terlihat senang meski skandal ini menodai reputasi keluarga mereka.

"Selamat datang di keluarga Uchiha, Ino. Jangan ragu-ragu untuk menganggap diriku dan Mikoto sebagai orang tuamu."

Ino merasa lega orang tua Itachi menerimanya dengan hangat. Apa Sasuke juga akan menerimanya menjadi bagian dari keluarga Uchiha dengan baik? Mengingat mereka tak lagi bicara sejak pesta pernikahan beberapa hari lalu. Ino merasa begitu kecil dan lemah tanpa dukungan teman-temannya. Ino melirik pria yang kini menjadi suaminya. Itachi tak berbicara sepatah kata pun padanya. Dia tak tahu Itachi bisa menjadi begitu dingin. Dari awal mereka bertemu pria itu selalu hangat, flirty dan kerap menggodanya. Bukakah Itachi menyukainya? Tapi wajah di sampingnya tak lagi menunjukkan tanda-tanda itu. Ino yakin pria itu marah atas kebohongannya dan benar, Itachi layak untuk marah. Bagaimana ia harus menghadapi Itachi jika mereka berduaan saja. Ino langsung sakit kepala.

"Maaf, Kalau boleh aku mau Ino tinggal bersamaku mulai hari ini."

"Silakan saja, Sekarang Ino adalah Istrimu."

"Kalau begitu kami permisi dulu." Itachi menarik tangan Ino dengan sedikit kasar. Memaksa gadis itu mengikuti langkahnya, meninggalkan kantor catatan sipil menuju mobilnya.

Mereka berkendara dalam diam. Ino dalam hati merasa lega ia tak perlu berbicara karena ia tak tahu apa yang harus ia ucapkan dengan suaminya. Ino memikirkan apa yang akan menantinya dalam pernikahan ini. Dia telah merancang masa depannya dengan Sasuke dan Ino ragu Itachi akan mau menuruti semua idenya. Pria itu punya kepentingan dengan anak ini. Dia tak akan membiarkan Ino menjalankan idenya untuk menikah pura-pura dan tinggal terpisah membesarkan anaknya sendirian.

Ino kembali menginjakkan kakinya di apartemen itu setelah lima bulan lamanya. Ia berjalan ke teras dan menemukan meja dan papan catur itu masih di sana. Saat itu dia datang kemari dengan perasaan excited untuk menghabiskan malam dengan pria itu dan sekarang ia merasa tak nyaman.

"Selamat datang di rumah, Nyonya Uchiha Ino." Itachi menyusulnya ke teras.

Ino menyadari Itachi bersikap sinis, dia bukan lagi pria yang tersenyum dan menggodanya.

"Nama itu terdengar aneh, Aku tak menyukainya." Balas Ino dengan tak kalah sinisnya.

"Kau harus membiasakan diri karena mulai hari ini kau adalah istriku."

"Apa yang kau harapkan dariku?"

Itachi melangkah mendekati Ino, berdiri di hadapan gadis berambut pirang itu. Tatapannya tegas mengirimkan pesan dia tak bisa di ajak bermain-main. "Seorang istri yang penurut dan tak mempermalukan diriku."

"Jadi kau juga ingin mendikte hidupku, Maaf aku baru saja memutuskan untuk melakukan hal yang aku mau bukan menuruti orang lain."

"Oh jadi kau mau membantah suamimu?"

"Mengapa aku harus menurutimu. Aku bisa berpikir untuk diriku sendiri."

"Ya..Ya.. tentu saja, Apa kau sanggup berpikir untuk kita?, Kau hanya seorang remaja labil yang tak pernah berpikir panjang. Apa kau lihat masalah kita jadi runyam karena kau memilih menutup mulutmu dariku dan kau pikir itu bijaksana?."

"Semuanya akan baik-baik saja bila kau tak ikut campur dan sekarang aku harus terjebak dalam pernikahan ini denganmu."

"Apa hakmu untuk memisahkanku dari anak yang bahkan aku tak tahu keberadaannya. Kau merasa telah berbuat baik dengan tidak melibatkanku. Kenyataannya itu tindakan yang egois."

"Kau pikir aku mau hamil?, kau pikir aku ikhlas rencana hidupku kandas. This is goddamn mistake."

"Iya sebuah kesalahan besar yang terjadi karena kebohonganmu dan kita berdua akan menanggungnya."

"Kau menyalahkanku?, Kau yang merayuku duluan."

"Aku menyesalinya Ino, aku pikir aku menyukaimu tapi seperti yang kau bilang, mungkin wanita yang aku temui hanya kepingan imajinasiku semata."

Ino menghempaskan dirinya di kursi. "Jadi apa yang harus kulakukan?"

"Try to get along, tapi jangan harapkan aku akan memperlakukanmu dengan cinta. You don't deserve it. "

Ino menatap mata onyx itu dengan tak percaya. Pria yang berdiri di depannya tak seperti Itachi yang dia kenal.

"Mengapa kau bersikap begini?"

"Apa kau berharap aku akan terus mengejar-ngejar dan merayumu?, There so much rejection and lies a man could take. Aku punya harga diri Ino dan aku tak akan membiarkanmu bertindak semaunya."

"you can't control me." Ucap Ino penuh tekad.

"Kita akan lihat seberapa keras kepalanya dirimu. Tolong belajar menerima kenyataan sekarang kau seorang gadis yang terikat."

"Tentu, Jangan khawatir aku akan belajar menerimanya dengan baik." Ujar Ino mencoba ironis karena ia tahu, Dia tak akan mau dengan mudahnya menjadi boneka, Tidak lagi. Ia tak harus menuruti Itachi seperti ia menuruti orang tuanya.

"Baguslah," Itachi berbalik dan meninggalkan Ino.

"Hei, Mau ke mana?," Tanya Ino.

Pria itu menoleh sebentar, "Oh apa aku berkewajiban menjelaskan aktivitasku padamu istriku. Aku pikir kau tak berminat untuk tahu."

"Terserah, Aku tak peduli." Ino bersedekap marah.

"Aku harus kembali ke kantor. Sampai jumpa." Sekejap ia tersenyum tapi Ino tak melihatnya.

"A...aar..rgh, Apa yang harus aku lakukan!" Teriak Ino kesal sambil mengacak-acak rambut pirangnya dengan kedua tangan.

Itachi duduk di mobilnya menarik nafas panjang. Sulit membayangkan kini ia punya istri dan menanti kehadiran seorang anak. Hell, dia bahkan tak benar-benar mengenal gadis itu. Apa yang harus dia lakukan? Itachi khawatir Ino akan menolaknya lagi dan lagi. Lebih baik ia menjaga jarak dengan istri kecilnya.

To be continued...

A/N : akhirnya mereka menikah saudara-saudara tapi jangan harap happily ever after ya.

Terima kasih pada pembaca yang sudi mampir dan meninggalkan komentar. Semoga kalian terhibur.

HappY Reading !