Seongwoo melihat di kanan-kirinya berjajar truk makanan yang menjajakan berbagai jenis jajanan. Mulai dari makanan ringan, makanan berat, hingga pencuci mulut. Mata Seongwoo membulat seakan takjub dengan pemandangan indah visual makanan-makanan itu. Bau yang semerbak menusuk indra penciumannya, sehingga merangsang kelenjar air ludah dan menghasilkan banyak air liur di mulutnya.

Seongwoo meneguk ludahnya kasar sembari bibirnya menggumamkan betapa takjubnya dia akan kelezatan masakan itu. Harum tumisan bawang dipadu dengan daging sapi, membuatnya goyah. Seongwoo sudah tidak tahan lagi hingga air liurnya menetes dan yang ia rasakan selanjutnya adalah sensasi basah yang menggelitik.

"Abang! Ayo bangun!"

Sayup-sayup suara teriakan yang memanggil namanya terdengar oleh indra Seongwoo. Ia perlahan membuka mata dan seberkas cahaya matahari yang terhalang tirai menyilaukan matanya. Ia merasakan sesuatu yang lengket dan bau menempel di bantal dan wajahnya.

Matanya membuka lebar. Seongwoo terduduk dan tangannya langsung menyentuh pipi yang terasa lengket. Dengan wajah terkejutnya, ia sadar bahwa festival jajanan tadi hanyalah mimpi yang membuat banyak bekas air liur di sarung bantal dan pipinya.

"Hah, sial! Mimpi doang!" gumamnya.

Ia menyibak selimut dan terkejut ketika menemukan tiga makhluk kecil yang berdiri di sisi kanan ranjangnya. Dua di antara mereka memasang wajah siap tertawa dan satunya lagi menatapnya datar.

"Kalian sejak kapan di sini?" tanya Seongwoo sambil mengelap sisa-sisa air liur di sudut bibirnya.

Woojin langsung menimpali, "Sejak tadi." Sedetik kemudian ia dan Guanlin dengan kompak tertawa terbahak-bahak melihat wajah bingung Seongwoo yang lucu.

Sedangkan Jihoon masih menatap datar ke arah Seongwoo dan dua adiknya bergantian. "Ih Abang Seongwoo udah gede kok masih ngileran," ujar gadis kecil itu.

Seongwoo sendiri hanya bisa menahan malu karena ketahuan sedang ngiler oleh tiga keponakannya yang kadang lucu, kadang menyebalkan ini. Ia mengibaskan tangan, menyuruh mereka bertiga untuk keluar dari kanarnya. "Udah sana keluar dari kamar Abang," perintahnya.

Tanpa perlu diperintah dua kali, Jihoon langsung balik badan dan keluar dari kamar Seongwoo. Dua bocah lainnya masih tertawa sampai tiduran di lantai saking lucunya menurut mereka. Seongwoo akhirnya turun dari ranjang dan menyeret dua bocah itu keluar dari kamarnya.

Setelah menutup pintu, Seongwoo dapat mendengar suara ejekan Woojin dari luar. "Bang Seongwoo udah gede, tapi ngileran!" Yang diikuti suara langkah kaki Woojin dan Guanlin berlarian di sepanjang lantai dua.

.

.

"Nenek mana?"

Seongwoo menyendok nasi ke piringnya. Matanya awas mengamati tiga bocah yang duduk anteng di depan televisi sambil meminum susu kotaknya masing-masing. Tiga dari mereka tidak ada yang bergeming membalas pertanyaan Seongwoo. Laki-laki itu mengambil sayur dan dua potong tahu serta dua potong tempe ke piringnya. Setelahnya, ia berjalan dan duduk di samping Jihoon yang menyedot susu kotaknya.

"Nenek mana, Ji?" Seongwoo melahap nasi dan sayur sopnya.

"Kata Nenek tadi pergi senam," jawab bocah perempuan itu.

"Mama Papa Jihoon udah pulang?" Seongwoo bertanya lagi.

"Udah tadi pagi. Sama om Dongho sama tante Kenta juga."

"Kok Abang gak dibangunin?" Seongwoo mengunyah makanannya dengan cepat.

Efek mimpi tadi membuat perutnya berbunyi keras saat dia mandi. Jadi setelah beres mandi, Seongwoo langsung turun ke bawah untuk mengecek apakah ibunya hari ini memasak sesuatu untuk ia makan. Hari-hari biasanya ia bahkan tidak pernah sarapan karena sang ibu jarang sekali masak pagi-pagi. Kalau tidak ada roti, dia terpaksa harus makan di kantin kampus. Atau kenyataan paling buruk kalau ada kelas pagi, dia harus tahan lapar sampai siang nanti.

"Bang Seongwoo tidur mulu sih! Tadi Guanlin bangunin gak bangun-bangun," Woojin menimpali. Guanlin yang sedang minum susu kotaknya di samping Woojin ikut menganggukkan kepala menyetujui.

"Kok kalian gak nangis ditinggal sama Mama sama Papa?" Yang Seongwoo ingat, tahun lalu ketika libur puasa Ramadan, Woojin dan Jihoon tidak berhenti menangis ketika Sungwoon dan Taehyun menitipkan keduanya kepada Neneknya di Malang. Namun, yang Seongwoo lihat sekarang malah dua bocah kembar beserta bocah laki-laki bertubuh bongsor yang menunjukkan cengiran lebar ke arahnya.

"Ya gak dong! Kan sudah besar!" Woojin menjawab dengan semangat. "Kan di sini ada Abang, Jihoon gak takut lagi," Jihoon ikut menjawab dengan semangat.

"Guanlin? Gak nangis?" Seongwoo melirik Guanlin yang kini menggigiti sedotan susunya.

Guanlin menggeleng kuat, "Di sini kan banyak teman, banyak jajan juga. Banyak tempat main, jadi Guanlin suka." Ia berujar dengan lantang.

"Abang, ayo jalan-jalan ke alun-alun dong!" Woojin berujar tiba-tiba setelah tadi beranjak ke dapur untuk membuang bungkus susu kotaknya. Seongwoo dalam hati tersenyum bahagia karena menurutnya Woojin dan Jihoon mulai berkembang banyak. Woojin bahkan tidak semalas dulu yang setelah makan jajan, bungkusnya tidak dibuang. Sekarang, tanpa disuruh pun ia membuang bungkus susu kotaknya ke tempat sampah. Seongwoo merasa lega, setidaknya mengasuh mereka bertiga tidak akan sesulit ketika Jihoon dan Woojin masih dalam masa suka nangis.

"Besok aja jalan-jalannya ya, Abang capek habis sekolah kemarin," jawab Seongwoo.

Jihoon mengerucutkan bibir, "Yaaaahhh..." Ia mendesah kecewa. Seongwoo jadi tidak tega melihat bocah perempuan satu-satunya di sana itu menekuk wajahnya.

"Beli jajan aja yuk di Alfamidi?" Tawar Seongwoo. Tiga bocah yang sudah menghabiskan susu kotaknya itu dengan kompak mengangguk semangat.

"Bentar, Abang makan dulu."

"Jangan lama-lama!"

.

.

Guanlin menarik tangan Jihoon untuk ikut berlari bersamanya dan Woojin. Meski ogah-ogahan, tapi bocah perempuan itu tetap menuruti Guanlin untuk ikut berlari. Jantung Seongwoo hampir copot saat Woojin nyaris tersandung batu ketika berlari. Bocah lima tahun itu malah terkikik dan menantang Guanlin untuk lomba lari sampai di ujung kampung.

"Heh! Jangan lari-lari nanti jatoh!" Seongwoo segera menghampiri dua bocah laki-laki beda usia itu dan mencegahnya untuk berlarian lagi. "Kalo lari-lari lagi gak Abang beliin jajan. Kakak Jihoon aja yang Abang beliin," ancamnya. Hal itu sukses membuat Guanlin dan Woojin mengurungkan niat untuk lomba lari. Mereka berdua kini malah berjalan di sisi Seongwoo dengan bergandengan tangan dan Jihoon di tengah.

Ketika mereka hampir sampai, tiga bocah itu langsung berlarian dan berebut masuk ke dalam Alfamart. Mereka bahkan tidak menghiraukan lagi teriakan Seongwoo yang mengingatkan mereka untuk tidak lari-larian.

Jihoon langsung berdiri di depan rak tinggi berisikan berbagai macam cemilan. Mulai dari kripik kentang, kripik singkong, kacang, dan teman-temannya. Mata bocah perempuan itu berbinar senang. Ia meraih kripik singkong ukuran besar rasa rumput laut dan memeluknya erat.

Seongwoo memerhatikan Guanlin dan Woojin yang memandangi deretan minuman dingin di dalam kulkas-kulkas besar. Woojin berusaha membantu Guanlin membuka kulkas yang pintunya terlalu besar untuk mereka buka sendirian. Sambil menyunggingkan senyum kecil, Seongwoo berjalan ke arah mereka dan membukakan pintu kulkasnya.

Guanlin meraih dua minuman botol berbentuk Pororo warna biru dan merah. Woojin juga mengambil dua kotak susu rasa pisang. Ia menimbang-nimbang apakah ia harus mengambil yang rasa stroberi juga. Pada akhirnya ia mengembalikan satu kotak yang berasa pisang dan mengambil satu yang rasa stroberi.

"Udah? Itu aja?" tanya Seongwoo setelah menutup pintu kulkas. Guanlin mengangguk. "Boleh beli lagi?" Woojin bertanya.

"Ya boleh lah."

Lantas keduanya berlarian ke rak makanan ringan yang tadi dikunjungi Jihoon. Seongwoo terkejut ketika balik dari tempat minuman dan menemukan Jihoon yang membawa keranjang belanja warna merah sedang menjulurkan leher mengamati tumpukan es krim dalam lemari penyimpanan. Dalam keranjang belanja yang dibawa Jihoon ada tiga makanan ringan dengan ukuran besar.

"Jihoon, belinya banyak banget?" Seongwoo menghampiri Jihoon di depan lemari penyimpanan es krim.

"Abang, aku mau es krim." Jihoon mendongakkan kepala menatap Seongwoo. Matanya yang memelas membuat Seongwoo jadi tidak tega untuk menolak. "Boleh, tapi balikin dulu itu jajannya. Jangan banyak micin nanti bego," jawabnya.

"Tapi aku mau yang rumput laut, Bang. Yang sapi panggang juga. Aku belum nyobain rasa yang itu." Jihoon memandang Seongwoo dengan raut wajah memelas. Seongwoo hampir goyah karena Jihoon terlalu lucu untuk ditolak. "Gak, jajannya satu aja. Nanti kamu gak bisa ranking satu kalo banyak makan micin."

"Ya udah yang dua aku balikin, tapi beli es krim ya. Yang besar."

Tanpa menunggu respon Seongwoo, Jihoon langsung kembali ke lorong makanan ringan dan mengembalikan dua bungkus besar kripik ke tempat semula.

Guanlin membawa satu bungkus permen kapas dan dua botol minuman Pororo. Ia menghampiri Jihoon dan menaruh miliknya dalam keranjang belanja yang dibawa Jihoon.

Woojin juga menaruh dua kotak susunya ditambah dua bungkus biskuit cokelat ke dalam keranjang belanja Jihoon. Bocah perempuan itu mengeluh berat dan menyuruh Woojin untuk membawa keranjangnya, sedangakan dirinya mengambil es krim yang dijanjikan Seongwoo tadi.

Setelah mengambil satu botol minuman isotonik dan satu kotak kopi instan, Seongwoo melihat Woojin yang menyeret keranjang belanja di lantai. Ia langsung mengambil alih keranjangnya dan berjalan menuju kasir sambil menunggu Jihoon mengambil es krim.

Jihoon benar mengambil satu cup es krim ukuran besar dan membuat Seongwoo menghela napas lelah. Bocah perempuan itu tersenyum bahagia ketika menaruh es krim itu di meja kasir. Seongwoo benar-benar harus merelakan uang sakunya berkurang banyak untuk memenuhi napsu makanan anak-anak dalam masa pertumbuhan ini.

.

.

.

[Apakah kalian masih ingat dengan cerita ini? hehe

aku akan update kalo lagi senggang ya gengs, jadi ga mesti update terus.

nanti kalo sudah wisuda sama sbmptn, diusahain buat rajin update kok]