Siang itu matahari bersinar sangat terik, membuat peluh sebesar biji jagung muncul di dahi dan hidung Seongwoo. Ia sedang duduk pada kursi plastik di dalam toko sembari mengipasi diri menggunakan potongan kardus air mineral.
Toko kelontong milik keluarga Seongwoo terletak di ujung gang kampung yang langsung menghadap ke jalan raya. Biasanya ada beberapa anak buah ayahnya yang berjaga. Namun berhubung sedang musim liburan, banyak di antara mereka yang sedang pulang kampung. Sejak Senin kemarin, ayahnya dan satu anak buahnya yang menjaga toko dan mengantar barang. Elipiji, galon isi ulang, dan karung beras.
Seongwoo sebenarnya terpaksa menjaga toko sendirian menggantikan ayahnya yang hari ini pergi memancing bersama kawannya. Biasanya ada Mas Sanggyun yang ikut menjaga toko. Namun, karena hari ini Seongwoo masih bisa mengatasi pelanggannya sendirian, ia memberitahu Mas Sanggyun untuk datang ketika ia meneleponnya saja. Ia masih berbaik hati memberikan Mas Sanggyun waktu libur untuk berkumpul bersama keluarga di hari libur seperti ini. Kalau ada barang yang harus di antar, baru Seongwoo meminta bantuan Sanggyun.
Seongwoo mengganti saluran televisi kecil yang sengaja ditaruh ayahnya di sana sebagai hiburan ketika belum ada pelanggan. Sembari terus mengipasi dirinya dengan kardus air mineral, Seongwoo mengeluh kepanasan. Sepertinya sepulang dari sini nanti, Seongwoo akan meminta ayahnya untuk membeli kipas angin baru karena kipas angin di toko terlalu kecil dan tidak menyejukkan sama sekali.
Ponselnya di atas meja kasir bergetar. Seongwoo segera meraihnya dan melihat bahwa Jonghyun, teman kuliahnya tengah menelepon.
"Wassup andalangue?" Sapa Seongwoo ceria.
"Kenapa dah? Kayak ajudan pribadi aja," ujar Jonghyun di seberang telepon sembari terkekeh. "Anak-anak mau ke rumah nih, mau ngeband. Ikut gak?" lanjutnya.
Seongwoo memelankan gerakan tangannya yang sedari tadi berkipas. "Boleh tuh. Tapi ini aku lagi jaga toko, piye terusan?" Ekspresi wajahnya sedikit mengendur ketika mengingat bahwa dirinya sedang bertugas jaga toko sekarang.
Belum sempat Jonghyun menjawab, suara melengking Seongwoo kembali terdengar, "Oh gampang sih, suruh jaga Mas Sanggyun aja dah. Sip! Aku ikut!" Seongwoo berujar dengan nada ceria.
"Ya udah sekarang aja. Aku tungguin," balas Jonghyun.
Seongwoo mengangguk, "Siap bosque!" Jonghyun di seberang mendengus sebentar sebelum tertawa pelan mendengar suara Seongwoo. "Yo wis, cepet."
"Eh lah! Bentar!" Seongwoo menepuk jidat, ia melupakan sesuatu yang sangat penting. "Ponakanku gimana dong? Mamah habis ini mau reuni. Waduh."
Di seberang sana, Jonghyun mengernyit, ikut berpikir. "Ya udah ajak aja sekalian," usulnya.
"Gak, gak! Mereka rusuh kayak syaiton. Rese banget sumpah!"
Jonghyun lagi-lagi terkekeh, "Santai lah. Di sini ada adekku kok, nanti biar dia aja yang jagain ponakanmu itu."
"Jangan protes ya kalo ternyata mereka rese," Seongwoo berujar memeringatkan. Jonghyun menjawab, "Iyo, sans."
...
Jihoon dan Woojin masih duduk tenang di atas karpet bulu ruang keluarga setelah diberi Seongwoo buku gambar dan spidol, sedangkan dirinya memandikan Guanlin di kamar mandi.
"Aku bisa sendiri," ujar Guanlin sembari berusaha merebut botol sampo dari tangan Seongwoo.
Seongwoo mengangkat botol sampo tinggi-tinggi agar Guanlin tidak bisa meraihnya. "Udah diem. Biar Abang yang sampoin," balas Seongwoo.
"Gak mau. Mau pake sendiri." Guanlin tetap keukeuh meminta botol sampo itu dari Seongwoo. Ia melompat-lompat kecil mencoba mengambil botol sampo yang diangkat Seongwoo tinggi.
"Nanti kena matamu, perih."
"Enggak!"
Seongwoo mengalah. Ia akhirnya menyerahkan botol sampo itu pada Guanlin. Si bocah tersenyum senang dan langsung membuka tutupnya semangat. Ia mengeluarkan cairan sampo di atas tangannya, kemudian menaruhnya di rambut sambil digosok pelan.
Seongwoo hanya mengamati tingkah sok tahu keponakannya itu dalam diam. Ia siap siaga membawa gayung berisikan air untuk membilas Guanlin.
Guanlin asik menggosok rambutnya, tanpa memerhatikan sampo yang mengalir turun ke wajahnya, hingga, "Akh! Perih, Abang!" Guanlin memekik.
Seongwoo mendengus, "Tuh kan dibilang juga apa," omelnya.
Guanlin mengucek mata kanannya dengan tangan yang masih penuh dengan busa sabun. Seongwoo dengan sigap menyingkirkan tangan Guanlin dan langsung mengguyur bocah empat tahun itu dengan air.
"Dengerin kalo dibilangin Abang itu!"
"Iyaaaa," jawab Guanlin dengan keras.
...
Woojin, Jihoon, dan Guanlin sudah rapi setelah didandani Seongwoo sedemikian rupa. Tiga bocah itu digiring untuk masuk ke dalam mobil selagi Seongwoo menutup pagar.
Woojin dan Guanlin duduk di belakang, sedangkan Jihoon minta duduk di depan. Seongwoo membantu bocah perempuan itu memasang sabuk pengamannya dan Jihoon tersenyum sumringah karena akhirnya dia bisa duduk di depan ketika menaiki mobil.
Seongwoo menyetel radio mobil, mencari siaran berita. Hari ini Malang diguyur gerimis rintik-rintik. Kaca mobil mengembun. Jihoon menggambar pola abstrak dengan jarinya pada kaca.
"Abang, nanti beli es cokelat ya," ucap Woojin. Guanlin mengangguk semangat, "Aku beli cilok," ujarnya menambahi.
"Gak punya uang gitu kok minta beli-beli," jawab Seongwoo. Ia memutar stir mobil, memasuki halaman parkir alun-alun kota di depan masjid.
"Pokoknya beli!" Guanlin memekik keras, kemudian mengerucutkan bibir. Seongwoo terkikik geli melihat tingkah keponakannya itu dari kaca spion.
Setelah berhasil memarkirkan mobilnya, Seongwoo menyuruh tiga bocah itu untuk tidak turun dahulu. Ia membuka sabuk pengaman Jihoon dan membukakan pintunya untuk si bocah perempuan. Ia lalu berjalan keluar dan membukakan pintu penumpang untuk Guanlin dan Woojin. Dua bocah laki-laki itu langsung berlarian menuju alun-alun kota sambil menarik Jihoon yang tadi masih berdiri di sisi mobil setelah turun.
Seongwoo mengikuti langkah kecil tiga bocah yang berjalan cepat menuju bagian tengah alun-alun kota. Gerimis masih mengguyur siang itu, tapi tidak menyurutkan semangat bocah-bocah itu. Woojin dan Guanlin sudah berada di pinggir kolam, melongokkan kepala untuk melihat isinya. Seongwoo langsung berlari menghampiri keduanya. Ia menarik Woojin dan Guanlin agar tidak semakin mencondongkan tubuhnya ke dalam kolam. Sedangkan Jihoon berada di pinggir, berteduh di bawah pohon tinggi alun-alun kota.
"Aduh! Jangan deket-deket kolam, kalo kecebur gimana?" Omel Seongwoo sambil menyeret lengan dua bocah laki-laki itu ke pinggir agar tidak terkena percikan air hujan.
"Mau renang di situ dong, Abang." Guanlin menunjuk-nunjuk kolam air mancur tersebut. Woojin ikut mengangguk.
"Hadeh duo serigala sukanya aneh-aneh," gumam Seongwoo. Ia kemudian menggiring ketiganya untuk membeli es cokelat dan cilok kesukaan Guanlin. Woojin sebenarnya masih tidak rela menjauh dari kolam air mancur, tapi karena takut hilang ditinggal Seongwoo seperti di toko buku, ia langsung berlari mengekor Seongwoo dengan berpegangan pada ujung jaketnya.
...
Sambil menyedot es cokelatnya masing-masing, Guanlin dan Woojin berdiri di depan gerbang rumah Jonghyun, menunggu Seongwoo dan Jihoon yang baru keluar dari mobil. Dua bocah itu mengintip dari balik pagar yang terbuka sambil masih menyedot esnya. "Mas, rumahnya bagus ya? Kayak rumah Nenek," kata Guanlin.
Woojin yang masih minum es mengangguk, "Bagusan rumah Nenek tapi." Guanlin mengangguk mengiyakan.
"Ayo masuk," Seongwoo berucap melewati Guanlin dan Woojin yang main intip-intipan dari balik pagar diikuti Jihoon di belakangnya. Ketika merasa dua adiknya tidak ikut masuk, Jihoon berteriak, "Ayo masuk!"
Pintu rumah Jonghyun terbuka satu dan terdengar suara ramai orang berbincang dari dalamnya. Seongwoo melepas sandal dan langsung masuk tanpa memerhatikan tiga keponakannya. Jihoon menyuruh Guanlin dan Woojin yang lambat sekali jalannya untuk segera masuk.
"Woy! Akhirnya sampe juga." Jaehwan yang duduk di karpet menyapa Seongwoo ketika laki-laki itu masuk rumah.
Seongwoo langsung mengambil tempat di samping Daniel yang asik makan nastar buatan Ibu Jonghyun. Laki-laki itu mengambil satu dan memasukkan nastar itu ke dalam mulutnya. "Tadi nganterin bocil-bocil ke alun-alun dulu beli jajan," jawabnya.
Daniel melongokkan kepala ke arah pintu ketika tidak melihat sosok keponakan Seongwoo di sana. "Mana Mas adek-adeknya?" Tanyanya.
Tepat sebelum Seongwoo menjawab, tiga bocah, dua di antaranya adalah laki-laki dan satunya perempuan, masuk ke rumah. Tiga bocah itu langsung duduk di karpet juga tepat di sisi Seongwoo.
"Bang, di depan ada kolamnya. Ada ikannya juga." Woojin berujar.
"Iya, Bang. Aku mau renang dong," timpal Guanlin.
Jihoon yang baru saja duduk langsung membalas, "Gak boleh! Ini rumah orang."
"Ya ampun lucu banget." Daniel menyingkirkan toples nastar dari hadapannya. Ia kemudian beringsut duduk di sebelah Jihoon. "Namanya siapa?" Tanyanya pada Jihoon.
Jihoon menolehkan kepala ke arah Daniel, ia menjawab, "Jihoon. Ini adek kembarku namanya Woojin. Yang tinggi namanya Guanlin." Ia tersenyum kemudian.
Guanlin dan Woojin mengalihkan perhatian pada Daniel yang duduk di samping Jihoon. Dua bocah laki-laki itu mendekati Daniel dan duduk di depan si laki-laki.
Woojin terkikik sambil menunjuk kaos yang dipakai Daniel. "Ada Spongebobnya," ucapnya.
Daniel tersenyum dan kemudian menyubit pipi gembul Woojin. "Ini kembarannya Jihoon ya? Woojin ya?" Ia lalu berganti menyubit pipi Guanlin. "Kalo yang ini Guanlin?"
"Iya, Om." Guanlin menjawab dengan semangat.
Jaehwan dan Hyunbin yang tadi sedang menonton televisi sambil makan gorengan langsung tertawa terbahak-bahak. Hyunbin bahkan sampai tersedak dan kepedasan karena baru saja menggigit cabe.
"Yah, om katanya," ucap Jaehwan. "Mukamu emang muka om-om pedo, Dan." Ia tertawa lagi.
Seongwoo ikut tertawa. "Mereka padahal manggil aku abang, tapi manggil Daniel om."
"Mukanya Daniel emang tua," sahut Hyunbin setelah menghabiskan satu gelas air.
Daniel menatap jengah kawan-kawannya. Ia mengalihkan perhatiannya ke Guanlin lagi. "Jangan panggil om dong, panggil kakak aja ya?" Pintanya.
Guanlin menggeleng kuat. "Gak mau."
Daniel melirik Woojin. "Woojin panggilnya kakak apa om?"
Woojin dengan lantang menjawab, "Om."
Tiga orang laki-laki di sana tertawa lagi. Woojin dan Guanlin saling menatap kebingungan.
"Kalo Jaehwan, kakak apa om?" Daniel bertanya lagi kepada tiga bocah itu sambil menunjuk Jaehwan yang dadah-dadah ke arah mereka.
Jihoon tegas menjawab, "Om juga."
Daniel tertawa terbahak-bahak, sedangkan Jaehwan menunjukkan raut kesal.
"Kalo yang itu, kakak apa om?" Daniel kini menunjuk Hyunbin. Hyunbin menatap ketiga bocah itu sambil tersenyum tampan.
Ketiga bocah itu kompak menjawab, "Om!"
Seongwoo tertawa terbahak-bahak. "Muka kalian tua semua."
...
Jonghyun datang ke ruang tamu sambil membawa es teh manis dalam wadah besar dan beberapa gelas di atas nampan. Ia tersenyum melihat Daniel dan Hyunbin yang bermain dengan tiga keponakan Seongwoo.
"Langsung ke atas aja gak?" Tanya Jonghyun setelah menaruh nampan di atas meja. Ia kemudian duduk di atas karpet di samping Seongwoo.
"Ini bocil-bocil masa di bawa ke atas juga? Nanti rusuh," jawab Seongwoo.
Hyunbin yang kalah suit dengan Daniel akhirnya mengalah dan merelakan punggungnya dinaiki oleh Guanlin dan Woojin. Seongwoo melirik Jihoon yang tertawa-tawa melihat raut melas punya Hyunbin.
"Suruh ke dalem aja. Ada adekku," jawab Jonghyun. "Gaes, ayo ke atas."
Hyunbin tersenyum sumringah. Ia langsung menyuruh Guanlin dan Woojin untuk turun dari punggungnya. Dua bocah laki-laki itu dengan setengah hati akhirnya mau turun setelah dibujuk Jaehwan.
"Woojin, Guanlin, sama Jihoon ke dalem aja ya, main sama adeknya Bang Jonghyun," ucap Jonghyun lembut.
"Adeknya Bang Jonghyun kelas berapa?" Tanya Jihoon.
"Adeknya Bang Jonghyun udah besar. Kayak Bang Seongwoo," jawab Jonghyun sambil tersenyum dan mengajak tiga keponakan Seongwoo untuk mengikutinya. Woojin, Guanlin, dan Jihoon mengekor Jonghyun untuk masuk dalam rumah.
"Jonghyun, adek yang mana?" Tanya Seongwoo penasaran. Ia mengikuti Jonghyun ke ruang televisi, sedangkan Daniel, Hyunbin, dan Jaehwan langsung naik ke atas, ke studio milik Jonghyun.
"Adek kembar," Jonghyun menjawab dengan santai. Seongwoo melongo kaget. Tiga bocah yang tadi mengekor Jonghyun langsung berlari ke ruang televisi begitu melihat sosok perempuan yang tengah sibuk menonton.
"Lho! Kakak cantik?" Jihoon memekik, membuat Jonghyun dan Seongwoo, serta perempuan di depan televisi itu menoleh ke arahnya.
Jihoon berlari menghampiri si perempuan yang terlihat kaget dengan kedatangannya. Woojin juga berlari ke arah Jihoon diikuti Guanlin.
"Lho, Jihoon kan?" Tanya si perempuan kaget. Ia merentangkan tangan dan Jihoon langsung menghambur ke pelukannya.
"Lho itu adekmu?" Seongwoo terbengong, Jonghyun juga. "Mereka emang udah kenal ya?" Jonghyun menolehkan kepala ke arah Seongwoo dan mendapat balasan berupa gelengan kepala dari si laki-laki.
"Bang Seongwoo, ini kakak cantik yang kemaren di toko buku!" Jihoon berujar menatap Seongwoo dan Jonghyun yang berdiri mematung.
"Yang nolongin aku sama Jihoon kemaren, Bang!" Setelah Woojin berujar demikian, Seongwoo tersadar dari kekagetannya. Ia berjalan menghampiri si perempuan, "Aku Seongwoo." Ia mengulurkan tangan.
"Oh ini Abangnya Woojin sama Jihoon ya?" Tanyanya sambil tersenyum. "Minhyun." Minhyun menjabat tangan Seongwoo, kemudian tersenyum.
"Cantik ya? Kayak bidadari."
Minhyun langsung melepaskan jabatan tangannya dengan Seongwoo.
...
...
...
...
...
hello wassup andalangue
hehehe maaf ya udah lama gak update. kelamaan ga nulis jadi kaget pas mulai nulis lagi. alhamdulillah sbm sudah tuntas tinggal nunggu hasilnya aja semoga diberikan yang terbaik!!!
maaf ya gaes kalo ada salah kalimat dan typo yang ga kebaca wkwk maafin juga kalo ga nyambung hehe
