MLBB belong to Moonton
Don't like don't read
Alu mengendara mobilnya dengan kecepatan tinggi, tak peduli bahwa ia hampir menabrak tiang listrik tak bersalah. Pikirannya saat ini sedang sangat kacau. Ia tak mau pulang ke rumah untuk sementara waktu. Yang Alu inginkan saat ini adalah membuang jauh-jauh ingatan buruk dari masa lalu.
Ia menarik napas lalu menghembuskannya kembali, berusaha menenangkan diri. Tetapi tetap saja gagal, napasnya malah semakin kacau seperti pikirannya.
Aku harus ke mana sekarang? Ia memarkir mobil di pinggir jalan, kemudian mengecek handphone. Ketika ia sedang sibuk membuka aplikasi sms, sebuah artikel bernada promosi menarik perhatian matanya.
Ingin membuang stres dan bersenang-senang? Datanglah ke Blue Moon di jalan XXXXX, dijamin kau akan merasa lega begitu keluar dari sana. Untuk reservasi silahkan telepon 0000000.
Alu melebarkan matanya. Mungkin ia harus mencoba datang ke tempat ini. Dengan agak terburu-buru, ia langsung melaju ke tempat tersebut.
Tidak seperti yang Alu bayangkan, Blue Moon adalah tempat yang tenang. Ia sudah berprasangka bahwa tempat ini semacam distotik dengan suara musik yang keras, dan penuh sesak dengan gadis-gadis berpakaian minim yang menari-nari seksi, berusaha menggoda lawan jenis. Tapi entah kenapa Alu sangat tak tertarik dengan gadis macam itu. Alih-alih tergoda, Alu malah jijik. Mereka tidak terlihat seksi sama sekali, melainkan terlihat seperti ulat, apalagi saat mereka meliukkan badan.
Menggelikan.
Alu menghapus pikiran soal wanita ulat, lalu mencari tempat duduk yang nyaman. Ia kembali menghela napas. Setelah memesan segelas wine, ia mengecek telepon genggam. Tiga pesan dari Miya, dan dua pesan dari Zilong. Jempolnya memencet pesan dari Zilong, kemudian membalasnya.
Hei, kau di mana?
Apakah sudah pulang?
Belum.
Aku mampir dulu ke suatu tempat.
Tempat apa?
Jangan bilang bar.
Bisa dibilang begitu sih...
...
Astaga Alu.
Aku sudah melarangmu untuk ke bar, bukan?
Kalau kau mabuk, kau tak akan sadar apa yang kau perbuat.
Bagaimana kalau kau meniduri perempuan di sana tapi kau tak sadar?!
Tenanglah, Zi...
Aku tak akan berbuat begitu.
Lagipula, walaupun aku meniduri perempuan, kan aku melakukannya tidak sadar.
Berbeda cerita dengan dirimu. Aku selalu melakukannya dengan sadar.
Aku tak bertanya soal diriku, brengsek.
Sudahlah, yang jelas baik-baik disana dan cepat pulang.
Baik...
Alu tersenyum tipis memandangi pesan dari kekasihnya yang menggemaskan itu. Iapun kembali mengantongi telepon genggamnya. Tetapi tiba-tiba benda kotak berwarna hitam itu berdering, menandakan seseorang menelepon. Alu mendecih pelan sambil melirik layar telepon.
Odette
"Halo Odette. Ada apa?"
"Aku hanya ingin memastikan apakah kau sudah di rumah."
"Belum. Aku mampir dulu ke bar untuk menenangkan diri."
"Bar?!" suara Odette terdengar kaget. "Astaga Alu. Aku sarankan kau pulang sekarang sebelum 'pacarmu' khawatir. Dan satu lagi, bar bukanlah tempat yang tepat untuk menenangkan diri."
"Berhenti mengaturku, Putri Angsa. Kau bukan ibuku."
"Aku ini manusia. Dan ya, aku memang bukan ibumu. Tapi kau tak melupakan hubunganku dengan dia kan?"
"Tch. Baiklah, aku akan pulang sehabis ini."
Alu menutup telepon. Ia memejamkan mata sambil menghela napas panjang. Entah sudah berapa kali ia menghela napas hari ini. Setelah meminum winenya dalam sekali teguk, ia membayar pesanan kemudian bergegas pulang.
Miya menatap khawatir telepon genggamnya. Ia tak bisa diam. Sedari tadi ia hanya mondar mandir di depan pintu kamar, berharap Alu segera pulang. Ia sudah mengirim pesan, tetapi tidak dijawab. Ia tak berani menelepon karena takut Alu sedang ada urusan penting dan malah mengganggu.
Sudah benar-benar larut. Miya menggigit jempolnya. Tangannya terasa dingin dan jantungnya mulai berdegup kencang. Ia takut terjadi sesuatu pada Alu. Ralat, sangat takut. Wajah cantiknya yang terlihat kelelahan menampakkan ekspresi sedih. Mata besarnya yang berwarna violet menerawang ke langit-langit kamar.
Ketika sedang asik melamun, terdengar suara kenop pintu diputar dan menampakkan seorang pria blonde berpenampilan kacau dengan muka memerah.
"A... Alu? Kau terlihat... mabuk..." Miya sedikit terkejut. "Dan jangan bilang kau menyetir dengan keadaan seperti ini? Astaga..."
"Hah!? Itu semua terserah padaku! Aku tidak minum banyak kok! Dan kau bukan ibuku! Jangan melarangku! Aku berhak menentukan pilihan hidupku! Aku bisa begini~ begitu~"
Miya hanya geleng-geleng kepala melihat tingkah laku Alu yang sedang mabuk. Dasar, tidak kuat minum saja memaksakan diri. Kacau.
"Aku bisa melakukan apapun~~" Alu masih saja meracau sendiri. Tetapi kemudian ia terdiam, lalu menangis. "Hiks... tidak... aku tidak bisa melakukan apapun... tidak... pada akhirnya... aku tidak bisa menyelamatkan dia... hiks..."
Hal ini sontak membuat Miya terkejut. Miya menghela napas, kemudian berkata. "Aku akan mengambil air."
Dia? Siapa yang dimaksud? Apakah itu hanya racauannya yang sedang mabuk? Atau orang lain yang Alu kenal tetapi aku tidak kenal? Aku juga pernah dengar bahwa orang yang sedang mabuk cenderung lebih mudah mengeluarkan isi hatinya... Tetapi siapa yang dimaksud?
Ketika Miya kembali ke kamar dengan segelas air, yang di dapatinya adalah Alu yang sudah tertidur pulas di pinggir kasur dengan bekas air mata di pipi. Ditaruhnya gelas di atas meja rias, kemudian ia memindahkan Alu ke tengah kasur dan menyelimutinya. Miya menyipitkan matanya.
"Siapa... dia?"
.
.
.
A/N
Hai kawan-kawan... lama ga berjumpaaaaa! Maafkeun saya lama ga lanjutin ni ff karna kesibukan setelah lulus yang melanda -_- /alesan/ tapi beneran, sumpil abis saya lulus mendadak sibuk bangettt hiks.
Tapi tenang aja! Saya bakal lanjutin ni ff sampe tamat pokoknya! Soalnya saya sendiri kepo ama kelanjutan ceritanya :v btw saya minta maaf ya, kalo misalnya ada typo atau ada salah kata. Saya abis nulis langsung buru-buru edit + publish soalnya. Walaupun saya gak mau bikin karya yang setengah-setengah (azekk), tapi tetep aja saya geregetan kalo ni chapter gak buru-buru di publish.
Btw ada yang nungguin ff nya apdet ga sih?
Krik
Krik
... oke /nangis di pojokan/
