REVENGE RULES
Summary : Sakitnya menjadi kekuatan. Bahkan jika ingin membunuh, ia tidak akan segan-segan. Satu per satu orang yang dicintai hancur. Dan inilah cara Jongin, menghabisi perlahan, membalas bertahap, sampai rintihan musuhnya terdengar seperti nyanyian kemerdekaan. Aturan balas dendamnya akan berjalan, ataukah hancur berantakan ?
Disclaimer : Nama tokoh adalah milik pribadi. Hanya meminjam nama untuk menunjang jalan cerita. Karakter dalam cerita akan sangat berbeda dengan karakter asli.
Warning : - Pairing KaiHun (Top!Kai Bottom!Sehun) Jika tidak berkenan dengan pairing yang ada, silahkan dilewati daripada menghakimi
Boy X Boy, area Homo.
Akan ditemukan bahasa kasar, dan konten dewasa. Mohon pandai dalam membatasi diri sendiri.
Original by : metibyun
TIDAK MEMAKLUMI PLAGIARISM/PENGGANDAAN DALAM BENTUK APAPUN!
Create : 16 Juli 2018
Chapter 1
"Kebun teh yang sudah berhasil kita beli. Sedikit paksaan, dan kita berhasil." Choi Minho membuka map berisi perjanjian jual beli beserta dokumen sah lain yang menyatakan kepemilikan yang berpindah tangan seutuhnya. Pemilik awal tuan Oh Yifan menjadi Kim Jongin.
"Jerumuskan dia hingga semua asetnya habis. Kemudian beli. Buat dia mengemis dan menjilat kaki ku." nadanya sangat tenang. Minho yang dasarnya sudah mengabdi lama cukup hafal bahwa bos kejamnya ini sangat pandai memainkan emosi.
"Saya permisi." Jongin mengibaskan telapak tangannya sekali. Mempersilahkan Minho pergi dari ruang kerjanya setelah memberikannya salam hormat dengan membungkuk 90 derajat.
Jongin melirik sekilas pada bingkai foto yang ia letakkan tengkurap. Tidak bisa dipastikan itu gambar apa. Tapi dari sana Jongin akan menemukan sinar kembali. Sinar yang pernah dipaksa redup oleh seorang Yifan.
.
.
"Tidak mungkin yah, ayah bohong 'kan ?" pemuda manis itu merosot ke lantai dengan pandangan sendu menusuk.
"Maaf" jawaban lirih Yifan membuat anaknya luluh lantak. Satu-satunya ladang uang yang mereka miliki sudah berpindah tangan. Oh Sehun sedang mendalami pendidikan di bidang perkebunan hanya untuk mengembangkan miliknya yang tersisa. Tapi impiannya pupus. Kebun teh sudah berpindah tangan. Diganti dengan lembaran uang yang mungkin akan habis dalam hitungan beberapa minggu kedepan.
"Ayah, lalu kita harus bagaimana ?" Yifan sungguh tidak tahu. Ia menggeleng karena benar-benar tidak mengerti jalan seperti apa yang akan ditempuh untuk melanjutkan hidup mereka kedepan.
"Berhenti berjudi yah, itu tidak akan membuat uang kita menjadi ganda. Judi hanya menghabiskan uang kita. Kebun teh itu satu-satunya milik kita yang tersisa." Sehun ingin menangis, tapi tenggorokannya tercekat. Rasanya sangat sulit. Semua menjadi berantakan sejak 5 tahun terakhir. Ditambah hobi baru Yifan yang semakin membuat hidup mereka menjadi tidak karuan.
Dulu hidup Sehun tidak seperti ini. Seperti pangeran emas ia bergelimang harta dengan curahan kasih sayang tak terbatas. Dari ayahnya, dan dari ibunya. Tapi entah ada apa, kejadian yang buruk hingga membuat ibunya memilih angkat kaki. Hati Sehun sangat terluka. Masih segar diingatan saat 5 tahun lalu ibunya pergi tanpa menoleh, tidak melihat Sehun atau mengajaknya ikut serta. Kalimat yang Sehun ingat terakhir kali dari wanita itu adalah "Kau kotor, menjijikkan Yifan!"
Tidak ada kalimat menghangatkan yang syarat akan kasih sayang seperti biasa. Siang itu Sehun seperti melihat orang lain di dalam diri ibunya. Ia semakin yakin, ibunya sudah tidak menginginkannya terhitung sejak siang itu.
Dan disinilah Sehun. Memunguti sisa perasaannya dan mencoba bangkit disisi Yifan. Satu-satunya yang tersisa. Ia tidak yakin jika lelaki itu bisa menjadi pegangannya saat ia goyah, atau menjadi sandarannya saat ia menangis. Tapi Sehun ingin yakin, bahwa paling tidak ayahnya akan selalu ada disampingnya. Menemaninya, tidak seperti ibunya yang sudah pergi dengan makian terakhir yang seharusnya pantas ditujukan untuk dirinya sendiri.
Perkiraan Sehun sampai hari ini ibunya memilih pergi karena ekonomi mereka yang mulai guncang. Hutang dimana-mana. Dan Yifan yang mulai tidak fokus entah karena apa. Menjijikkan, itulah yang seharusnya diucapkan ibunya di depan cermin. Meninggalkan keluarganya yang berantakan, padahal saat ayahnya masih sangat jaya. Apapun permintaan ibunya akan dituruti.
-KH-
Kim Jongin masih mengenakan baju tidurnya. Hingga pagi menjemput, kantuknya tak kunjung datang. Dan ia lebih memilih menghabiskan malamnya di ruang kerja bernuansa glam metalic ini.
Rahangnya sangat indah, tersorot cahaya matahari pagi yang mulai mengintip. Ia sangat sempurna. Badannya tegap, kulitnya kecoklatan, ditambah wibawanya yang tak terbantahkan.
Tapi bukankah tidak ada yang sempurna di dunia ini ? Jongin itu dingin, sikap bersahabat hanya ditunjukkan pada mereka yang menguntungkan. Basa-basi bukan keahliannya. Ia seolah tak tersentuh karena siapapun yang mencoba mendekatinya, secara otomatis akan menabrak dinding pembatas tak kasat mata yang dibangun tinggi-tinggi oleh Jongin.
Suara ketukan pintu terdengar. Ia melirik jam dan mempersilahkan si pengetuk untuk masuk.
"Kopinya tuan" Jongin hanya mengangguk. Membuat pelayannya sedikit mengernyit. Tuannya itu tidak tidur semalaman, tapi kenapa masih nampak sangat bugar ? Tapi tentu saja sekedar pertanyaan dalam hati. Pelayan itu tidak benar-benar melempar pertanyaan yang mungkin saja bisa membuat wajahnya tersiram kopi panas. Karena emosi dan suasana hati tuannya yang tidak pernah bisa diprediksi.
"Dokter sudah datang ?"
"Belum tuan, biasanya pukul 10 siang"
"Tolong pastikan dia makan dengan baik, kabari aku atau Minho jika terjadi sesuatu."
Setiap pagi hanya pertanyaan seperti itu yang akan diulang-ulang hingga pelayannya hafal harus menjawab apa.
Jongin menghirup dalam-dalam uap kopi yang masuk ke dalam indera penciumannya. Harum karena di beli langsung dari pusat kopi di Belgia. Pada sesapan pertama terasa pahit, tapi kemudian lidahnya merasakan manis oleh gula dan krim yang menyatu. Begitulah Jongin memandang hidupnya, setidaknya dalam waktu dekat ini ia akan merasakan manis setelah rasa pahit bertahun-tahun. Ia harus membuat seseorang bersujud di kakinya memohon ampun. Dan meminta untuk dibunuh saja. Menarik bukan ? Tidak akan ada orang yang memohon agar dibunuh. Dan Jongin dengan segala pikiran gilanya, akan segera mewujudkan itu.
-KH-
Lelaki dengan tinggi semampai itu berjalan perlahan. Parasnya sangat manis dengan senyum ramah. Indah dan selalu membawa aura bahagia untuk orang-orang disekitarnya.
Ia bersenandung kecil, setelah menyelesaikan tugasnya di dalam perpustakaan.
"Tugasmu sudah ? Aku pinjam." Sehun berdecak saat sahabatnya yang sangat absurd ini datang. Kelakuannya samar seperti namanya, Jin. Kim Seokjin, tapi Sehun lebih senang memanggil Jinnie.
"Belajarlah untuk mengerjakan tugas sendiri Jinnie. Jika aku tidak ada bagaimana ?" Sehun menyangga dagu dengan tangan. Menyaksikan Jin yang terlihat lucu saat menyalin tugas miliknya.
"Memangnya kau akan kemana ? Kita akan lulus bersama" Jin terlihat malas menanggapi ucapan aneh Sehun ini.
"Mungkin saja aku tiba-tiba menghilang ?" Sehun mengucapkannya dengan derai tawa bermaksud menggoda Jin.
"Tidak lucu Oh"
"Baiklah, baiklah, lanjutkan tukang salin" tidak biasanya Sehun bersikap aneh. Selama bersahabat hampir 3 tahun ini. Yang biasanya bertingkah aneh itu Jin. Tidak pernah sesuai umur, dan gemar melempar lelucon garing.
"Sehun kau baik ?" Sehun mengangkat sebelah alisnya. Melihat Jin yang menatapnya dengan serius, sangat bukan Jin sekali.
"Aku baik, memangnya kenapa ?" Jin ingin menyampaikan sesuatu, tapi tidak tahu apa. Seperti ada yang mengganjal, tapi sebabnya tidak jelas.
"Kau aneh, kenapa tiba-tiba banyak bicara ? Kau biasanya sangat irit membuka mulut." Sehun sendiri juga tidak tahu kenapa ia menjadi banyak berbicara seperti ini ? Suasana hatinya tidak sedang bahagia. Malah seperti tertekan sejak kebun teh miliknya dijual satu minggu lalu.
"Terimakasih karena mau bersahabat dengan si irit bicara ini" Jin yang sudah jengah membanting pulpennya di atas meja. Membuat Sehun ikut berjingkat. Bukan apa-apa, Jin merasa janggal dan tidak suka mendengar ucapan aneh Sehun. Ia lebih baik dengan Sehun yang pendiam seperti biasa.
"Berhenti berkata aneh Sehun, atau persahabatan kita selesai ?"
"Iya ini aku diam" setelah memastikan Sehun diam, Jin kembali melakukan kegiatannya menyalin tugas.
"Kau sudah makan ?" Sehun menggeleng.
"Ku traktir sebagai imbalan tugas mu" Sehun tersenyum cerah kemudian, menularkan hal yang sama pada Jin.
-KH-
Suasana siang ini menjadi sangat tegang. Ini keputusan terakhir, setelah berpikir ratusan kali. Yifan memutuskan untuk menjual rumahnya, pada orang yang sama. Pembeli kebun teh miliknya. Ini gila, ia pasti akan mendapatkan kemarahan Sehun. Tapi biarlah nanti ia yang menangani. Sehun pasti tidak akan lama marah padanya. Buktinya penjualan kebun teh sudah tidak menjadi masalah.
"Anda terlibat judi atau apa ?" Minho bertanya saja, meskipun jawabannya sudah ia ketahui. Tentu saja, karena ia yang memerintah anak buahnya untuk menjerumuskan Yifan ke lubang judi. Karena penghancuran perlahan terbaik adalah itu. Yifan masih angkatan awal untuk urusan perjudian. Sedangkan anak buah Minho sudah seperti saudara kembar dengan dunia semacam itu. Mudah saja menipu Yifan dengan iming-iming kemenangan, serta penggandaan uang berkali lipat.
"Ya, saya terlibat judi. Mungkin juga karena sumpah anak saya" tiba-tiba terlintas wajah menggemaskan anaknya yang sedang mengomel karena hobi nistanya.
"Anda memiliki anak ?" Minho benar penasaran. Kim Jongin tidak pernah bercerita jika Yifan memiliki anak. Setahunya juga Yifan hanya tinggal sendiri setelah prahara rumah tangganya yang hancur 5 tahun lalu.
"Iya laki-laki umur 20 tahun" Minho berdehem. Mengedarkan pandangannya, barangkali ada sesuatu hal terselip yang membenarkan pengakuan Yifan.
"Silahkan ditandatangani" Yifan menerima pulpen pemberian Minho dengan gemetar. Selangkah lagi, ia dinyatakan jatuh miskin. Karena rumah yang tersisa ikut terjual juga. Ia berjanji dalam hati untuk membeli rumah yang jauh lebih kecil untuk Sehun.
"Jangan tergesa-gesa, anda perlu membaca surat jual belinya" Yifan menggeleng mendengar saran Minho. Ia percaya saja karena berpikir ini bukan pertama kalinya bernego dengan pria Choi itu. Minho adalah pembeli yang sangat kooperatif. Nego dengan harga wajar tanpa syarat yang susah.
"Saya percaya dengan anda" Minho mengangguk, selangkah lagi.
"Tapi, saya meminta waktu 3 hari untuk mengemasi barang pribadi dan memberi penjelasan kepada anak saya"
"Baik, 3 hari" Minho menutup mapnya dan berpamitan. Meninggalkan pelataran rumah megah itu yang sudah sah menjadi milik tuannya.
"Dia memegang uang 9 milyar won. Kau tahu apa tugasmu ?" Minho tampak berbicara dengan ponsel pintarnya dengan seseorang di seberang sana.
"Sebelum 3 hari, bantu dia menghabiskan"
-KH-
Sehun tengah mengemasi semua barang yang tersisa. Hanya baju dan buku serta album foto. Karena Yifan menjual rumah beserta perabotannya. Tidak ada air mata ataupun kecewa, hatinya sudah mati. Rumah penuh kenangan ini juga menjadi korban betapa jahatnya Yifan saat sudah bermain judi.
"Ayah akan menego pembeli ini untuk meminta waktu tambahan selagi kita mencari tempat baru" Sehun bergeming, sudah 3 hari ini ia hanya berbicara seperlunya dengan sang ayah. Ia tidak marah, hatinya sudah beku untuk merasakan emosi-emosi semacam itu.
"Pembeli rumah ini sangat baik dan ramah. Pasti dia akan mengizinkan kita tinggal beberapa waktu"
"Uang hasil penjualannya dimana ? Kenapa kita tidak membeli rumah yang lebih kecil saja ?"
"Uang sisanya hanya cukup untuk makan. Tapi ayah sudah tidak memiliki hutang Sehun. Sungguh!" Yifan meyakinkan anaknya, setidaknya uang itu masih berguna.
"Ayah-" Sehun menggantung ucapannya saat bel rumah terdengar berdering tanda ada pengunjung. Yifan memilih membuka pintu dan meninggalkan Sehun sebagai pengalihan pembicaraan.
Senyum ramah Minho menyapa pertama kali saat pintu rumahnya terbuka. Tidak seperti biasanya, Minho membawa 4 bodyguard berbadan besar. Yifan mengerutkan kening dan mempersilakan Minho masuk.
"Kalian di luar saja, sebentar lagi tuan Kim akan datang" keempat orang kekar itu hanya mengangguki dan berdiri sigap di depan pintu masuk.
"Apa kabar tuan Yifan ?"
"Baik"
"Saya datang untuk mengunjungi rumah yang sudah saya beli. Ini sudah 3 hari, mengapa anda masih disini ?" raut ramah yang biasa Yifan kenal tidak ditemukan pada Minho saat ini.
"Saya meminta waktu lagi, mohon kesediaannya. Saya belum mendapat tempat baru" Minho tersenyum miring. Menertawai alasan basi Yifan. Bicara saja uangnya sudah habis, apa susahnya ?
"Di Perjanjian tidak ada keterangan memberimu waktu sampai mendapat tempat tinggal. 3 hari ku rasa cukup, bukankah pembeli seperti ku cukup baik, Yifan ?" Yifan tersentak mendapat sapaan tidak formal dari lelaki ini.
"Angkat kaki mu atau kau akan menyesal setelahnya" Minho berdesis lirih, syarat akan ancaman.
"Saya mohon beri waktu sampai mendapat pinjaman untuk sewa rumah" Yifan memohon dengan segenap hati, dan tidak sungkan untuk bersujud dibawah kaki Minho yang terduduk angkuh di atas sofa.
"Kau salah jika bersujud di kakinya" suara lain muncul dari pintu masuk. Berjalan angkuh sembari melepas kacamatanya. Minho segera bangkit dari duduknya mengabaikan Yifan dibawah sana untuk memberi hormat pada sang tuan.
"K-Kim Jongin!" suara lirih Yifan menyebabkan gelak tawa kejam dari Jongin. Tidak ada yang lucu, tapi Jongin ingin sekali tertawa melihat kehancuran Yifan.
"Hai tuan Oh" Kim Jongin semakin berjalan dengan angkuh dan membawa dirinya duduk tenang di salah satu sofa. Masing-masing kakinya bertaut dengan pandangan meneliti.
"Rumah yang bagus, aku tidak salah memilihmu sebagai orang kepercayaan Choi. Kau tidak pernah mengecewakan" Minho membungkuk sebagai ucapan terima kasih atas pujian yang diberikan tuannya.
"Kau masih ingat aku ?" Jongin membawa tubuhnya lebih dekat dengan lelaki yang terpaut usia 15 tahun darinya. Yifan masih bersimpuh pada posisi semula. Masih terkejut dengan kehadiran Jongin, dan suasana yang belum dipahaminya.
"Kau tampak sehat, bugar, dan bahagia Yifan" Jongin membanting punggungnya kembali untuk bersandar pada sofa.
"Seharusnya aku memikirkan sesuatu yang lebih kejam. Ini terlalu baik bukan ?" Yifan sangat muak dengan wajah angkuh Jongin yang seolah mengejeknya.
"Bagaimana ? Apa kau merasakan kehancuranku ? Ck, saat seperti ini sudah aku tunggu 5 tahun. Kau hancur, hm ?" Minho bergidik ngeri saat menyaksikan Jongin mencengkram erat rahang Yifan. Tuan yang tidak banyak bicara ini, tiba-tiba menyuarakan begitu banyak suku kata yang membuat Minho hampir mati. Karena apapun yang diucapkan Jongin, penuh dengan ancaman.
"Brengsek!" tawanya menggelegar, membuat Yifan ingin membuang ludah di depan Jongin, namun terlambat. Satu bogem mentah sudah melukai sudut bibirnya.
"Kau terlalu gegabah mengatai ku brengsek. Uh… Sebenarnya aku tidak mau lepas kendali. Tapi wajahmu selalu menguji kesabaran, Wu Yifan." Yifan membolakan mata itu adalah marga China nya. Bagaimana Jongin bisa tahu ?
"Apa maumu brengsek!" Jongin menyeringai. Mengibaskan tangannya memberi isyarat pada Minho untuk keluar dan bergabung dengan pengawal yang lain.
"Selain melihatmu hancur, aku ingin mendengarmu memohon sebuah kematian dariku dan menjilat kakiku. Mudah bukan ?"
"Sakit jiwa kau Jongin!" satu pukulan keras kembali diterima Yifan.
"Satu perkataan sama dengan satu pukulan"
"Aku tidak akan sudi memohon padamu, brengsek! Bahkan jika hidupku dalam bahaya. Aku tidak akan memohon. Kau biadab!" Yifan berdiri sempoyongan memegang sisi pipinya yang nyeri.
"Aku hanya berkaca pada sikap biadab mu"
"Aku tegaskan sekali lagi, itu tidak disengaja. Aku sungguh merasa bersalah dan meminta maaf Kim Jongin. Semua itu sudah berlalu 5 tahun." Jongin tertawa lagi, rasanya ia ingin sekali merobek mulut Yifan yang dengan mudah mengatakan semua ini berlalu.
"Berlalu kau bilang ?! Bagiku belum, sebelum kau mati ditanganku"
"Ayah.." kedua orang dewasa itu menoleh saat suara lirih terdengar dari arah tangga. Pemuda rapuh itu berdiri terdiam dengan tangan yang meremas kencang pegangan tangga.
Jongin terkejut, ini tidak ada dalam rencana. Tidak ada dalam pemikirannya tentang harus diapakan pemuda itu. Ia sungguh kecolongan tentang satu hal ini. Siapakah dia untuk Yifan ? Setahunya Yifan hanya sendiri setelah ditinggal pergi istrinya.
A/N : terinspirasi dari sinema tobat indosiar/g/ wkwkw. Apa ini apa ? yodahlah nikmati aja. Mau nyoba nulis yang pait-pait. Kebanyakan manis ntar kelyan diabetes. Hahah. Dilanjut atau dibungkus ?
