Chapter 3

Terhitung sudah 2 malam lelaki berkulit tanned itu tidak benar-benar memejamkan mata. Kejadian sejak siang tadi terus berputar seolah mengejek dan mempermalukan. Ketika tubuh polos Sehun dipaksa untuk menerima dirinya. Ketika Jongin beradu pandang dengan mata kecil anak itu. Jongin seolah merasa dibakar oleh rasa lain. Yang tidak pernah ia temukan sekalipun pada teman-teman tidurnya.

Kabar terakhir yang diberikan Minho adalah Yifan yang sudah diurus kepindahannya ke China. Lelaki yang sudah dianggap musuhnya itu dipulangkan ke negara asalnya. Jongin tidak peduli jika ini sudah masuk dalam batas yang keterlaluan. Tapi rasa marahnya tidak akan padam saat melihat Yifan masih berada disekitaran lingkungannya.

Jika dipikir, membawa Sehun pulang tidak akan memperbaiki keadaan. Tapi Jongin tiba-tiba ingin. Kedok pembayaran hutang yang tak akan pernah terbayar menjadi penutup alasan yang sesungguhnya. Bahwa Jongin sebenarnya tertarik. Tertarik untuk memiliki Sehun untuk dirinya sendiri.

"Tuan mohon maaf sebelumnya. Tuan mengamuk lagi." Jongin segera berlari sesaat setelah mendapat laporan dari salah satu pelayannya.

Kaki panjangnya terus dibawa berayun dengan langkah lebar. Menyusuri lorong lantai dua di dalam mansion mewahnya.

"Suntik kan biusnya!" Jongin memerintah suster yang memang disewa untuk berjaga selagi dokter yang menangani tidak ada ditempat.

"Tidak, tidak" amukannya semakin melemah seiring dengan cairan bius yang mulai merasuki tubuhnya. Jongin duduk di tepi ranjang memerintahkan para pelayan dan suster untuk meninggalkan mereka berdua.

Pandangannya tidak terbaca menyaksikan sosok mungil yang mulai tenang di atas ranjang. Ia pasti kelelahan setelah mengamuk tadi, pikir Jongin. Tangannya terulur untuk membelai surai tipis si mungil. Rambutnya tidak seindah dulu. Tampak kusut padahal Jongin sudah mengusahakan perawatan terbaik. Kata dokter, pikirannya yang tidak sehat membawa efek buruk pada rambutnya.

Jongin membuang nafas dengan berat. Merutuki semua hal buruk yang sudah dilalui oleh mereka.

"Cepat pulih" Jongin mengecup kening orang itu dalam-dalam. Menarik selimut agar menutupi sosoknya yang tampak menyedihkan. Mematikan lampu sebelum benar-benar meninggalkan sosok itu sendirian.

-KH-

"Aku ingin pulang" Sehun terus memikirkan cara untuk kabur dari Jongin, namun sia-sia. Seandainya ada ibu peri yang baik hati dan menawarkan 3 permintaan. Ia hanya akan meminta satu saja, keluar dari neraka ini. Neraka milik monster mengerikan seperti Jongin.

Baru sehari dirinya tinggal, tapi Sehun merasa ini sudah ratusan abad. Tidak senyaman rumahnya, ah tiba-tiba saja Sehun merindukan ayahnya.

Sehun membalikkan badannya sebagai gerakan reflek mengantisipasi bahaya. Sejak mengetahui sosok Jongin, Sehun yang ceroboh tiba-tiba berubah menjadi sangat waspada. Ia takut Jongin akan menyakitinya lagi.

Belum genap kesadaran yang diperoleh Sehun untuk melihat siapa yang memasuki kamar dengan lancang, tiba-tiba dirinya tersentak dengan ciuman kasar yang diberikan Jongin.

Sehun membelalakkan mata melihat ekspresi panas Jongin saat menciumnya. Lelaki 30 tahun itu tampak menikmati cumbuan sepihak yang tidak dibalas oleh Sehun. Mata Jongin terpejam dengan kedua tangannya merangsek masuk ke dalam pakaian Sehun.

"L-lepas" yang lebih muda mendorong dan menjauhkan diri dari serangan Jongin.

"Aku menginginkanmu!" itu perintah, tidak ada penawaran dalam bentuk apapun.

"Kau gila!"

"Memang" Jongin mencoba mengambil ciumannya kembali, namun kalah cepat dengan Sehun yang sudah mundur tiga langkah.

"Kau pikir aku budak seks mu"

"Jika iya ?" sesungguhnya Jongin malas berdebat. Tapi dengan Sehun, perdebatan menjadi ujian adrenalin yang menyenangkan untuknya.

"Aku disini untuk membayar hutang ayahku dan membeli kebebasannya. Bukan menjadi objek pelampiasan nafsu mu!"

"Dan itu memang cara untuk membayar hutang nya, Oh Sehun" Jongin tertawa main-main. Ini tidak lucu tapi Jongin terus tertawa seperti orang gila.

"Katakan kau menikmatinya 'kan ?"

"Tidak! Aku hanya akan menikmati dengan orang yang kucintai tuan Kim!" lagi, ucapan sederhana Sehun itu membuat Jongin terkekeh kering.

"Cinta kau bilang ? Tidak perlu hal busuk itu untuk mengetahui kau menikmatinya atau tidak. Aku akan membuat mu mendesahkan namaku, segera!"

Lama kelamaan mungkin Sehun akan benar-benar menjadi pasien rumah sakit jiwa. Belum sembuh sensasi menyakitkan yang diberikan Jongin tadi siang, kini ia harus kembali merasakan tubuhnya yang terbelah dengan Jongin yang masuk didalamnya.

Mungkin saat ini posisinya mirip seperti pelacur. Bayarannya hanya keselamatan dan kebebasan ayahnya. Bertubi-tubi Jongin menghujam nya teramat kasar.

"Kenapa kau hanya diam ? Mendesahlah" Jongin membelai leher Sehun dengan lembut kemudian turun ke pundak.

"Aku tidak sudi!" namun gagal, Jongin mungkin seorang maniak yang terlampau ahli. Sehun dibuat menjerit dengan rasa sakit menyusul kemudian karena tamparan keras pada pipi pantatnya.

Tubuh Sehun masih sangat sensitif menerima pemberian Jongin yang berlebihan. Sehun masih tergolong awal untuk membiasakan diri dengan persetubuhan ini. Ia hanya si polos yang suci sebelum Jongin merampas paksa kehormatannya.

Kepalanya pening, dan matanya mulai berkunang-kunang. Sehun bisa merasakan hangat di dalam tubuhnya karena pelepasan Jongin yang cukup deras dan banyak. Setelahnya rasa sakit itu berkurang bersamaan dengan suasana gelap. Sehun kehilangan kesadaran karena lelah dan kesakitan. Hatinya sakit, begitupun dengan tubuhnya.

-KH-

Jongin memandang datar tubuh tak berdaya dibawah kungkungannya. Sehun pingsan setelah dirinya bermain seperti kesetanan. Gairahnya terbakar walau Sehun selalu mengumpatinya dengan tatapan benci.

Ia merasa pemuda itu cukup seksi saat memakinya. Melirik sedikit ke arah nakas, ternyata Sehun tidak menyantap makan malam yang sudah disiapkan para pelayannya.

Pikirannya terasa kacau setelah suster menyatakan bahwa intensitas mengamuk sosok mungil tadi menjadi sangat sering. Jongin tidak tidur selama dua malam dan kepalanya terasa akan pecah. Di tambah banyak masalah pekerjaan juga masalah Yifan.

Sekali lagi ia melirik Sehun, masih belum beranjak dan membiarkan miliknya tertanam hangat tanpa niat melepas. Disaat buntu seperti itu, ia hanya ingin mengecupi bibir Sehun seperti seorang yang sakau.

Jemari besarnya menyusuri helai rambut Sehun. Sekelebat ingatan betapa sadis ia menjambak pemuda itu tadi siang membuat hati Jongin melengos oleh rasa sesal. Dikecupnya ringan, kemudian tersenyum tipis.

"Bahkan kau tidak menangis setelah perlakuan burukku ?" Jongin seperti pribadi berbeda saat ini.

Sorot matanya terkesan lembut ketika melihat Sehun yang terlelap dengan nafas teratur. Perasaan asing yang menyenangkan, tidak ingin ditahan lagi. Mengapresiasi sekuat itu Sehun melawan sisi iblisnya.

Pemuda itu melenguh tidak nyaman. Sehun sedikit merengek karena hari berat yang sudah dilalui. Mungkin mengamati Sehun yang sedang tidur akan menjadi agenda barunya sekarang.

Tanpa sehelai benangpun yang menutupi. Jongin mendekap erat tubuh Sehun untuk menjemput mimpi yang sama. Ia mulai mengantuk setelah dua malam terjaga. Sensasinya hangat dan menyenangkan dalam waktu bersamaan. Lebih nyaman daripada kamar besar miliknya. Dan lebih hangat daripada kesendiriannya yang dingin selama ini.

"Selamat malam" bibirnya mendarat pada kening Sehun sebagai penutup malam.

-KH-

Suhu tubuhnya yang tinggi ditambah pusing berlebihan membuat Sehun bergerak tidak nyaman. Saat pertama membuka mata, ia kemudian tersadar bahwa itu bukan kamarnya. Oh betapa Sehun berharap bahwa yang dilalui kemarin adalah mimpi. Tapi ia salah, ini sangat mengerikan untuk disebut sebagai kenyataan.

"Sudah bangun ?" Sehun berjingkat. Dahinya mengkerut melihat Jongin yang sudah rapi dan tampak sibuk memainkan tablet pintarnya di genggaman.

Seingatnya sebelum pingsan, ia berada pada posisi telanjang. Tapi setelah di intip sebentar. Ia sudah mengenakan piyama sutra berwarna hitam.

"Iya" Sehun sendiri kaget mendengar suaranya yang parau. Tatapan meneliti Jongin membuatnya mengangkat selimut karena takut.

"Kau sakit ?" Sehun menggeleng, bohong.

Jongin yang seperti ini jauh lebih menakutkan daripada Jongin yang seperti monster. Sehun pikir Jongin memiliki kepribadian ganda yang bisa berganti-ganti setiap saat.

"Dasar bodoh! Demammu tinggi. Ini pasti karena kau tidak makan 'kan ?" tidak ada jawaban, bahkan ketika Jongin menggendongnya menuju kamar mandi, ia hanya menurut.

"Mandilah, aku akan menghubungi dokter untuk memeriksamu" Jongin mendudukkan Sehun di atas kloset.

"T-tuan-" Jongin menoleh dan menunda untuk membuka pintu kamar mandi. Menunggu Sehun melanjutkan ucapannya.

"B-bolehkah…" Sehun meragu, bibirnya digigit lebih memilih menelan permintaannya daripada membuat suasana hati tuannya menjadi buruk.

"Apa ?"

"Tidak jadi" Sehun menggeleng, membuat Jongin ingin tertawa karena gerakan itu terlihat menggemaskan.

"Katakan, aku sedang berbaik hati pagi ini" yang lebih muda mendongak, memastikan ini bukan jebakan Jongin yang berikutnya. Tapi ia hanya menemukan kelembutan yang mampu menembus dadanya hingga mengalirkan rasa hangat.

"Bolehkah aku tahu kabar ayahku ?" pelan suara Sehun berayun, namun mampu ditangkap dengan baik oleh Jongin.

"Ayahmu baik"

"Eh ?" Sehun membulatkan matanya.

"Ayahmu akan baik, jika kau menjadi anak baik. Kau akan menjadi cerminan ayahmu. Kau paham Oh Sehun ?" Sehun mengangguk. Jadi nasib ayahnya ada ditangannya. Tergantung bagaimana perlakuannya terhadap Jongin.

"T-tuan-" Sehun kembali bersuara, membuat langkah Jongin kembali tertunda.

"A-aku.. Maksudku, bagaimana dengan kuliahku ?" Jongin mengangkat sebelah alisnya. Ia tidak tahu harus menjawab apa. Jujur saja, jika Sehun dibiarkan berkeliaran diluar sana. Jongin takut pemuda itu akan kabur.

"Aku akan memanggil dosenmu ke rumah. Kau akan kuliah di dalam rumah ini"

"Aku janji tidak akan kabur, biarkan aku ke kampus seperti biasanya" seolah mengerti jalan pemikiran Jongin, Sehun berucap penuh penekanan.

"Aku tidak memintamu berjanji, karena kau tahu semua keputusanku selalu mutlak"

-KH-

"Tuan muda, anda ingin sarapan di kamar atau di meja makan ?" Sehun berbalik dan menyudahi kegiatan bercerminnya. Setelah mandi air hangat, ia menjadi lebih sehat. Memandang wanita dengan seragam pelayanan dengan senyum ramah.

"Ehm-"

"Nama saya Jung Soojung, kepala pelayan disini" pelayan wanita itu membungkuk saat membaca kebingungan Sehun.

"Soojung-ssi saya akan sarapan nanti. Tapi bolehkah saya meminta 2 lilin serta pemantiknya ?" Soojung menampakkan raut bingung. Takut-takut tuan mudanya ini akan bunuh diri karena tidak tahan dengan sikap tuan besarnya. Jika itu sampai terjadi, maka habislah seisi rumah karena amukan Jongin.

"Maaf-"

"Tenanglah, aku hanya menggunakan lilinnya untuk berdoa" Soojung kemudian tersenyum. Betapa pemuda ini membawa angin segar diantara suramnya suasana rumah mewah milik tuannya. Soojung pun paham, pastilah Sehun istimewa karena membuat Jongin rela membawanya pulang walau dengan paksaan.

"Saya akan mempersiapkan, dan mohon jangan terlalu formal. Karena jika tuan besar tahu, saya akan ditegur" Sehun tentu bingung, bersikap sopan boleh pada siapa saja termasuk pelayan. Mungkin tuan besarnya itu yang perlu diajari sopan santun.

"Jangan khawatirkan itu Soojung-ssi"

Sehun menyalakan 3 lilin sesuai jumlah penyangga berbahan perunggu itu. Ia baru menyadari betapa megah rumah Jongin dengan perabotan mahal. Suasana klasik dan sedikit sentuhan Eropa. Sepertinya tema kerajaan Inggris menjadi kiblat Jongin untuk mendesain rumahnya.

"Tuan muda, ada yang anda butuhkan lagi ?"

"Tidak, terimakasih ya. Ah, apakah tuan Jongin sudah berangkat ?" Sehun ingat tadi setelah berdebat mengenai kuliahnya, Jongin menyampaikan akan berangkat ke kantor. Mewanti-wanti agar Sehun tidak bertindak gegabah dan mengancam keselamatan ayahnya sendiri.

"Tuan besar masih berada di meja makan" Sehun menangguk, mempersilahkan Soojung pergi sementara dirinya melakukan kegiatan rutin pagi hari. Berdoa.

Sehun hanya tidak tahu, atau mungkin terlalu khidmat dengan kegiatan berdoanya. Sehingga tidak sadar jika tepat di belakangnya ada manusia lain yang ikut mengamatinya.

Jongin menenggelamkan kedua tangannya di balik saku celana. Memandang datar ke arah Sehun yang terlihat memejamkan mata dengan tangan terkepal.

Suasana pagi hari yang asing, namun menjadikan damai bagi Jongin. Setelah mendapat laporan dari Soojung bahwa Sehun sedang berada di ruang tengah untuk berdoa. Tiba-tiba ia ingin menyusul, dan benar saja. Pemuda manis itu lagi-lagi berhasil mencuri fokus Jongin.

"Tuan" Jongin terkejut dari lamunannya menyaksikan Sehun. Ternyata objeknya sudah sadar, dan yang lebih memalukan adalah Sehun sendiri yang memergoki Jongin.

"A-ah ya" Jongin mengumpat pelan ketika suaranya berubah menjadi gagap.

"Sedang apa ?" Jongin berdehem dan berbalik pergi. Tidak berniat menjawab pertanyaan Sehun sampai sebuah teriakan dari kamar lain membuatnya berlari.

Ada pelayan dan beberapa pengawal ikut berhamburan setelah teriakan itu menggema. Sehun yang kebingungan menghentikan salah satu pelayan dan bertanya "ada apa ?"

"Tuan Baekhyun mengamuk lagi"

Jadi ada orang lain, selain dirinya yang ditampung Jongin ? Baekhyun siapa ? Mengapa ia mengamuk ? Dan mengapa Jongin terlihat sangat khawatir serta panik ? Dan kenapa sisi kejam Jongin seolah musnah berganti dengan ketakutan saat mendengar teriakan menyakitkan dari orang itu ?

Sehun melangkahkan kakinya menyusul, tidak peduli jika nanti Jongin menganggapnya lancang.


A/N : populasi Kaihun shipper semakin langka ya. Gpp, kalian yang masih bertahan. Kita tos'an dulu. Wkwkw. The reason why banyak author kaihun yg hiatus selain sibuk RL, yup karena sedikit bgt yg apresiasi. Dan buat kalian yg setia baca karyaku, ini aku manjain pake fast update. LOVE U GUYS :*