Chapter 6
"Jinnie" Kim Seokjin baru bangun tidur. Ini pagi buta dan seseorang dengan kurang ajar mengetuk pintu flat kecil miliknya. Senyum Sehun menjadi sambutan pertama ketika pintunya terbuka.
"..." ya, selama 4 bulan terakhir Jin memang mencari keberadaan Sehun kesana kemari. Sahabatnya itu seolah menghilang ditelan bumi tanpa meninggalkan jejak apapun. Selain kehilangan teman berdebat, Jin juga kehilangan seseorang yang penting, karena tidak ada lagi yang sukarela memberikan tugasnya untuk ia salin.
"Kim Seokjin" Jin tersadar dari lamunannya. Ia takut ini hanya halusinasi. Tapi pukulan yang mendarat di kepalanya, membuat Jin mengaduh.
"Sehun ?" Sehun mengangguk. Menerobos masuk tanpa permisi.
"Oh Sehun ?" rotasi mata Sehun terbentuk saat Seokjin masih saja sibuk terkejut.
"Jin, berhentilah seperti orang bodoh! Aku lapar, buatkan aku makan"
"Oh Tuhan, Sehunie. Aku mencarimu kemana-mana. Ku kira kau sudah mati dan mayatmu dimakan hiu. Kau ingin makan apa huh ? Daging ? Ikan tuna ? Kimbap ?" Sehun tertawa, sedikit melupakan kehancurannya tadi malam.
"Aku mau semua"
"Tapi sayangnya aku tidak punya semua itu, aku hanya memiliki ramen"
"Lalu mengapa kau menawarkan makanan-makanan itu ?"
"Aku akan membelikannya nanti saat orang tuaku mengirim uang bulanan. Sekarang uang ku habis" Sehun mengangguk.
Seokjin sibuk berkutat di dapur mini miliknya. Memasakkan Sehun beberapa menu dengan bahan yang ada dalam lemari pendingin. Flat sempit itu memiliki jarak dekat antara ruang satu dengan ruang yang lainnya. Tapi Sehun merasa aman di sini. Ia belum siap menghadapi orang-orang yang sudah menyeretnya dalam kehancuran, termasuk ayahnya sendiri.
"Kau tidak ingin menceritakan padaku kemana saja kau selama empat bulan ini ?" Sehun mengabaikan pertanyaan Seokjin dan terus mengunyah snack kentang.
"Yak! Sehun sialan. Kau dengar aku tidak ?"
"Kau seperti ibu-ibu Jin. Berisik."
"Ceritakan padaku atau kau akan ku usir" Sehun menghembuskan nafas dalam-dalam. Jin yang seperti ini memang menakutkan. Selain hobi memasak, hobinya yang lain adalah mengancam dan mengomel.
"Kau akan jijik denganku jika tahu yang sebenarnya"
-KH-
Kekacauan yang dibuat pagi ini membuat Minho mengumpat karena jadwal tidurnya terganggu setelah telepon masuk dari Soojung, kepala pelayan rumah Jongin. Masih mengenakan piyama, Minho masuk ke dalam rumah tuannya dengan tergesa.
"Sehun pergi" Minho mengangkat alisnya saat Jongin terus memandang tiga lilin menyala di atas penyangga perunggu, di ruang tengah. Senyum tuannya itu terlihat menyedihkan.
"Dia pergi" Minho mengangkat kepalanya ketika teriakan Baekhyun menyusul kemudian. Apalagi ini ? Padahal Baekhyun sudah dinyatakan sembuh satu bulan lalu.
Minho mengibaskan tangannya saat Soojung hendak melapor tentang keadaan Baekhyun. Biasanya saat Baekhyun mengamuk, tanpa babibu Jongin akan berlari menenangkan. Tapi kali ini, tuan besarnya itu hanya memandangi lilin menyala. Menunggu tetesan yang meleleh dari lilin dan menghitungnya.
"Apa yang anda lakukan ?!" Minho menepis telapak tangan Jongin dengan keras. Ia tidak peduli dengan tata krama lagi. Telapak tangan tuannya akan terbakar jika terus dibiarkan berada di atas api lilin.
"Dia pergi"
"Itu pilihannya tuan, lagipula ini sudah salah sejak awal" Minho terkesiap menyaksikan pipi Jongin yang basah. Tuannya itu sangat kuat, dan tidak takut mati. Tapi di depannya ini seperti bukan tuannya. Jongin menjadi sangat mengerikan dengan wajah sendu penuh rasa bersalah.
"Dia sendirian, tidak mempunyai uang"
"Saya sudah memerintahkan semua anak buah untuk mencarinya"
"Minho, bisakah kau tembak kepalaku sekarang ?"
"Tuan, jangan berpikir pendek. Kasihan tuan Baekhyun jika anda seperti ini. Biarkan Sehun menjalani hidupnya dan anda harus melanjutkan hidup anda" untuk pertama kali dalam perjalanan karirnya menjadi tangan kanan Jongin, Minho melihat Jongin menangis. Jatuh dalam perasaan cinta yang tidak pernah dirasakan sebelumnya. Dan sialnya dikesan pertama itu, ia patah hati. Karena kesalahannya sendiri. Mata hatinya tertutup oleh kemarahan berbahaya. Semua sakit, semua terluka. Yifan, Baekhyun, Jongin, dan Sehun yang tidak mengetahui apapun ikut merasakan pusara sakit dari masa lalu buruk yang diciptakan mereka.
"Monster? Aku rindu panggilan itu" kekehan itu seperti lagu pengantar kematian. Menggema dalam gua sepi seperti perasaan rindu seorang romeo pada julietnya.
"Kembalikan Sehun ku Jongin, bawa dia kemari atau aku akan mati!" Baekhyun yang kalap turun dari arah tangga. Terus memukuli dada adiknya agar membawa Sehun kembali ke rumah ini. Tentu saja Baekhyun tidak dalam keadaan baik saat membuka pintu kamar Sehun dan hanya kekosongan yang menyapa. Tidak ada rutinitas pagi, tidak ada ramuan lidah buaya, berdoa, atau sarapan bersama. Baekhyun mengikuti arah pandang Jongin yang kosong dan terus menatapi lilin yang mulai meleleh. Baekhyun sangat menyayangi Sehun dan begitu bergantung pada pemuda itu. Sehun seolah menuntunnya kembali menuju pintu kehidupan yang sesungguhnya setelah sekian lama tersesat.
"BAWA SEHUN KEMBALI, BAWA SEHUN KEMBALI. AKU TIDAK GILA, AKU HANYA INGIN SEHUN. DIA ADIKKU, DIA TEMANKU, DIA SAHABATKU." Baekhyun tidak tahu bahwa Jongin sama kehilangannya. Seandainya saja Baekhyun mengetahui penyebab kepergian Sehun, mungkin Baekhyun akan sangat membenci adiknya.
"Baekhyun hyung" Baekhyun kaget saat Jongin menangis dalam pelukannya. Adiknya yang cengeng telah kembali.
"Aku-" Jongin menahan nafas "Aku mencintainya hyung, aku mencintai Sehun"
"J-jongin ?"
"Aku lelah pura-pura kuat di depanmu. Karena sekarang kau sudah sembuh biarkan aku berbicara tentang fakta yang ada"
"Fakta apa ?" Baekhyun membelai rambut adiknya yang terus sesenggukan.
"Sehun… dia anak Yifan, orang yang sudah menghancurkanmu. Orang yang membuat keluarga kita berantakan. Sehun yang kau sayangi dan kau inginkan itu anak dari lelaki bejat yang sudah merusakmu, hyung aku mencintainya"
Sehun dan Yifan bagai dua sisi mata uang bagi Baekhyun. Ia menyayangi Sehun, namun sangat membenci Yifan. Tapi mereka berdua tidak akan pernah terpisah dan akan selalu terhubung sebagai sepasang anak dan ayah. Mereka berdua seolah saling melengkapi, bagaimana Yifan datang membawa luka fatal, dan Sehun menyusul untuk menjadi obat. Takdir macam apa yang sedang mempermainkan mereka semua ? mengapa tidak dijadikan mudah ? atau mungkin justru mereka sendiri yang menjadikan ini semua rumit. Serumit benang merah takdir yang dibanting ke tanah. Berbentuk acak, karena campur tangan emosi dan ambisi.
-KH-
Kim Seokjin meneliti raut wajah sahabatnya yang memberikan ekspresi seolah ini hanya masalah kecil. Sehun menceritakan terlampau lancar dan membuat Seokjin menjadi takut. Ia takut jika sahabatnya yang penyayang itu menjadi mati rasa setelah hal berat yang dialami selama beberapa bulan ini.
"Kau jijik 'kan setelah mendengar ini semua ?" Seokjin kembali sadar dari lamunannya. Senyum Sehun terlihat menyedihkan dengan tatapan sendu. Putus asa, tapi si keras kepala ini seolah tak gentar untuk meyakinkan dunia bahwa ia baik-baik saja.
"Sehun.."
"Hm ?"
"Apa yang akan kau lakukan setelah ini ? menyusul ayahmu ?" Sehun menggeleng, mengambil nafas kemudian menghembuskan dengan berat.
"Aku akan memulai hidupku sendiri, Jin. Tidak ada yang benar-benar peduli padaku. Aku sekarang tahu dan sadar tidak seharusnya aku membenci ibuku tanpa bertanya dahulu apa alasannya meninggalkan kami"
"Apa kau akan menemui ibumu ?" Sehun menggeleng lagi.
"Aku malu pernah berpikiran buruk tentangnya. Biar dia bahagia dengan keluarga barunya. Kebahagiaan yang tidak pernah diberikan ayahku"
"Kau harus berdamai dengan semua ini" Sehun menatap lekat ke arah Seokjin.
"Jika bisa semudah itu, aku tidak akan datang kesini dan meminta bantuanmu. Aku merasa dipermainkan oleh masa lalu mereka semua. Aku dikorbankan karena kesalahan yang tidak ku ketahui. Aku bahkan jijik dengan diriku sendiri sekarang" Jin memilih diam, ia setuju jika apa yang dilalui Sehun sangat menyakitkan. Ia dihancurkan karena alasan tak masuk akal. Hak nya sebagai manusia dipermainkan karena ambisi keji seorang Kim Jongin. Mungkin jika kesalahan ayahnya hanya sebatas hutang harta, ia bisa terima. Ia tidak membenarkan kesalahan seperti itu, karena ia juga mengalami hal yang sama.
"Terima kasih Jin, maaf karena telah merepotkanmu"
"Kau ini sahabatku, tahu ? tapi Sehun, apa di rumah Jongin kau tidak diberi makan ? Kau makan sangat lahap dan banyak" Sehun tersenyum, mengangguki semua ucapan Seokjin.
"Iya, akhir-akhir ini aku terlalu banyak makan. Lemak dimana-dimana, atau karena masakanmu memang enak. Entahlah Seokjin, aku lebih baik sekarang. Mungkin besok aku akan mencari kerja dan cuti dari kuliah"
"Ya ya ya, terserahmu. Jangan berhubungan lagi dengan manusia bernama Kim Jongin itu. Dia terlalu kuat untuk manusia biasa seperti kita, Sehun"
"Tidak akan, aku sudah menutup semua tentang dia. Aku ingin menjalani hidup normalku" dan itu nyatanya tidak terjadi dengan kata hatinya. Jauh di dalam sana, di lubuk hati terdalamnya. Sehun terluka, terus meneriakkan nama Jongin sebagai seseorang yang telah mengisi seluruh atensi dan perasaanya. Ia juga patah hati.
-KH-
Seakan kenyataan berbalik dan memaksa mereka untuk baik-baik saja. Baekhyun merasa ini tidak adil. Seharusnya saat ia sembuh, mereka bertiga pergi ke pantai untuk menyaksikan matahari terbenam. Bermain ombak sampai lelah, seperti janji Sehun.
Ia merasa sepi karena tidak ada seseorang yang mengomel untuk menyuruhnya makan dan minum obat. Pagi hari, tidak ada yang membelai rambutnya untuk diolesi cairan lidah buaya. Atau tidak ada seseorang yang berdiri di ujung ruang tengah rumah mewahnya sekedar menyalakan lilin, dan menyempatkan beberapa menit untuk berterima kasih sekaligus meminta kepada Tuhan dengan segala kerendahan hati.
Baekhyun mencoba memulai itu sendiri hari ini. Kebiasaan baru yang dibawa Sehun, dan akan dijadikan tradisi. Ia berterima kasih kepada Tuhan atas pulihnya keadaannya. Ia terus meminta agar dipertemukan Sehun sekedar mengucapkan kata perpisahan.
Senyum ceria pemuda itu masih diingatnya sampai detik ini. Tidak pernah terlewat, dan akan selalu sama. Kenangannya bersama Sehun akan ia simpan dalam hati, dalam kotak indah berbalut kasih. Kemudian akan dibuka kalau-kalau ia merasa sakit berlebihan karena tak mampu menahan rindu.
"Jongin" tidak ada jawaban. Jika selama bertahun-tahun belakangan ia yang sakit dan Jongin dengan sabar merawat. Mungkin sekarang gilirannya, merawat Jongin yang terluka. Luka yang disebabkan karena Jongin terlalu melindunginya. Baekhyun merasa sangat bersalah atas keadaan Jongin yang seperti ini. Adiknya yang kuat dan gagah menjadi rapuh karena patah hati.
"Hyung" Baekhyun berjalan mendekati adiknya yang hanya duduk termenung ditepi ranjang. Ranjang kamar yang selama ini digunakan Sehun. Ada kenangan di dalam sana. Mereka pernah berbagi kehangatan, bercerita sampai terlelap. Saling mengecup dalam kali tak terhitung. Tatapan malu-malu Sehun membuat Jongin semakin ingin kembali pada saat-saat indahnya. Tidak tahu pasti kapan ia mulai jatuh cinta dengan anak itu. Tapi Jongin tahu, perasaannya tidak main-main. Ia serius tentang betapa takutnya ia kehilangan Sehun.
"Ku dengar dia tinggal bersama sahabatnya, di flat kecil pinggir kota" Baekhyun menempatkan diri di sisi Jongin. Membelai lembut selimut yang tidak berubah sejak kepergian penghuninya. Jongin memerintahkan agar tidak seorangpun yang boleh masuk ke sana. Tidak ada yang boleh merubah tempat itu. Ia akan masuk kemari saat merindukan Sehun. Menangis semalaman dan menghirup dalam-dalam aroma yang tersisa.
"Dia bekerja disalah satu hotel milik tuan Lee" Jongin mengangguk, ia sudah tahu semua tanpa terkecuali. Semua foto dan video tentang Sehun tidak pernah absen dari emailnya sebagai bentuk laporan anak buahnya.
"Tidakkah kau merasa seperti penguntit sekarang ?"
"Hyung, aku ingin marah karena perasaan bodoh ku ini. Tapi aku harus marah pada siapa ?" Baekhyun memeluk adiknya dengan sabar.
"Maafkan aku Jongin, karena aku yang lemah semua jadi berantakan"
"Tidak hyung, kita semua salah. Dan Sehun adalah korban"
"Aku ingin menemuinya untuk mengucapkan terima kasih. Tapi aku tidak bisa. Aku masih melihatnya sebagai Yifan, sekalipun mereka berbeda." Baekhyun berucap sungguh-sungguh.
"Kita sedang dipermainkan dunia, hyung. Mari kita ikuti permainan ini"
"Berhentilah curang jika seperti itu. Dengan kau menguntitnya, sama saja kau sedang mencurangi takdir"
"Ya, aku akan berhenti menjadi curang. Aku akan membiarkan Sehun dengan pilihannya" suaranya datar dan menusuk. Jongin menyerah pada takdirnya, dan memilih menjadi lebih kejam. Seperti kata Sehun, selamanya ia akan menjadi monster.
-KH-
3 Tahun kemudian
Semua sudah kembali seperti semula. Jongin berusaha menekan perasaannya dan memilih menyibukkan diri sekaligus memperkaya dirinya. Ia sudah tidak memiliki waktu untuk memikirkan apa-apa saja yang menyakiti hatinya. Sudah cukup hukuman yang diterimanya, saat Sehun memilih angkat kaki dan meninggalkannya sendiri.
Ia semakin kejam, tidak terbaca, dan tidak segan membunuh siapapun yang merugikan perjalanan hidupnya. Rasa antisipasinya semakin tinggi setelah patah hati yang diberikan Sehun. Sensasi sakitnya bahkan membuat hormonnya ikut menjadi mati.
"Aku membayarmu untuk menuruti apapun mauku!" Jongin berucap ringan saat terdengar suara pintu yang terbuka, tanpa menoleh. Lihat, monster dalam dirinya seolah tak pernah tidur sejak hari itu, sejak ia memutuskan melepas Sehun. Setiap malamnya hanya dihabiskan dengan banyak wanita, bukan untuk ditiduri. Tapi untuk melampiaskan segala hasrat bengisnya. Wanita berbeda disetiap malam. Menempati kamar yang sama di sebuah hotel mewah miliknya sendiri. Jongin tidak akan sudi membawa mereka memasuki kediaman mewahnya. Jadi setiap malam setelah mengurusi pekerjaannya, Jongin akan meregangkan otot untuk menikmati pemandangan malam di puncak tertinggi hotel, di tengah Gangnam.
"Lihat wajahku dulu" Jongin menoleh ke belakang. Ia sedikit mematung saat mendapati siluet wanita yang sangat dikenalnya, Serena Lee.
"Kau-"
"Hai tuan besar Kim Jongin. Apa percakapan itu semacam dialog wajib ? 'Aku membayarmu untuk menuruti apapun mauku!'" Serena mengikuti ucapan Jongin main-main.
"Apa kau mulai jatuh miskin hingga menjual diri ?" tawa wanita itu menggema di seluruh penjuru kamar tipe President Suite ini.
"Tidak bodoh! Aku hanya ingin menyapamu malam ini. Aku meminta jadwal pada Minho dengan membayar tiga kali lipat harga dari jalang yang seharusnya menemanimu sekarang" Jongin masih memasang wajah datar. Berbalik memunggungi Serena dan memilih melanjutkan aktivitasnya memandang keluar jendela.
"Menikahlah denganku seperti permintaan kakak ku, Jongin"
"Kau gila, aku menghargai kakak mu sebagai rekan bisnis ku" Serena berjalan mendekat. Membuang tas mahalnya ke atas ranjang untuk memeluk punggung tegap Jongin.
"Tapi dia hanya mempercayaimu untuk menjagaku. Dia juga akan menikah, aku akan sendirian dan kesepian" Lelaki itu terpaku.
"Siapa yang akan dinikahinya ?"
"Entah, dia lelaki tapi cukup manis. Namanya Kim Sena, mantan office boy di hotel kami. Dia sangat baik, bahkan hati kaku seperti kakak ku bisa luluh. Manusia sialan seperti kakak ku berani mengambil komitmen. Kau tahu, Lee Seungri sangat anti dengan sebuah hubungan" Jongin semakin terdiam. Perasaannya samar, Seungri, rekan kerjanya itu seperti dirinya. Sangat menghindari komitmen, antipati dengan hubungan. Dan persamaan lain adalah hanya luluh karena seorang lelaki manis berhati malaikat.
Beberapa bulan yang lalu diadakan jamuan makan malam sebagai acara pembukaan hotel baru milik Jongin. Seluruh rekan bisnisnya di undang termasuk Lee Seungri. Dari Seungri, Jongin belajar pengelolaan hotel yang masih cukup asing untuknya. Mengingat Seungri adalah bos perhotelan dengan aset fantastis, dan tercatat sebagai orang terkaya di Korea setelah dirinya dari bisnisnya itu.
Jongin sangat menghargai Seungri sebagai satu-satunya rekan bisnis paling profesional. Setidaknya sebelum permintaan konyolnya yang menyebabkan kontroversi untuk Jongin sendiri "Menikahlah dengan adikku, Kim Jongin" dan sejurus kemudian, ia dihadapkan dengan seorang wanita cantik dengan aura positif yang ceria. Senyumnya sangat tulus, tapi Jongin tidak peduli. Getarannya tidak pernah ditemukan pada siapapun kecuali pada senyum Sehun.
A/N : Ini apa ? wkwkw. Jongin memilih menyerah sodara2. Gini ya, kadang cinta itu perlu logika juga. Siapa yg gak sakit jadi Sehun :( ku harap kalian bisa nangkep inti cerita ini ya. Nulisnya aku emng blm profesional bgt, cuma aku sllu berusaha supaya apa yg ada dipikiranku tertuang dengan jelas. Have a nice day. Love u guys :*
