Chapter 13

Menjadi orang baik tidak pernah semudah itu. Ada proses panjang dan bermacam-macam hal yang menguji kesabaran. Sehun sudah meminta Jongin berkali-kali untuk mengabaikan Serena dan melupakan kejadian yang sudah lalu, hingga disini ia berakhir sekarang.

"Aku sudah memintamu melupakannya dan lepaskan dia, Jongin" Sehun memeluk Serena ketika wanita itu hanya bisa menangis melihat sisi bengis Jongin yang tidak pernah baik untuk dipandang. Sehun bahkan melupakan ketika Serena mengatainya pelacur dan berbagai sebutan tak layak. Karena nyatanya dulu ia seperti itu. Menipu Seungri dan berpura-pura mencintainya demi semua harta dan kenyamanan hidup.

"Sehun aku harus mengajarinya cara bahwa tidak semua hal yang dia mau harus terpenuhi." ini Jongin si monster kejam yang sudah lama tertidur kemudian kembali terbangun seperti seorang singa yang dicuri mangsanya.

"Minho menghubungiku untuk kesini dan menyelamatkan situasi. Kau bukan Tuhan, lagipula Jimin kita sudah baik-baik saja sekarang. Dia pun tidak akan suka melihat ayahnya berbuat jahat kepada seseorang."

Kelemahan Jongin sejak saat itu ketika ia ingin membalas dendam kepada Yifan adalah Sehun, bahkan sampai sekarang. Ia lemah dengan apapun permintaan Sehun. Ia kuat untuk segala hal, ia tidak takut pada siapapun. Tapi ia lemah pada cintanya.

"Pergilah Serena, sebenarnya aku ingin melakukan hal yang sama seperti kau menembak jantung anakku sore itu. Tapi ya, kau selamat. Segera pergi sebelum aku berubah pikiran."

Jongin membalik tubuhnya untuk membelakangi kedua orang lain di dalam ruangannya.

"Maafkan dia, lain kali aku akan mengajarinya sopan santun. Pulanglah, dan sampaikan salamku untuk Seungri." Serena memeluk erat tubuh tinggi Sehun dan mengucapkan banyak kata maaf atas segala sikap buruknya.

"Aku tahu semua yang ku ingin tidak akan terpenuhi. Aku harus belajar apa itu merelakan. Tapi Sena.. em, maksudku Sehun. Jika boleh aku meminta dikehidupan selanjutnya, aku ingin bertemu denganmu terlebih dahulu. Aku sekarang tahu apa yang membuat kakak ku serta Jongin jatuh cinta kepadamu" Serena benar-benar meninggalkan ruang kerja Jongin. Ia meninggalkan pula rentetan kata yang mengandung banyak makna, apa dia juga mulai jatuh cinta pada Sehun ?

"Apa maksud si manja itu ?" Jongin bertanya sini setelah memastikan mereka hanya berdua dalam ruangan.

"Entah, dia jatuh cinta denganku mungkin." Sehun berjalan kemudian mengambil posisi duduk di sofa tengah ruangan milik Jongin. Menyeruput jus jeruk yang terlebih dulu ia ambil pada lemari pedingin yang juga tersedia disana.

"Jangan terlalu baik!"

"Kenapa ? itu memang sifat asliku jika kau lupa" Jongin menyusul Sehun dan duduk di sampingnya. Merebut gelas yang masih tersisa sedikit jus jeruk dan ikut meminumnya.

"Kau baru saja membuat seseorang berpaling dari pesonaku, Sehun."

"Kau cemburu sialan!" Sehun tertawa senang tidak menyadari pandangan intimidasi yang diberikan Jongin.

Perjalanan panjang yang mereka lalui sudah cukup mengajarkan mereka tentang hidup yang sesungguhnya. Inti utama sebuah perjalanan yang dilalui seorang manusia. Dimana kau harus menjadi baik terlebih dahulu, kemudian kau akan menerima kebaikan yang sama.

"Ayo menikah" Sehun berbisik tepat di depan bibir Jongin. Membuat yang lebih tua bergerak dengan gestur canggung karena perkataan tiba-tiba itu.

"Sudah cukup kita saling membalaskan dendam. Dan ayo bersatu Jongin." Jongin mengangguk ragu, kemudian meletakkan gelasnya serampangan untuk memeluk Sehun erat. Sangat erat hingga tanpa sadar ia menangis karena terlalu bahagia.

"Terima kasih.. Terima kasih.."

Seandainya dulu ia tidak pergi seperti anak kecil dan membicarakan semua dengan kepala dingin. Mungkin sekarang mereka sudah sangat bahagia. Hidup bertiga dan melalui banyak waktu bersama-sama.

Mereka hanya terlalu gengsi untuk mengatakan jika sesungguhnya satu sama lain saling mencintai. Mereka terlalu mengikuti kemarahan yang hanya berujung pada penyesalan. Jimin menjadi korban, dan banyaknya waktu yang terbuang.

-KH-

Jimin mengedipkan mata bulatnya ketika melihat Jongin menggunakan piyama dan duduk santai di depan televisi. Biasanya setelah bermain, ayahnya itu pamit pulang. Tapi malam ini berbeda. Badan kecilnya dibawa untuk mendekati sang ayah. Membuat Jongin tidak tahan untuk tidak tersenyum.

"Jagoan daddy belum tidur ?" Jimin menggeleng, terlihat sekali jika anak itu sedang kebingungan.

"Daddy tidur disini dengan mama dan Jiminie." akhirnya senyum merekah pada bibir Jimin. Ia memeluk erat lengan ayahnya tanpa berkata-kata.

"Ayo minum susunya" Jimin sudah tidak meminum susu dengan dot karena tahun depan ia akan bersekolah. Sebelum tidur, Sehun menyiapkan terlebih dahulu susu coklat panas favorit anaknya.

"Mama, daddy tidur disini. Apa mama dan daddy sudah menikah ?" Sehun hanya mengangguk, karena malas menjelaskan tentang hubungannya dan Jongin. Jimin pun tidak akan pernah mengerti di usianya yang sekarang.

Tidak ada ritual khusus walau ini adalah untuk pertama kalinya Jongin menginap di rumah Sehun. Pada dasarnya dirinya bukan lelaki yang romantis dengan seribu satu cara membuat para kesayangannya terkesan. Jongin hanya ingin menikmati waktu yang ada, senatural mungkin tanpa ingin menambahi dengan hal lain yang akan merusak suasana.

"Daddy, dongengi Jiminie sesuatu seperti mama" Jimin merangsek masuk ke dalam pelukan ayahnya. Meminta sebuah dongeng pengantar tidur seperti kebiasaannya dengan Sehun. Sedangkan Sehun kini tengah sibuk memainkan ponselnya untuk bertukar pesan singkat dengan Seokjin.

"Dongeng ? daddy tidak bisa. Sekarang ayo pejamkan mata dan mulai tidur" mata bulat Jimin berkilat-kilat ketika mendapat penolakan yang menyebalkan. Bayangkan, ini hari pertama mereka tidur bersama. Tapi ayahnya itu sama sekali tidak memberi kesan yang baik.

"Yasudah, dad pulang saja. Jiminie ingin tidur berdua dengan mama" Jimin berbalik memunggungi Jongin dan lebih memilih merangkul guling kesayangannya. Sehun yang mendengar perdebatan itu hanya melirik kemudian menggeleng. Meletakkan telepon genggamnya di atas meja dan bangkit dari sofa di ujung kamar.

"Yah! Jiminie kemarin meminta daddy tidur sini. Sekarang dad diusir ?"

Sehun hanya menghela nafas. Menyibak selimut untuk ikut berbaring di sisi kiri anaknya. Posisi Jimin berada di tengah sekarang.

"Kim Jongin, jika kau tidak bisa bersikap romantis. Bersikaplah dengan manis, kau sangat kaku seperti kanebo kering." Jongin mendecih mendengar ucapan santai Sehun.

"Baiklah daddy akan menceritakan sesuatu" Jimin menatap ibunya seolah meminta kepastian. Sedikit ragu ketika ayahnya berbicara dengan yakin. Sehun mengangguk, memberi isyarat agar sekarang Jimin menghadapkan tubuhnya ke arah Jongin.

"Dad akan menceritakan kisah si timun dan cacing" Jimin mengerutkan kening, cerita macam apa itu ? Dan jangan tanyakan bagaimana Sehun sekarang. Ia benar-benar ingin meledakkan tawanya.

"Daddy itu cerita apa ? Timun dan cacing ? Setahu Jiminie timun itu pasti dengan kancil" sial, sekarang Jongin merasa sangat malu. Bacaannya selama ini hanya seputar buku filsafat, strategi bisnis, atau surat kabar luar negeri. Dia tidak tahu sama sekali dengan dongeng anak-anak.

"Kancil ? itu cerita lama. Yang terbaru si timun dengan cacing" Jimin berpikir keras, memaksa percaya tapi tidak bisa.

"Sudahlah Jiminie, jangan dengarkan daddy mu. Sekarang ayo tidur karena besok pagi mama harus ke supermarket."

"Aku ikut ma"

"Maka dari itu cepat tidur, sini mama peluk" Jongin akhirnya bisa bernafas lega dari serentetan tagihan mengenai dongeng sialan itu. Ia mengedipkan sebelah matanya pada Sehun sebagai ucapan terima kasih sebelum ikut memeluk Jimin yang sudah berguling nyaman di dada ibunya.

-KH-

Sehun melempar setumpuk buku dongeng anak-anak ke hadapan calon suaminya. Jongin sendiri yang meminta karena tidak mau kejadian semalam terulang kembali.

"Aku akan membawa ini semua ke kantor, akan ku baca dan ku pahami" Sehun mengangguk "Terserah mu saja. Pelajari dengan benar. Kau bahkan tidak bisa membedakan antara cacing dan kancil"

Ya, selama ini Jongin menjalani harinya dengan kaku. Ia cinta semua kesempurnaan, dan melupakan hal-hal sepele seperti itu. Sejak prahara datang ke dalam keluarganya ia terlalu fokus untuk membunuh Yifan dan merawat Baekhyun. Sampai Sehun datang mengobrak-abrik seluruh prinsip hidup yang telah dijaga begitu hati-hati.

Jongin menghabiskan jam kerjanya untuk membaca semua buku dongeng milik Jimin, waktu yang seharusnya ia gunakan untuk meneliti hal-hal penting. Tapi lihat, Jongin sedang berusaha keras menjadi ayah yang baik. Ia menjaga agar tidak terlihat konyol dan selalu tampak sempurna di depan anaknya. Jongin yang kaku, sedang belajar bagaimana cara licik kancil mencuri timun. Ini menggelikan, Minho yang bermaksud mengajak diskusi mengenai sesuatu yang penting pun urung dan memilih undur karena menyaksikan atasannya tengah sibuk bergulat dengan buku-buku bersampul warna warni itu.

"Aku tahu kau disana Minho, berhenti menertawakanku" Jongin menurunkan sedikit bukunya agar dapat memandang sang anak buah yang kini sibuk memperbaiki posisi berdirinya.

Ia mengernyit, apakah selama ini dirinya terlalu otoriter dalam menjalani hidup sehingga Minho bahkan seluruh pelayannya di rumah hampir tidak pernah menatap wajahnya secara langsung. Jimin, bocah itu benar-benar membawa dampak baik untuk kepribadian ayahnya. Jongin terlihat lebih santai dan perlahan-lahan mulai pudar wajah menakutkannya.

"Maaf saya mengganggu. Saya ingin menyampaikan tentang fitting baju anda dan tuan Sehun, serta tuan muda Jimin."

Tuhan selalu memberi waktu yang tepat bagi hamba-nya merasakan bahagia. Sebelumnya Jongin bahkan tidak pernah berpikir jika ia akan mendapat kebaikan sebanyak ini. Datangnya Sehun, ditambah anaknya Jimin. Tuhan terlalu berlebihan di tengah sikap buruknya selama ini.

"Minho, aku pasti tidak pernah mengatakan terima kasih padamu ya ?" itu mirip seperti pernyataan yang diucapkan sangat sadar oleh si tuan besar. Memang benar, mengucapkan kata 'terima kasih', serta 'tolong' terlihat asing untuk hidupnya. Kata tolong pertama yang diucapkan secara tulus ketika ia meminta Tuhan memberi kesempatan baginya menjadi ayah baik, di depan tubuh lemas anaknya yang hampir menjadi mayat. Dan kata terima kasih pertama yang ia katakan dengan sepenuh hati adalah ketika Sehun akhirnya menyetujui untuk menikah.

"Terima kasih Minho untuk semuanya. Sikap buruk ku. Kau tahu, aku ingin sekali berubah" Minho hanya mengangguk kemudian tersenyum. Ini seperti keajaiban beruntun yang datang dan membawa kebahagiaan. Tidak ada yang lebih baik dibandingkan mendapatkan ucapan terima kasih atas kerja kerasmu selama ini.

-KH-

Jimin itu sangat rewel ketika suasana hatinya menjadi buruk. Baekhyun hampir saja melempar keponakannya itu jika saja Jimin bukan anak yang menggemaskan. Ia tidak mengerti maunya apa, setiap kali ditanya Jimin akan menangis dengan sedikit teriakan. Baekhyun awalnya hanya ingin menemani Sehun untuk belanja bersama di supermarket. Namun pemuda itu mendadak mendapat telpon dari Seokjin untuk mengurus sedikit masalah di restaurant milik mereka. Dan disinilah Baekhyun sekarang, dengan badan mungilnya ia membagi tangan kanan untuk menggendong bocah gemuk itu, serta tangan kirinya mendorong trolly yang berisi penuh.

"Jiminie uncle lelah" Baekhyun berjongkok karena merasa lelah dengan beban yang dibawanya hari ini. Sementara anak dalam gendongannya itu mengusap air matanya sendiri kemudian mengusap pipi sang paman. "Jimin pasti berat" Baekhyun hanya mengangguk dan membenarkan bahwa anak itu terlalu kelebihan gizi.

"Katakan kenapa anak nakal ini rewel sejak tadi, hm ?" Jimin mencebikkan bibirnya, memainkan tali tas milik pamannya sebelum bercerita secara pasti.

"Jimin ingin ikut mama, tapi Jimin kasihan dengan uncle jika belanja sendiri" tidak bisa untuk tidak tertawa dengan pengakuan menggemaskan itu. Lantas Baekhyun menghadiahi Jimin dengan ratusan ciuman merata di seluruh wajah.

"Hey, dengar. Uncle sudah dewasa jadi daripada seperti ini Jiminie malah menyusahkan. Lebih baik tadi ikut mama saja kan ?"

"Jimin janji tidak akan menangis lagi, dan akan berjalan sendiri"

"Baiklah anak pintar"

Selanjutnya sepasang paman dan keponakan itu berbelanja kembali dengan riang. Menyusuri setiap sudut supermarket untuk membeli kebutuhan sehari-hari, mainan, atau hal-hal menarik lainnya. Jimin menarik sudut bawah kemeja yang dikenakan Baekhyun. Mengajak pamannya untuk merapat ke dalam kerumunan di tengah gedung itu.

Ternyata disana sedang ada pertunjukan sulap klasik yang entah kenapa terlihat begitu menarik bagi Baekhyun. Karena rasanya sudah begitu lama ia tidak menyaksikan hal semacam itu. Sampai tidak menyadari jika Jimin sudah lepas dari genggamannya. Baekhyun terlalu larut dalam tontonannya sehingga setelah kerumunan dibubarkan ia tersadar bahwa, Jimin hilang.

"Astaga Jimin! Tuan lihat keponakan ku ? dia laki-laki sedikit gemuk berusia sekitar 4 tahun ?!" Baekhyun seperti orang gila karena tidak ada satupun yang melihat keponakannya. Ia terus mengulang berkali-kali ciri-ciri Jimin kepada semua orang yang ditemui. Bahkan kini Baekhyun sudah menangis tersedu-sedu. Membuat kumpulan satpam supermarket mengelilinginya dan membagi tugas. Baekhyun juga meminta pada bagian informasi untuk mengumumkan kehilangan Jimin.

Ini sudah 3 jam sejak kejadian, dan Baekhyun tidak memiliki keberanian untuk mengabari Jongin ataupun Sehun. "Uncle" suara itu membuat Baekhyun menoleh seperti kecepatan cahaya. Objek yang dicarinya kini tengah tersenyum riang dalam gendongan seorang pria tinggi. Sekitaran mulutnya tampak kotor sisa es krim coklat dalam genggamannya. Jantungnya terasa jatuh ke perut. Ada rasa lega, hingga jengkel karena bocah itu kembali dengan senyum tanpa dosa setelah membuat Baekhyun hampir gila karena kehilangan.

"Sayangku, astaga uncle kira kau benar benar hilang!" Baekhyun merebut Jimin dari gendongan pria tersebut kemudian mengecek seluruh tubuh Jimin seolah-olah takut akan ada suatu kekurangan.

"Hehe" cengiran Jimin membuat Baekhyun hampir menangis seperti anak kecil. Ia sungguh lega hingga lupa mengucapkan terima kasih kepada seseorang itu.

-KH-

"Lain kali jika di tempat umum jangan pernah melepaskan tangan uncle. Ini berlaku saat Jiminie bersama daddy atau mama. Paham ?" Jimin hanya mampu mengangguk karena matanya terasa mengantuk setelah seharian ini berkeliling supermarket. Belum lagi drama ketika ia kehilangan pamannya tadi. Mulutnya yang kotor sisa es krim, sudah dibersihkan menggunakan tisu basah.

"Terima kasih ya.. Emmm?" ini memang bukan pertemuan pertama, tapi Baekhyun tidak pernah tahu namanya karena pertemuan lalu yang membawa kesan buruk.

"Chanyeol, Park Chanyeol" Dan sekarang Baekhyun merasa malu sendiri karena dulu sempat mengatai-ngatai lelaki yang kini telah membantunya menemukan Jimin.

"Ah, Park Chanyeol-ssi. Terima kasih karena mengembalikan Jimin padaku" lelaki yang ternyata bernama Chanyeol itu hanya mengangguk. Mengambil alih Jimin karena tahu jika Baekhyun sangat kesulitan, ditambah belanjaannya yang cukup banyak.

"Anda pasti kesulitan" Baekhyun hanya menunduk. Ia malu sekali sekarang, diam-diam ia berharap Chanyeol lupa dengan kejadian di toilet gedung resepsi.

"Aku…"

"Ingin minta maaf ?" tawa Chanyeol menggelegar seperti mengejek. Bisa ditebak ? ternyata lelaki itu masih ingat wajah Baekhyun.

"Hey" Baekhyun menanggapi dengan sungutan membuat Chanyeol semakin tertawa, tanpa melupakan fakta jika ada bocah yang sedang tidur dalam gendongannya.

"Sudahlah lupakan, bisakah kau bersikap seperti di toilet saja ? karena kau yang formal itu sangat menggelikan"

Baiklah Baekhyun menurut karena Chanyeol benar. Suasana menjadi sangat kaku jika ia terus bersikap formal. Baru Baekhyun sadari jika lelaki tinggi ini memang benar jauh lebih muda darinya. Profesinya seorang pengacara.

Tidak banyak mereka membahas urusan pribadi. Mereka hanya larut mengenai topik seputar Jimin. Bagaimana anak itu bisa ditemukan Chanyeol sedang menangis karena kehilangan pamannya. Sebenarnya ia ingin membawa Jimin pulang karena anak itu sangat menggemaskan. Tapi niatnya diurungkan ketika ia tahu bahwa Jimin ternyata anak Jongin juga Sehun. Chanyeol tidak ingin mati sia-sia di tangan lelaki kejam seperti Jongin. Jadi lebih baik ia mengembalikan Jimin, sebelum itu ia menghabiskan waktu bersama untuk bermain di timezone padahal Baekhyun hampir mati karena takut Jimin terkena apa-apa.

"Chanyeol-ssi, aku rasa kita cukup berpisah di lobby saja. Aku akan memesan taksi" Chanyeol menggeleng. Menggandeng sebelah tangan Baekhyun dan mengajaknya turun ke lantai dasar tempatnya memarkir mobil. Baekhyun, merasa jantungnya ingin melompat keluar karena tangan besar Chanyeol yang melingkupi tangannya. Sudah lama sejak terakhir kali ia merasakan hal ini. Ya, semua terasa sangat lama dan baru bagi Baekhyun setelah ia menghabiskan banyak waktu untuk menyakiti dirinya sendiri. Ternyata dunia luar jauh lebih indah. Ia menyesal pernah egois dan tidak memikirkan, bahwa dirinya sendiri berhak bahagia.

"Harusnya aku memanggilmu hyung. Tapi karena kau sangat kecil dan butuh dilindungi. Aku akan memanggilmu Baekhyun saja" terdengar kurang ajar memang. Padahal kultur Korea sangat menjunjung tinggi rasa hormat pada yang lebih tua. Tapi Baekhyun tidak peduli, toh dengan begini mereka menjadi selangkah lebih akrab. Ini pertama kali, sejak Baekhyun sembuh ia mempunyai teman baru, Park Chanyeol. Si misterius yang ternyata memiliki tawa idiot yang menggemaskan. Suara besar yang dibalut dengan umur jauh lebih muda darinya.


Tbc


A/N : oemji. Wkwkw sudah berapa lama sejak terakhir kali up. Kalo lupa baca ulang ya, semoga ga mengecewakan. Selalu jaga kesehatan, dan jangan lupa bahagia. Love u all :*