chapter 5

Pretend

Naruto by Masashi Khisimoto

Pairing : SasuSaku

.

.

"Ini malam minggu kawan, kau tidak kencan?" Sai menepuk bahu Sasuke, setelah mengobrak-abrik total lemari es milik Naruto.

Sasuke tetap menikmati biskuit kacang yang disodorkan Naruto padanya tadi. "Kau sendiri? "

Sai hanya terkekeh pelan.

Sementara itu Naruto sibuk dengan kucing peliharaannya yang tidak berhenti berkeliaran di sekitarnya. "Ya Tuhan... kenapa kau tidak pergi saja dari sini? Aku kan sudah memberimu makan." Bocah pirang itu mengacak rambutnya frustasi. "Pergi sana, aku sedang malas bermain denganmu."

Gaara yang duduk di sofa dekat jendela menertawakan tingkah Naruto. Pemuda Uzumaki itu tak ubahnya anak kecil yang berpikir bahwa seekor kucing mungkin saja akan mengerti bahasanya. Benar-benar bodoh.

Tapi... barangkali si kucing memang sudah terbiasa dengan bahasa Naruto, hingga hafal apapun yang disuruhkan padanya. Karena beberapa detik kemudian si kucing sudah melenggang pergi setelah gumaman ngeongnya yang kelewat kecewa.

"Kiba kemana?" Gaara bertanya, hanya mengarahkan pandangan pada Naruto bukan yang lain.

"Kau tidak tahu?"

"Apa?"

"Bocah itu baru saja jadian dengan si muka barbie dari kelas A itu." Naruto berjalan ke arah Gaara, tak begitu peduli dengan apa yang tengah dibicarakan Sasuke dan Sai di sofa seberang.

"Siapa?" Kerutan kening menggores jelas di wajah pria Sabaku No itu.

"Siapa lagi kalau bukan Yamanaka Ino."

"Oh keren..."

"Kenapa?" Naruto tak paham. Memilih meminum kopi hangatnya sembari menanti lawan bicaranya memberikan penjelasan.

"Oh man, kau tahu sendiri jika Yamanaka Ino benar-benar susah ditakhlukkan. Dan hebat jika Kiba bisa meluluhkan hatinya."

Naruto hanya tertawa mendapat jawaban seperti itu.

Sai tak begitu peduli pada adegan apapun soal Gaara dan Naruto yang tengah membicarakan hubungan romansa si Inuzuka, ia tak tertarik, sebab gadis yang berhasil ditakhlukkan Kiba pernah terang-terangan menolaknya di depan banyak orang, itu menyebalkan. "Shion sedang ada urusan, dia tidak bisa diganggu." Ia melirik pada si Uchiha, berharap mendapatkan alasan. "Kau? Sakura sibuk atau..."

"Kenapa kau selalu ingin tahu soal itu? Kau pikir hubungan ini serius? Huh." Sasuke memutar bola mata kesal, suasana hatinya jadi memburuk dan tak lagi minat untuk melanjutkan acara makan biskuitnya.

Kali ini Gaara dan Naruto mengalihkan pandangan padanya, teriakan barusan kiranya menarik perhatian mereka.

"Sekarang aku mau tanya." Gaara mendadak melontarkan kalimat demikian, membuat yang lain mulai diam. Apalagi beberapa hari ini kedua pria itu tak saling bicara tanpa sebab yang jelas.

Sasuke tak ragu lagi menatap iris hazel Gaara yang seperti menantangnya. Apa yang ia takutkan? Gaara sama sekali tak berbahaya, dan kenyataan itu membuatnya merasa tak masuk akal berada pada situasi seperti ini.

"Sakura punya salah apa padamu? Dulu kau memutuskan gadis itu karena kau lebih memilih Karin, dan sekarang kau menjadikan dia pacarmu..lagi, tapi seolah-olah kau ingin mempermainkannya. Kurasa dia benar-benar mencintamu, kau itu pura-pura buta atau buta sungguhan?" Kalimatnya sarat akan emosi yang seperti meledak-ledak.

Sasuke mulai mengerti sekarang, ia tak ragu lagi jika Gaara sebenarnya memang menyukai si Haruno. "Kenapa kau begitu marah padaku? Padahal bukan kau yang ku sakiti?" Ia tersenyum sinis. "Atau jangan-jangan..."

"Jika kau memang tidak benar-benar mencintai Sakura, kenapa kau tidak memutuskannya saja? Akan mudah kan jika begitu? Kau selalu beralasan jika Naruto di sini yang salah karena telah memberikan konsekuensi yang aneh dalam taruhan kalian. Harusnya tidak sampai selama ini kau membuat Sakura begitu percaya pada cinta palsu yang kau tunjukkan itu." Helaan napas pemuda itu terdengar kasar. "Seolah kau punya semacam dendam pada gadis itu dan berusaha membuatnya cinta mati padamu lalu kau memutuskannya. Apa itu rencanamu?"

"Kenapa kau sampai marah seperti orang gila? Atau jangan-jangan kau benar-benar menyukai Sakura?" Kali ini Sasuke tak lagi berusaha beramah-tamah. Membiarkan emosinya yang buruk meletup-letup mengerikan di ubun-ubunnya. Sekali-kali ia pikir perlu untuk menggertak anak itu.

Gara mengabaikan tuduhan Sasuke padanya. Tepat ketika mereka nyaris kembali saling melontarkan kalimat-kalimat kasar, Naruto menyela.

"Sudah cukup!" Ia berdiri diantara mereka seolah mengumpamakan dirinya adalah super hero yang memang dibutuhkan di saat genting. "Kalian ini apa-apaan?"

"Seperti anak kecil saja." Sai menekuk wajahnya dan berpikir bahwa Kiba begitu beruntung tak berada di situasi saat ini.

Baik Sasuke maupun Gaara sama-sama diam, tak saling pandang. Suasana makin canggung dan Sai rasa pertemanan mereka nyaris pecah, siapa yang memulai semua ini?

"Orang tuamu pulang jam berapa?" Shimura mengeluarkan suara, tak biasa dengan keadaan canggung dan suasana hening seperti saat ini.

Naruto mengerling jam dinding yang tengah menunjuk pukul 8 malam. "Masih lama, oh ayolah... mereka sedang menghadiri acara reuni SMP. Betapa lama tak bertemu dengan kawan-kawan zaman SMP yang mungkin sudah agak kabur di ingatan. Mereka tak akan menghabiskan waktu 1 atau 2 jam saja."

Sai mengangguk, dan sayangnya ia ingin segera pulang dan menyeret Sasuke untuk pulang bersamanya, kemudian menginterogasi pemuda itu. Tapi... apa ia mampu? Melihat Sasuke marah saja nembuatnya tak lagi berminat mengajaknya bicara.

Sasuke tak memakan biskuit kacangnya lagi, sibuk dengan ponselnya yang bahkan begitu membosankan. Tak ada game ataupun aplikasi apapun yang bisa menghiburnya. Dan tidak mungkin ia pulang sekarang, Itachi pasti belum tidur. Padahal niatnya menghadiri undangan Naruto juga untuk menghindari ceramah panjang lebar sang kakak yang sangat-sangat memusingkan, dan benar-benar tidak membuatnya merasa lebih baik. Tapi malah pertengkaran gila ini yang ia dapatkan, menyebalkan.

Helaan napas Gaara terdengar kacau. Ia beberapa kali mengarahkan pandangan ke luar jendela kaca yang langsung berhadapan dengan taman bunga. Agak menyesal karena ulahnya yang terlalu ikut campur urusan orang itu. Lagipula benar, Sasuke sama sekali tak menyangkut pautkannya dalam konsekuensi akhirnya. Jadi... seharusnya ia tak perlu terlalu... mmm... sok peduli pada orang lain begini.

Pada akhirnya, malam itu Sasuke pamit pulang terlebih dahulu. Pikirannya penuh dengan berbagai pertanyaan yang meluap-luap dari dasar hatinya. 'Apa iya Gaara mencintai gadis itu? ...'

.

.

Kelas D bukanlah kelas yang dipenuhi anak-anak dengan IQ diatas rata-rata. Dan kemauan belajar mereka pun sama, di bawah rata-rata, tak lebih besar dari anak-anak yang berada di kelas A. Jadi... ketika bel istirahat berbunyi nyaring, mereka dengan semangat menggebu mulai meringkasi alat tulis. Seperti baru saja menemukan makanan setelah seminggu tak makan. Istirahat akan membuat otak mereka sedikit lebih baik, itulah hal pertama yang terlontar dalam pikiran para murid yang mulai berhamburan keluar kelas tersebut. Padahal Pak Guru Asuma baru saja keluar dari kelas semenit yang lalu.

Sai berdiri di depan meja Kiba, memasang ekspresi yang menyiratkan 'kau beruntung sekali ya' namun tak terucap. "Mau ke kantin?"

"Tentu saja, kenapa kau tiba-tiba bertanya begitu?"

Naruto sudah melenggang duluan keluar kelas. Melangkahkan kaki panjangnya tanpa perlu menunggu yang lain, lagipula mereka juga akan mengikutinya tanpa disuruh.

Sasuke sudah nyaris berdiri dari bangkunya ketika Sai dan Kiba telah berjalan melewati pintu. Namun urung, seorang gadis dengan napas kacau dan kotak makan yang tergenggam erat di tangannya kini berdiri di ambang pintu.

"Sakura?"

Si gadis tersenyum sangat manis, meski rasa nyeri di kedua kakinya terasa begitu nyata. "Aku takut kau sudah pergi ke kantin, syukurlah... aku tidak terlambat."

Sasuke mengernyitkan kening, mengerling sekilas pada beberapa siswi yang mulai berbisik-bisik, dasar tukang gosip. "Lalu... apa itu?"

Sakura mengulurkan kotak makan pada si pemuda, merasa bahagia sekali saat tangan pria itu menyambut uluran tangannya. "Aku membuatkanmu sushi, kuharap kau suka." Ia memberi jeda, seperti ragu untuk mengatakan. "Aku sering melihatmu makan di kantin, jadi... Ku pikir pada jam-jam seperti ini kau pasti lapar."

Sasuke menggaruk tengkuknya, bukan salah tingkah atau apa. Kenyataan bahwa Sakura sering memperhatikannya membuatnya merasa dicintai. "Oh... terimakasih."

"Kita bawa ke taman?"

Pemuda itu baru menyadari jika Gaara masih berada di dalam kelas, dan memperhatikannya. Jadi ketimbang pergi ke taman sekolah dan diperhatikan banyak orang, ia lebih memilih di sini, mengabaikan para siswi tukang gosip itu. Karena membuat Gaara merasa cemburu sepertinya lebih menyenangkan. "Mmm... aku sedang malas keluar, di sini saja ya."

"Tapi... ya... kalau kau menginginkannya, tidak masalah." Sakura mulai duduk di kursi dekat Sasuke. Mengarahkan pandangan ke seluruh kelas, takut jika kehadirannya mungkin tak begitu disukai. "Hei... Gaara." Ia melambai rendah ketika mendapati bocah Sabaku No itu duduk di bangku pojok paling belakang.

Yang disapa hanya tersenyum, namun menyembunyikan sebuah rasa kesal di balik bibir yang dipaksa melengkung tersebut.

Sasuke mendesah pelan, sepertinya... bukan ide bagus juga berada di tempat ini bersama Sakura. "Aku tidak sabar memakan sushinya. Aku sudah lapar." Sumpah ia membual, merasa tak suka saja ada interaksi antara Gaara dan Sakura.

Tanpa banyak bicara, si Haruno membukakan kotak makannya, dan tertawa pelan mendapati reaksi Sasuke yang kelihatan sangat tak sabar memakan masakannya.

Uchiha muda itu tak peduli lagi pada cap yang selama ini disandangnya. Cuek, tidak romantis, menyebalkan dan bla bla bla. Ia memperlakukan Sakura dengan sangat baik, dan tertawa dalam hati tiap kali melirik ke arah Gaara dan mendapatinya makin menampakkan ekspresi kesal. Ini memang yang ia inginkan, rasakan itu.

Lalu... ada fakta yang benar-benar disadarinya. Sakura adalah satu-satunya orang yang membuatnya nyaman. Hmmm... Apakah ini yang dinamakan cinta?

.

.

Adalah hal bagus ketika tak ada Gaara pada latihan basket siang itu. Semoga saja rapat OSIS tak pernah berakhir, supaya si Sabaku No itu tak berada di dekatnya pada keadaan seperti ini.

Sasuke membiarkan peluhnya menetes, tak peduli pada lututnya yang berdenyut-denyut dan merasa lupa bahwa napasnya benar-benar kacau sekarang.

Lemparan bola dari Naruto dapat ia tangkap dengan mudah. Dan kali ini dengan semangat yang mengisi tiap jengkal tubuhnya, ia mulai mendribel bola menuju ring lawan.

Dan... sempurna. Bibirnya tidak berhenti tersenyum ketika bola basket yang ia lempar berhasil menembus ring lawan.

"Luar biasa." Sai menepuk pundaknya. Merasa begitu bangga. "Kita istirahat dulu." Teriaknya pada Naruto dan Kiba yang memasang ekspresi kecewa.

Baru juga sampai di tepi lapangan. Sasuke mendapati Sakura berdiri di sana. Menatapnya dengan iris yang penuh dengan pancaran luka. Ia belum sempat menghampiri si gadis, dan tiba-tiba Haruno muda berlari ke arahnya, lalu tanpa aba-aba menamparnya.

"Aku salah apa padamu? Aku salah apa?" Teriakan Sakura yang melengking menarik perhatian murid-murid di sana.

Bahkan bola yang dipegang Naruto, kini menggelinding tanpa tujuan.

"Kenapa kau tega sekali mempermainkanku? Ku pikir, kau kembali lagi padaku karena kau memang benar-benar menyukaiku, tapi apa? Aku salah. Kau lebih hina dibanding siapapun di dunia ini." Air matanya turun, berlinangan menyedihkan. Dan hidungnya terasa basah, sakit sekali ketika kau benar-benar mencintai seseorang namun orang itu menganggapmu tidak lebih dari teman. Atau... lebih buruk dari teman, semacam menganggapmu... mainan.

Butuh beberapa waktu bagi Sasuke untuk kembali pada kenyataan. Ia pikir tamparan Sakura barusan hanya mimpi yang mendadak menyerangnya ketika ia tengah terlelap. Tapi... hei ini nyata, dan gadis di hadapannya tampak sangat-sangat terluka. "Sakura..."

'Plak'

Satu tamparan lagi yang mendarat di tempat yang sama. Rasa pedih dari tamparan pertama belum juga usai, dan ditambah dengan tamparan kedua yang rasanya seolah merobek daging pipinya. Namun ia tahu, ini tidak lebih menyakitkan dibanding fakta yang telah diketahui Sakura.

"Aku berusaha menerimamu kembali karena ku pikir, kau tulus kali ini." Serabutan gadis itu menghapus air matanya. Mengabaikan berbagai macam opini yang mungkin dipikirkan Banyak siswa yang tengah memperhatikan ulahnya. Ia terlampau marah hingga tak bisa mengendapkannya barang 5 menit saja. "Aku... benar-benar mencintaimu. Masih mencintaimu bahkan ketika kau meninggalkanku setahun yang lalu tanpa sebab yang jelas. Dan kau datang lagi... demi Tuhan Sasuke, kau pasti ingin tertawa jika aku bilang, kedatanganmu yang kedua kali dalam hidupku benar-benar membuatku berpikir bahwa aku telah mendapat keberuntungan yang luar biasa."

"Sakura-"

Namun gadis itu sepertinya tak mau berhenti bicara. "Dan sekarang aku bahkan berpikir kau adalah makhluk paling kejam yang pernah ku temui."

Tidak masalah jika semua lontaran kalimat menyakitkan dilemparkan padanya. Ia tahu... ini keterlaluan, dan mungkin dirinya lebih pantas mendapatkan tamparan 100 kali lagi atau bahkan 1000 kali lagi. "Saku..."

"Gaara sudah mengatakan semuanya padaku, dia bilang bahwa kau mengajakku balikan lagi karena sebuah taruhan. Dan kau tak punya pilihan kecuali menepati konsekuensinya." Beberapa kali ia mengalami cegukan yang menyakitkan. Namun tangisnya masih saja belum berhenti.

Beberapa anak disana saling berbisik ketika nama Gaara disebutkan. Naruto bahkan memukul udara, yah... keterlaluan sekali, padahal niat awalnya sudah hampir tercapai, tapi Gaara malah membuat semuanya menjadi berantakan.

Oh... Gaara sialan. Sasuke mengumpat dalam hati. Hendak mengatakan sesuatu, namun semua kata-kata seolah tertelan dan tak bisa ia keluarkan lagi. Otaknya berpikir begitu lamban, ingin sekali mengatakan pada Sakura bahwa... awalnya ia memang hanya berpura-pura, tapi pada akhirnya ia benar-benar jatuh hati pada Sakura.

"Kau kejam, Sasuke." Gadis itu berteriak frustasi. Seolah akal sehatnya telah terbang jauh meninggalkannya, tangisnya pecah menyedihkan, membuat banyak orang bersimpati padanya.

"Sakura dengarkan aku..."

"Tidak ada yang perlu didengarkan lagi, kau pembohong, pecundang, pengkhianat. Aku benar-benar menyesal pernah mengenalmu." Seolah ada ribuan luka yang menyembul di balik urat wajah gadis itu, jejak air mata di paras itu tersisa menyakitkan.

Sasuke ingin sekali menghapus air mata yang meleleh di pipi Sakura. Menenangkannya seperti ketika mereka tengah melihat film bersama. Tapi... entah kenapa ada ribuan penyesalan yang menggantung di ulu hatinya.

"Aku benci padamu!" Baru setelah kalimat itu terucap, si gadis berlari meninggalkan lapangan.

"Sakura!" Sasuke tak menemukan kata apapun yang dapat diucapkannya. Namun detik berikutnya, kakinya sudah terayun meninggalkan lantai gedung olah raga. Berharap bisa mengejar Sakura dan memperbaiki semuanya.

Suara riuh ketika dua pasangan yang baru saja bertengkar hebat itu keluar lapangan. Drama kacangan yang mereka saksikan mendadak berhenti dengan adegan yang tragis.

"Malang sekali nasibnya. Dapat tamparan, dapat malu juga." Sai bergumam, merasa prihatin dengan hal yang tengah menimpa Sasuke. "Menurutmu apa yang akan dilakukan Sasuke ketika berhasil mengejar Sakura?"

"Mana aku tahu?" Naruto mendadak ikut kesal. Padahal ia kira Sasuke sudah benar-benar jatuh hati pada Sakura. Jika memang pada akhirnya seperti itu, mungkin Sasuke tidak harus membocorkan alasan awalnya mendekati Sakura. Tapi Gaara menghancurkan semuanya. Ya Tuhan... level kecewa Sakura pada Sasuke pasti jauh lebih tinggi sekarang.

TBC

gimana? karma buat Sasuke masih kurang kah? :D

review ya :)