- Colors -
December, 6 2018
Kepada seluruh siswa yang akan mengikuti lomba melukis dan menggambar harap segera memasuki kelas 2-A karena perlombaan akan segera dimulai dalam lima menit. Sekali lagi diberitahukan kepada seluruh siswa yang mengikuti lomba melukis dan menggambar untuk segera memasuki kelas 2-A karena perlombaan akan segera dimulai dalam lima menit..
Pengumuman itu terdengar disetiap penjuru kelas hingga keseluruh sekolah. Beberapa pengumuman lain turut diberitaukan agar seluruh siswa bisa segera memasuki ruangan untuk mengikuti mata lomba yang akan segera diselenggarakan secara serentak.
Hari ini, Kamis, tanggal enam Desember, Hakyo Senior High School menyelenggarakan sebuah acara besar-besaran. Berbagai mata lomba dipersembahkan untuk mengasah bakat siswa dalam berbagai bidang dan keterampilan, pekan olah raga turut meramaikan lapangan hijau mereka, dengan beberapa siswa yang turut meramaikan pertandingan antar kelas menggunakan spanduk dan pemandu sorak.
Beberapa mata lomba untuk olimpiade turut menarik perhatian siswa, setiap kelas mereka mengirimkan satu orang jenius yang akan bersaing untuk seleksi awal pemilihan olimpiade, tentusaja pelajaran yang disuguhkan bukanlah pelajaran yang bisa dijawab dengan feeling dikepala. Mereka yang mengikuti lomba adalah pejuang dari masing-masing kelas unggulan.
Lima menit lagi sebelum salah satu mata lomba dimulai.
Lomba melukis dan menggambar.
Salah satu lomba yang diminati banyak siswa. Kelas telah penuh dengan para peserta dari berbagai kelas dan tingkatan. Semua bersatu menjadi seorang saingan. Berlomba dalam menunjukan ekspresi diri dalam sebuah coretan warna.
Alat tempur telah siap diatas meja. Mereka membawa senjata yang berbeda-beda. Beberapa ada yang menggunakan cat air, beberapa ada yang menggunakan pensil warna bahkan crayon, alat itu dipilih sesuai dengan kemampuan sang petarung dengan taktiknya untuk memenangkan pertarungan.
Pihak sekolah hanya menyediakan selembar kertas untuk menampung ratusan warna yang akan ditumpahkan, aturannya, siswa boleh menggunakan alat gambar apa saja yang akan mereka gunakan, bahkan jika itu hanya sebuah pensil, itu bukanlah sebuah masalah.
Lima menit sebelum lomba dimulai akhirnya berakhir ketika guru Lee memasuki kelas dengan lembaran kertas putih ditangannya.
Guru Lee adalah guru seni disekolah mereka, beliau begitu ramah dengan sosok yang tidak sulit untuk diajak berkomunikasi.
Seluruh peserta menegakkan badan, membenarkan posisi duduk mereka ketika guru Lee bersiap untuk menyampaikan sepatah dua patah kata.
Tepat sebelum suara itu dapat didengar oleh seluruh peserta, kedatangan seorang murid kedalam ruangan yang telah benar-benar hening itu mencuri seluruh perhatian.
Seorang siswa lelaki berpostur tinggi, dengan kacamata dan rambutnya yang sedikit melewati alis tertunduk ketika menyadari perlombaan mungkin akan segera dimulai.
"Kau peserta lomba?"
Guru Lee bertanya pada tubuh tinggi yang hanya berdiam memegangi tali ranselnya, bukan sebuah suara atas jawaban yang diberikan untuk menjawab pertanyaan gurunya, namun sebuah anggukan kaku dari kepala yang masih tertunduk enggan untuk bertatapan dengan sang lawan bicara.
"Baiklah, kau tau kan lomba yang diwakili olehku memiliki banyak peminat, jadi pilihlah tempat yang masih kosong untukmu."
Lelaki itu tak mengeluarkan suara, namun memberikan sebuah hormat sebelum melanjutkan langkah pada sebuah meja kosong yang memang tersisa untuknya.
Dia enggan melemparkan pandangan pada orang-orang yang duduk disekitarnya, namun gerakan kaku itu kemudian membuka tas dan mengeluarkan sebuah pensil lengkap dengan rautan dan sebuah penghapus.
Atmosfer canggung itu hilang ketika guru Lee memberikan atensi lain pada seluruh peserta, beliau kemudian membacakan beberapa aturan tentang apa yang harus mereka taati selama perlombaan berlangsung.
Semua pasang mata fokus memperhatikan, namun tidak dengan beberapa lirikan kecil yang ditujukan pada lelaki tinggi yang terlambat memasuki ruangan.
Nyatanya, seorang siswa belumlah sepenuhnya melepaskan perhatiannya pada sepasang tangan yang kini memegangi sebuah pensil dengan ujung yang begitu runcing.
"Tidak diperbolehkan meminjam peralatan menggambar selama perlombaan berlangsung, kalian sudah membawa alat gambar masing-masing bukan?"
Sontak seluruh suara menjawab pertanyaan salah satu aturan yang masih dibacakan oleh guru Lee, dengan setiap alat gambar yang sudah siap diatas meja. Sampai saat itu, lelaki dengan kacamata dihidung mancungnya masihlah tidak mengeluarkan alat gambarnya.
Oh jangan bilang jika satu pensil itu adalah satu-satunya yang akan ia gunakan sebagai alat gambarnya?
Rasa iba segera terasa, beginilah ketika kau tidak tahan melihat seseorang yang tak berdaya bahkan tak berjuang untuk sebuah bantuan.
"Hey.."
Pelan suara yang menyerupai bisikan itu terasa ditujukan untuknya, ragu namun kepala itu tetaplah menoleh pada suara yang mungkin memang memanggil dirinya.
"Kau hanya menggunakan itu sebagai alat gambarmu?"
Kini sebuah telunjuk menunjuk tepat pada pensil didalam genggamannya, murid ini ternyata benar-benar memanggilnya.
Namun rasa bingung itu masihlah mengusai dirinya, jika memang dia hanya menggunakan sebuah pensil, lalu apa masalahnya?
Satu anggukan kembali menjawab pertanyaan yang dilontarkan untuknya, seperti enggan berbicara kepada setiap orang, sebuah tatapan pun enggan diberikan untuk orang yang berusaha membantunya.
Satu set alat menggambar kemudian disimpan disisian mejanya.
Sontak ia memalingkan wajah untuk pertama kalinya hingga sang lawan bicara dapat secara jelas melihat wujudnya.
"Aku membawa dua, kau pakailah milikku, akan lebih bagus jika kau menggunakan beberapa warna untuk hasil gambarmu nanti."
Orang itu berbicara lagi dengan telunjuknya yang kini menunjuk pada satu set alat gambar lain diatas mejanya, memberitau jika orang itu benar-benar membawa dua set alat gambar hanya untuk lomba antar kelas ini.
"Jika kalian sudah mengerti, dengan begitu lomba melukis dan menggambar ini akan segera dimulai."
"Pakai saja, kau tidak masalah dengan crayon kan?"
Suara itu kembali terdengar dalam bentuk bisikan bersemangat, seorang siswa yang belum pernah berbicara dengannya, terlihat asing karena mungkin ia tak pernah melihat orang sekitar ketika ia berjalan disepanjang koridor sekolah.
Kedua belah bibirnya masih terkatup untuk sebuah ucapan terimakasih, ketika yang membantunya tak ragu untuk memberikan senyum manis sebelum berfokus pada selembar kertas yang guru Lee bagikan pada setiap meja.
Sebelum menggoreskan pensilnya pada kertas yang masih begitu putih, lirikan mata dibalik kaca matanya menangkap sebuah nama yang tertulis pada permukaan set crayon yang dipinjamkan secara cuma-cuma untuknya,
Byun Baekhyun.
Byun Baekhyun, nama anak itu Byun Baekhyun. Menoleh sekali lagi pada seorang murid yang berbaik hati padanya, anak itu tengah begitu fokus pada goresan warna yang kini menghiasi putih kertasnya diatas meja.
Untuk beberapa alasan, dia merasa bersyukur pada orang yang nyatanya masih peduli padanya.
Detik itu terus berlangsung, namun terus berkurang untuk waktu yang telah ditentukan dalam lomba hari ini.
Kelas menjadi begitu sunyi, bagaikan tak berpenghuni dengan setiap kepala yang tertunduk pada olahan seni yang masih setengah jadi.
Guru Lee melangkah pada setiap celah meja muridnya yang tengah mengekspresikan diri dalam menuangkan imajinasi, berbagai wujud gambar mulai muncul pada permukaan kertas, memperlihatkan bibit unggul pada setiap coretan yang ditinggalkan.
Waktu terus berlalu, namun para peserta merasa tidak keberatan dengan rasa pegal yang kini mulai menyerang setiap pergelangan tangan.
Hening ruangan itu mampu menangkap langkah lain yang memasuki ruangan, langkah lain yang menemani langkah pelan guru Lee terdengar begitu kontras dengan hentakan kaki yang terdengar tergesa-gesa.
"Jadi kau benar-benar datang kemari?!"
Hentak kaki itu terhenti, namun suara yang lebih keras menguasai.
Seluruh kepala yang tertunduk kini terangkat pada sang tersangka yang nyatanya adalah seorang guru disekolah mereka.
Seragam serupa seperti yang dikenakan guru Lee dikenakan oleh pria itu, kedua tangan bertumpu pada pinggang dengan rupa antagonis yang siap menyerang siapa saja.
Guru itu nyatanya berhenti pada meja si lelaki berkaca mata yang terlambat memasuki kelas.
"Bukankah sudah kubilang untuk lebih mementingkan prioritasmu? Apa sekarang kau membantah perintahku hah?"
Teriakan lain menyusul kalimat yang ia lontarkan sebelumnya, namun yang disorot dengan mata tajam itu tidak memberikan reaksi melainakan sebuah tundukan kepala seperti yang mereka lihat ketika lelaki berkaca mata itu memasuki kelas.
Anehnya, tidak ada yang merasa terkejut dengan teriakan sang guru kepada si murid berkaca mata. mereka bahkan tidak memiliki niatan untuk sekedar menegur apa yang barusaja terjadi ditengah-tengah kegiatan berlangsung.
Itu guru Park.
Guru matematika disekolah mereka, beliau ditakuti oleh seluruh siswa, tegas, tepat waktu, tanpa ampun, dan taat aturan.
Mungkin semua murid di Hakyo memberi gelar guru killer sebagai sebutan dirinya, namun siapa sangka jika ternyata mereka bisa secara langsung melihat guru Park memarahi anaknya didepan umum?
"Wow Park, kau kemari?"
Guru Lee menyadari jika kehadiran rekan gurunya itu merubah atmosfer didalam kelas menjadi sedikit kelabu dan menegangkan, beberapa siswa enggan untuk melanjutkan pekerjaan mereka dan menerka-nerka apa yang akan terjadi selanjutnya.
"Kenapa kau tidak melarangnya saat mengikuti lomba ini? Kau harusnya tau jika anak ini harus mengikuti lomba olimpiade dikelasku. Kau tidak tau berapa lama aku menghabiskan waktu untuk mempersiapkan ini untuknya?!"
"Hey kawan, tenanglah, kau membuat murid-muridku ketakutan. Kenapa tidak membicarakan ini diluar saja?"
Mencoba menahan amarah dengan deru nafas yang kian memberat, guru Park kemudian mengedarkan pandangan pada seisi kelas, beberapa siswa yang bertabrakan mata dengannya segera menunduk takut dan berpura-pura kembali mengerjakan pekerjaannya. Itu cukup membuktikan jika perbuatannya berhasil mencuri atensi siswa dikelas yang dimasuki olehnya.
Kembali memusatkan atensi pada sang anak yang masih menundukan kepala, dengan coretan warna pada kertas yang masih setengah putih, hal itu berhasil menyulut api didalam dirinya.
Satu tepukan dibelakang kepala sang anak berhasil membuat kepala tertunduk itu terdorong hingga menimbulkan sebuah bunyi yang bisa didengar oleh setiap telinga didalam kelas,
"Segera selesaikan dan temui aku dikantor."
Guru Park nampak membenarkan baju kebesarannya, sebelum memberi tepukan ringan pada lengan guru Lee lalu berlalu pergi meninggalkan kelas.
Suasa kelas semakin memburuk, anak yang ditinggal pergi masih tak meberikan reaksi, entah itu memendam rasa sakit atau malu, namun kepala itu terdiam dalam sebuah tundukan pada hasil karyanya yang mulai terlihat begitu indah.
Guru Lee enggan memberikan respon untuk kejadian yang barusaja terjadi, seperti sebuah kejadian yang tidak perlu ditanggapi, rekan kerjanya itu tidaklah berubah dalam memperlakukan anakanya didepan umum,
Sebuah tepukan tangannya mengembalikan fokus siswa, mengingatkan jika mereka masih memiliki banyak waktu untuk melanjutkan pekerjaannya hingga selesai, dengan begitu seluruh siswa kembali pada kesibukannya masing-masing.
Namun itu semua baru bagi Baekhyun.
Baekhyun tau guru Park itu seperti apa, lebih tepatnya, Baekhyun pernah dimarahi ketika dia tidak mengerjakan pekerjaan rumah dan berakhir diluar kelas tanpa mengikuti pelajaran. Itu cukup membuatnya was-was, baginya berpapasan dengan guru Park saja sudah berhasil membuat jantungnya berdegup kencang akan rasa bahaya.
Dan yang dilihatnya beberapa saat lalu sukses membuat liurnya tertahan ditenggorokan, sebenarnya siapa lelaki ini? Dilihat dari bagaimana lelaki itu kembali melanjutkan pekerjaannya tanpa memberikan reaksi apapun, tidakkah itu terlihat sedikit ganjal?
Perlombaan itu akhirnya selesai, guru Lee meminta para siswa untuk meninggalkan ruang kelas dan membiarkan hasil karya mereka diatas meja hingga guru Lee sendiri yang akan mengumpulkannya.
Tepat saat seluruh siswa meninggalkan ruangan, Baekhyun mendapat sebuah tepukan kecil pada pundaknya, ketika ia berbalik untuk melihat siapa orang yang berniat memanggil dirinya, tubuh tinggi dari lelaki berkaca mata yang duduk disebelahnya telah siap dengan sebelah tangan yang terulur hendak mengembalikan set crayon miliknya.
"Terimakasih, ini sangat membantu."
Lelaki itu berucap begitu cepat disusul dengan sebuah bungkukan tanda hormat lalu melenggang pergi, sebelum Baekhyun sempat membalas ucapannya.
Dua hari setelahnya Baekhyun mengetahui identitas lelaki itu, namanya Park Chanyeol, kelas 2-1 anak jenius yang menduduki peringkat pertama dari tahun ke tahun, putra dari guru matematika Park Dong Joon, tidak aneh ketika Baekhyun beberapa kali melihat Chanyeol yang selalu berjalan dibelakang guru Park dengan beberapa buku tebal dikedua tangannya.
Setiap jam istirahat atau saat jam pelajaran kosong, Baekhyun selalu melihatnya, melihat Chanyeol dengan kepala tertunduk pada sebuah buku bacaan yang selalu dibawa kemana-mana.
Tiga hari berlalu setelah acara besar-besaran sekolah mereka berakhir dengan meriah, acara puncaknya ditutup dengan sebuah penampilan panggung yang membuat seluruh siswa menikmati dentuman musik dari pemain band yang didatangkan secara khusus untuk menutup acara sekolah mereka.
Pagi ini, ketika Baekhyun membuka lokernya, benda lain kembali menemani barang-barang miliknya.
Kini sebuah boneka kecil berwarna putih.
Jika dua hari yang lalu secara mengejutkan Baekhyun mendapat sebuah bingkisan coklat, lalu sebotol yakult didalam lokernya, hari ini Baekhyun mendapat sebuah boneka kelinci menggemaskan yang secara ajaib mengisi ruang lokernya.
Baekhyun yakin jika ini bukanlah hari kasih sayang atau hari ulangtahunnya, meskipun begitu, ia cukup yakin jika dirinya tidak begitu terkenal hingga ada seorang penggemar yang berniat memberinya hadiah secara sembunyi-sembunyi.
Kemarin Baekhyun bahkan bertanya pada beberapa teman yang memiliki loker bedampingan dengannya, menanyakan jika bingkisan coklat itu mungkin salah satu milik temannya, atau minuman yakult itu tertinggal didalam lokernya, namun tidak ada diantara mereka yang mengakui jika mereka pemilik dari coklat misterius itu.
Lalu apakah boneka ini memang sengaja ditinggalkan untuknya? Tapi siapa?
Membiarkannya sebagai misteri, Baekhyun tidak ingin mengambil benda yang berada didalam lokernya begitusaja, meski itu memnag berada didalam lokernya, tapi Baekhyun tidak merasa memiliki hak untuk mengakuinya,
Esok harinya, koleksi baru menambah isi lokernya, sebuah bingkisan berwarna merah muda,
Dikemas dalam sebuah kotak indah dengan tali berpola pita diatasnya.
Jemarinya mengangkat kotak kecil yang berkumpul dengan benda asing lainnya, bagaimana jika Baekhyun melaporkan ini kepada wali kelasnya? Sepertinya ini akan terus berlanjut hingga Baekhyun tidak dapat menangkap siapa pelakunya.
Baekhyun merasa tidak membuat kesalahan selama tiga hari yang lalu, tidak ada hal yang spesial sehingga ia harus menerima hadiah secara terus-menerus.
Ya, hadiah.
Baekhyun kali ini menganggapnya sebagai hadiah karena semua barang-barang yang berada dilokernya adalah barang yang tidak merugikan, melainkan sekumpulan benda cantik dan juga bingkisan makanan yang enak.
Menggigit bibir bawahnya, sorotnya lalu menyadari satu set crayon yang turut berada didalam lokernya,
Set berwarna bening itu menunjukan deret warna didalamnya, coklat, hijau, putih, merah muda..
Pikirannya lalu berputar untuk sebuah benang merah yang mungkin terjalin didalamnya, deret warna itu kemudian selaras dengan benda asing yang mengisi lokernya,
Warna crayonnya yang coklat, apakah itu untuk sebuah coklat yang ia terima tiga hari yang lalu?
Warna hijau, apakah itu untuk sebotol yakult yang sengaja ditinggalkan didalam lokernya?
Putih untuk boneka kelinci yang begitu menggemaskan?
Lalu merah muda untuk kotak indah dengan sampul pita diatasnya?
Sudut bibirnya tertarik untuk sebuah kemungkinan, jika memang seperti itu, apakah besok adalah benda dengan warna merah seperti deret crayon miliknya?
Kalau begitu, mungkinkah Baekhyun sudah memiliki tersangka yang selama ini memberinya hadiah misterius?
Pagi harinya, setangkai mawar merah terlihat begitu segar dengan bulir air disetiap kelopaknya.
Masih sangat segar karena ia sengaja membelinya ketika toko bunga itu baru membuka knop pintunya.
Menjadi satu-satunya murid yang pertama datang kesekolah menjadi kesenangan tersendiri saat ia memiliki hal yang harus dikerjakan secara rahasia.
Sudah empat hari dengan bunga mawar yang akan ia simpan sebagai sebuah kejutan untuk seorang siswa yang ia ajak bicara seusai lomba.
Pantulan bunga mawar dari kacamatanya menarik ulas senyum pada belah bibirnya, mawar untuk warna merah, bukankah itu sempurna?
Satu set crayon itu memiliki lebih dari sepuluh warna, namun ia tidak merasa keberatan untuk mengganti semua warna yang telah dia pinjam beberapa hari yang lalu, mungkin ia tidak bisa mengembalikannya dalam satu waktu, namun ia memiliki banyak hari untuk bisa mengucapkan rasa terimakasihnya.
Kemarin ia melihat jika pemberiannya masihlah berada didalam loker, sang pemilik tidak turut serta membawa barang pemberian darinya, menggemaskan ketika melihatnya kebingungan dengan raut wajahnya yang terlihat begitu lucu,
Namun jejak misterius yang direncanakan untuk diberikan selama berhari-hari sepertinya harus terbongkar hari ini.
Ketika membuka sebuah loker yang bukanlah miliknya, alih-alih penampakan kumpulan barang yang mulai menumpuk didalam sana, kini berhias sepotong kertas dengan catatan kecil dipermukaannya.
Hai, jika itu memang kau yang menggunakan crayonku selama perlombaan kemarin, ayo bertemu! Apakah hari ini kau akan memberiku sesuatu dengan warna merah? Jika aku benar, maka itu benar-benar kau! Tidak perlu menggantinya, bagaimana dengan menemuiku setelah jam pelajaran selesai?
Kau tau namaku kan?
-B.B.H
Ah.. jadi tugasnya sudah selesai sampai sini? Ini diluar perkiraannya, dilihat dari bagaimana Bekhyun terlihat kebingungan dengan satu hadiah yang ia dapatkan setiap harinya ternyata mampu membongkar siapa dia yang sebenarnya,
Ternyata Baekhyun itu pintar ya.
Lalu ia segera meletakkan ranselnya pada lantai, mengambil sebuah buku dari dalam tasnya, dengan label nama Park Chanyeol diluar sampulnya.
Aku tidak menyangka akan tertengkap secepat ini, jika begitu, maukah kau menerima pemberianku? Kau tau kan jika aku tidak meletakkan apapun didalamnya, dan yeah.. setangkai mawar untuk warna merah, apa kau menyukainya, Baekhyun?
-P.C.Y
Baekhyun lalu mengulas sebuah senyum, hari ini ia mendapat kejutan lain didalam lokernya, pertama, benar adanya jika warna merah adalah apa yang akan ia dapatkan, kedua, Baekhyun dengan tepat menangkap sang pelaku utama, lelaki itu.
Park Chanyeol.
Dan yang ketiga, siapa sangka setangkai mawar itu berarti lebih pada debaran jantungnya? Untuk beberapa alasan, sepertinya Chanyeol memilih hadiah yang tepat untuk mengganti warna merah yang telah dipinjam olehnya, jadi.. bukankah akan lebih baik jika mereka segera bertemu setelah pelajaran nanti?
Hari ini terasa begitu cepat, pelajaran silih berganti hingga akhirnya bel pulang riang terdengar disetiap ruangan kelas.
Beberapa siswa berhamburan untuk segera meninggalkan pelataran sekolah, beberapa diantara mereka memilih bersiap untuk mengikuti kegiatan ekstrakurikuler atau bahkan beberapa diantara mereka menyisihkan waktu untuk kewajibannya membersihkan kelas.
Seorang siswa telah siap untuk jadwal lain setelah pelajaran sekolah selesai, ia melangkah pada jajaran loker yang sering ia singgahi pagi-pagi sekali.
Tidak ada seorang pun disana.
Jika ia tidak salah ingat, ia mimiliki sebuah pertemuan setelah jam pelajaran selesai, tidak mungkin jika ia dipermainkan bukan?
Sebuah kertas terselip diantara celah loker sang pemilik yang mengajaknya bertemu, tidak biasanya namun ia merasa jika itu mungkin sengaja diletakan untuknya. Menariknya keluar lalu terdapat goresan tinta pada lipatan didalamnya.
Hey, apa kau menungguku? Aku mendapat giliran membersihkan kelas hari ini, dan itu akan terasa melelahkan jika aku berada disana bukan? Hahaha, jadi bagaimana jika kita bertemu diatap sekolah saja?
Catatan kedua yang ia terima hari ini, entah kenapa ini terasa sedikit klasik, bukankah zaman sudah sangatlah maju? Kenapa mereka harus bertukar surat untuk saling bertemu? Lagipula, bukankah mereka berada dalam satu sekolah yang sama? Apakah jarak begitu menyesakkan ketika kau terpisahkan dalam beberapa langkah untuk saling bertemu?
"Chanyeol?"
Tubuhnya berbalik ketika seseorang memanggil namanya, dengan sepotong kertas yang segera ia masukan kedalam saku celana.
"Kau disini ternyata, guru Park kekelas tadi, beliau mencarimu, kupikir kalian pulang bersama?"
Itu teman sekelasnya, berjalan dari arah kelasnya, memberitaunya jika sang ayah ternyata datang tepat waktu untuk menjemput sebelum mereka pulang dan melanjutkan pelajaran ketika sampai dirumah.
Jika teman barunya membolos untuk membersihkan kelas, bukan sebuah kesalahan ketika ia memilih untuk membolos pulang awal kan?
"Oh, aku akan segera kesana, aku melupakan buku-ku terimakasih telah memberitau."
"Bukan masalah, kalau begitu aku duluan."
Temannya berlalu pergi, berlawanan dengannya yang menjauhi gerbang sekolah, tangga menuju atap sekolah adalah tujuannya saat ini, menghiraukan ponselnya yang menyala akan panggilan masuk dari sang ayah, bukan salahnya, ketika ponselnya dalam mode senyap, siapa yang akan menyadari jika panggilan masuk itu diterima olehnya?
Hembus angin terasa ketika Chanyeol membuka pintu atap sekolah, derit besi itu menolehkan sebuah kepala yang lebih dulu berada disana.
Berdiri dari posisi duduknya untuk menyambut seseorang yang telah menerima suratnya.
"Kau datang?"
Senyum itu kembali dilihatnya, seperti sebuah kilasan yang sebelumnya memudar, kini Chanyeol yakin jika senyum yang pernah ia lihat beberapa hari yang lalu itu benarlah indah adanya.
Lelaki yang lebih pendek melangkah mendekat, pada lelaki yang lebih tinggi dengan sebelah tangan yang masih bertengger pada knop pintu.
Hembusan angin kembali terasa, menyapa helai rambut keduanya, terasa begitu sejuk ketika mereka berada dalam ketinggian dengan hembus angin yang begitu nyata.
"Aku benar bukan? Memang kau orangnya, Park Chanyeol.."
Baekhyun kembali memberinya sebuah senyuman, entah kenapa Baekhyun ramah sekali bahkan pada seseorang yang hanya berbincang dengannya melalui selembar kertas.
Chanyeol tidak pernah mengunjungi atap sekolah sebelumnya, langit terlihat begitu jernih dan dekat jika dilihat secara langsung seperti sekarang, kegiatannya disekolah hanyalah sebatas memperhatikan guru selama dikelas, duduk dimeja, mencatat pelajaran, lalu pulang setelah bel sekolahnya berbunyi.
"Jadi.. kenapa kau memberiku barang-barang itu?"
"Apa itu mengganggumu?"
Keduanya beradu tatap, rupa yang masih terlihat asing namun mencoba untuk menerima keberadaan masing-masing.
Baekhyun menggeleng sebagai respon, baginya itu bukanlah sebuah hal yang mengganggu.
"Sebenarnya tidak, aku hanya tidak memiliki pilihan tersangka utama, kupikir itu untuk orang lain karena aku tidak merasa harus mendapat beberapa hadiah."
"Kau pantas mendapatkannya, itu adalah rasa terimakasihku."
"Tapi kau membayarnya terlalu banyak, aku tidak mengharapkan hadiah sebanyak itu."
"Itu sepadan dengan semua warna yang kupinjam saat itu."
Chanyeol masih dalam pendiriannya, baginya itu adalah hal yang sangat berarti, mengikuti lomba tanpa persiapan adalah hal yang paling menantang, baginya, hanya dengan menghadiri lomba sudah merupakan sebuah keajaiban karena dia bisa menghindari larangan sang ayah, dan dengan pertolongan Baekhyun yang bahkan tidak pernah Chanyeol harapkan sebelumnya, merupakan sebuah anugerah yang tidak disangka-sangka.
"Aku hanya tidak ingin melihat lawanku tak berdaya dengan hanya menggunakan pensil sebagai senjata perangmu, setidaknya aku membantumu untuk bertahan hidup disana."
"Yeah, itu sangat membantu, memberiku warna lain selain kelabu."
Kedua lengannya menopang tubuh bagian atas, mendongakan kepala mengagumi langit yang begitu jernih, membiarkan hembus angin menenangkan pikirannya sejenak, membiarkan diriya terbebas dari jeratan jadwal ketat yang masih menunggunya saat pulang.
"Kau tau, guru Park pernah memarahiku saat aku tidak mengerjakan pekerjaan rumah, sejak saat itu, berpapasan dengannya saja sudah membuat jantungku berhenti berdetak. Aku tidak menyangka jika beliau terlihat lebih menyeramkan ketika memarahi anaknya sendiri."
"Memalukan bukan? Dia tidaklah berubah, kupikir dia bisa menahan amarahnya meski aku tau itu melampaui batas kesabarannya, aku bahkan tidak memiliki keberanian untuk mengangkat kepalaku kala itu."
Baekhyun kemudian membaringkan tubuhnya pada permukaan tembok, menopang belakang kepalanya dengan kedua lengannya yang terlipat sebagai sebuah bantalan, Chanyeol memberikan lirikan pada sudut matanya, sosok baru ini nyatanya begitu bersahabat hingga mereka bisa berbincang layaknya sahabat lama yang kembali bertemu.
"Kalau boleh tau, kenapa aku jarang sekali melihatmu? Bukankah kita satu angkatan? Aku bahkan baru menyadari jika ternyata kau adalah anak dari guru Park dan kau selalu berada dibelakangnya kemanapun beliau pergi."
Tubuh lain turut menemani Baekhyun memandangi langit, menggunakan tas sebagai bantalan lalu menyilangkan lengan didada,
"Kau bisa menemukanku di perpustakaan, tidak ada tempat lain yang bisa kukunjungi selama disekolah, jika kau tidak pernah menemukanku, maka bukan salah ayahku ketika dia memarahimu karena tidak mengerjakan pekerjaan rumah."
Kening yang lebih kecil berkerut ketika mendengar sebuah ungkapan yang cukup menyindir dirinya, Baekhyun menolehkan kepalanya, pada sosok yang masih memandangi indahnya langit siang ini,
"Maksudmu.. aku pemalas, seperti itu?"
Lelaki berkaca mata kemudian menolehkan kepalanya, pada kening yang masih berkerut tidak terima,
"Kau yang mengatakannya, bukan aku."
"Woah kau menyebalkan juga ternyata. Tidak kusangka kau berani memberiku hadiah jika ternyata kau memiliki hal tajam untuk disampaikan."
"Kau tidak marah hanya karena itu kan?"
"Bagaimana jika berduel denganku? Kulihat kau cukup mahir dalam menggambar, ingin bertarung?"
"Kenapa tiba-tiba?"
Baekhyun yang lebih dulu bangkit dari acara menatap langitnya, angin kembali berhembus menerbangkan helai rabutnya, menatap Baekhyun dari bawah dengan latar langit sungguhlah indah, pantulan kaca matanya menangkap semuanya, pemandangan indah yang tidak akan setiap hari kau lihat.
"Entahlah, kupikir kau sangat senang menggambar, bagaimana jika kita melakukannya lagi?"
"Aku tidak membawa apapun didalam tasku."
"Bahkan jika itu hanya selembar kertas dan pensil, bukanlah menjadi masalah untukku."
"Lalu apa yang ingin kau gambar?"
"Kau."
Baekhyun kemudian tersenyum, pada Chanyeol yang masih membaringkan tubuhnya.
Baekhyun sudah memperhatikannya, pada jarak yang tak lelaki itu sadari.
Ke perpustakaan setiap harinya, membaca buku, belajar, pulang tepat waktu,
Lalu sebuah karya yang luar biasa tidak bisa Baekhyun percaya begitusaja. Lelaki yang menggunakan kacamata, berada dalam kuasa ayahnya, nyatanya menghasilkan sebuah karya yang luar biasa.
Saat itu Baekhyun menemui guru Lee untuk jadwal ekstrakurikuler yang diketuai olehnya, saat itu beliau tengah memperhatikan bibit-bibit unggul yang telah menciptakan sebuah karya.
Sebuket bunga dalam vas terlihat begitu nyata, dengan genang air didalam vas agar bunga itu tetap segar, ilustrasi warna yang tercipta sungguhlah luarbiasa indah.
"Bukankah ini bagus Baek?"
"Wah apa itu hasil lomba menggambar kemarin?"
"Ya, ini milik Park Chanyeol. Akan bagus jika anak itu bisa mengembangkan bakatnya, Park Dong Joon terlalu keras padanya, kurasa Chanyeol bisa bertahan jika dia mengikuti lomba melukis pada tingkat yang lebih tinggi nantinya."
Sejak saat itu, Baekhyun masih mengingat sebuket bunga yang berwujud begitu nyata, Park Chanyeol yang membuatnya, tidakkah itu membuktikan jika Chanyeol sangat menyukai hobinya?
"Kalau begitu.. aku akan menggambarmu?"
"Eum! Kau menggambarku, dan aku menggambarmu. Kau boleh menyimpannya sebagai kenang-kenangan, atau sebaga tanda pertemanan."
Lalu keduanya saling duduk berhadapan, memandang satu sama lain dalam kurun waktu lama, kini mulai terbiasa dengan wujud masing-masing disekitarnya.
Baekhyun terlihat begitu bersungguh-sungguh, namun Chanyeol lebih memilih model dalam ingatannya untuk digoreskan pada kertas bergaris di buku catatannya.
Baekhyun yang tengah tersenyum, ketika menatapnya dari bawah dengan latar langit yang begitu luas, harus diabadikan secepat mungkin, karena Chanyeol tak ingin kehilangan kenangan indahnya, maka wujud itu kini ia tumpahkan pada selembar kertas.
Tak terhitung jumlah ketika panggilan tak terjawab itu terus memenuhi layar ponselnya, Chanyeol mungkin akan memilki waktu yang sulit ketika ia sampai dirumah nanti.
Namun itu tak cukup untuk membayar hasil karya teman barunya yang ternyata begitu indah dan berharga.
Pantulan dirinya tercipta dalam goresan pensil yang hitam.
"Apakah itu bagus?"
Chanyeol terdiam dalam kekaguman, sketsa wajahnya tak pernah terlihat begitu nyata seperti ini sebelumnya, memiliki sketsanya sendiri dari orang lain merupakan kali pertama yang didapatnya, merasa tak percaya diri untuk bertukar karya dengan miliknya yang masih pemula.
Namun selembar kertas miliknya akhirnya ia berikan, pada sang lawan yang juga menggambar dirinya,
Kini Baekhyun yang dilanda diam dalam sebuah kekaguman, gambar dirinya yang tidak sesuai dengan apa yang ia perlihatkan beberapa saat yang lalu, mereka saling menggambar dengan posisi duduk, namun kenapa Chanyeol mendapatkan sudut pandang dirinya yang berbeda?
"Kau tau? Ini sungguh luar biasa, aku tidak tau selain menghabiskan waktu dengan tumpukan buku, kau memiliki keajaiban dalam bidang gambar, bagaimana jika bergabung dengan ekstrakurikuler setiap hari rabu?"
Chanyeol tersenyum dan segera memasukkan replika dirinya pada selipan buku catatan, menyadari alarm bahaya ketika satu pesan masuk memberitaunya jika sang ayah akan kembali ke sekolah jika ia tak kunjung pulang.
"Kau tau aku tak bisa Baek, kurasa itu menjadi hal yang tidak mungkin untukku."
Tubuh tinggi itu kemudian berdiri tagap, dengan tas yang telah menempel di punggungnya, bersiap untuk pulang.
"Tapi ini sebuah bakat Chanyeol, kau menyukainya, dan kau bisa mengembangkannya jika kau mau."
"Tidak bagi ayahku. Aku memiliki bakat lain diluar keterampilanku, dan aku sangat diharapkan berhasil dalam bidang itu. terimakasih telah menggambar denganku Baekhyun, senang bisa bertemu dengan seorang seniman profesional sepertimu."
Satu senyum terakhir sebelum Chanyeol bergegas pergi tanpa memberi ucapan selamat tinggal, Baekhyun tidak bisa melakukan apapun selain menyebutkan nama hari dengan harapan Chanyeol akan bertemu dengannya lagi pada kelas ekstrakurikuler nanti.
Namun setelahnya, Chanyeol seolah menghilang, jika Baekhyun masih bisa melihat lelaki itu berjalan keperpustakaan dengan beberapa buku ditangannya, kini Chanyeol seperti ditelan bumi hingga Baekhyun tak bisa melihat keberadaannya bahkan sebelum jam pelajaran dimulai.
Guru Park bahkan terlihat semakin menakutkan, Baekhyun tidak bisa menatap sang guru matematika ketika pelajaran berlangsung, lalu keberadaan Chanyeol tak lagi terlihat dibelakang sang guru ketika seharusnya mereka berjalan bersama-sama dikoridor sekolah.
Apa mungkin Chanyeol tidak masuk sekolah?
Hari rabu yang ditunggu nyatanya tidak membawa kebahagiaan, Chanyeol tidak datang kekelas ekstrakurikuler seperti yang Baekhyun minta kala itu,
Sebenarnya Baekhyun sudah tau jawabannya, namun kenyataan yang diterima tetaplah terasa lebih menyakitkan.
Begitukah awal pertemuan mereka berakhir?
Sebuah awal yang menjadi sebuah akhir.
Harapannya hilang, dengan kenyataan yang mengakhiri semuanya,
Chanyeol tidak mungkin mengikuti kelas gambar untuk melanjutkan bakatnya.
Lengannya membuka loker setelah jam pelajaran berakhir, tak adalagi barang baru yang ia terima didalamnya, menggiringnya pada beberapa hari lalu dimana ia bertemu dengan seseorang yang begitu ramah dan menyenangkan,
Seolah tak terlihat namun memiliki segudang bakat.
Memikirkannya saja membuat Baekhyun merasa tersiksa, bagaimana bisa ia meninggalkan sesuatu yang digilai olehnya?
Sebuah kertas yang dilipat terlihat diantara tumpukan bukunya yang berantakan, Baekhyun memang tidak mengurus barangnya dengan benar, namun selembar kertas itu terlihat sedikit asing diantara tumpukan barang miliknya.
Ditariknya selembar kertas itu yang ternyata memiliki sebuah goresan pensil didalamnya.
Membukanya hingga Baekhyun bisa melihat apa yang sebenarnya tertulis diatasnya,
Sebuah goresan dirinya yang tengah mengikuti pelajaran dikelas membuatnya menutup mulut dalam keterkejutan.
Aku tidak bisa menghadiri kelas seperti yang kau minta, tapi kurasa ini cukup untuk mengganti kehadiranku tadi. Bagaimana menurutmu? Kau terlihat begitu serius ketika mengikuti pelajaran dikelas, hahaha. Kau bisa menyimpannya sebagai kenang-kenangan Baek, dan jangan lupa memberiku gambarmu yang kedua!
-P.C.Y
.
.
.
.
.
- FIN –
Heloo~~ APA KABAR SEMUANYA?
Yahh sudah berapa abad ini? Wkwkwk.. asli ya.. ini kayak aneh banget gak sih? Ini anget banget baru selesai langsung upload wkwkwk
Aku ngerasa kaku banget pas nyoba nulis lagi T-T berat ges.. sepertinya aku kehilangan keahlian menghayalku wkwk. Udah berbulan-bulan aku gak nulis ff lagi.. dan ini baru pemanasan yaa huhu, aku ngerasa gak pede masa.. aneh gak sih? Garing kah?
Wkwkwk minta saran yang membangun dong ges.. aku belum bisa ngelanjutin ffku yang berchapter, takut gagal euyy, masih membiasakan diri lagi buat nulis ff lagi wkwk. Semoga kalian suka yaa, temu kangen lagi di ff ku yang semoga saja bisa segera melanjutkan hutangku yang masih bertebaran wkwk
Btw aku baru selesai PLP nya donggg hamdallah berakhir dengan lancar, terimakasih bagi yang sudah mendoakan yaa, semoga urusan kalian juga dipermudah kedepannya ammiinn w
TAPI... ada tapinya ges.. Januari aku bakalan UP soo.. aku minta doanya lagi semoga ujiannya dilancarkan dan aku bisa lanjut ke babak selanjutnya : ")) ini asli ga berenti-berenti da.. otakku muter terus oemjiiii stresss wkwkwkwkwkwkwkwkwkwk. Udah ajalah gitu doang bacotnya
Jangan lupa tinggalkan jejak yang membangun ya sayang-sayangkuuu,
See you very soon!
Don't forget to follow my Instagram: biikachu_
LOVE YA!
