Gongju-nim
.
.
Genre: Romance, Drama
.
.
Rate: T
.
.
Disclaimer: This story is mine.
.
.
Warning: GS, Typo(s), No Plagiat!
.
.
This fict is dedicated...
To the world biggest shipper...
The JOYers...
.
.
enJOY
.
.
.
Sungmin berjalan terhuyung menuju pavilliun putri. Sementara Dayang Jang dengan siaga berdiri di sebelahnya untuk membantu apabila tiba-tiba ia terjatuh. Ya seharusnya tidak perlu seperti ini jika ia mau diantar dengan tandu, tapi dengan kekeras-kepalaan yang dimilikinya ia bersikeras untuk berjalan dari gerbang pavilliun menuju kamarnya.
"Pelan-pelan, Yang Mulia." Sungmin ingin menangis. Kepalanya sangat sakit, sedikit banyak ia menyesal karena tidak bisa menahan emosinya. Ia selalu seperti ini jika sedang marah, bisa dipastikan tidak lama lagi ia akan jatuh sakit dan hanya bisa terbaring lemah di tempat tidurnya.
"Dayang Jang, ambilkan kkakdugi untukku."
"T-tapi, Yang Mulia…" Dayang Jang ingin menolak namun melihat bagaimana mata Sungmin yang memerah menatapnya lemah, ia menjadi tidak tega untuk menolak.
"Baiklah, Yang Mulia." Sungmin memejamkan matanya yang terasa panas, ia membiarkan Dayang Jang melepas hanboknya dan meninggalkan lapisan kain putihnya lalu mempersiapkan ranjang untuk ia tempati.
"Yang Mulia, silahkan beristirahat terlebih dahulu." Sungmin mengangguk dan segera membaringkan tubuhnya dengan nyaman. Ia perlu istirahat untuk menenangkan pikirannya yang kacau. Ia harus melupakan kejadian hari ini dan bersiap untuk mengunjungi kediaman raja. Ia harus bisa membujuk Aboeji tentang masalah sekolah itu, ia bahkan rela jika harus memanggil guru pribadi untuk mengajarinya, ia rela melakukan apapun asal tidak kembali ke tempat memuakkan itu lagi.
"Yang Mulia, ini kkakdugi yang anda minta." Sungmin melirik pintu kamarnya yang bergeser terbuka. Dayang Jang berdiri di sana dengan satu nampan berisi semangkuk kkakdugi di tangannya. Sungmin mengangguk lalu bangun dari pembaringannya, memperhatikan saat Dayang Jang menyiapkan surasang untuknya agar ia bisa menikmati makanan kesukaannya.
"Yang Mulia, makanlah dengan perlahan…" gerakan bibir Sungmin terhenti ketika teguran bernada lembut itu menyambangi telinganya. Ia melihat Dayang Jang sedang tersenyum memperhatikannya. Tiba-tiba, entah mengapa mata Sungmin terasa panas hingga cairan putih sebening Kristal mulai berjatuhan dari pelupuk matanya. Sungmin terisak.
"Hiks!"
"Y-yang Mulia… " Dayang Jang segera dengan tergesa menghampiri Sungmin dan membawa Putri Rajanya itu ke dalam pelukannya. Ia tidak tahu apa yang terjadi di kelas tadi, tapi ia tahu jika sosok yang berada dalam dekapannya itu tengah terluka. Sungmin memang keras kepala, tapi di balik sifatnya yang buruk itu, ia memiliki hati selembut sutera, tidak ada satu orang pun di dunia ini yang bisa mengalahkan kelembutan hatinya. Jang Su Mi cukup yakin ia mengenal Sungmin lebih dari siapapun. Ia bersamanya sejak kecil, sejak saat kaki mungil itu bisa menapak di tanah dan sejak bibir tipis itu bisa mencicitkan kata Eomma.
"Tenanglah, Yang Mulia…"
"Aku merasa begitu buruk, Dayang Jang… Hiks! Mereka mengatakan aku tidak pantas untuk menjadi seorang bangsawan… Hiks! Hiks! Apa aku seburuk itu?" Melihat air mata itu terus mengalir, mau tak mau Dayang Jang pun ikut meneteskan air matanya. Ia menggeleng tegas.
"Tidak. Mereka hanya belum mengenalmu, Yang Mulia. Mereka semua tidak tahu apapun tentangmu. Aku bersamamu sejak kecil, aku yang tahu bagaimana sifatmu, aku yang mengenalmu bukan mereka, Yang Mulia… Percayalah, kau tidak seburuk itu." Sungmin bernafas dengan berat. Rasanya ia ingin menyerah dan ingin mengutuk Tuhan karena membiarkannya terlahir dari keluarga Raja, tapi mengingat kecintaannya pada Raja dan Ratu yang merangkap sebagai orang tuanya ia menahan kembali umpatan yang tersangkut di tenggorokan itu.
"Hahh…" Mendengar desah nafas Sungmin yang sudah terlalu berat, Dayang Jang akhirnya melepaskan pelukannya dan dengan perlahan membaringkan Tuan Putri itu ke atas pembaringannya. Sungmin sedang sakit. Itulah yang ada di pikirannya saat ini. Orang mungkin tidak tahu bahwa di balik tingkahnya yang urakan itu, Sungmin hanya mau menutupi kenyataan bahwa tubuhnya lemah. Ia sangat mudah jatuh sakit, itulah sebabnya mengapa selama ini Yang Mulia Raja tidak cukup yakin untuk melepas putrinya ke luar dari istana dan tidak pernah berani untuk bersikap tegas padanya, bahkan tidak pernah memarahinya walaupun Sungmin melakukan kesalahan besar.
"Tidurlah, Yang Mulia… Jangan pikirkan apapun."
Sungmin memejamkan matanya dan mulai tertidur begitu sesak di dadanya perlahan menghilang digantikan dengan perasaan nyaman dari usapan lembut Dayang Jang di kepalanya. Dayang muda itu terus melayangkan usapannya hingga Sungmin benar-benar tertidur dengan tenang. Seulas senyum terlihat di wajahnya melihat bagaimana wajah polos Sungmin saat tertidur terlihat begitu indah.
.
.
.
Kyuhyun tidak tahu apa yang terjadi hari ini di sekolahnya, tapi begitu mendengar orang-orang membawa-bawa nama Sungmin, ia tahu semua hal yang terjadi hari ini pasti berhubungan dengan gadis dari negeri Silla itu.
"Kyuhyun-ah, apa kau tahu apa yang dilakukan Gongju-nim dari Silla itu hari ini di kelasnya? Ia mengacau dan pergi begitu saja setelah menendang meja belajar dengan sangat kasar. Woah! Dia sangat keren!" Ya, Kyuhyun tahu sedikit tentang Tuan Putri dari Silla itu, tapi ia tidak tahu kalau perilakunya yang terkenal urakan akan begitu parah hingga merusak hari pertamanya sendiri di sekolah. Kyuhyun menatap datar wajah Changmin yang terlihat begitu bersemangat.
"Chwang, kurasa sekolah tidak pernah mengajarkan seorang Wangseja untuk menggosip seperti para gadis." Tegurnya. Oke. Mereka memang bersahabat, Putera Mahkota Joseon dan Pangeran kedua Baekje, tapi Kyuhyun tidak akan segan-segan untuk menegur jika menurutnya tingkah Changmin tidak cocok untuk derajatnya.
Changmin berdecak. Niatnya ingin berbagi kabar dengan Kyuhyun harus pupus karena nyatanya Putra mahkota Joseon itu tidak begitu tertarik untuk bergosip. Tidak seperti dirinya yang memang suka mendengar berita-berita yang menarik dan cerita tentang Lee Sungmin tentu saja membuat keingintahuannya menjadi bertambah besar.
"Tapi Gongju-nim Silla itu sangat cantik."
DEG!
Kyuhyun melirik Changmin dari sudut matanya dan melihat sahabat tiangnya itu seperti sedang mengkhayalkan gadis bernama Lee Sungmin itu entah mengapa membuatnya merasa risih dan tidak nyaman. Tapi dengan cepat ia menahan diri.
"Kau pernah bertemu dengannya, Chwang?" Changmin mengerutkan kening saat Kyuhyun bertanya. Pertanyaan bodoh, tentu saja ia pernah bertemu dengan gadis itu. Kerajaan mereka beraliansi dan ia sendiri cukup sering ikut dengan Aboejinya ke Silla. Kerajaan itu memang menawan sama seperti Sungmin kalau saja perilakunya tidak urakan. Changmin tersenyum tipis mengingat pertemuan pertama mereka.
"Aku sering pergi ke Silla, Kyu. Tentu saja aku pernah bertemu dengannya. Hanya saja mungkin dia tidak pernah menyadari kedatanganku ke tempat itu." Kini perhatian Kyuhyun seutuhnya tertuju pada Changmin. Ia kenal nada bicara itu, nada bicara yang hanya akan Changmin gunakan jika ia merasa kecewa. Apa mungkin…
"Chwang, apa kau menyukai gadis itu? Maksudku, Lee Sungmin. Apa kau menyukainya?" Changmin terdiam. Membiarkan mulutnya terkatub rapat sementara mata bambinya menatap menerawang ke arah langit. Ia membiarkan Kyuhyun menunggu jawabannya hingga ia mengaku.
"Aku suka padanya sejak pertemuan pertama kami. Sejak saat aku tahu bahwa dia berbeda dari gadis kerajaan lainnya. Dia menarik minatku begitu banyak hingga aku tidak bisa mengontrol diri dan terus merengek pada Aboeji untuk membawaku juga jika dia ingin ke Silla. Aku suka padanya, Kyuhyun-ah… menurutmu apa ini salah?" Kyuhyun mengetatkan rahangnya. Ia tidak bisa membiarkan satu kata pun keluar dari mulutnya atau Changmin akan salah paham dan berakhir dengan membencinya.
"Kyuhyun-ah, mengapa kau tidak menjawab? Menurutmu, apakah perasaanku ini salah? Apakah aku salah karena jatuh cinta padanya dan bukan putri bangsawan yang lain?" Kyuhyun memasang wajah datar andalannya. Ia menggeleng pelan.
"Kau tidak salah." Tegasnya. Mendengar itu, Changmin segera tersenyum dengan sangat lebar. Tampaknya ia baru saja menemukan satu yang akan mendukung perasaannya.
"Baiklah. Aku pulang dulu, Kyuhyun-ah! Kasim Nam sudah menungguku."
.
.
.
Kyuhyun terlihat melamun di sela-sela kegiatannya menunggangi kuda saat perjalanan pulang ke tanah Joseon dan hal itu tentu tidak luput dari perhatian Kasim dan juga Jendral pengawalnya. Mereka berdua menyadari bahwa Kyuhyun tampak berbeda sejak kembali dari Seonggyuk Hakyo.
"Jeoha." Kasim Kim berjalan cepat mendekati kuda Kyuhyun dan mendongak untuk memanggil Putera mahkotanya itu. Tapi Kyuhyun yang sama sekali tidak bergeming, sedikit banyak membuatnya merasa khawatir.
"Jeoha…" Kini Jendral Park yang mengerutkan kening heran. Ia segera mengangkat tangan kanannya, memerintahkan agar rombongan berhenti sejenak. Bahkan setelah rombongannya berhenti bergerak, Kyuhyun tetap tidak sadar dan terus menarik kekang kudanya agar tetap berjalan meski pelan. Jendral Park yang semakin cemas akhirnya mendekati Kasim Kim. Kasim yang belum terlalu tua itu menggelengkan kepalanya saat menangkap sinyal dari Jendral Park.
"Jeoha!" Kyuhyun tetap diam. Jendral Park menghela nafas.
"Yang Mulia!" teriaknya membuat Kyuhyun sedikit terlonjak namun tetap menjaga ekspresi datarnya. Kyuhyun melirik kedua orang-orangnya melalui ekor mata dan mengerjab heran saat sadar bahwa rombongan telah tertinggal di belakang.
"Mengapa berhenti? Jalan terus." Itu adalah perintah. Jelas. Dan tidak seorang pun berhak mengabaikannya. Jendral Park akhirnya mengangkat tangan kembali, menginstruksikan agar kembali bergerak.
"Jeoha, apa anda merasa tidak enak badan?" Kasim Kim yang memang bertanggung jawab atas apapun yang terjadi pada Putera Mahkota merasa berhak untuk menanyakan hal ini, tapi begitu melihat keengganan Kyuhyun untuk meliriknya, ia tahu bahwa pemuda super tampan itu sedang tidak bermasalah dengan kesehatannya.
"Jangan selalu menyangkut-pautkan segala hal dengan masalah kesehatanku, Kasim Kim." Dingin. Kyuhyun akan selalu berbicara dengan nada seperti itu padanya bila pemuda itu sedang memiliki banyak hal untuk dipikirkan dan ia cukup tahu diri untuk tidak mengusiknya lagi.
'Aku suka padanya sejak pertemuan pertama kami.'
'Aku suka padanya sejak pertemuan pertama kami.'
'Aku suka padanya sejak pertemuan pertama kami.'
Kalimat itu terus saja terngiang-ngiang di kepala Kyuhyun sejak ia menapakkan kakinya keluar dari gerbang megah Seonggyuk Hakyo bahkan hingga rombongannya tiba di tanah Joseon. Ia tidak tahu apa yang salah, tapi ia merasa tidak suka mendengar kalimat Changmin itu. Seperti sesuatu yang ia tidak tahu apa itu sedang mengancam ketenangannya.
"Apa yang kupikirkan…" Kyuhyun memijat pangkal hidungnya setelah lelah berpikir. Tanpa menghiraukan sapaan hormat dayang-dayang istana, ia berjalan tegas menuju Pavilliun Putra Mahkota, ia butuh istirahat dan ia tidak membutuhkan seseorang untuk mengganggu ketenangannya.
"Jangan biarkan seorangpun masuk ke dalam kamarku." Perintahnya pada Kasim Kim yang dihadiahi anggukan hormat oleh pelayan setianya itu.
Kyuhyun merebahkan dirinya di atas ranjang setelah mengganti jubah kebesarannya. Kepalanya terasa pusing dan berputar-putar. Hari ini terasa begitu berat dan ia membutuhkan waktu yang banyak untuk mengistirahatkan diri. Sejenak memejamkan mata, tapi tak berapa lama Kyuhyun kembali membukanya. Pikirannya tidak bisa kosong, wajah Lee Sungmin yang ia temui pagi tadi entah bagaimana semakin lama semakin memenuhi pandangannya dari balik kelopak mata.
Kyuhyun mendesah frustasi. Ia cukup yakin ia tidak memilki ketertarikan apapun pada gadis bangsawan aneh itu sebelumnya. Ia bahkan ragu kalau ia mengetahui namanya sebelum Changmin berbicara mengenai dirinya tadi. Tapi, kenapa sekarang hanya ada nama itu di pikirannya, juga tingkah urakannya hari ini di sekolah kepribadian dan bagaimana Changmin menceritakan tentang betapa mengagumkannya gadis itu pada pandangan pertama mereka. Mengapa rasanya, ia ingin sekali mencekik leher Changmin sampai pemuda itu berhenti bernafas dan mati di tangannya sehingga dia tidak bisa berkotek tentang gadis Silla itu lagi. Kenapa ia merasa perlu untuk marah saat sahabatnya itu mengatakan bahwa ia jatuh cinta pada Sungmin. Benarkan? Bahkan sekarang ia sudah hapal dan ingat nama itu dengan jelas.
"Aku pasti sudah gila."
Kyuhyun menggelengkan kepalanya dan memijat perlahan pangkal hidungnya. Rasa pusing ini membuatnya tidak bisa bernafas dengan benar.
"Aku butuh istirahat." Putusnya lalu memejamkan mata dengan erat.
.
.
.
Changmin berjalan-jalan santai di taman kerajaannya dengan para pengawal mengikuti langkahnya dari belakang. Senyumnya terulas sangat lebar saat ingatannya memutar kembali memori ketika ia pertama kali bertemu secara sepihak dengan Lee Sungmin. Rasanya beruntung sekali karena kerajaannya beraliansi dengan negeri seribu pesona itu. Meskipun Baekje tidak segagah Joseon milik Kyuhyun, tapi ia bersyukur karena posisi kerajaannya yang dekat dengan Silla membuat ia bisa menemukan gadis seunik Sungmin. Ia berjanji tidak akan iri pada Kyuhyun lagi setelah ini. Ia akan meyakinkan dirinya sendiri bahwa ia lebih beruntung daripada sahabatnya itu.
"Haha. Untung aku yang bertemu pertama kali dengannya dan bukan Kyuhyun. Hah! Lagipula, mana mungkin si topeng es itu akan tertarik pada Lee Sungmin, gayanya bukan yang seperti itu. Hm… Apa perlu aku meminta pada Aboeji agar menjodohkan aku dengannya? Apa tidak masalah jika seperti itu? Huh! Tapi aku tidak tahan untuk tidak melihat wajahnya. Ya ampun, kenapa tadi aku tidak bertemu dengannya saja sih di sekolah."
"Atau, atau… aku akan mengajak Aboeji saja untuk pergi ke sana dengan alasan berkunjung. Tidak akan ada yang tahu kalau aku sebenarnya ingin melihat Gongju-nim mereka. Huwaa… Lee Sungmin! Aku gila seperti ini hanya karena kau. Kau harus bertanggung jawab, arra? Hehe…" Changmin asik berceloteh seorang diri tanpa mempedulikan para dayang, prajurit serta kasim yang dapat mendengar perkataannya dengan jelas. Dan ia sama sekali tidak tahu jika mereka sekarang tengah menertawakan kekonyolannya dengan diam-diam.
Changmin berjalan kembali dengan cuek. Melewati jembatan di tengah danau sembari memperhatikan ikan-ikan yang berenang riang di bawahnya. Lagi-lagi Changmin tersenyum konyol. Ia terdiam sebentar sebelum berbalik dengan tiba-tiba hingga mengejutkan Kasim Yun yang berada tepat di belakangnya.
"Kasim Yun." Serunya.
"Y-ye, Yang Mulia?" Changmin tersenyum aneh. Tidak, sebenarnya ia sedang meniru senyum miring setengah menyeringai milik Kyuhyun tapi saat itu ia lakukan pada wajahnya, orang yang melihat akan berpikir ia aneh dan bukan keren seperti saat Kyuhyun yang melakukannya. Dan kasus itu berlaku pada Kasim Yun yang bergidik ngeri melihat betapa konyol wajah pengerannya saat ini.
"Kasim Yun, apa akhir-akhir ini Aboeji sedang sibuk?" Kasim Yun berkedip bingung. Hei! Ia ini kasim pangeran bukan pengawal Raja. Mana mungkin ia tahu mengenai jadwal Raja dan sekarang pemuda yang merangkap sebagai majikannya ini malah bertanya padanya tentang hal yang mustahil ia ketahui.
"E-eh… Yang Mulia, hamba tidak tahu mengenai jadwal Jeonha. H-hamba hanya ditugaskan untuk menjaga Yang Mulia dan tidak diperkenankan untuk mencampuri urusan Jeonha. M-maafkan hamba, Yang Mulia. H-hamba tidak bisa menjawab pertanyaan Yang Mulia." Changmin berdecak. Benar juga. Ia bertanya pada orang yang salah.
"Haish! Aku harus mendatangi Aboeji sendiri kalau begitu." Changmin mengangguk menyetujui pemikirannya. Kemudian ia melirik lagi pada Kasim Yun dan menyeringai aneh lagi sebentar.
"Kasim Yun, ayo kita ke Pavilliun Raja. Aku akan menanyakannya pada Aboeji sendiri."
"Y-ye, Yang Mulia."
Dan rombongan Pangeran Kedua itu pun bergerak serentak mengikuti langkah tegas Changmin untuk meninggalkan Pavilliun Pangeran menuju Pavilliun Raja yang berada di tengah-tengah bangunan Istana Baekje.
.
.
.
"Yang Mulia, tolong bangunlah… Yang Mulia harus makan sekarang. Hamba sudah menyiapkannya, Yang Mulia. Yang Mulia…"
"Dayang Jang, aku tidak mau makan. Aku tidak bisa bangun. Kepalaku rasanya sakit sekali. Aduh… panggilkan Eommaku saja, Dayang Jang. Aku mohon…" Sungmin menarik selimut hingga menutupi seluruh tubuhnya. Ia sedang menggigil dan keringat dingin, tapi ia tidak mau Dayang Jang melihat wajah mengerikannya. Ia hanya mau Ibunya yang datang padanya dan menenangkan sakitnya.
"B-baiklah, Yang Mulia. T-tunggu sebentar." Dayang Jang gelagapan dan tanpa membuang waktu segera bergegas untuk bangkit dan keluar dari kamar Sungmin, memberi perintah pada prajurit yang berjaga di luar pintu kamar untuk memberitahu pada Wangbi mengenai keadaan putri tercintanya.
.
.
.
"APA?!" Permaisuri Jungsoo berdiri panik setelah mendengar pesan dari prajurit yang berjaga di Pavilliun Putri Mahkota. Dengan tergesa ia segera melangkah keluar dari kamar pribadinya dan berjalan cepat menuju pavilliun putrinya. Seluruh dayang ratu dan para prajurit mengikuti langkahnya tidak kalah cepat.
BRAK!
"Sungmin-ah!" Jungsoo menggeser pintu kamar Sungmin dengan kasar. Ia segera mendekat ke tempat dimana Sungmin tergolek lemah dengan wajah pucat dan keringat sebesar biji jagung menetes dari dahinya yang panas. Jungsoo menghela nafas, ia meraih kepala Sungmin dengan lembut agar putrinya itu tidur di pangkuannya.
"Mengapa bisa seperti ini, Dayang Jang?" Jungsoo menatap Dayang Jang yang menunduk di sudut kamar. Dayang kesayangan Sungmin itu tampak ketakutan dan Jungsoo lagi-lagi hanya bisa menghela nafas.
"Min…"
"Aku tidak mau masuk ke sekolah itu lagi, eomma. Aku benci mereka semua." Jungsoo mengerutkan kening tidak mengerti, tapi Sungmin sedang menutup mata hingga ia tidak menyadari kebingungan ibunya. Jungsoo melirik lagi pada Dayang Jang.
"Apa yang sebenarnya terjadi?" Dayang Jang segera berlutut di lantai setelah menyadari pertanyaan itu diarahkan kepadanya.
"Mohon ampun, Yang Mulia. Putri-Putri dari kerajaan Okjeo dan Buyeo telah menghina Sungmin Agissi. Mereka melecehkannya dan juga Yang Mulia Raja dan Ratu. Sungmin Agissi marah dan segera meninggalkan sekolah saat itu juga. Mohon ampun, Yang Mulia… hamba tidak bisa menjaga Gongju-nim dengan baik." Mencium lantai benar-benar diperlukan saat ini jika saja Ratu yang berada di hadapan Dayang Jang saat ini bukanlah Permaisuri Jungsoo. Tapi karena itu dia, maka Dayang Jang tidak perlu melakukannya.
Jungsoo mengetatkan bibirnya. Itu pertanda buruk. Permaisuri Jungsoo adalah pribadi yang sangat bijaksana, tapi jika itu menyangkut putri semata wayangnya maka hati selembut sutra itu akan meluruh digantikan dengan api kemarahan yang besar.
"Okjeo dan Buyeo. Dua kerajaan itu ada di bawah kendali Silla, tapi kenapa mereka begitu lancang menghina putriku. Aku akan beri mereka pelajaran." Jungsoo memindahkan kepala Sungmin kembali ke tempat tidur. Putri cantiknya itu sudah terlelap, terlihat tenang dan tidak lagi terlihat menggetirkan seperti saat ia baru tiba di sana.
"Dayang Jang, rawat putriku dengan baik. Aku akan pergi dan membereskan orang-orang yang sudah mengusik ketenangan putriku hingga jatuh sakit seperti ini. Mereka harus tahu bahwa kemarahan Sungmin adalah kehancuran bagi mereka." Bersamaan dengan itu Jungsoo segera beranjak meninggalkan kamar Sungmin setelah sebelumnya menempatkan satu ciuman kecil di dahi Sungmin yang masih terasa hangat.
.
.
.
Rombongan kerajaan dengan tandu besar yang ditarik oleh 2 kuda gagah itu tiba di gerbang kerajaan Okjeo, kerajaan kecil di sisi timur Silla yang bersebelahan tepat dengan Buyeo. Kedatangan rombongan dari Silla itu membuat gempar seluruh rakyat dan juga penghuni istana.
"Yang Mulia, Jendral Besar Okjeo sudah datang. Dia akan mengawal kita sampai ke istana." Jungsoo yang duduk dengan tenang di balik tandu itu menganggukan kepalanya acuh. Mendengar nama Okjeo membuat kemarahannya kembali muncul.
DRAP! DRAP! DRAP!
Rombongan kembali bergerak. Semakin jauh memasuki kawasan Okjeo. Dan kedatangan mereka segera disambut dengan hangat oleh Raja juga Ratu Okjeo tepat di depan balai istana. Jungsoo segera turun setelah mendapat isyarat dari Jendral pengawalnya. Hwangwonsam merah dengan sulaman benang emas di setiap sisinya yang dikenakan Jungsoo berkibar angkuh ketika ia berjalan mendekati pasangan penguasa Okjeo itu.
"Mama, apa gerangan yang membuat Mama repot-repot datang ke kerajaan kecil kami ini?" Raja Bongsun membungkuk sekilas pada Jungsoo yang segera diikuti oleh penghuni istana yang lainnya termasuk Ratu Sooyong. Jungsoo mengedarkan pandangannya.
"Dimana putri kalian? Bukankah aku sudah mengirimkan pesan agar putri kalian yang lancang itu tidak pergi ke Seonggyuk Hakyo dan ikut untuk menghadapku?" Jungsoo menatap penuh kebencian pada Ratu Sooyong yang terlihat ketakutan. Jungsoo tahu wanita itu pasti telah menyuruh putrinya untuk melarikan diri.
"Panggilkan dia segera untuk menghadapku!"
"T-tapi, Yang Mulia… A-apa yang sebenarnya sedang terjadi. Mengapa Yang Mulia ingin bertemu dengan putriku?" Jungsoo menoleh pada Raja Bongsun dan tertawa meremehkan.
"Kau bahkan tidak tahu perilaku buruk putrimu itu." Bongsun terlihat terkejut mendengar perkataan itu. Ia kemudian melirik istrinya untuk bertanya, tapi wanita itu sudah memalingkan wajahnya terlebih dulu dan menahan bibirnya yang gemetar.
"Y-yang Mulia, apa maksudnya itu?" Jungsoo berdecih. Ia melangkahkan kakinya menuju balai istana yang lebih tertutup. Meski ia benci pada kerajaan ini karena kejadian kemarin, tapi ia tidak setega itu untuk mempermalukan kekaisaran Okjeo di depan umum seperti itu.
"Dengar, Bongsun-ssi. Putrimu itu bersama dengan putri Buyeo telah menghina putriku di sekolah kepribadian semalam dan aku yakin permaisurimu itu pasti sudah tahu tentang permasalahan ini." Jungsoo menuding Sooyong yang berdiri di sebelah Bongsun.
"Apa yang telah dilakukan oleh putriku hingga kau bisa semurka ini, Yang Mulia?"
"Dia menghina putriku saat pelajaran sedang berlangsung. Dia menghina kelakuan urakan Sungminku di depan umum tanpa menyadari tingkah rendahannya itu. Putriku marah hingga tidak mau untuk pergi ke tempat itu lagi dan sekarang ia jatuh sakit. Asal kalian tahu, selama ini tidak pernah ada yang berani untuk membuat putriku marah, putriku tidak bisa marah karena itu akan mempengaruhi kesehatannya." Jungsoo menghentikan ucapannya untuk melihat reaksi orang-orang dalam ruangan itu. Dan menyadari kegentaran yang pekat dalam diri Bongsun membuat Jungsoo mengulas sebuah senyum puas.
"Dan satu lagi kalau kau pernah mendengar tentang Hukum di Negeri Silla sejak Sungmin terlahir sebagai Pewarisnya. Kemarahan Gongju-nim Lee Sungmin adalah pertanda kehancuran bagi mereka-mereka yang telah melukai perasaannya."
BRUK!
Raja Bongsun jatuh berlutut bersamaan dengan terulurnya sebuah surat yang ditulis tangan oleh Jungsoo sendiri. Kenyataan bahwa ia harus mengeluarkan putrinya dari sekolah itu dan juga berakhirnya aliansi Okjeo dengan Silla berhasil meruntuhkan pertahanannya. Kerajaan ini akan hancur tanpa adanya pegangan sekuat Silla. Ia akan hancur, keluarganya, semuanya. Ia akan kehilangan tahtanya setelah ini.
"Y-yang Mulia… Hamba mohon pikirkan sekali lagi. P-putriku mungkin hanya tidak sengaja melakukannya… Y-yang Mulia, bagaimana kerajaan ini bisa berdiri jika Silla melepas kerja samanya. Okjeo sudah lama mengabdi untuk Silla. Tolong pikirkan lagi, Yang Mulia. A-aku akan mengeluarkan putriku dari sana, t-tapi jangan melepas Okjeo, Yang Mulia. Kami mohon, Yang Mulia."
"Kami mohon, Yang Mulia! Kami mohon, Yang Mulia!"
"K-kalau perlu, aku akan m-menghukum putriku sendiri asal Silla tidak memutus aliansinya dengan kerajaan ini. Yang Mulia, aku sendiri yang akan menghukum putriku…" Jungsoo tersenyum kecut.
"Jadi kau lebih mencintai kerajaanmu sendiri dibanding putrimu yang adalah darah dagingmu? Wah.. wah… Wang Bongsun, jika aku jadi kau, maka aku akan melepaskan tahtaku dengan sukarela selama itu bisa membuat putriku tetap selamat. Tapi kau! Kau bahkan rela mengorbankan hidup putrimu. Kau bukan ayah yang baik ternyata. Sungguh sangat memalukan."
Jungsoo berbalik dan keluar dari balairung itu tanpa mempedulikan raungan Bongsun beserta seluruh anggota kerajaan lainnya. Ia sudah bulat dengan keputusan ini. Lagipula Raja sudah setuju dengan pertimbangan bahwa Okjeo dan Buyeo tidak memberikan pengaruh berarti bagi Silla selama ini.
"Jendral Man, kita pergi sekarang."
"Ye, Mama."
.
.
.
Sungmin duduk bersandar dengan kepalanya terkulai di bahu sang ayah. Raja Youngwon datang beberapa saat yang lalu untuk mengunjungi putri tercintanya yang sedang sakit dan dengan segala macam kemanjaan yang dimilki oleh gadis itu, ia berhasil memaksa sang ayah untuk ikut bersandar pada dinding seperti dirinya saat ini. Dengan keringat yang masih menetes dari dahinya juga senyum dari bibir pucatnya, Sungmin memeluk erat lengan Youngwon.
"Aboeji, bisakah kita batalkan saja kontrak sekolah itu? Aku tidak mau sekolah di sana…"
"Hm? Mengapa?" Youngwon tentu saja sudah tahu duduk perkaranya, tapi ia masih ingin putrinya menceritakan semuanya sendiri. Ia ingin tahu apa yang membuat putrinya begitu marah hingga jatuh sakit begini karena siapapun di tanah Silla ini tahu, Lee Sungmin bukanlah gadis pemarah meskipun gayanya jauh dari kata anggun.
"Aku malas menceritakannya." Sungmin mendengus masih dengan memeluk lengan Youngwon. Pria tampan yang menjabat sebagai Raja Silla sekaligus ayah Sungmin itu terkekeh. Putrinya masih sama, eoh? Tidak suka menceritakan kejelekan orang lain tapi saat marah ancamannya selalu berhasil membuat lutut semua orang bergetar ketakutan.
"Baiklah. Tidak perlu menceritakannya karena eommamu sudah memberitahu aboeji. Dan sekarang Wangbi sedang dalam perjalanan pulang dari Okjeo." Sungmin mengangguk. Ia tahu meskipun ia tidak meminta sang ayah untuk menghukum Okjeo dan Buyeo karena sudah menghina kesucian Silla, sang ibu pasti sudah mengerjakannya terlebih dulu. Ibunya tidak akan pernah membiarkan ia terluka meskipun hanya seujung kuku.
"Istirahatlah, sayang. Kau terlihat sangat tidak baik. Aboeji harus pergi, ada pertemuan dengan para menteri di Balairung istana." Youngwon mendaratkan sebuah kecupan pada dahi Sungmin yang dibalas senyum manis oleh putrinya itu. Tadi ia sudah panggilkan tabib dan ia yakin Sungmin kesayangannya akan segera pulih nanti.
"Kau harus memakan makananmu, mengerti?" Youngwon menyentil lagi dahi Sungmin dan gadis manisnya itu terkekeh karena ulahnya.
"Aku mengerti, Aboeji." Sungmin memberikan gesture seperti seorang prajurit dengan satu tangannya berada di sisi kepala.
"Aboeji pergi dulu."
Senyum Sungmin perlahan luntur bersama dengan kepergian sang ayah. Raja Silla itu tidak memberi kepastian padanya tentang sekolah itu. Sungguh, ia benar-benar tidak rela jika harus kembali ke sana meski para penjilat itu sudah disingkirkan. Nama baiknya pasti sudah hancur.
.
.
.
TBC
.
.
.
Senangnya ada yg minta ff ini dilanjut! Still RnR, okay?!
Saranghae^^
