Kaki kecilnya berlari diatas lantai mansion keluarganya dengan riang. Tak ia pedulikan peringatan dari ibu asuhnya yang sedang mengejarnya.
"Nona Naruto, jangan berlarian." kata Chiyo memberi peringatan seraya mengejar nonanya.
"Tidak, Nek. Aku harus cepat. Karena aku akan menunjukkan ini pada Ayah dan Ibu." serunya menggeleng keras.
Tangan mungilnya memegang sebuah gambar khas anak TK, piagam, dan sebuah piala yang tinggi. Matanya berbinar senang saat melihat sosok yang ia cari tengah berdiri dan mengobrol dengan seseorang melalui telepon.
Ia pun semakin menaikkan kecepatan larinya untuk sampai pada ibunya.
"Ya. Aku akan kesana sebentar lagi. Kau tunggu saja." kata Kushina pada seseorang diseberang. Ia pun menutup sambungan telponnya dan mendapati putrinya yang memandangnya dengan berbinar.
"Ada apa, Naru?" tanya Kushina.
"Ibu, lihat. aku memenangkan lomba menggambar, Bu." seru Naruto senang sambil menunjukkan piala dan gambar miliknya.
Kushina tersenyum kecil dan mengusap rambut Naruto lembut.
"Bagus." pujinya singkat.
"Kalau begitu ayo kita main, Bu." rengek Naruto. Dengan tangan yang penuh ia menarik-narik tangan sang Ibu.
"Naruto, Ibu ada pekerjaan sayang." tutur Kushina.
Naruto menggeleng dan terus merengek.
"Ayolah Ibu,"
"Tidak Naruto,"
"Ibu.."
"Kalau Ibu bilang tidak ya tidak, Naruto! Kenapa kau tidak mengerti sekali sih?! Padahal kau itu pintar dan gunakan otakmu untuk mengerti kalimat itu!" bentak Kushina yang membungkam Naruto.
Naruto hanya diam dengan air mata yang menggenang di pelupuk matanya.
"Nenek Chiyo." panggil Kushina.
"Ya, Nyonya."
"Urusi dia. Dan jangan biarkan dia menangis keras, itu mengganggu." ujar Kushina dingin.
"Baik Nyonya."
Setelah mengatakan itu, Kushina pergi dengan mobil miliknya. Meninggalkan Naruto yang masih terdiam di tempatnya.
"Nona, ayo masuk ke kamar." ajak Chiyo.
Naruto berjalan menaiki tangga dengan lesu. Kepalanya menunduk. Bahkan rangkulan yang Chiyo lakukan tidak bisa ia rasakan. Mereka terus berjalan menaiki tangga dan meninggalkan piala dan gambar milik Naruto.
Sesampainya mereka di kamar Naruto, Naruto langsung saja menangis keras. Gadis kecil itu memeluk erat Chiyo.
Chiyo menatap miris putri asuhnya. Selalu begini. Kedua orang tua dari putri yang diasuhnya ini tak pernah memerdulikan Naruto. Mereka hanya fokus pada pekerjaan mereka. Jika sekali saja mereka mendengar nilai Naruto di sekolah turun, mereka akan langsung memarahi Naruto. Tapi Naruto tidak pernah melawan. Ia hanya diam saat dimarahi pun. Padahal hal itu Naruto lakukan agar mendapat perhatian dari orang tuanya. Anak yang hebat, pikir Chiyo.
"Nenek Chiyo, apa mereka tak menyayangiku?" tanya Naruto sesenggukan. Menatap nanar sang Ibu asuh yang tersenyum lembut padanya.
Chiyo mengusap rambut Naruto lembut dan berjongkok untuk menyamakan tingginya dan sang Putri asuh.
"Naru," panggilnya lembut, "Kalau mereka tak menyayangi Naruto, mana mungkin mereka mau bekerja mencari uang untuk Naruto sekolah. Iya kan?"
"Tapi, ayah dan ibu sudah punya segalanya. Uang juga banyak. Kenapa mereka harus bekerja?" tanya Naruto polos.
Chiyo tertohok. Bagaimana mungkin Naruto sudah mengerti akan hal itu?
"Tapi bukan berarti mereka harus bermalas-malasan, kan?" Tangannya mengusap lembut rambut Naruto.
"Tapi—"
"Sudah ya. Yang terpenting sekarang Naru tahu kalau sebenarnya ayah dan ibu Naru sangat menyayangi Naru. Naru mengerti?" tanya Chiyo lembut.
Naruto mengangguk dan berkata langtang,
"Baiklah. Kalau begitu Naru akan membanggakan mereka dengan menjadi penyanyi." seru Naruto lantang.
"Eh, kenapa penyanyi?" tanya Chiyo bingung.
"Karena kata Nenek Chiyo suaraku bagus. Jadi akau akan menjadi penyanyi hebat untuk membanggakan mereka." ujar Naruto berkata polos.
Chiyo tertawa geli. Naruto memang anak yang pintar. Namun sayang, kedua orang tuanya tak pernah melihat kepintaran Naruto secara langsung.
Winter Love
