Disclaimer: Naruto belongs to Masashi Kishimoto. However, this story purely of my thingking

Pair: SasuFemNaru

Rate: T

Warning: Femnaru!, OOC, typo(s), dll.

• Winter Love •

Bab 3: You Scared Me in the Late Fall

By: AirinaNatsu-chan

Tatapan Naruto menerawang menatap pemandangan didepan dari balik kacamata hitam yang dikenakannya. Pikirannya tertuju pada setiap kenangan yang ia lewati sebelum menjadi seorang 'bintang'. Kenangan indah maupun kenangan buruk menari-nari didalam kepalanya. Tangannya mengepal saat satu kenangan buruk terlintas dalam pikirannya.

Kematian ibu asuhnya—Chiyo saat akhir musim gugur karena menyelamatkan dirinya dari mobil truk yang hendak menabrak tubuhnya yang saat itu masih berusia sepuluh tahun.

Sejak awal, Naruto kecil merasa asing dalam keluarganya. Ditambah kematian Chiyo saat menyelamatkannya membuatnya semakin dikucilkan dari keluarganya sendiri. Keceriaan yang dulu melekat padanya kini terlepas seiring berjalannya waktu. Hal itulah yang membuat ia menjadi dingin, kaku, dan tak tersentuh.

Untuk beberapa saat Naruto terpaku pada kenangan buruknya itu. Namun tak lama ia menggelengkan kepalanya pelan untuk mengenyahkan kenangan yang tak pernah ingin ia ingat untuk pergi selamanya. Suara helaan napas keras terdengar setelahnya.

Tiba-tiba terdengar pekikan keras dari orang-orang di sekelilingnya. Naruto pikir itu karena identitasnya sudah diketahui. Karena bagaimanapun dia hanya mengenakan jeans hitam, tank top putih, dan sebuah blazer kuning lemon yang membungkus badan ramping nan mungilnya. Hal itu akan sangat memudahkan orang-orang mengenalinya, ditambah rambut pirang panjangnya yang terekspos. Tapi melihat arah pandangan orang-orang membuat matanya membelalak seketika saat sadar ada seorang anak kecil berjongkok di tengah jalan, hendak mengambil bola yang tengah dimainkannya. Naruto mengalihkan kepalanya ke kiri. Terlihat sebuah mobil box berjalan dengan kecepatan tinggi. Sekelebat ingatan saat Chiyo memyelamatkannya terlintas di kepalanya. Tanpa disadarinya, kakinya bergerak untuk menyelamatkan anak itu.

Naruto langsung mendekap erat tubuh anak itu. Telinganya bisa mendengar jelas suara jeritan orang-orang dan klakson mobil itu. Dia memejamkan mata, siap untuk menahan rasa sakit yang akan menyerangnya.

Apakah ia akan mati sekarang? Di jalan ini pada akhir musim gugur? Jika jawabannya adalah ya, tidak apa. Asalkan anak ini bisa selamat, nyawa pun akan kupertaruhkan, tekad Naruto dalam hati.

Semakin dekat mobil itu, semakin mengerat pelukan Naruto pada anak itu. Ah, apa mungkin ini yang dirasakan Chiyo dulu? Pikir Naruto miris. Naruto bisa merasakan tubuhnya terdorong sangat keras. Tapi, kenapa dia merasa sedang didekap. Rasa hangat yang begitu nyaman. Apa aku sudah mati? Batin Naruto.

"Jangan menutup matamu terus, Dobe!" tukas seseorang yang mendekap Naruto.

Naruto mengernyitkan dahinya. Apa tadi adalah suara malaikat yang menjemputnya? Rasanya dia kenal dengan suara itu. Mengumpulkan kekuatannya sejenak dan mulai membuka kedua kelopak mata seputih susunya. Entah apa lagi yang bisa membuat Naruto terkejut hari ini, matanya membulat saat tahu siapa orang yang kini berada diatasnya selain anak yang diselamatkannya.

"Kau?!"

oOo

Sasuke mengeratkan topi yang tengah dikenakannya saat bisik-bisik mulai terdengar di telinganya. Dia melirik pada sekelilingnya. Ternyata benar, orang-orang sedang menatapnya dengan pandangan menyelidik. Dalam hati dia berdecih, kalau buka karena Kiba, dia tidak mungkin dalam posisi seperti saat ini. Sialan kau Kiba! Tunggu saja pembalasanku! Umpat Sasuke.

Sebisa mungkin Sasuke bersikap biasa. Kedua tangannya dimasukkan ke dalam saku. Bersiul pelan saat angin menerpa wajahnya. Kedua netra kelamnya yang tajam menatap datar jalan di depannya dibalik kacamata hitam. Kerutan muncul di dahinya saat mendengar suara jeritan dari orang yang tengah berkerumun tak jauh dari tempatnya. Penglihatannya bergulir mengikuti arah pandang mereka. Disana ia bisa melihat dengan jelas, sesosok gadis berambut pirang sedang berusaha menyelamatkan seorang anak. Beberapa meter dari tempat keduanya, sebuah mobil berkecepatan tinggi melaju pada dua sosok di tengah jalan itu.

"Sial!" umpatnya pelan.

Entah ada dorongan apa, Sasuke berlari menghampiri keduanya. Ia merasa tak asing dengan gadis pirang itu. Tapi siapa? Entahlah. Yang jelas instingnya bergerak sendiri untuk menyelamatkannya. Beruntung kelajuan lari Sasuke sepadan dengan para atlet. Sedetik kemudian gadis pirang dan anak itu masuk ke dalam rengkuhannya. Mendorong dirinya kuat untuk menghindar dari mobil box yang kini semakin dekat itu.

Sasuke menggunakan kedua tangannya untuk menahan kepala gadis itu. Rasa sakit mulai menjalar di tangannya, tapi tak dipedulikannya. Sasuke mendengkus saat ia bisa melihat dengan jelas siapa gadis yang diselamatkannya.

"Jangan menutup matamu terus, Dobe!" tukasnya datar.

Kernyitan di dahi Naruto membuat Sasuke bingung. Ada apa dengan gadis ini? Pikirnya. Apa mungkin gadis bodoh ini berpikir kalau ia sudah mati? Ck, menggelikan, gumam Sasuke sinis, dalam hati. Perlahan, Sasuke memandang kelopak mata seputih susu milik Naruto mulai terbuka. Menampilkan sepasang iris safir menawan yang entah terasa menghanyutkannya ke dalam lautan.

"Kau?!" pekik Naruto. Rona merah menjalar di pipinya saat sadar akan posisinya. Dia berdeham dan berbicara dengan nada yang terasa aneh di pendengarannya, "Tolong, menyingkirlah."

Sasuke tersentak. Ah, kenapa dia masih mempertahankan posisinya. Tapi, bagaimana ia bisa bergerak kalau tangannya saja masih digunakan sebagai tumpuan kepala Naruto?

"Aku tak bisa bangun, Dobe," seru Sasuke datar.

"Kenapa?"

"Karena tanganku menjadi penyangga kepalamu." ujar Sasuke.

"Eh?" Naruto tersentak. Ah, pantas saja tidak terasa sakit ataupun perih. Ternyata tangan Sasuke menahan kepalanya. Lalu, bagaimana dengan keadaan tangan Sasuke?

"Baiklah," gumam Naruto pelan. Dia mengangkat kepalanya sedikit hingga tangan Sasuke tak lagi berada di bawah kepalanya. Dengan pelan ia meletakkan kepalanya ke atas aspal.

"Bangunlah!" suruh Sasuke saat dia telah duduk di samping tubuh Naruto. Sasuke membantu Naruto saat anak yang ditolong gadis itu enggan melepas cengkramannya dari Naruto. Namun dengan halus, Naruto meminta anak itu untuk melepaskannya. Hal itu membuat Sasuke tertegun, tak menyangka kalau Naruto yang ia tahu sangat dingin dan kaku berbicara lembut untuk pertama kali di telinganya.

"Aku pasti sedang berhalusinasi," gumam Sasuke lirih.

"Apa kau mengatakan sesuatu?" tanya Naruto setelah dia mendudukkan diri.

"Tidak." balas Sasuke.

Naruto mengangkat bahu acuh dan memusatkan perhatiannya pada anak yang diselamatkannya. "Hey, siapa namamu?" tanya Naruto selembut mungkin.

"Udon." jawab anak bernama Udon itu sambil terisak kecil.

"Kenapa kau menangis, hm?" tanya Naruto saat melihat air mata mengalir di pipi Udon.

"A-aku takut... mati." lirihnya.

Naruto tersentak. Senyum tipis muncul di bibir merahnya. Tangannya mengusap lembut puncak kepala Udon. "Hey, kematian orang itu sudah ditakdirkan. Begitupun cara mereka mati. Jangan takut. Selama kau selalu berbuat baik di dunia ini, Tuhan pasti akan memberikan balasan setimpal atas kebaikanmu. Rasa sakit kematian pun tak akan berarti kalau kau akan mendapatkan balasan itu. Kau mengerti?" tanya Naruto lembut.

Udon mengangguk. Dengan senang hati dia memberikan sapu tangan yang diulurkan Naruto. Tangannya bergerak menghapus air matanya dengan sapu tangan itu.

"Terima kasih karena sudah menolongku." ucapnya tulus pada Naruto dan Sasuke.

"Sama-sama." balas Naruto. Sedangkan Sasuke hanya menimpalinya dengan gumaman tak jelasnya.

"Aku pergi bermain lagi, Nee-san, Nii-san." pamit Udon.

"Baiklah. Jaga dirimu baik-baik dan ingat, jangan pergi ke tengah jalan tanpa adanya orang dewasa yang mendampingimu!" tegas Naruto. Anggukkan mantap dari Udon cukup membuatnya senang. Ia tidak mau hal seperti ini terjadi lagi. Sekarang Udon selamat karena dia dan Sasuke menyelamatkannya. Tapi jika kembali terulangi, entah Sasuke ataupun Naruto bisa menyelamatkannya lagi atau tidak.

Naruto melambaikan tangannya, membalas lambaian tangan Udon. Kedua manik safirnya menatap ke arah punggung tangan Sasuke. Memekik pelan saat melihat tangan pemuda itu lecet. "Kau terluka!" pekuk Naruto.

Sasuke tersadar dari lamunannya. Karena terlalu hanyut melihat Naruto, membuatnya tidak ingat akan luka di tangannya. Bola mata sehitam arahnya melirik singkat pada punggung tangannya. Mengendikkan bahu sambil berujar, "Bukan masalah."

Naruto memukul pelan lengan Sasuke. Memang hanya lecet, tapi jika tidak segera diobati lukanya bisa infeksi. "Kau harus segera diobati. Memang lukanya kecil, tapi jika sudah infeksi kau sendiri yang akan kesakitan." tutur Naruto. Dia menatap heran Sasuke saat pria itu memakaikan kacamata hitam yang tadi dikenakannya.

"Orang-orang akan mengenali kita jika kau tak memakainya," sahut Sasuke acuh sambil membenarkan letak kacamata yang dipakainya. Beruntung kacamata mereka kuat dan tidak mudah pecah. Kalau tidak, mungkin awak media akan gempar dengan kejadian ini.

Naruto mengangguk-angguk mengerti. Dia mengeluarkan sesuatu dari blazer-nya. "Akan kubalut sementara sampai kau diobati." ujar Naruto sambil membalut punggung tangan Sasuke. Beruntung dia selalu membawa dua sampai tiga sapu tangan. Sehingga bisa membalut kedua punggung tangan Sasuke yang terluka.

"Nak, apa kalian terluka?" sahut seorang wanita setelah tersadar dari kejadian tadi. Wanita itu menghampiri keduanya.

Naruto menggeleng pelan. "Aku baik-baik saja. Tapi dia terluka," tunjuknya pada Sasuke.

"Kalau begitu, ayo ikut aku. Aku akan mengobati lukanya." ajak wanita itu.

Naruto mengerjap. "Bolehkah?" Anggukkan dari wanita berambut biru pendek itu membuat Naruto senang. Sepertinya ia mulai menanggalkan sisi tak tersentuhnya.

"Baiklah," ujar Naruto, "Kau harus ikut! Tidak ada bantahan!" tegas Naruto datar saat Sasuke hendak menyela.

Sasuke terdiam. Lidahnya mendadak kelu saat ini. Kalimat yang sedikit lagi terlontar harus kembali ia telan kala melihat tatapan tajam Naruto. Memang tatapan Naruto tidak seperti ayahnya, tapi lebih seperti ibunya. Tatapan yang sama yang diberikan ibunya padanya jika ia hendak membantah.

"Baiklah." sahut Sasuke malas.

Skip Time

"Bagaimana lukanya, Konan-san?" tanya Naruto.

Konan tersenyum, "Kau tidak perlu khawatir. Lukanya tidak dalam," terangnya. "Omong-omong, bagaimana kau bisa memiliki keberanian untuk menyelamatkan anak tadi?" tanya Konan mengalihkan pembicaraan.

Naruto tertegun. Dia sama sekali tidak menyangka Konan akan menanyakan hal itu. Raut cemasnya berubah menjadi datar. "Aku tidak tahu." ucapnya sebelum beranjak pergi.

"Ah! Sepertinya aku telah menyinggungnya," gumam Konan tak enak. Pandangannya kini jatuh pada Sasuke. Dengan kesal ia memukul kepala Sasuke pelan. "Kenapa tadi kau berpura-pura tidak mengenalku, huh?!" ketus Konan.

Sasuke mengangkat bahunya acuh. "Terserahku," seru Sasuke enteng, "lagipula, Naruto akan menanyakan banyak hal jika dia tahu kalau kau dan aku saling mengenal." sambungnya yang semakin membuat Konan geram.

Konan sangat ingin mencoret kata 'dingin' dan 'kaku' yang tersemat pada Sasuke dari pada netizen. Oh, ayolah, mereka tidak tahu bagaimana sifat Sasuke yang sebenarnya, batin Konan. Menyebalkan dan arogan adalah kata yang tepat untuk menggambarkan seorang Uchiha Sasuke! Batin Konan lagi, geram.

Kalau bukan idola yang bernaung di bawah agensi Akatsuki milik kekasihnya; Yahiko, sungguh Konan akan menendangnya. Mungkin sampai mengelilingi bumi tak ada salahnya untuk dicoba, pikir Konan. Lagipula Sasuke pintar. Dengan begitu tendangan perjalanannya bisa dibuat jurnal oleh pemuda itu. Bisa saja hasil dari penelitian yang Sasuke lakukan bisa menimbulkan sebuah hipotesis baru tentang keadaan bumi. Patut dicoba! ujar Konan dalam hati.

"Oh ya, lalu bagaimana denganmu?" tanya Konan ambigu.

Sasuke menaikkan sebelah alisnya. Dia menatap bingung Konan yang kini menaik-turunkan alis wanita itu sambil menatapnya dengan tatapan yang membuatnya risih. "Apa?" tanya Sasuke datar.

Konan berdecak, "Tentu saja mengenai hal tadi!" balasnya ketus, "biasanya kau tidak akan peduli pada keadaan sekitar. Bahkan jika ada kecelakaan beruntun, meteor jatuh, dan banjir tiba-tiba di depanmu kau tidak akan peduli. Tetapi kenapa dengan Naruto berbeda? Apa ada hal yang tidak kuketahui, hm? Ayo, cepat katakan!" cecar Konan tanpa henti.

Sasuke berdeham. Ia mencoba menetralkan debaran jantungnya yang menggila saat kembali mengingat peristiwa tadi. Sasuke tak bisa melupakan betapa halusnya rambut pirang panjang milim Naruto. Bola mata safirnya yang mempesona, bibir mungil berwarna merah alami yang menggoda, senyumnya yang menawan, dan sisi lain dari Naruto yang begitu lembut. Rasanya dia ingin memiliki semua itu untum dirinya sendiri. Tapi bagaimana caranya? Agaknya dia harus membuat lebih dari seribu cara untuk mendapatkan Naruto yang tak tersentu. Sasuke tercenung. Kenapa hal itu melintas di kepalanya? Ah, sepertinya dia sudah gila karena memikirkan Naruto, pikir Sasuke. Tanpa sadar, ia menggeleng pelan yang membuat Konan terkikik.

Saat itu juga, Sasuke sadar. Ada perasaan takut akan kehilangan dalam dirinya. Rasa takut yang dibuat Naruto padanya. Rasa takut yang muncul seiring angin musim dingin mulai berhembus. Membawa topeng Naruto untuk seperkian menit hingga membuatnya tahu sisi lain dari Naruto. Gadis itu, seolah sengaja membuat topeng dingin dan tak tersentuh itu. Dinding tak kasat mata yang dibuatnya terlalu tinggi sampai-sampai membuat Sasuke susah menggapainya yang berada di puncak.

Naruto telah berhasil membuatnya takut di akhir musim gugur. Dan Sasuke berjanji pada dirinya sendiri, rasa takut itu akan hilang karena dia tidak akan membiarkan Naruto melakukan hal bodoh seperti tadi.

To be continue

Huah, akhirnya bisa update nih chapter. Makasih banget buat kalian yang selalu dukungnunggu cerita ini. Bahkan aku sempat ada pemikiran untuk tidak melanjutkannya. Tapi melihat respon kalian yang begitu baik membuatku menjadi semangat kembali. Maka dari itu aku mengucapakan,

TERIMA KASIH YANG SEBESAR-BESARNYA MEMBUAT SEMANGATKU KEMBALI!

Maaf gak bisa balas satu persatu review kalian. Tapi aku selalu baca kok

Oh ya, mungkin ada yang ingin kenal lebih sama aku bisa PM atau add line-ku: @airina_raghisa

Jangan lupa baca juga cerita aku yang lain; Flowers Wilted

Semoga terhibur dengan chap kali ini, ya

Regards,

AirinaNatsu-chan