Peringatan : kemungkinan banyak typo mohon maklum.
.
.
.
Chapter 3
Hati yang tergerak
.
Ino dan Hinata terlihat dekat. Entah kenapa Ino bisa seluwes itu memerankan perannya di depan Hinata. Merekapun memutuskan untuk pergi bersama-sama kekantin. Setelah beberapa kali mengobrol, Ino menemukan Hinata adalah gadis yang pendiam dan pasif. Jarang memberikan pertanyaan, dan akan menjawab segala pertanyaan sesingkat mungkin. Ino pun tak ingin terlalu terburu buru. Ia tak segera menanyakan tentang ibunya walau ingin sekali. Namun Ino sadar jika seorang seperti Hyuga saja menyembunyikan identitas sang ibu dari kalayak media, bisa jadi hal tersebut adalah hal yang sensitif untuk di bahas.
Ino dan Hinata berjalan beriringan. Tak ada yang di bicarakan. Hanya sepasang kaki berjalan seirama. Ingatan Inopun lari kemasa kecilnya yang mana ia sering berjalan bersama sang ayah. Agar Ino tidak sedih karena merindukan ibunya. Ayah Ino kerap mengajak Ino kecil jalan jalan dan saling menyamakan langkah kaki mereka. Kemanapun arah kaki mereka melangkah Ino kecil tak peduli, ia hanya merasa senang sebab genggaman tangan ayahnya terasa begitu hangat. Ino kecilpun melupakan kesedihanya tentang ibu yang entah dimana.
"...san. Yamanaka-san" panggil Hinata pada Ino yang sedang melamun. Gadis indigo itu menatapnya dengan sepasang mata abu-abu yang indah.
"Ah, ya?" Ino mentap Hinata sambil mengerjap beberapa kali. Ia tak sadar sudah melamun.
"Se-Sepertinya kita berjalan ke-ke arah yang salah..." Hinata menatap sekelilingnya yang mana mereka malah tersesat ke arah gedung B diamana murid kelas 2 belajar.
"Sepertinya kau benar Hinata. Aku juga masih asing dengan sekolah ini. Lagian sekolah ini besarnya keterlaluan sekali." cuit Ino yang mengundang tawa kecil gadis indigo.
"Ehhhh apa ada yang lucu?" Tanya Ino heran. Sambil menautkan alisnya
"Tidak. Yaman-"
"Ino! Kau harus memanggilku Ino. Cukup Ino tanpa embel embel apapun." Potong Ino sambil mengankat telunjuknya di depan wajah Hinata.
"I-ino." ucap Hinata lirih. Ini kali pertama bagi hinata memanggil seorang teman perempuan dengan nama kecil mereka. Rasanya menyenangkan.
"Tidak buruk bukan? Hinata." Balas Ino dengan senyuman yang sempurna. Bahkan tak ada yang mengira jika senyuman itu tak lebih dari sebuah kepalsuan.
Hinata mengangguk senang. Namun tiba tiba Ino menarik tubuhnya kencang dan,
Bak!
Hinata tak mengerti apa yang sedang terjadi, namun ia mendengar suara bola yang terbentur. Ia hanya mengerjab di bawah lindungan tubuh Ino yang kini sedang menyerkit kesakitan. Dan saat Hinata sadar akan apa yang terjadi pada Ino, seorang siswa menghampiri mereka dan mengambil bola basebol yang sudah terjatuh di lantai.
"Apa... kau tidak apa-apa?" Tanya pemuda tersebut pada Ino yang kini menatap siswa tersebut dengan tatapan membunuh.
"Kalau mau bermain bola tangkap lakukan saja di lapangan! dasar bodoh!" Marah Ino pada pemuda tersebut yang langsung membungkukan badanya meminta maaf sebelum melenggang pergi. Inopun mendengus. Setidaknya dia mau minta maaf. Pikir Ino dalam hati.
"Yama- Ino... kita harus ke ruang kesehatan. Le-lengganmu... Ya tuhan. Ga-gara aku..." Hinata terlihat lebih takut dan khawatir melihat lengan Ino yang membengkak.
"Bukan salahmu Hinata. Ini salah mereka." Ino menatap 3 orang pemuda yang masih meneruskan acara bola tangkap mereka di depan gedung kelas B. Yang mana banyak sekali siswa bersliweran.
"Hinata kita langsung ke kantin saja. Aku lapar sekali. Lagipula tidak begitu terasa sakit." ucap Ino sambil menarik tangan Hinata yang kini berkeringat dingin.
Apa dia segitu takutnya. Tangannya sampai basah begini.
Pikir Ino dalam hati sambil melirik raut wajah Hinata yang masih di selimuti kekhawatiran.
"Ta-tapi Ino. Tanganmu-"
"Tak ada tapi-tapian. Perutku tak bisa di ajak kompromi."
Dan merekapun melenggang pergi ke arah kantin yang berada di sebelah timur gedung B. Namun keduanya tak sadar jika sepasang mata biru tengah memperhatikan keduanya dengan lekat. Uzumaki Naruto yang kini tengah berpangku tangan di jendela lantai dua gedung B masih memandang kepergian siluet kuning yang tengah menggandeng gadis indigo yang di kenalnya. Hatinya bergetar, Naruto memang tidak pintar namun dia juga tidak bodoh untuk mengetahui perasaan apa yang tiba tiba melanda hatinya kini.
"Yamanaka Ino... ya?" desisnya memanggil nama gadis yang sejak tadi ia perhatikan. Seumur hidupnya baru kali ini hatinya benar-benar tergerak untuk seorang gadis. Saat Ino mengorbankan dirinya untuk melindungi Hinata membuat Naruto Jatuh Cinta. Dan Bibir Naruto menarik seulas senyum, matanya berbinar. Mata seorang yang sedang jatuh cinta.
Begitupun dengan Gadis Hyuga yang kini tengah di gandeng oleh Yamanaka Ino. Matanya berbinar. Ia gadis yang sedang jatuh cinta.
.
Ino hendak mengambil piring ketika dia sudah ada di depan prasmanan kantinya. Meski mahal Ino tak memungkiri bahwa menu masakan di sekolahnya memang sangat sangatlah enak. Namun gerakanya terhentinya ketika Ino mendengar suara Hinata.
"Sasuke-nii" perasaan Ino tidaak enak ketika Hinata memanggil nama seseorang. Ketika Ino menoleh dan benar saja, disana Ada Seniornya Sasuke Uchiha dengan wajahnya yang tampan sedang memandangnya dalam. Tentu dengan tatapan sinis.
"Hinata duduklah bersama kami setelah kau mengambil makananmu." Ucap Sasuke pada Hinata yang lebih terdengar seperti perintah.
"Tapi. Aku sudah bersma Ino... aku-"
"Dia tak pantas berteman denganmu." Sasuke memotong kalimat sepupunya dan membuat Hinata menunduk sambil menggigit bibir bawahnya. Kakak sepupubya tersebut memang sedikit over protektif terhadapnya dan Hanabi. Ingin sekali Hinata melawan namun pada akhirnya Hinata tetap tak bisa menolak. Saat Hinata hendak berjalan melalaui Ino yang masih berdiri menatap tajam wajah sepupunya, langkahnya di cegah oleh teman barunya tersebut. Hinata melihat lengannya yang di pegang kuat oleh Ino.
"Memangnya kau siapanya Hinata? Dia berhak menentukan sendiri dengan siapa dia berteman. Itu bukan urusanmu." Ino menantang Sasuke. Ino tak akan membiarkan Sasuke menghalangi rencananya untuk mendekati Hinata.
Mendengarnya Sasuke malah tertawa sinis. Dan Sasuke berjalan medekati Ino yang tak bergeming. Seketika seluruh kantin jadi menegang ketika Sasuke mulai mendekatkan wajahnya dengan wajah ino yang masih di hiasi emosi.
"Jalang sepertimu tak pantas meninggikan suara di hadapanku." Desis Sasuke tepat di wajah Ino. Dan satu kecupan melayang di pipi Ino membuat suasana di kantin makin riuh dibuatnya. Hinatapun juga malu melihat sepupunya melakukan hal seperti itu didepannya. Hinata memang seringkali mendengar tabiat buruk kakak sepupunya tersebut. Terlebih sifatnya yang suka mmempermainkan perempuan layaknya mainannya. Tapi ia tak pernah melihat secara langsung jika Kakak sepupunya tersebut benar benar seperti apa yang rumor katakan. Hinata sedikit kecewa. Apalagi sekarang teman sebangkunya yang tengah di Permainkan. Hinata ingin melakukan sesuatu. Namun seumur hidupnya dia tak pernah melawan kakak sepupunya tersebut. Ia terlalu takut untuk melawan kakaknya yang temperamental tersebut.
"Hinata ayo." dan dengan satu ajakan mutlak Hinata melenggang pergi meninggalkan Ino yang masih memegang piring yang kosong. Ini pertama kalinya seorang pria mencium pipinya kecuali ayahnya. Namun bukan itu yang Ino pikirkan. Ia hanya takut jika Uchiha membuat jalannya menjadi sulit.
Setelah menghela napas besar akhirnya Ino memutuskan untuk tidak melawan lagi. Karena masih ada banyak waktu untuk mencapai tujuannya. Ino mulai mengambil makan Siangnya, memilih berbagai menu kesukaanya lalu membayarnya ke kasir. Langkahnya tenang meski sedikit khawatir jika nanti ada seseorang yang menyerangnya lagi. Ia mencoba menoleh ke kanan dan ke kiri dan tak menemukan adanya Shikamaru Nara dimanapun. Ino memantabkan hatinya lagi. Lagipula Ino juga tak berharap banyak pada seniornya tersebut. Apapun yang terjadi, Ino tidak mau terbawa emosi. karena jika sampai ia melakukan sesutu di luar kendali, maka selesai sudah semuanya. Ia akan di skors dan terlebih di keluarkan dari sekolah. Mengingat ia tak punya kekuatan apapun di Konoga Gakuen. Kekuatan satu-satunya hanya Shiranui Tenten dan teman cepolnya itupun kini tak bisa diandalkan.
Bruk
Ino hendak mengumpat dan menghajar seseorang yang sengaja menabrak tubuhnya sehingga semua makanan di piringnya tumpah. Ino bahkan mendengar beberapa orang terkekeh melihat apa yang sedang melandanya. Sambil menahan amarah, Inopun kembali ke prasmanan dan membeli lagi beberapa makanan untuk perutnya yang sudah meronta.
Bruk
Lagi... kini seseorang menjulurkan kakinya secara mendadak didepan Ino sehingga Ino jatuh tersungkur di lantai. Makananya pun tidak tertolong, berceceran lagi di lantai. Masih menunduk, tangan Ino mencengkeram hebat. Kalau ia menuruti emosinya... dia akan habis. Tak mungkin ada satupun yang akan membelanya didepan guru jika ia membela diri dan menyerang seseorang yang tak lain tak bukan adalah Karin. Si gadis merah yang kini menatapnya dengan remeh.
Dengan mata yang nyalak. Ino bangkit lagi dan kembali ke prasmanan untuk ketiga kalinya. saat ia sudah sampai di kasir, Bibi penjaga mesin kasirpun memberikkan Ino senyum teduh dan berbisik
"Yang ini tidak udah di bayar nak." Bibi itu berucap halus nyaris lirih tak terdengar. Bahkan karyawan kantin pun tahu dengan kapitalisme di sekolah yang menyeramkan tersebut. Bibi itu tak ingin mendapat masalah karena ketahuan menolong murid bermasalah sepertinya.
"Terima kasih. Aku janji tidak aka menjatuhkanya kali ini." jawab Ino dengan senyum tipis pada Bibi tersebut. Andai bibi itu ibunya. Sepintas Ino berpikir seperti itu. Namun ia tersenyum miris. Sayang sekali bukan. Ibunya kini ada di dalam istanah mewah nan megah sedang menikmati kehidupan nyamannya. Ino melirik ke arah Hinata dan Sasuke. Wajah gadis itu seperti ingin berteriak dan menolong Ino. Berbeda dengan wajah sepupunya yang berseringai kejam.
Lagi lagi Ino mengabuskan napas berat untuk yang kesekian kalinya. Dengan langkah yakin ia kembali kearah bangku kosong yang sejak tadi hendak ia tuju. Dan kini tak ada satupun yang berusaha menghentikannya lagi. Setidaknya Ino memenuhi janjinya pada sang bibi penjaga kantin. Ia tak menjatuhkan makananya lagi. Dan dengan pelan Ino mulai memakan makananya tanpa menurunkan kewaspadaannya pada sekeliling.
.
Sama halnya dengan Hinata. Naruto yang kini duduk dengan teman temannya tak tahan melihat pemandaangan yang sedari tadi menjadi pertunjukan di kantin. Entah mengapa rasanya ingin berlari dan menolong Ino. Namun teman-temannya yang kini sedang menikmati pertujukan tersebut memberatkan langkahnya. Bagaimana tanggapan teman-temannya jika ia mengkhianati mereka dan menolong Ino? Terlebih Sasuke yang sudah seperti Saudara baginya. Mungkin ini yang disebut dilema.
"Lihatlah burung kecil itu. Menyedihkan sekali." Ucap Sasuke pada teman-temanya.
"Hinata-chan sebaiknya kau jangan berteman denganya ok? Dia tidak baik untukmu. Dia bahkan berteman dengan berandalan." ucap Kiba pada Hinata yang tak di jawab dengan sepatah katapun oleh Hinata. Ingin ia menjawab 'Ino tidak seperti itu.' Namun pasti Sasuke akan memotong ucapanya lagi. Hinata tak diberi kesempatan. Hinata tak punya kesempatan untuk membela temanya.
"Hinata. sepertinya Kiba menaruh perasaan padamu, dia bahkan terdengar lebih protektif dari kakakmu" ucap Sai membuat Wajah Kiba bersemu merah.
"Ti-tidak! SAI kau jangan suka mengarang cerita! Dasar mulut ember kau ini!" sergah Kiba pada Sai yang hanya tersenyum.
"Hinata kau jangan percaya padanya ya. aku hanya khawatir padamu... yah... begitu aku hanya khawatir padamu." Kiba menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal. Ia terlihat gugup walau ia berusaha untuk tidak. Dan Hinata hanya mengangguk menganggapi Kiba. alih alih melihat Kiba. Hinata yang masih menunduk malah melirik seseorang di depannya. Naruto Uzumaki yang entah mengapa hanya terdiam dari tadi. Tak seberisik biasanya. Rambut pirangnya yang berantakan sedikit basah dan di arahkan ke belakang. Hanya melihat seseorang yang di cintainya dalam diam membuat jantung Hinata berdetak kencang. Rasanya wajahnya memanas dan memerah.
Namun Kiba yang melihatnya makin mensalah artikan. Ia pikir Hinata malu karena ucapan Sai. Namun meski begitu tak ada keberanian yang cukup bagi kiba untuk menyatakan perasaanya pada Hinata. Dan Sai yang melihat suasana di sekelilingnya hanya tersenyum misterius. Andai ada Gaara dan Tenten di sini. Pasti bakal lebih seru lagi. Pikir Sai Shimura.
"Pertujukan selanjutnya akan dimulai." Seketika ucapan Sasuke keluar dari bibirnya. Spontan membuat Naruro terbelalak dan langsung menoleh ke arah Yamanaka, dan benar saja. Seorang perempuan berambut pendek membawa gunting sedang berdiri di belakang Ino hendak memotong rambut emas Ino. Narutopun berdiri dari bangkunya dan membuat semua teman-temannya kecuali Sasuke heran. Namun Naruto hanya bisa sampai disana. Hanya berdiri disana terpatung saat ia melihat Shikamaru Nara memegang tangan Gadis gunting tersebut.
"Naruto...-san" Hinata pun heran dengan apa yang sedang terjadi dengan Naruto.
Brak!
Sasuke Memukul meja dengan gengamannya. Mengeratkan giginya karena melihat seseorang merusak tontonannya.
"Brengsek." Saking marahnya Sasuke sampai tak menyadari tingkah Naruto yang hendak mengkhianatinya.
.
"Senpai?" Ucap Ino saat melihat Shikamaru kini berada di belakangnya tengah memegang tangan seorang gadis yang telihat kesakitan. Sebuah gunting tergeletak di lantai tepat di depan gadis tersebut.
"Se-senpai sakit." Rintih gadis itu tak di hiraukan oleh Shikamaru dan 2 temanya.
"Bagaimmana kalau kita coba ketajaman guntimu ini ne kohai?" teman Shikamaru yang berambut putih mulai mengambil gunting gadis tersebut. Membuat gadis tersebut menggeleng ketakutan.
"Suigetsu... tak perlu sejauh itu." ucap Shikamaru membuat Suigetsu cemberut.
"Kau ini tidak asyik sekali Shikaaa~" Gerutu pria bergigi hiu tersebut.
Melihat apa yang terjadi Ino jadi mulai paham dengan situasinya. Sepertinya gadis yang kini sedang ketakutan di tangan Shikamaru tersebut tadinya hendak melukainya dengan Gunting tajam yang kini ada di tangan Suigetsu.
Shikamaru berseringai dan menoleh ke pada temannya yang lain yang berambut merah.
"Sasori." Panggilnya pada pria pendek yang kini sudah genap berusia 18 tahun tersebut. Sasori mengeluarkan ponselnya lalu melihat name tag gadis tersebut. Dan keheningan selama satu menitpun terjadi sampai Sasori membuka mulutnya.
"Watanabe kururu. Aku baru saja menjatuhkan saham keluargamu sampai 30%. Untuk sekarang cukup segitu saja. Nanti kalau kau berbuat lebih dari ini aku bisa saja menaikan presentase nya. " Ucap Sasori lantang sambil menunjukan layar ponselnya pada watanabe yang kini sudah di lepas oleh Shimaru dan jatuh ke lantai.
Kejam.
Begitulah satu kata untuk senior kelas 3 tersebut. Watanabe hanya bisa menutup telinganya dan berteriak kencang. Ia tak menyangka tindakanya yang hendak ia lakukan demi mendapat perhatian Uchiha malah berbuah bencana terhadap keluarganya.
"Dengar kalian semua. Siapapun kalian yang ingin mengganggu dia" Shikamaru memegang pucuk kepala Ino. "Akan berakhir seperti dia" Lanjut Shikamaru menujuk Watanabe yang masih lumpuh di lantai dengan ibu jarinya.
"Sudah kan. Tidak akan ada yang mengganggumu lagi setelah ini." Ucap Shikamaru pada Ino sebelum melenggang pergi.
"Eh? Ehhhh?! Hanya begitu saja? Oi shika! Saso tunggu! Tidak menarik sekali!" geruru suigetsu menyusul kedua temannya.
Ino masih tak bergeming di tempatnya. Semua terjadi begitu cepat. Begitu besarnya pengaruh Shikamaru Nara hingga tak ada satupun seseorang yang protes dengan keadaan barusan. Bahkan Sasuke Uchiha tak bergerak sedikitpun. Ino perlahan membuat seringai dan menatap kearah Sasuke yang kini seperti tengah menahan amarah.
Sasuke tak akan menghalanginya lagi. Setidaknya itu yang Ino pikirkan.
.
.
.
Tenten melihat hamparan rumput di pingir sungai Hisane. Ini tempat favoritnya di kala jenuh. Mengingat tentang masa kecilnya dulu saat ia melompat dari jembatan dan mendorong anak laki laki yang cengeng hingga ia menangis karena takut. Namun pada akhirnya ia mengajarkan anak tersebut berenang. Ia bermain tangkap bola disini bersama ayahnya. Ia membolos di tempat ini. Menghajar seseorang yang mengganggu sahabatnya yang pendiam di tempat ini. Begitu banyak kenangan. Dan satu persatu pudar menjadi abu-abu, sudah tak begitu berarti. Pengkhianatan seorang yang selalu ada di kehidupannya membuatnya hancur. Membuatnya tak lagi ingin mengingat.
"Sudah kuduga kau disini" Seseorang duduk di samping Tenten. Dan tanpa Tenten menolehpun ia tahu siapa yang datang. Orang itu adalah orang yang paling ia benci di dunia ini. Seorang yang tak mau ia ingat lagi. Seorang yang dulu selalu ada di kehidupannya. Seorang yang telah mengkhianatinya.
"Enyahlah." jawab Tenten dengan nada yang enteng. Sudah biasa baginya berbicara sepeti itu pada Sabaku Gaara.
"Kau sebaiknya tak berurusan dengan Yamanaka Ino." Ucap Gaara melihat wajah Tenten yang kini fokus melihat kilauan air jerning di depanya.
"Apa pedulimu? Mati saja sana" Tenten menekuk lututnya dan mulai melempar batu kerikil ke arah sungai.
"Aku hanya memperingatkanmu. Kau jangan melakukan yang lebih dari ini." Gaara mengalihkan pandanganya pada sungai yang menelan batu batu kecil yang di lempar tenten.
"Sudah kubilang. Kita sudah berakhir. Aku sama sekali tidak peduli padamu. Dan kau jangan peduli padaku" Tenten makin menenggelamkan wajahnya di lututnya.
"Tidak bisa. Sekeras apapun kau memaksaku. Aku tak akan bisa melakukanya. Aku tak bisa berhenti peduli." Jawab Gaara lirih membuat Tenten menggengamkan tanganya erat hingga buku buku tanganyanya memutih.
"Jangan bicara omong kosong..." suara Tenten kecil . Nyaris berbisik.
"SEMUA YANG KELUAR DARI MULUT MU HANYA SAMPAH! KALAU KAU PEDULI KENAPA SAAT ITU KAU TIDAK MENOLONGKU? KENAPA SAAT ITU KAU TIDAK MEMBELAKU? KAU PIKIR AKU INI APA HAH?" Tenten tak bisa menyembunyikan amarahnya. Bahkan ada setetes air mata yang mengalir di pipinya. Namun matanya tetap nyalak marah ke arah pria berambut merah tersebut.
"Dengar Gaara. Yang kau pedulikan itu hanya status barumu. Yang kau pedulikan hanya martabatmu! DARI AWAL KAU MEMANG TAK PEDULI PADAKU! JADI BERHENTILAH! Berhentilah... berhentilah ikut campur brengsek." Tenten tak sanggub menahan emosinya, dan akhirnya pecah juga. Ketika suranya mengecil airmatanya mengalir deras. Mengingat kejadian 7 bulan lalu. Kejadian yang sangat menyakiti hatinya. Oleh sahabat terbaik. Teman masa kecil. Orang terpercaya. Dan orang yang selalu di cintainya. Sabaku Gaara.
Tenten berdiri dan menghapus airmatanya dengan paksa. mencoba mengumpulkan tenaga agar tak terlihat lemah di depan Gaara.
"Aku akan tetap bersama Yamanaka. Dengan siapa aku bergaul tidak ada hubungannya denganmu. Meski aku harus berurusan dengan Uchiha lagi. Aku juga tidak peduli. Jika kalian mau menghancurkan aku lagi AKU JUGA TIDAK PEDULI!." Tenten mengambil napas berat setelah berteriak di akhir kalimatnya.
"Asal kau tahu Gaara. Seorang yang belajar dari rasak sakit. Akan menjadi lebih kuat. Lebih dari apa yang pernah kalian bayangkan." Dan dengan kalimat itu Tenten pergi meninggalkan Gaara yang masih berkecamuk dengan pikiranya sendiri.
Tentu saja semuanya juga baru dimulai bagi Shiranui Tenten.
Tbc
.
.
.
A/n
Hehe hallo apa kabar pembaca. Wah ada yang dengan sopan pamit berhenti membaca karena takut pair tidak sesuai harapan. Saya terimakasih. Sudah review. Dan yang terpenting mau berhenti membaca masih nyempetin pamit baik baik. Sungguh kamu yang terbaik.
Dan masalah pair sepertinya banyak yang penasaran. Tapi seperti yang saya bilang sebelumnya. Saya bener bener gak tau nanti pairnya siapa saja. Saya mengetik fanfic ini denga metode ketik langsung publish. Langsung 1 hari. Jadi kadang idepun muncul juga dadakan. Dan itu tidak akan menentu. Makanya saya tidak bisa menjanjikan pair ini pair itu. Karena saya sendiri juga tidak tahu ini nanti cerita bakal kayak apa. Karena saya juga gak buat draft ataupun story line. Saya hanya bergantung pada spontanitas saya. Apa yang imaginasi saya katakan saat itu ya saya tulis. Begitulah cara saya membuat fanfic.
Terima kasih sudah mau menunggu.
Dan ada beberapa yang bilang "tolong jangan buat ino menye nangis2" eumm kalau menye sih enggak. Tapi nangis mungkin ada beberapa. Karena ini adalah genre drama di mana setiap karakteristik yang berbeda beda mempunyai emosi dan juga rasa sakit yang di tanggung oleh masing2 karakter. Jadi kadang di kondisi tertentu ada saatnya Ino maupun yang lainya terlihat sangat lemah. Ataupun sangat kuat. Hehe
Oke gitu saja. Terimakasih sudah membaca.
Elkyouya.
