All Naruto's characters are belong to Masashi Kishimoto.

Chapter 1

Sudah sekitar empat jam lebih Sakura menghabiskan waktu untuk membersihkan rumah lamanya sejak ia sampai siang tadi. Yang paling utama seperti kamar, dapur dan kamar mandi sudah ia bersihkan terlebih dahulu. Ruangan lain dan halaman akan ia bereskan nanti atau mungkin besok, lagipula tidak semua perabot dan peralatan rumah tangganya harus diganti dengan yang baru. Semua berkat Ayahnya yang bekerja di perusahaan furniture, sehingga sangat tahu menahu mana pilihan yang terbaik dan Ibunya yang juga menyimpan peralatan dengan sangat baik sebelum mereka pindah tujuh tahun yang lalu. Misalnya saja sofa di ruang tamu, meski terlihat ketinggalan jaman namun menurutnya itu masih terlihat elegant. Meja dan kursi makan juga masih bagus dan kokoh. Satu-satunya yang ingin Sakura ganti sesegera mungkin adalah televisi di ruang keluarga, itu sudah terlihat sangat tua.

Sekarang ia benar-benar merasa lelah dan ingin beristirahat. Mizuki sudah terlelap sejak tadi setelah Sakura membersihkan tempat tidurnya. Sakura lalu menempatkan dirinya di samping pangeran kecilnya. Mencium kepala Mizuki dan memeluknya dalam tidurnya. Tetapi sebelum ia sempat memejamkan mata, bel rumahnya berbunyi. Oh bagus, bel rumahnya masih berfungsi meski sudah tujuh tahun dan bunyinya menjadi sedikit aneh. Tapi bukan itu masalahnya. Sakura ingin tidur. Titik.

'Kumohon, siapapun itu datanglah lagi nanti!' Dirinya berkata dalam hati berniat mengabaikan tamu di depan rumahnya, namun bel berbunyi lagi dan lagi.

Dengan berat hati Sakura membangunkan badannya dan menyeret dirinya untuk menemui tamunya, lalu dengan langkah lemas ia menuruni tangga dan membukakan pintu.

"Sakura!" Anko-sensei.

Tanpa Sakura suruh masuk, mantan gurunya itu langsung masuk ke dalam rumahnya menuju meja makan. "Aku membawa makanan, sushi, pasti kamu dan Mizuki lapar setelah perjalanan panjang bukan?" Anko membuka kotak makanan yang dibawanya di meja.

Jika saja bukan Anko-sensei Sakura bersumpah akan mengusir orang ini. "Arigatou, sensei". Sakura duduk di salah satu kursi makan dan mulai makan. Sebenarnya ia merasa lapar sejak tadi, hanya saja rasa lelahnya mengalahkan segalanya. Syukurlah Anko-sensei kemari meski jika harus memilih, Sakura pilih tidur. "Sebenarnya anda tidak perlu repot-repot".

"Bagaimana rasanya?" Anko menatap Sakura, mengamatinya yang sedang makan.

Jika dipikir kembali, Sakura ingat Anko-sensei bukan jenis wanita yang pintar memasak. Dulu saat Sakura masih sekolah, orang tuanya sering menitipkan dirinya pada Anko saat mereka pergi ke luar kota untuk urusan pekerjaan Ayahnya. Dan sarapan buatan Anko adalah mimpi buruk bagi Sakura.

"Lebih baik dari tujuh tahun lalu." Sakura membalas sambil terus melahap sushi buatan gurunya. Sepertinya Anko-sensei sudah terbiasa memasak dilihat dari kehigenisan dan kerapiannya. Dan sebenarnya sushi ini lebih baik dari buatannya.

Anko tersenyum sumringah mendengar komentar Sakura.

"Jadi Sakura, ceritakan padaku, kemana kamu dan orangtuamu menghilang selama ini!" Itu adalah perintah. Sakura selalu tidak bisa kabur dari Anko. "Oh! Dan lihatlah kamu pulang setelah tujuh tahun dan membawa Mizuki. Dan kamu bilang itu anakmu?!" Sangat menakjubkan bagaimana beberapa detik yang lalu Anko tersenyum sumringah mendengar tentang sushi-nya dan beberapa detik kemudian ia berubah menjadi marah, kesal, dan butuh penjelasan.

Anko menganggap keluarga Haruno seperti keluarganya sendiri. Ia tidak memiliki orangtua dan Kizashi serta Mebuki sudah seperti orangtua baginya, meski ia terlalu tua untuk jadi anak mereka. Dan tentu saja Sakura sudah ia anggap adik perempuannya. Kepergian mereka tanpa penjelasan apapun kepadanya membuatnya marah. Apa keluarga Haruno tidak menganggap dirinya penting? Apa ia hanya sebatas tetangga yang tinggal sendiri di samping rumah mereka? Anko butuh penjelasan.

Sakura menghentikan makannya. Ia menghirup nafas perlahan sebelum menjawab pertanyaan-pertanyaan Anko. Sepertinya ia masih belum diberi kesempatan tidur juga kali ini.

XXX

Sasuke benci pekerjaannya. Ini hari Minggu, dan ia harus melakukan perjalanan ke luar kota untuk menemui seorang investor yang akan menarik investasinya terhadap perusahaannya dan ia harus mengetahui alasan mengapa orang ini menarik investasinya setelah sekian lama. Masalahnya, investor ini mempunyai pengaruh cukup besar terhadap investor-investor lain, jika bisa ia akan membujuk agar orang ini membatalkan rencananya. Ia juga harus memikirkan cara lain apabila ini tidak berhasil.

Banyak orang bilang Sasuke memiliki jabatan tinggi di perusahaan karena Ayahnya adalah pemilik sekaligus pemimpinnya, dirinya tidak perlu bekerja keraspun suatu hari nanti ia akan otomatis menjadi penerus Ayahnya, ia dan anak cucunya akan hidup mudah selamanya. Tapi lihatlah kenyataannya. Di saat orang-orang menikmati hari libur bersama orang yang mereka cintai, menikmati waktu istirahat bermalas-malasan di rumah atau tidur seharian setelah enam hari penuh dipusingkan oleh urusan pekerjaan, tetapi Sasuke tidak. Dia bukan seorang pekerja keras, tetapi hanya seorang yang penuh tanggung jawab terhadap apapun yang menyangkut dirinya, termasuk pekerjaannya.

Tapi setidaknya pagi tadi ia telah bertemu dengan kekasihnya meski hanya sebentar, meski tentu saja ia merasa itu tidak cukup. Dengan bersama wanitanya itu, Sasuke bisa melupakan semua urusan pekerjaan sejenak dan menikmati setiap detik waktu dengan perasaan yang ringan tanpa beban. Ia sendiri tidak mengerti bagaimana menjelaskannya. Yang pasti wanita itu sangat berharga baginya.

Sasuke telah sampai di sebuah tempat sesuai yang diminta, sebuah restoran berbintang lima yang cukup terkenal karena kemewahannya di Kota Sunagakure. Dia sudah beberapa kali ke tempat ini, rekan-rekan bisnis yang tinggal di Suna sangat menyukai tempat ini. Semua terlihat elegan dan indah, Ino juga pasti akan menyukai tempat seperti ini. Mungkin suatu hari nanti ia akan mengajaknya ke sini.

Seorang pelayan laki-laki memandu jalan menuju investornya setelah Sasuke menyebutkan nama orang yang akan ia temui tersebut kepada pelayan itu.

Duduk seorang wanita yang terlihat seumuran dengannya, ini baru pertama kali ia melihatnya meski ia sering melihat nama orang ini di dokumen-dokumen kerjanya, Temari Sabaku, putri sulung dari Rasa Sabaku pebisnis nomor satu di Kota Suna. Sasuke duduk di hadapan wanita ini setelah ia memberi salam kepadanya.

"Kau terlihat seperti orang yang tidak suka berbasa-basi Uchiha-san, begitu juga aku. Jadi langsung saja, mengapa kau ingin bertemu denganku?" Temari berucap. Terlihat keangkuhan dari gaya dan nada berbicaranya.

"Saya ingin mengetahui alasan Anda menarik investasi anda Sabaku-san." Sasuke membalas sopan. Ia memang tidak suka berbasa-basi, lebih tepatnya ia tidak tahu bagaimana berbasa-basi. Apa ia harus mengatakan cuaca di Suna sangat bagus meski di sini sangat panas? Tidak.

"Itu sama sekali tidak ada hubungannya dengan perusahaanmu Uchiha-san. Ah, dan panggil aku Temari saja. " Temari meneguk minuman di hadapannya.

"Apakah anda tidak bisa memikirkannya kembali Temari-san?"

Temari memandang lelaki di depannya, mengamatinya. "Berapa usiamu Uchiha-san?"

Sasuke diam sejenak, menikirkan kemungkinan mengapa wanita ini mengalihkan pembicaraan. Bukankah ia tidak suka berbasa-basi seperti dirinya? "Saya duapuluh empat."

"Kalau begitu nikahi aku lalu aku akan membatalkannya." Temari cukup terhibur dengan reaksi lelaki di depannya ini. Meskipun sulit melihat perubahan ekspresi di wajah Sasuke, tetapi Temari tahu Sasuke tengah terkejut dengan ucapannya sekarang.

Sasuke sendiri tidak menyangka kemungkinan seperti benar-benar terjadi dalam urusan bisnis. Ia lalu meneguk minuman yang telah ada di hadapannya dan kembali menatap wanita di hadapannya.

"Kau tidak mau bukan?" Temari menambahi.

Ada hening sesaat. "Saya tahu anda tidak serius Temari-san."

Kemudian Temari tertawa lepas sementara Sasuke diam. Hal seperti ini sama sekali tidak lucu bagi Sasuke.

Temari mengusap air mata yang keluar akibat tawanya. "Yeah, kau benar! Lagipula aku tidak suka laki-laki yang lebih muda dariku. Dan lihatlah wajah itu, kau terlalu tampan! Jika aku bersamamu aku akan terlihat jelek. Kau mengerti maksudku?"

Tidak, Sasuke sama sekali tidak mengerti apa yang wanita ini bicarakan.

"Itu artinya kau sama sekali bukan tipeku Uchiha-san." Temari tertawa. Lagi.

Setelah menunggu beberapa menit, akhirnya Temari berhenti tertawa.

"Mari kembali ke topik." Meski menyenangkan baginya tapi sepertinya tidak bagi lelaki bermata hitam legam ini. "Aku benar-benar minta maaf Uchiha-san, keputusanku sudah bulat."

Sasuke terlihat tidak puas dengan jawaban Temari. "Aku akan memulai bisnisku sendiri tanpa bantuan Ayahku. Dan tentu saja uang tabunganku saja tidak cukup untuk memulainya. Jadi aku menarik investasiku untuk keperluan pribadiku. Apa alasan itu cukup untuk memuaskanmu Uchiha-san?"

Sasuke mengangguk. Meski sebenarnya ia kecewa dengan keputusan Temari.

"Kau tidak perlu khawatir tentang investor lain. Aku tidak punya pengaruh terhadap mereka. Yang berpengaruh itu Ayahku. Kau pasti tahu bukan?! Lagipula perusahannmu semakin kuat. Mereka tidak akan meninggalkannya begitu saja " Temari menambahkan.

XXX

"Aku benar-benar berterimakasih Ino-chan!" Seorang wanita berkulit eksotis berbicara selagi Ino memberikan sentuhan make-up terakhir ke wajahnya. "Aku tidak bisa membayangkan bagaimana jadinya jika tanpamu Ino-chan."

Ino tersenyum kecil, "Tidak Karui-chan, aku hanya melakukan sebisaku." Ino mengaplikasikan lipstick yang sesuai dengan dengan warna kulit Karui. "Aku berharap bisa melakukan lebih untukmu dan Chouji."

Karui menggelengkan kepalanya pelan, takut akan mengganggu pekerjaan Ino. Saat ia merasa lipstiknya sudah selesai Karui berbicara. "Kamu membantuku sangat banyak Ino-chan!"

Ino mengoreksi hasil kerjanya sebelum membiarkan Karui membuka matanya.

"Kamu merancang undangan untukku, jauh sebelum itu kamu membantuku untuk bisa menikah di tempat impianku ini, lalu kamu juga membantuku memilihkan gaun ini dan bahkan mendandaniku!"

Ino sungguh tidak melakukan banyak hal. Yang merancang undangan adalah Shikamaru, Ino hanya membantu menjawab 'ya atau tidak' saat Shika menanyakan pendapatnya mengenai hasil kerjanya. Hotel ini milik keluarga sahabatnya, jadi dengan mudah ia mendapatkan jadwal reservasi sesuai tanggal yang dikehendaki. Ia ingin bisa merancangkan gaun pengantin untuk Karui. Tapi dia tidak punya banyak waktu. Satu-satunya yang ia lakukan hanyalah mendandani Karui karna itu keahliannya, ia berharap Karui menyakuainya.

Ino menyuruh Karui membuka mata dan membiarkan Karui melihat dirinya di cermin besar di hadapannya.

Karui tersenyum puas dan terharu. "Apa ini aku?" Karui melihat dirinya dengan balutan gaun pengantin putihnya yang indah serta dirinya sendiri yang terlihat cantik elegant tapi tetap natural berkat make-up Ino.

Ino membalas dengan mengangguk. "Benar, itu kamu Karui, sangat cantik bukan?!"

Karui memeluk Ino. "Arigatou nee, Ino-chan …"

Ino membalas pelukan Karui. Baru beberapa detik mereka berpelukan, Karui melepas pelukan mereka dengan mendorong tubuh Ino pelan. Ia melotot terkejut seperti teringat akan sesuatu dan segera mencari-cari tasnya. "Ada apa Karui-chan?"

"Dimana tasku?" Karui masih terlihat sibuk mencari.

"Mamamu membawanya sebelum kamu berganti baju tadi Karui-chan. Ingat ?" Ino mengingatkan.

Karui berhenti mencari dan memukul dahinya pelan, ia takut akan merusak make-upnya. Dan itu terlihat lucu bagi Ino. "Kalau begitu boleh aku meminjam handphone-mu sebentar Ino-chan?" Karui memohon.

"Tentu saja." Ino memberikan smartphone-nya kepada Karui. "Apa kamu melupakan sesuatu?"

Karui buru-buru mengambil handphone yang diberikan Ino. "Yess! Jika aku tidak mengingatkan orang ini, aku takut ia tidak akan datang." Karui memencet-mencet beberapa nomor di sana. "Oh Tuhan! Untunglah aku mengingat nomornya."

Ino tersenyum manis melihat tingkat Karui di depannya. "Baiklah. Lakukan sesukamu dengan handphone-ku. Aku akan berganti pakaan dan bersiap dulu."

Karui mengangguk sambil menempelkan telepon genggam milik Ino di telinganya. "Thank you so much Ino-chan!"

Tinggal satu jam lagi acara pernikahan Karui dan Chouji dimulai. Seluruh keluarga dan sahabat terdekat sudah datang terlebih dahulu untuk membantu apa-apa yang masih belum siap. Setelah berganti pakaian, dan mendandani dirinya sedikit, Ino bergegas keluar dan mengamati ball room tempat akan dilaksanakan pernikahan sahabatnya. Semua hampir sempurna, tinggal menunggu para tamu undangan dan tentu saja kedua mempelai yang ada di ruang ganti. Selagi menunggu, Ino menyibukkan diri dengan orang-orang yang sebagian besar ia kenal dekat. Seperti Ayah dan Ibunya sendiri, keluarga Chouji, Shikamaru dan keluarga besar Nara, serta teman-teman mereka.

Ini bukan pernikahannya tapi Ino merasa bahagia. Jika saja Sasuke ada di sini bersamanya maka ini akan jadi hari yang sempurna. Tapi itu hanya sebuah angan belaka. Dia tahu Sasuke sedang berada di luar kota. Beberapa menit yang lalu, tentu saja setelah ia mengambil smartphone-nya kembali dari Karui, ia meneleponnya dan Sasuke mengatakan baru bisa kembali besok.

Apa boleh buat, meskipun sedikit kecewa tetapi Ino akan menikmati hari ini dengan sepenuh hatinya bersama orang-orang terdekatnya. Dan hey! Tentu saja ia sangat bahagia, Chouji menikah!

XXX

Kali ini bunyi getaran handphone membangunkan Sakura dari tidurnya yang baru beberapa jam yang lalu. Dia ingin mengabaikannya tapi sekali lagi handphone di sampingnyaa seakan tidak membiarkannya. Dengan mata yang masih memejam Sakura meraih ponselnya dan melihat nomor tidak dikenal di layer smartphone miliknya. Dia perfikir sebentar untuk mengangkatnya atau tidak sebelum akhirnya ia menggeser tombol hijau di layer smartphone-nya.

"Sakuuu!" Teriakan di seberang sana berhasil membuat Sakura membuka matanya lebar. Sakura sangat kenal dengan suara ini."Jangan katakan padaku kamu lupa, Sayang!" Suara wanita di seberang terdengar khawatir.

Ya Tuhan! Hari ini tepat hari pernikahan sahabatnya, Karui. Dan ia berjanji akan datang. Dan apa yang Sakura lakukan sekarang? Ia tidur! Rasa lelah bodoh ini membuatnya tidak perpikir apapun kecuali tidur.

"Te-tentu saja tidak Rui!" Pernikahannya dilaksanakan tepat pukul tujuh malam ini, dan sekarang masih pukul … Sakura melihat jam di ponselnya. Oh tidak! Sekarang pukul 18.30!

Sakura tergesa bangkit dan membuka kopernya, mengacak-acak isinya mencari baju yang sudah ia persiapkan untuk menghadiri acara pernikahan sahabatnya ini. "Aku akan segera sampai di sana Rui! Oke aku tutup teleponnya, sampai jumpa!"

Sebelum Sakura mendengar jawaban Karui, ia mematikan telepon dan bergegas ke kamar mandi.

Sakura mengenakan dress putih selutut dengan lengan pendek hadiah dari Karui sendiri. Daripada high heels, Sakura memilih flat shoes warna senada favoritnya. Karena selain nyaman sepatu ini sangat cocok dengan baju yang ia kenakan. Ia menyisir rambut pendeknya ke belakang dan menyemprotkan hair sray agar terlihat rapi dan tahan lama. Ia tidak punya waktu untuk mendandani rambutnya. Untuk wajahnya ia hanya mengenakan bedak tipis dan warna lipstick yang natural, pink. Lalu Sakura mengenakan anting mutiara kecil dan selesai.

Sebelum berangkat ia telah menelepon Anko-sensei untuk menjaga Mizuki yang masih tidur juga. Hanya Anko yang bisa ia andalkan saat ini, dan Sakura merasa tidak enak karena itu.

Tepat di saat Sakura membuka pintu rumahnya, Anko berjalan di halamananya. Syukurlah.

"Maaf sensei!" Sakura menggingit bibir bawahnya, ia benar merasa tidak enak pada Anko.

"Tidak apa-apa Sakura, aku senang kau meminta bantuanku. Lagipula tidak ada yang kukerjakan selain mengoreksi kertas-kertas ulangan harian yang buruk ini." Anko membawa tumpukan kertas di tangannya.

"Terimakasih sensei." Setelah itu Sakura bergegas menuju mobilnya dan segera melaju menuju ke lokasi pernikahan sahabatnya.

Anko mengamati kepergian Sakura sampai mobilnya sudah tidak terlihat lagi. Lalu ia masuk ke dalam rumah. Sebelum ia mengerjakan tugasnya, terlebih dahulu ia mengecek Mizuki di kamarnya. Anak itu benar-penar pulas. Perjalanan dari Kumo pasti sangat melelahkan. Anko tidak menyangka mereka, keluarga Haruno, tinggal di tempat yang sangat jauh dari Konoha. Tidak ada seorangpun yang tahu, mereka menghilang begitu saja saat itu. Meskipun satu negara tapi Kumo terletak paling ujung berbatasan dengan negara lain. Mereka harus menyeberangi laut dengan kapal penyeberangan sekitar dua jam dan berangkat dini hari. Setelah sampai di pelabuhan mereka harus melakukan perjalanan dengan mobil yang memakan waktu enam jam sampai akhirnya tiba di Konoha siang tadi. Begitu yang diceritakan Sakura. Sakura pasti juga sangat lelah apalagi waktu istirahatnya ia ganggu siang tadi.

Di usia nya yang masih muda, Sakura adik kecilnya sudah mengalami hidup yang berat dibandingkan dengan dirinya. Masih teringat dengan segar dikepalanya percakapan dengan Sakura siang tadi.

"Aku mengalami depresi sensei." Sakura menatap Anko di hadapannya, wajahnya datar.

Dulu ada rumor yang beredar di sekolah bahwa Sakura pergi karena cintanya ditolak oleh seorang anak laki-laki yang sangat ia cintai. Ia bahkan berusaha bunuh diri beberapa kali sebelum akhirnya menghilang. Tentu saja Anko tidak percaya semua itu. Sakura yang ia tahu adalah gadis yang positif dan tidak mungkin hal-hal seperti itu terjadi padanya.

"Apa benar karena bocah Uchiha itu?" Sakura terkejut dengan ucapan Anko. Meski Sakura yakin telah melupakan kejadian masa lalunya, tapi mendengar nama anak laki-laki itu masih memberikan efek tersendiri baginya.

Apa kisah Sakura dan Sasuke seterkenal itu sampai gurunya pun tahu ? Sakura kembali mengingat-ingat masa sekolahnya dulu. Hari-hari yang berat waktu itu … Jika dipikir kembali ia benar-benar gadis yang bodoh saat itu. Sangat bodoh.

Melihat reaksi Sakura, sepertinya menghilangnya Sakura benar berhubungan dengan muridnya yang lain, Sasuke Uchiha. Anko tidak mengerti anak remaja. Mereka sangat mudah terpengaruh dan mudah goyah karena banyak hal seperti persahabatan, permusuhan dan lainnya yang mengakibatkan mereka melakukan hal-hal nekat dan berbahaya. Dalam khasus Sakura yakni masalah asmara anak remaja. Tapi Anko yakin alasan kepergian Sakura bukan hanya karna ditolak pernyataan cintanya oleh Sasuke, sangat konyol apabila benar hanya karena itu. Pasti ada sesuatu yang lain. Ya, Anko yakin!

"Lalu bagaimana dengan Mizuki?" Sakura tersadar dari lamunannya mendengar pertanyaan Anko yang lain. "Dimana suamimu?"

"Mizuki punyaku sendiri sensei, persayalah!" Ada sedikit nada sedih saat Sakura mengatakan kalimat itu.

'Kenapa? Apa suamimu meninggalkanmu? Kalian sudah bercerai? Atau suamimu telah meninggal?' begitu banyak pertanyaan yang ingin Anko sampaikan. Tapi sepertinya berat untuk Sakura menjawab semua pertanyaannya. Ia akan mengakhirinya sampai disini saja. Biarlah waktu yang menjawab.

Anko mengangguk. "Aku percaya padamu Sakura." Yang bisa Anko lakukan hanya mendukung Sakura yang sekarang dan mempercayainya. Anko tidak akan mengusik masa lalu gadis yang telah menjadi wanita dewasa ini jika bukan Sakura sendiri yang mau membicarakannya.

Kembali ke masa sekarang, Anko masih mengamati wajah tidur Mizuki. Sangat mirip Sakura saat ia tertidur dulu. Bagaimana Mizuki malu-malu membungkukkan badannya sopan dan memberi salam saat mereka pertama bertemu, mengingatkannya pada Sakura kecil.

"Bibi Anko?" Mizuki mengusap-usap matanya, ia terbangun dari tidurnya. Tapi Mata dan rambut anak ini terlihat asing. Pasti itu dari Ayahnya. Dan Anko yakin pernah melihat mata yang sama seperti itu di suatu tempat.

XXX

Hyuga Royal, hotel lokasi pernikahan Karui berjarak tidak jauh dari rumah Sakura, sekitar 15 menit, hotel bintang lima megah yang ia sendiri baru kali pertama memasukinya. Setelah memarkirkan mobil, Sakura mengikuti segerombol orang yang bepakaian seperti dirinya. Dan sampailah Sakura, di ball room besar yang sesak akan tamu undangan. Syukurlah ia tidak lupa membawa undangannya jika tidak, ia tidak diperkenankan masuk oleh petugas di depan.

Sakura segera menempatkan dirinya di ruang kosong dan mengikuti acara yang sudah berlangsung. Ia melihat sahabatnya, Karui terlihat begitu cantik dengan gaun pengantin putih yang ia kenakan, dan lihatlah senyum Karui yang tidak pernah lepas dari wajahnya! Sahabatnya itu pasti sangat bahagia sekarang. Selama bertahun-tahun mengenal Karui, menurutnya Karui hari ini adalah Karui yang terbaik.

Dua tahun yang lalu setelah lulus kuliah, Karui memutuskan untuk bekerja ke luar kota dan pilihannya adalah Konoha, kampung halaman Sakura. Meski jauh tetapi mereka tetap bisa menjaga hubungan persahabatan mereka hingga sekarang. Lagipula Karui pulang sebulan sekali ke Kumo dan ia juga tidak lupa selalu menelepon Sakura setiap Minggu, bahkan hari ini, tentu saja mereka bisa menjaga hubungan mereka.

"Praakk!"

Saat Sakura tengah kusuk mengikuti acara demi acara berlangsung, tiba-tiba seseorang tidak jauh darinya menjatuhkan gelas yang kemudian berserakan di lantai beserta isinya. Tamu-tamu yang berada di belakang memusatkan perhatian seketika pada wanita itu. Wanita itu memandang sakura terkejut dengan kedua tangannya menutup mulutnya.

"Sa … Sakura?" Wanita itu terbata. Sadar menjadi pusat perhatian, wanita itu segera membungkuk minta maaf dan berjongkok membersihkan pecahan gelas di bawahnya. Sakura menghampiri wanita itu dan membantunya, yang dibalas tatapan masih tidak percaya oleh wanita di hadapannya.

Semua hanya soal waktu, Sakura tahu dia akan bertemu wanita ini di sini cepat atau lambat. Saat pertama mengetahui Karui akan menikah dengan Chouji Akimichi beberapa bulan yang lalu, Sakura tahu ia akan bertemu Ino Yamanaka, seseorang yang pernah jadi soulmate-nya, sebelum Sakura tahu arti teman dan sahabat, Ino ada terlebuh dahulu bersamanya. Ya, mereka sudah saling mengenal sejak mereka masih kecil. Dan disini mereka dipertemukan kembali di hari paling bahagia sahabat mereka.

Bersambung …

Hope you like this work of mine although I very well know it is not good enough and it is lack in everything.

I will wait for your comment about this story.

See you next week! 😉

#sorryformybadenglish