All Naruto's characters are belong to Masashi Kishimoto.

Chapter 2

"Dokumen ini harus segera kamu tandatangini Sasuke-kun." Wanita bersurai merah memberikan sebuah dokumen bermap kuning kepada Sasuke yang sudah sangat sibuk mengerjakan setumpuk laporan di meja kerjanya.

"Taruh saja disitu!" Sasuke sama sekali tidak berpaling dari pekerjaannya.

Wanita bersurai merah menelan ludah sebelum ia memberanikan diri berkata lagi. "Tapi ini harus sekarang juga Sasuke-kun!"

Kali ini Sasuke akhirnya mengalihkan pandangannya dari pekerjaannya dan menatap dingin kepada sekretarisnya yang sekarang tengah menundukkan kepalanya, takut.

"Ini … Hatake-san meminta padaku untuk segera …" Sebelum Karin, sekretarisnya, selesai menjelaskan, Sasuke merampas map di tangan Karin.

Sasuke membuang nafas kesal sebelum akhirnya membuka map kuning yang ada di tangannya. Kakashi Hatake, Manager Keuangan di perusahaannya meminta persetujuan darinya untuk mempekerjakan seorang sekretaris pribadi untuknya. Memang akhir-akhir ini pekerjaan Kakashi sangat tidak teratur dan banyak yang terbengkelai, tentu saja bukan karena Kakashi seorang yang pemalas soal pekerjaan, orang itu sangat bertanggung jawab sama seperti Sasuke, staf-staf Kakashi juga sudah terlalu sibuk dengan pekerjaannya masing-masing sehingga tidak bisa membantu pekerjaan bos keuangan itu.

Memang, pekerjaan semakin banyak saja mulai saat ini dan akan semakin berat kedepannya karena benar kata Temari bahwa prospek perusahannya semakin meningkat dan tumbuh semakin kuat. Sasuke sendiri juga sudah mulai merasakan perbedaannya dari bulan-bulan yang lalu. Sasuke yakin manager-manager lain pasti akan segera melakukan hal yang sama seperti Kakashi.

Sasuke memberikan kembali map itu kepada Karin setelah menandatanganinya.

"Terimakasih Sasuke-kun." Wanita bersurai merah tersenyum takut kepada Sasuke dan segera pergi dari ruangan meninggalkan Sasuke seorang diri.

Seharusnya yang berterimakasih disini adalah Sasuke, Karin membantu dirinya sangat banyak dalam urusan pekerjaan dan Sasuke masih memperlakukan wanita itu dengan sangat dingin. Bukan berarti Sasuke tidak mau, tapi apabila ia baik pada wanita itu sedikit saja maka Karin akan terus menempel padanya. Percayalah, itu sangat tidak nyaman baginya.

Jam dinding di ruang kerja Sasuke menunjukkan pukul satu siang, itu artinya istirahat makan siang sudah setengah jam yang lalu. Ia pun segera menyelesaikan tugas terakhir di tangannya, dan ia sudah selesai untuk hari ini. Hari ini ia akan langsung pulang. Ia berangkat dari Suna dini hari tadi, lalu sesampainya di Konoha ia langsung ke kantor. Sasuke butuh istirahat sekarang.

Sasuke memanggil Karin dan memintanya untuk mempersiapkan pekerjaan yang harus Sasuke kerjakan untuk besok, setelah itu Sasuke bergegas keluar dari kantor dan menuju apartementnya.

Sesampainya di apartement, Sasuke mandi. Air dingin di cuaca panas seperti ini akan sangat menyegarkan dan akan membantunya untuk bisa tidur lebih cepat. Sebelum menuju tempat tidur ia mengecek terlebih dahulu smartphone miliknya. Ada tiga panggilan tak terjawab dari Ino. Sasuke langsung menelepon balik, lagipula ia sama sekali belum memberikan kabar kepada kekasihnya itu sesampainya ia di Konoha.

"Sasuke-kun?" Ino sangat cepat mengangkat teleponnya, wanitanya itu pasti sedang menunggu telepon darinya.

"Hn. Ada apa?" Sasuke berkata lembut.

"Ada apa kau bilang?!" Sasuke mendengar tawa sinis dari seberang sana. "Apa itu kalimat yang tepat diucapkan pada kekasihmu sendiri yang sangat menghawatirkanmu?" Ino memarahinya. "Apa kau sampai dirumah dengan selamat?" Nada bicaranya mulai melembut. "Aku rindu Sasuke-kun …"

Sasuke tersenyum kecil, ia juga rindu Ino. "Maaf, aku hanya sedikit lelah." Sasuke menempatkan dirinya di tempat tidur besarnya. "Mari bertemu nanti malam, Ino."

"Benarkah?!" Kali ini Ino terdengar sangat antusias. "Maksudku, tentu saja! Mari kita bertemu!" Syukurlah Ino terdengar sangat senang sekarang.

"Kamu yang tentukan tempatnya." Sasuke mulai memejamkan matanya.

"Baiklah! Kau istirahatlah sekarang Sasuke-kun! Sampai ketemu nanti malam!"

"Hmm." Setelah memastikan Ino mengakhiri panggilannya, Sasuke meletakkan smartphone-nya di nakas sebelah tempat tidurnya. Beberapa menit kemudian Sasuke sudah terlelap dalam tidurnya.

XXX

Hari ini Sakura masih disibukkan dengan pekerjaan rumahnya. Ia akhirnya membayar beberapa orang untuk membantunya membereskan rumahnya, karena jika ia kerjakan sendiri ia tidak tahu kapan rumahnya akan selesai. Ia mendapatkan empat pekerja laki-laki dan dua perempuan itu berkat rekomendasi dari Anko. Tiga orang membersihkan dalam rumahnya termasuk mengecat ulang rumahnya, dua orang lagi mengurus halaman rumahnya dan seorang mengurus listrik dan air.

"Kenapa Anda tidak menjual rumah ini dan beli yang baru saja Sakura-san?" Seorang pekerja laki-laki di halaman yang terlihat masih sangat muda bertanya.

"Dasar anak ini, apa kau tahu artinya kenangan?!"Pekerja satunya, seorang perempuan paruh baya yang ternyata adalah Ibu dari anak muda itu menjawab dengan nada tinggi. "Benar bukan Sakura-san?" kali ini ia merendahkan nadanya saat berbicara dengan Sakura.

Sakura tersenyum melihat pasangan ibu dan anak itu, dan mengangguk setuju dengan pernyataan si Ibu. Memang benar rumah ini memiliki banyak kenangan dari ia lahir hingga remaja, tapi bukan berarti Sakura tidak ingin menjualnya suatu saat nanti. Sebenarnya ia pilih membeli rumah baru saja saat ini tapi Ibunya tidak menyetujui keinginan Sakura. Apa boleh buat, Sakura harus tinggal di rumah ini lagi.

"Tapi Sakura-san, Anda terlihat masih sangat muda dan juga sangat cantik!" Pemuda itu berkata lagi, mengabaikan ibunya yang terlihat terus mengomelinya. "Kalau boleh tahu, berapakah umur anda Sakura-san? Apa anda sudah punya …"

Sebelum menyelesaikan ucapannya Bibi itu memotong perkataan anakknya"Dasar anak ini! Sekolah saja tidak benar sekarang mau merayu wanita, huh?" Bibi itu kini menarik telinga si anak. Si anak terlihat meringis kesakitan.

Kali ini Sakura tertawa kecil melihat tingkah mereka, setelah itu ia melerai keduanya. "Naoki-kun? Kenapa kau tidak sekolah hari ini?" Sakura mengalihkan pembicaraan.

Pemuda itu menghela nafas sebelum menjawab. "Sekolah sangat membosankan."

"Itu bohong Sakura-san! Anak ini baru saja ditolak teman gadisnya kemarin. Makanya sekarang tidak mau ke sekolah! Anak laki-laki macam apa itu?!" Bibi Izumi menyahut lagi.

"Jangan percaya Sakura-san, aku hanya ingin libur hari ini." Naoki terlihat malu dengan apa yang baru saja diucapkan Ibunya, sepertinya anak ini memang baru ditolak.

Melihat Naoki mengingatkan Sakura pada dirinya di masa lalu. Sakura sama saja dulu, ia tidak masuk sekolah dan menangis berhari-hari di kamarnya, lebih parahnya ia bahkan tidak makan selama mengurung dirinya dikamar dan membuat kedua orangtuanya khawatir. Betapa bodohnya ia waktu itu. Bibi Izumi pasti juga akan mengejeknya seperti Naoki jika wanita ini tahu bagaimana Sakura waktu itu.

"Sakura-san!" Seorang pekerja laki-laki memanggil dari dalam rumah Sakura, dan Sakura bersyukur karena ia bisa kabur dari pasangan ibu dan anak yang sekarang sedang beradu mulut ini.

Sakura segera menghampiri lelaki, yang terlihat seumuran dengan ayahnya, yang merupakan orang yang mengurus listrik dan air di rumahnya.

"Air bersih sudah mengalir lancar termasuk saluran air hangat, semua lampu sudah saya ganti, bel rumah juga sudah Sakura-san." Orang yang Sakura tahu bernama Shigeru menjelaskan.

"Ah, terimaksih banyak Shigeru-san."

"Jika ada masalah tolong anda segera menghubungi saya."

Setelah Sakura memberikan amplop berisi uang, paman itu pamit undur diri dari rumah Sakura. Sekitar satu jam kemudian tiga orang yang bekerja di dalam juga sudah menyelesaikan pekerjaan mereka. Bibi Izumi dan Naoki juga menyusul beberapa saat kemudian.

Butuh waktu seharian untuk menyelesaikan rumah Sakura, mereka bekerja mulai pagi tadi sekitar pukul enam dan sekarang sudah pukul dua siang. Pekerjaan mereka sangat baik dan Sakura puas. Rumahnya seperti baru, bersih dan rapi.

Kini saatnya ia menjemput Mizuki yang berada di rumah Anko sejak tadi. Sakura menyuruh Mizuki untuk menemani Anko yang sedang sakit. Mantan gurunya itu terkena demam sehingga tidak mengajar hari ini. Sebelum ke rumah Anko Sakura terlebih dahulu memasak makan siang untuk mereka bertiga.

XXX

Sekitar pukul tujuh malam Ino tiba di rumah makan yang telah ia booking salah satu mejanya siang tadi. Ia melihat Sasuke sudah duduk di salah satu meja di dalam. Ia tersenyum manis melihat wajah lelaki itu dan bergegas menghampirinya.

Setelah mereka berpelukan melepas rindu, mereka duduk di kursi yang saling berhadapan. Mereka kemudian memesan makanan kesukaan mereka masing-masing.

"Aku punya sesuatu untukmu, Ino." Sasuke mengeluarkan sesuatu. Sebuah kotak kecil persegi panjang berwarna hitam lalu menyerahkannya pada Ino.

Ino membukanya dengan antusias. Sebuah kalung emas putih dengan gantungan permata kecil yang cantik. "Ini sangat cantik Sasuke-kun!" Ino berkata selagi Sasuke memakaikan kalung pemberiannya di leher cantik Ino.

Sasuke membeli kalung itu di Suna sebagai oleh-oleh untuk Ino. Temari, meskipun wanita itu terlihat angkuh ternyata ia mau berbaik hati menemani Sasuke bertemu rekan bisnis lain serta berkeliling Suna dan bahkan membantu memilihkan kalung ini untuknya.

"Ini hari Minggu dan aku tidak ada kegiatan, aku akan menemanimu sebagai tuan rumah." Kata Temari waktu itu. "Tapi sebagai imbalannya, kau harus membantuku mensponsori usahaku yang baru nanti." Temari mengedipkan sebelah matanya. Sasuke tahu kalimat yang terakhir hanyalah candaan. Meski ia tidak keberatan membantu jika wanita itu benar-benar memintanya.

Mereka menikmati makan malam mereka dalam keheningan, dan Sasuke merasa aneh. Biasanya Ino sangat aktif berbicara meskipun sedang makan tapi kali ini wanitanya itu terlihat lesu. "Apa ada masalah?" Sasuke bertanya sebelum memasukkan seiris daging steak ke dalam mulutnya.

Ino membuang nafas panjang. Sepertinya memang sedang ada masalah dengan kekasihnya.

"Aku bertemu dengan seorang sahabat lama." Ino memulai menceritakan masalahnya.

"Hm." Sasuke mendengarkan sambil terus memakan steak di mejanya. Ia lapar setelah tidur seharian. Dan ia baru sadar kalau seharian ia hanya makan roti saja pagi tadi di mobil saat perjalanan pulang dari Suna.

"Sangat lama. Dan karena terlalu lama aku tidak tahu harus bagaimana menghadapinya." Ino mengiris steaknya lemas. " Tapi dia sepertinya tidak terlalu mempermasalahkannya…"

Sasuke tidak mengerti. "Lalu apa masalahnya?"

Ino menghentikan kegiatan makannya dan menatap tajam kekasihnya yang menikmati makan malamnya dengan santai. "Apa kau mengerti hubungan persahabatan antar perempuan Sasuke-kun?"

Tentu saja Sasuke tidak mengerti, ia seorang laki-laki.

"Seharusnya ketika pertama kali bertemu setelah sekian lama, ia mengatakan sesuatu kepadaku, entah itu menanyakan kabarku, menceritakan keadaanya, atau semacamnya!" Ino terlihat marah sekarang. "Dia hanya berkata 'hi' dan itu membuatku bingung! Apa aku sama sekali sudah tidak ada artinya? Aku tidak mengerti …" Ino berkata panjang lebar melampiaskan semua yang ada dibenaknya.

Sasuke masih tidak mengerti. Hal semacam itu tidak terlihat seperti masalah baginya. Meski begitu ia memberikan saran. "Kalau begitu, mengapa bukan kamu yang memulainya dulu jika orang itu memang masih berharga bagimu?"

Ino terdiam mendengar ucapan Sasuke. Kekasihnya ini bukan orang yang senang bersosial, tapi lihatlah yang dikatakannya! Sasuke benar, ia bisa memulainya lagi dengan Sakura, karena Sakura adalah sahabat yang sangat berharga bagi Ino. Ia hanya perlu mengesampingkan egonya yang menginginkan Sakura untuk menghampirinya terlebih dahulu, egonya yang menginginkan Sakura untuk meminta maaf kepadanya terlebih dahulu, karena memang Sakura-lah yang meninggalkannya dulu. Ino harus lebih dewasa. Ya, itulah yang perlu ia lakukan. Ia harus bertemu dengan Sakura secepatnya.

Ino tersenyum lebar ke arah Sasuke, ia sangat berterimakasih kepada kekasihnya ini. Ia terlihat bersemangat kembali dan menghabiskan makanannya. Kemudian mengalihkan pembicaraan mengenai perjalanan bisnis Sasuke. Ia terus bertanya tentang pengalaman kekasihnya ini selama di Suna.

Setelah makan malam berakhir, Sasuke mengantar Ino pulang ke rumah. Dalam perjalanan Ino terlihat menopang dagu sambil melihat ke luar jendela mobil sambil tersenyum kecil membayangkan masa lalunya. Sasuke kira kekasihnya ini sudah kembali normal tadi, tapi sepertinya tidak, masih belum!

"Ia semakin cantik sekarang." Ino masih melihat ke luar. "Kau tahu Sasuke-kun, dulu ia sangat pemalu dan selalu merasa dirinya yang terburuk."

Apa ini masih berkaitan dengan sahabat lama yang ia ceritakan tadi? Sepertinya orang itu memang sangat penting bagi kekasihnya ini.

Sekarang Ino menatap Sasuke yang sedang fokus menyetir. "Jadi Sasuke-kun, jangan sampai kau jatuh cinta pada temanku ini saat kau bertemu dengannya nanti, hmm? Karena dia benar-benar cantik!" Ino tersenyum menggoda ke arah Sasuke.

Sasuke melirik ke arah Ino, "Bagaimana kalau aku jatuh cinta pada temanmu itu?" kali ini Sasuke balas menggoda Ino. Ia melihat senyum Ino berubah menjadi tawa keras, Sasuke melihat Ino menyeka kedua matanya menghapus sisa tawanya. Dan entah mengapa itu membuat Sasuke kesal.

"Kau sangat buruk dalam hal ini Sasuke-kun." Yang Ino maksud adalah dalam hal menggodanya. "Kau tidak pernah menyukai wanita selain Ibumu dan aku kan selama hidupmu? Jadi itu tidak mungkin."

Ino memang benar, Sasuke tidak pernah nyaman berada di sekitar wanita lain selain mereka berdua. Sasuke membenci tatapan para wanita padanya, ia memilih bersikap dingin agar mereka menjauh darinya. Dan ia rasa cara itu berhasil, lihatlah Karin, wanita itu selalu menundukkan kepala takut saat bersamanya.

Tetapi Sasuke juga membenci kekalahan, apalagi kekasihnya ini sangat meremehkannya saat ini. Ia akan membuktikan kalau ia juga bisa menggoda. "Tidak ada yang tidak mungkin, Ino."

Dengan kalimatnya yang terakhir itu, Sasuke puas dengan reaksi Ino. Tawa langsung lenyap dari wajah cantik Ino. Kali ini Ino menatap Sasuke dengan tatapan marah sekaligus terlihat sangat sedih.

Sasuke melihat amarah di mata Ino karena candaannya. Apa dirinya sudah kelewatan?

"Kamu benar Ino, aku memang sangat buruk dalam hal-hal semacam Ini."

XXX

"Maafkan aku Sakura …" Anko berkata lemas. Ia berbaring di tempat tidurnya dengan wajah pucat, padahal kemarin ia tampak sehat-sehat saja.

Sakura menggelengkan kepalanya berkali-kali. Sungguh ia tidak mempermasalahkan, justru ia merasa bersalah lagi pada mantan gurunya ini. Bisa jadi Anko kelelahan karena kemarin malam ia menyuruhnya untuk menjaga Mizuki sementara ia pergi ke pesta pernikahan Karui. Sesampainya di rumah ia melihat Anko masih sibuk mengerjakan tugasnya dan Sakura yakin Anko tidak tidur semalaman, kantung mata Anko yang menghitam keesokan harinya adalah buktinya.

Sakura memegang dahi Anko dan tersentak karena suhu badan gurunya sangat tinggi. "Sensei, sepertinya kita perlu pergi ke dokter. Sekarang!"

"Tidak perlu Sakura, percayalah besok aku akan baik-baik saja." Anko tersenyum lemah. "Lagipula besok hari pertama Mizuki masuk sekolah kan? Ini sudah malam, Mizuki perlu tidur." Anko memaksakan kata demi kata keluar dari mulutnya.

"Aku tidak apa-apa Bibi!" Mizuki yang duduk di samping Sakura juga Nampak khawatir. Anak itu baru mengenalnya sehari tetapi ia sudah begitu peduli dengan Anko. "Ibu benar, Bibi harus ke dokter!"

"Tolong Sensei, jangan menolak! Aku akan menyiapkan mobil!" Sakura berseru.

Anko hanya bisa pasrah, ia tidak sanggup untuk berkata-kata lagi. Tubuhnya berasa sangat lemah, seperti bukan dirinya.

Setelah Sakura mengambil mobilnya, ia memarkirkannya di halaman rumah Anko. Lalu ia membopong Anko kedalam mobil sementara Mizuki membawa barang-barang mereka. Mereka melaju menuju rumah sakit terdekat.

Sekarang sudah pukul sembilan malam lebih, tetapi jalanan di Konoha masih begitu ramai, padahal ia harus secepatnya membawa Anko ke rumah sakit. Sakura menggigit ibu jarinya panik. Sudah setengah jam tetapi mobilnya masih belum melaju karena macet di perhentian lampu merah.

"Ayolah!" Sakura berkata pada dirinya sendiri. Saat lampu berubah menjadi hijau Sakura menancapkan gas pada mobilnya segera. Tapi sayang, mobil yang berada persis di depannya masih diam karena mobil-mobil lain yang berada di depan belum bergerak. Alhasil Sakura menabrak keras mobil hitam di depannya. "Oh tidak!" Sakura memekik terkejut.

Sakura membalikkan badannya menengok kondisi kedua penumpang di kemudi belakangnya. "Kau tidak apa-apa Mizuki-kun?"

Sama seperti Ibunya, Mizuki melotot terkejut atas kejadian barusan. Tetapi ia segera menenangkan diri. "Aku baik Bu!" Mizuki lalu memeriksa kondisi Anko di sampingnya yang sudah tidak sadarkan diri karena sakitnya sedari tadi.

Sakura menghela nafas lega. Syukurlah … "Baiklah, kau tunggu di sini!" Sakura keluar dari mobil dan memeriksa kondisi mobilnya.

Mobilnya hanya tergores, tetapi mobil di depannya, yang ia tabrak, terlihat penyok sedikit dan bergores cukup parah. Saat si empunya mobil keluar, Sakura tidak henti-hentinya mengucapkan penyesalannya. Tetapi kata-katanya terhenti saat ia akhirnya mengetahui wajah si pemilik mobil. Sakura diam terpaku dan terus menatap orang di hadapannya yang terlihat marah.

"Sa … Sasuke …-kun?" Wajah itu, mata dan tatapan dingin itu, Sakura mematung ditempatnya beberapa lama. Sementara orang di hadapannya, Sasuke, mengamati Sakura yang menatapnya.

"Ibu! Kenapa lama sekali, huh?" Pandangan Sasuke teralihkan pada seorang anak laki-laki yang menampakkan kepalanya dari dalam mobil Sakura. Sementara Sakura masih terpaku ditempatnya menatap dirinya.

"Ibu!" Dengan teriakkan anakknya yang kedua kalinya, Sakura akhirnya kembali pada kesadarannya.

"I… Iya Sayang, sebentar!" Sakura membalas Mizuki dengan masih menatap Sasuke yang tidak memberikan reaksi apapun padanya. Lagipula reaksi apa yang diharapkan Sakura? Mereka tidak memiliki hubungan yang baik di masa lalu sehingga mereka bisa saling menyapa hangat satu sama lain saat ini.

"Sekali lagi saya minta maaf …Tuan!" Sakura memberanikan diri meski tubuhnya gemetar."Saya … saya akan bertanggung jawab sepenuhnya atas kejadian ini."

Sasuke masih diam, matanya mengamati setiap gerak-gerik Sakura yang membuat Sakura ingin lari darinya. Sakura cepat-cepat mengambil dompet dari dalam mobil.

"Ini kartu nama saya, Tuan." Sakura memberikan kartu namanya pada Sasuke. Ia tidak ada pilihan lain, jika ia memberi Sasuke uang ia tidak yakin Sasuke akan menerimanya. Tangan Sakura cukup lama berada di udara sebelum akhirnya Sasuke mau mengambil kartu itu dari tangannya.

Setelah itu Sakura buru-buru pamit undur diri dan melajukan mobilnya dengan cepat. Syukurlah jalanan sudah tidak lagi padat seperti tadi. Tetapi pikirannya kini dipenuhi dengan sosok Sasuke. Sakura mengira dirinya telah melupakan masa lalunya dan juga Sasuke, ia kira ia sudah siap jika ia berkemungkinan bertemu laki-laki itu di kota ini dan bisa bersikap biasa saja, tetapi lihatlah ia sekarang. Ia masih bersikap seperti orang bodoh di hadapan lelaki itu sama seperti dirinya yang dulu.

"Apa Ibu baik-baik saja?" Mizuki mengamati ibunya yang bersikap aneh semenjak kejadian tabrak barusan, ibunya ini bahkan tidak terlalu memperhatikan jalanan di depannya.

Pertanyaan anaknya ini sekali lagi menyadarkan Sakura dari pikirannya terhadap Sasuke. 'Ini karena aku merasa terkejut saja bertemu Sasuke untuk pertama kalinya setelah sekian lama, aku akan memastikan untuk bersikap biasa saja apabila aku bertemu dengan lelaki itu lagi nanti.' Sakura meyakinkan dirinya.

Sakura mengambil nafas dari hidung dan mengeluarkannya dari mulut. "Ibu baik-baik saja, Sayang." Sakura meyakinkan anakknya dengan tersenyum manis ke arah Mizuki.

Sakura segera membuang pikirannya tentang Sasuke, lagipula lelaki itu sudah tidak memiliki pengaruh apapun terhadap hidupnya yang sekarang. Ia akan memulai kehidupan baru di kota kelahirannya ini dan melupakan masa lalunya. Sakura kembali berkonsentrasi pada kemudinya dan menambah kecepatan laju kendaraannya. Saat ini yang paling penting adalah kesehatan Anko.

XXX

Hari ini adalah hari pertama Mizuki masuk sekolah dasar dan tepat pada tahun ajaran baru. Sakura telah mendaftarkan anakkya secara online karena ia tidak sempat datang langsung ke sekolah kemarin. Teknologi modern memang sangat membantu dan mempermudah pekerjaan manusia, termasuk Sakura, saat ini. Sakura bangun pukul enam pagi dan mempersiapkan sarapan. Ia membuat sandwich dan segelas susu untuk Mizuki.

Sesaat kemudian Sakura tersenyum melihat Mizuki menuruni tangga dari kamarnya, ia terlihat tampan dengan kemeja kecil warna merah bata yang ia kenakan sekaligus terlihat manis dengan ransel berwarna coklat tua polos yang senada dengan warna rambut dan matanya.

"Habiskan sarapanmu Mizuki-kun." Sakura merapikan kerah baju Mizuki.

Mizuki membalas ibunya dengan mengangguk dan segera duduk di kursi makan melahap sandwich-nya. Sementara Sakura pergi ke kamarnya mengganti pakaiannya.

Sebelum Sakura berangkat mengantar Mizuki ke sekolah, ia tidak lupa ke rumah Anko untuk memberikan sarapan. Gurunya itu sudah jauh lebih baik dari semalam, namun masih belum bisa bekerja dan harus beristirahat total hari ini. Benar dugaan Sakura bahwa Anko terkena demam karena daya tubuh yang melemah akibat kelelahan. Mantan gurunya itu memang terlalu keras kepala dalam urusan pekerjaan tanpa mempedulikan kesehatan tubuhnya sendiri. Selama ia berada di sini, Sakura berjanji akan membantu Anko dalam urusan apapun selama ia bisa. Anko sudah seperti anggota keluarganya sendiri, jika ada sesuatu yang membuatnya senang maka Sakura akan ikut senang, begitu pula sebaliknya. Melihat gurunya lemah tak berdaya seperti kemarin membuat Sakura sedih.

Sekolah Dasar 7 Konoha, tidak begitu jauh dari rumah Sakura. Hanya butuh waktu sekitar limabelas menit dengan mobilnya, ia dan Mizuki sudah berada di halaman sekolah.

"Yakin tidak mau ditemani?" Sakura bertanya yang kesekian kali kepada Mizuki.

"Ayolah Bu! Aku sudah bukan anak kecil lagi!" Mizuki merengut sebal karena kesekian kalinya juga ia menjawab pertanyaan Ibunya.

Sakura tertawa gemas melihat tingkah anaknya. "Baiklah, kalau begitu semoga beruntung, Mizuki-kun!"

Mizuki tersenyum senang akhirnya ibunya membiarkannya. Saat Sakura hendak menciumnya, Mizuki menghentikan aksi Ibunya itu dengan menutup mulut Sakura. "Jangan di sini Ibu!" Mizuki berbisik di telinga Ibunya yang sedang bertumpu lutut menyamai tingginya.

Melihat ibunya terlihat sedih atas tolakkannya, Mizuki membuang nafas kesal lalu menengok kanan dan kirinya sebelum akhirnya dengan kilat mencium pipi Sakura lalu berlari memasuki pintu gerbang sekolah barunya.

Tentu saja Sakura sangat senang dengan aksi anaknya itu lalu ia melambaikan tangan ke arah Mizuki yang telah berbaur dengan anak-anak lain. Ia sangat bangga pada anaknya.

'Sekarang apa yang akan aku kerjakan?' Sakura melihat jam tangannya yang masih menunjukkan pukul tujuh pagi. Ia masih punya banyak waktu sebelum interview kerjanya pukul sepuluh nanti. Ia memutuskan akan pergi ke pasar saja untuk membeli keperluan sehari-hari.

Sebelum ia menyalakan mobilnya, smartphone di sampingnya bergetar. Ada panggilan dari nomor tidak dikenal. Ia ingat nomor ini yang digunakan Karui waktu temannya itu terakhir menghubunginya.

"Hallo, Selamat Pagi?" Sakura segera mengangkatnya tanpa pikir panjang lagi.

Tidak ada tanggapan dari seberang. "Karui-chan?" Sakura berkata lagi, memastikan.

"Hai … Sakura…" Bukan, jelas ini bukan suara milik Karui. "Ini aku … Ino."

.

.

.

Bersambung …

XXX