All Naruto's characters are belong to Masashi Kishimoto.

Enjoy! 😉

.

.

.

.

.

Chapter 3

Pasar adalah salah satu tempat tersibuk di waktu pagi hari. Para penjual berlomba-lomba menarik pembeli agar tertarik dengan dagangan mereka. Para pembeli sendiri menginginkan yang terbaik mulai dari kualitas hingga harga barang yang hendak mereka beli. Tak heran jika pasar selalu ramai dan bising berkat aktivitas tawar menawar antara penjual dan pembeli. Meski sudah tersedia banyak pusat perbelanjaan yang menyediakan keperluan sehari-hari dengan lengkap, dengan harga yang tidak perlu repot-repot menawar dan tempat yang dingin dimana sangat bertolak belakang dengan keadaan di pasar yang panas dan pengap, namun masih begitu banyak orang yang memilih berbelanja di pasar, terutama kaum hawa. Sakura salah satu dari mereka.

Belanja di pasar menurutnya sangat hemat, selain itu bahan-bahan masakan yang bisa dibeli masih sangat segar. Dulu ia sangat buruk dalam menawar, ia merasa kasihan pada si penjual, yang menurutnya telah bekerja keras, apabila ia menawar sedikit saja harga jual dari yang telah ditetapkan. Tetapi sekarang sudah tidak lagi, Sakura sangat lihai dalam urusan yang satu ini. Ia bisa mendapatkan barang yang ia mau dengan harga terbaik yang tentu saja tidak merugikan si penjual.

Butuh waktu satu jam bagi Sakura untuk menyelesaikan belanjanya. Setelah mengantar Mizuki ke sekolah tadi, ia langsung menuju ke pasar sebelum kehabisan. Ia meletakkan semua belanjaannya di bagasi mobilnya. Lalu ia menuju ke sebuah rumah makan yang berada persis di samping pasar. Ia berjanji akan bertemu dengan Ino yang menelefonnya beberapa waktu yang lalu. Ia tidak menyangka Ino menghubunginya secepat ini.

Saat bertemu di pernikahan Karui, Sakura tidak tahu harus beraksi bagaimana terhadap Ino. Meraka tidak bertemu lebih dari tujuh tahun, tentu saja Sakura merasa canggung. Lagipula ia tidak tahu apakah Ino masih menganggap dirinya teman setelah ia meninggalkannya.

Rumah makan yang ia datangi ini sangat ramai. Orang-orang menyantap sarapan mereka dengan tergesa-gesa. Kebanyakan dari mereka adalah pekerja kantoran yang lebih memilih beli daripada harus repot-repot memasak di pagi hari sebelum mereka berangkat bekerja. Sakura mengamati seluruh isi ruangan yang cukup besar itu mencari sosok Ino. Ia melihat Ino duduk dengan segelas minuman di hadapannya, Ino berada di meja tengah diantara orang-orang yang sibuk makan. Sakura melambaikan tangannya saat Ino melihat kearahnya.

Mengetahui kedatangan Sakura, Ino berdiri dari kursinya. Wajah wanita itu tampak sedikit tegang. Lalu Ino berjalan menghampiri Sakura dengan masih menatap wanita bersurai pink yang juga berjalan kearahnya.

'Apa ia ingin berpelukan?' Sakura bertanya-tanya pada dirinya sendiri melihat Ino sampai-sampai berjalan menyambutnya. Semakin dekat, yang Sakura lihat adalah wajah Ino yang merah seperti sedang marah. Dan yang membuat Sakura semakin terkejut setelahnya yakni, bukannya pelukan yang ia dapat melainkan sosok Ino yang meraih kepala Sakura dengan kedua tangannya dan menarik rambut pendek pink milik Sakura dengan kuat.

"Apa yang kau lakukan Ino?!" Sakura membelalakkan matanya membalas tatapan marah Ino. Ia berusaha melepas tangan Ino dari kepalanya.

Ino tidak mau melepaskan cengkeramannya pada rambut Sakura. "Kau meninggalkanku begitu saja bertahun-tahun yang lalu tanpa penjelasan, tidak menghubungiku sama sekali hingga sekarang, lalu kemarin saat bertemu kau hanya mengucap 'hai, ino'?" Ino menirukan mimik Sakura saat itu, dengan berlebihan. Sangat berlebihan.

Sakura memejamkan matanya paham atas kemarahan Ino. Ia sendiri sebenarnya ingin berbicara banyak pada Ino, saling berbagi cerita dan lain-lain seperti dulu lagi. Sakura hanya takut jika Ino sudah berubah, tujuh tahun bukanlah waktu yang sebentar, ia takut Ino sudah menganggapnya seperti orang asing. Maka dari itu Sakura memilih diam. Ia berpikir puluhan kali sebelum akhirnya memutuskan menyapa Ino setelah kejadian gelas pecah di pernikahan Karui. Dan ia merasa kikuk dengan reaksi Ino yang hanya diam menatapnya.

"Tolong lepaskan Ino, aku minta maaf soal kemarin ..." Sakura melihat Ino menatap dengan mata yang berkaca-kaca kearahnya dan wanita itu masih tidak mau melepas cengkraman tangannya. "Orang-orang melihat pada kita!" Sakura berbisik, memperingatkan. Matanya melirik melihat situasi sekitar. Mereka sedang berada di tengah-tengah gerombolan orang banyak yang tadinya sibuk dengan kegiatan makan, namun kini perhatian mereka teralihkan sepenuhnya pada kedua wanita asing yang tidak mereka kenal, tidak lain yakni Sakura dan Ino.

"Siapa yang peduli, huh?" Ino menantang.

Sakura menggertakkan giginya kesal karena Ino tidak mau mendengar ucapannya. Akhirnya Sakura balas menarik rambut Ino, ia juga sudah tidak peduli lagi. Mereka saling tarik menari rambut, mencakar wajah satu sama lain dan saling beradu mulut. Perkelahian antar wanita. Semua orang menonton dan bersorak kepada kedua wanita yang tengah bertengkar. Orang-orang itu seperti mendapat hiburan menarik ditengah-tengah kehidupan mereka yang monoton.

XXX

Sasuke lulus kuliah empat tahun yang lalu, berkat kemampuan finansial Ayahnya dan juga kecerdasannya ia mampu menempuh sarjana hanya dalam kurun waktu dua tahun. Setelah lulus, tanpa diberi waktu untuk bernafas sedikitpun, Ayahnya mempekerjakannya di perusahaan milik keluarganya. Awalnya ia hanyalah karyawan biasa di perusahaan ini, setelah berjalan satu tahun penuh ia bekerja sebagai staf biasa, seorang General Manager perusahaan ini mengundurkan diri karena faktor usia, Ayahnya selaku pemegang jabatan tertinggi sekaligus pemilik perusahaan mengangkat Sasuke menjadi General Manager yang baru. Saat itu seluruh orang di perusahaan sangat tidak setuju dengan keputusan sepihak yang dibuat Ayahnya. Sasuke masih dianggap sebagai bocah ingusan labil yang tidak akan mampu mempertanggungjawabkan jabatan tinggi seperti itu. Tetapi ayahnya masih bersikukuh untuk menjadikan Sasuke seorang manager tertinggi di perusahaannya. Tak heran, saat itu banyak investor menarik investasi mereka dari perusahaan.

Setelah dua tahun Sasuke memegang jabatan sebagai General Manager ia mampu membuktikan eksistensinya di perusahaan tersebut, barulah kemudian seluruh lapisan orang di perusahaannya mempercayainya. Mereka sangat menghormati manager muda itu hingga saat ini. Pertumbuhan perusahaan-pun terus meningkat selama tiga tahun terakhir.

Sasuke dikenal sebagai sosok yang sangat bertanggungjawab. Ia selalu menemukan jalan keluar disetiap masalah yang dihadapi perusahaannya dengan solusi yang cerdas. Ia selalu berkonsentrasi penuh terhadap setiap pekerjaan yang ia kerjakan. Selalu. Tetapi tidak untuk saat ini ini. Meski ia punya banyak pekerjaan yang menumpuk di mejanya seperti biasa, di dalam kepalanya ia justru memikirkan hal lain.

Pertemuan dengan wanita bersurai pink malam tadi mengganggu pikiran Sasuke. Wanita yang menghilang tujuh tahun yang lalu kini muncul kembali dihadapannya. Ia sendiri tidak mengira bahwa sosok perempuan itu masih ia ingat hingga sekarang. Warna rambut dan mata yang sangat mencolok itu siapa yang akan lupa? Terlebih perempuan itu yang membuat dirinya begitu membenci dan merasa tidak nyaman berada di sekitar kaum perempuan manapun, selain Ibunya dan Ino tentu saja. Tetapi bukan itu yang Sasuke permasalahkan. Alasan dibalik menghilangnya Sakura Haruno tujuh tahun yang lalu. Orang bilang Sasuke-lah penyebabnya. Sasuke bukan tipe orang yang perduli dengan perkataan orang lain kecuali yang satu ini. Gadis itu sudah berkali-kali menyatakan perasaannya pada Sasuke dan meski ia juga telah menolaknya berkali-kali tetapi gadis itu tetap tidak pernah menyerah. Begitulah yang ia tahu.

Sasuke penasaran. Ia sangat yakin bukan itu alasan Sakura menghilang dulu. Jika benar karena dirinya, maka Sasuke akan benar-benar merasa tidak nyaman. Meski jika dipikir-pikir itu sama sekali bukan urusannya dan lagi belum tentu ia akan bertemu dengan wanita itu lagi di masa mendatang. Akan tetapi Sasuke merasa bertanggungjawab. Bertanggungjawab atas sikapnya yang menurutnya begitu keterlaluan saat itu pada Sakura.

.

.

.

"Sasuke-kun, Aku menyukaimu …" Seorang gadis beramput panjang berwarna merah muda menundukkan kepalanya malu. Wajahnya memerah yang sangat kontras dengan warna kulitnya yang putih.

Sasuke tidak kenal gadis ini. Ia baru pertama kali melihatnya. Naruto bodoh itu memintanya untuk menemuinya di atap sekolah saat istirahat, tetapi bukan temannya itu yang ia lihat malah seorang gadis yang entah siapa sedang menyatakan perasaan padanya.

Merasa tidak ada reaksi dari Sasuke, gadis itu mendongokkan kepalanya perlahan menatap lawan bicaranya. Sasuke melihat wanita itu datar, mengamatinya, yang membuat gadis ini semakin salah tingkah. "Aku tidak tertarik dengan yang seperti itu." Sasuke menjawab dingin. Ia membalikkan badannya dan meninggalkan gadis bersurai merah muda yang berdiri mematung di tempatnya tertegun.

.

.

.

Lonceng tanda berakhirnya pelajaran telah berbunyi. Para siswa cepat-cepat mengemas buku dan peralatan mereka ke dalam tas tanpa memperdulikan guru yang terlihat masih berbicara di depan.

" … don't forget to do your homework!" Guru Bahasa Inggris wanita yang terlihat masih muda mengingatkan dengan tegas.

" Hai, Anko-sensei …" Para siswa membalas malas. Kebanyakan dari mereka tidak menyukai pelajaran bahasa asing ini karena selain sulit, guru wanita pengajarnya sangat keras. Misalnya jika tidak mengerjakan PR hukumannya membersihkan toilet sambil menghafal kosakata baru. Jika sudah selesai membersihkan namun belum hafal semua kata yang telah diberikan maka harus mengulang lagi dari awal dengan membersihkan tempat lain.

Setelah guru bahasa asing itu meninggalkan ruangan barulah seisi kelas segera berhamburan keluar dari kelas. Kecuali Sasuke. Ia yang duduk di bangku paling belakang masih sibuk dengan buku-buku di depannya. Ia mengerjakan PR nya saat itu juga. Ia tidak mau berurusan dengan sekolah apabila telah berada di rumah.

"Teme!" Seorang anak laki-laki berambut kuning berteriak dari arah pintu kelas Sasuke. Naruto. Ia menghampiri Sasuke dibangkunya. "Ayo kita ke warnet! Kali ini aku pasti menang!" Naruto adalah orang yang penuh semangat, itu bagus, tetapi ia mengatakan itu berkali-kali setiap hari dan hasilnya tetap Sasuke yang menang. Bermain game di warnet adalah kegiatan rutin mereka setelah pulang sekolah.

"Hn. Sebentar. Biarkan aku menyelesaikan ini." Sasuke tidak bergeming dari bangkunya.

"Ada PR?" Sasuke tidak menjawab. Naruto duduk di bangku kosong di depan Sasuke. Dengan bosan menunggu Sasuke mengerjakan PR-nya. "Dunia ini memang benar-benar tidak adil!"

Sasuke melirik Naruto yang sekarang terlihat kesal menatap ke arahnya. Temannya yang satu ini sangat cepat berganti suasana hatinya. Sasuke hampir menyelesaikan PR-nya.

"Kau punya segalanya Teme!" Ia rasa Naruto benar-benar sedang berada dalam suasana hati yang buruk. "Kau kaya, pintar, selalu menang main game dan banyak gadis menyukaimu."

Soal kaya, Naruto sendiri berasal dari keluarga seorang pejabat tinggi. Pastilah dia juga kaya. Masalah pintar, semua anak yang bersekolah disini adalah anak-anak pintar. Jika Naruto bersekolah disini itu artinya ia juga pintar bukan? Meski Sasuke agak meragukan hal itu. Naruto juga selalu menang bermain game melawan teman-temannya yang lain selain Sasuke tentu saja. Satu-satunya hal yang bisa Sasuke lakukan dengan baik adalah bermain game. Tidak heran jika ia sulit dikalahkan. Dan terakhir soal banyak gadis menyukainya, Sasuke tidak pernah peduli. Ia tidak tertarik dengan hal-hal semacam itu.

"Jadi bagaimana tadi? Kau ditembak seorang gadis bukan …" Naruto berkata lemas.

Perkataan Naruto mengingatkan Sasuke atas kejadian di atap tadi. "Siapa gadis itu?" Sasuke bertanya, masih sibuk dengan pekerjaannya.

Naruto membelalakkan matanya. "Kau.. kau tidak mengenal Sakura?"

Sasuke mengeleng. Jadi itu nama gadis itu.

"Apa selama ini kau bersekolah di goa?" Naruto menatap Sasuke tidak percaya. Benar juga sahabatnya ini tidak akan mau mengingat orang-orang yang menurutnya tidak penting. Mungkin saat bertemu teman sekelasnya di jalan ia tidak tahu jika orang itu adalah teman sekelasnya. "Dia itu seperti idol di sekolah kita, dan dia sekelas denganku." Mata Naruto kini berbinar.

"Kau menyukainya?" Sasuke selesai dengan PR-nya. Ia memasukkan peralatannya ke dalam tas.

"Eh?" Naruto salah tingkah, ia menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Siapa yang tidak menyukainya, semua orang menyukainya kecuali kau! Dan dia membenciku sekarang."

Sasuke mengerutkan alis. "Dan kenapa dia membencimu?"

"Kenapa kau bilang?! Itu karena kau menolaknya mentah-mentah tadi!" Naruto berdiri mengikuti langkah Sasuke yang mulai beranjak dari bangkunya.

"Lalu apa hubungannya denganmu?" Sasuke bertanya lagi.

Naruto gemas. "Aku mengatakan padanya kalau kau menyukai gadis berambut panjang. Dan dia terlihat senang dan memutuskan menyatakan perasaan padamu. Sekarang ia pikir aku seorang pembohong!"

"Jadi kau ingin aku menerimanya?" Sasuke bertanya.

Naruto menggaruk kepalanya lagi. Tidak, Naruto akan marah jika Sasuke menerima pernyataan Sakura. Naruto sangat senang saat Sakura mendekatinya, lalu mereka menjadi teman. Tetapi lama-lama yang Sakura ingin bicarakan adalah Sasuke. Naruto sadar saat itu juga alasan Sakura mendekatinya adalah karena Sasuke. Tetapi Naruto terlanjur menyukai gadis itu, berada di dekatnya membuat dirinya senang.

Sakura meminta bantuan pada Naruto untuk mengatur pertemuan dengan Sasuke tadi, meski ragu Naruto akhirnya menyanggupinya. Dan yang didapati Naruto setelahnya adalah Sakura dengan penuh air mata berjalan kearahnya, melepas lalu melempar kedua belah sepatu yang ia kenakan dengan marah. "Kau pembohong! Kau bilang Sasuke akan mempertimbangkannya karena ia menyukai perempuan berambut panjang, huh?!" Sakura berkata sambil terus menangis mengejar Naruto yang berlari menghindari lemparan sepatu Sakura. Di saat yang lain sedang belajar di kelas, mereka berdua berlari mengitari lapangan yang sepi.

Naruto membayangkan ngeri atas kejadian yang dialaminya tadi. "Sudahlah, lupakan! Ayo kita bermain game saja!" Naruto tidak mau mengingat-ingat kejadian mengerikan itu.

Sasuke mengangkat bahunya bingung dengan balasan Naruto yang kini telah berjalan beberapa langkah mendahuluinya.

.

.

.

Sasuke yakin telah menolak gadis di hadapannya ini beberapa hari yang lalu, tetapi yang dilihatnya kini gadis itu sedang menghentikan langkahnya masuk ke dalam kelasnya. Dengan raut wajah ceria seperti tidak terjadi apa-apa. Sepertinya gadis ini tidak jera.

"Sasuke-kun… Aku membuatkan bekal makan siang untukmu." Ia memberikan kotak makan siang yang berwarna seperti rambut pink miliknya. "Ku dengar kamu menyukai tomat. Jadi aku membuat sandwich yang banyak tomatnya."

Sasuke tidak juga mengambil kotak makan yang ada di tangan Sakura, ia sama sekali tidak berniat menerimanya. Pastilah Naruto yang memberitahu soal makanan favoritnya itu pada gadis ini. Sasuke melangkah melewati masuk Sakura tanpa membalasnya sepatah katapun hanya tatapan dingin yang berarti penolakan.

.

.

.

Saat istirahat Sasuke menyukai tiduran di atap Gedung sekolahnya. Tidak ada yang mau pergi ke tempat ini karena harus melewati ratusan anak tangga yang merupakan jalan satu-satunya kecuali dirinya dan temannya Naruto. Oh dan jangan lupakan gadis yang bernama Sakura itu.

Saat Sasuke sedang menikmati sejuk angin yang melintas, ia mendengar daun pintu ditendang dengan paksa. Perhatian Sasuke kini teralihkan pada orang itu yang tidak lain adalah Naruto. Raut muka temannya itu terlihat tidak mengenakkan.

"Dasar laki-laki Brengsek!"Naruto kini mengatainya. Ia melempar kotak makanan yang terlihat tidak asing ke arah Sasuke. "Kenapa tidak kau terima saja pemberian Sakura, huh?" Naruto terengah. "Apa kau tahu betapa ia mengumpulkan keberaniannya hanya untuk datang padamu dan memberikan ini setelah kau tolak, huh?" Naruto marah. Sasuke diam. "Apa kau tidak tahu artinya menghargai?"

Melihat bagaiman ia membela gadis pink itu, sepertinya Naruto benar-benar menyukainya. "Aku tidak peduli itu mau kau makan atau kau buang!" Setelah itu Naruto pergi meninggalkan Sasuke dengan kotak bekal dipangkuannya.

.

.

.

Esoknya, Sasuke kembali melihat Sakura dengan kotak bekal lagi ditangannya. Seperti kemarin, gadis itu tersenyum seperti tidak pernah terjadi apa-apa. "Bagaimana sandwich buatanku Sasuke-kun?" Sakura menundukkan kepala, Sasuke bisa melihat rona merah di wajah gadis dihadapnnya itu. "Meski aku baru pertama kali membuatnya sih…"

Lagi, tidak ada tanggapan dari Sasuke. Laki-laki itu hanya menatapnya tajam.

"Ah! Apa jangan-jangan Naruto bodoh itu tidak memberikannya padamu?!" Sasuke mengernyitkan dahi mendengar ucapan Sakura. "Seharusnya aku memang tidak mempercayakannya pada anak itu! Pasti dia menghabiskannya dibelakangku!" Sakura berkata kesal. "Aku tahu ia tidak punya seorang ibu yang bisa memasakkan makanan untuknya… tapi bukankah menurutmu ia keterlaluan Sasuke-kun?" Sakura berkata polos. "Tapi tenang saja Sasuke-kun, aku sudah membuatkan yang baru." Sakura memberikan kotak bekal yang kini berwarna biru tua pada Sasuke.

Sasuke marah sekarang. Sepertinya gadis ini benar-benar seorang putri manja yang selalu hidup enak. Hidupnya tidak pernah susah sehingga berkata dengan mudah atas kekurangan orang lain dan menghinanya. Sasuke menganggap orang seperti itulah yang paling rendah. "Aku benar-benar membenci orang sepertimu." Perkataan Sasuke membuat lawan bicaranya tertegun. Sakura tidak percaya apa yang barusan ia dengar. "Kudengar kau mendekati Naruto hanya karena ingin dekat denganku, benar?" Sasuke mendengar dari murid lain entah kapan dan dimana. " Kau memanfaatkannya demi kepentinganmu lalu mengatainya seenakmu." Apa gadis ini tahu bagaimana Naruto mati-matian membelanya dan yang dilakukan gadis ini malah sebaliknya, berkata buruk tentang sahabatnya itu.

Gadis dihadapnnya kini sedang berkaca-kaca, sedikit lagi pasti ia akan menangis. Sepertinya ia telah salah berbicara. "Meski Naruto tidak punya seorang ibu, ia jauh lebih baik darimu." Sasuke manambahi. "Kau sama sekali tidak pernah memikirkan orang lain selain dirimu sendiri." Lalu Sasuke beranjak tanpa mengambil pemberian Sakura dan meninggalkan gadis itu yang menangis dalam diam.

Baru beberapa langkah, Sasuke berhenti dan berkata lagi. "Jika aku mendengar kau berkata seperti itu tentang Naruto, aku akan membunuhmu dengan tanganku sendiri."

Sepanjang jalan menuju kelasnya Sasuke memikirkan apakah perkataannya terlalu berlebihan? Tidak. gadis itu memang pantas mendapatkannya. Ia perlu diberi pelajaran. Naruto adalah sahabat karibnya sejak ia kecil. Meski kepribadian mereka sangat bertolak belakang, mereka saling berbagi masalah dan saling menghargai satu sama lain. Tidak heran jika Sasuke akan melawan siapa saja yang menghina sahabatnya itu.

Hari berikutnya, Naruto mendorong pintu menuju atap seperti kemarin tetapi kali ini dengan wajah yang penuh semangat dan terlihat bahagia.

"Teme!" Naruto berteriak sambil berlari ke arah Sasuke yang sedang tiduran. Ia duduk di sebelah Sasuke dan memberikan Sasuke kotak bekal lagi. "Sakura-chan menitipkan ini untukmu… Dan aku akan memaafkanmu soal kemarin." Naruto mengerlingkan matanya.

Naruto membuka kotak makanan yang lebih besar dari milik Sasuke. "Itadakimasu!" Naruto melahap makanan di depannya. "Masakan buatan Sakura-chan memang yang terbaik!" Dengan mulut penuh Naruto berkata.

'Apa gadis itu merasa menyesal sehingga memberikannya makanan ini, bahkan Naruto juga, sebagai permintaan maaf? Atau gadis itu takut terhadap ancaman Sasuke kemarin? Atau …' Pertanyaan-pertanyaan mulai muncul dibenak Sasuke saat itu juga. Tetapi yang paling ia harapkan adalah tidak ingin berurusan dengan gadis itu lagi.

.

.

.

Aneh. Gadis bernama Sakura itu memang aneh. Setelah Sasuke menolaknya mentah-mentah, tidak mau menerima bekalnya, lalu mengancam akan membunuhnya, gadis itu tetap membuatkannya, dan Naruto, bekal setiap hari tanpa absen. Seperti tidak pernah terjadi apa-apa diantara mereka, gadis itu tetap memasang wajah cerianya saat bertemu dengan Sasuke. Tidak hanya bekal, gadis itu memberikan cokelat paling besar diantara gadis yang lain saat hari valentine, memberikan sekantung permen saat white day, lalu memberikan Sasuke hadiah di hari ulang tahunnya yang bahkan ia sendiri tidak ingat, dan hari-hari lainnya.

Yang membuat Sasuke semakin sulit yaitu saat naik ke kelas dua, ia sekelas dengan gadis itu. Ia sering menangkapnya basah sedang mengamati Sasuke yang jelas duduk paling belakang sedangkan gadis itu duduk jauh di depan meja guru. Karena itulah sampai sekarang Sasuke merasa risih dan tidak nyaman jika ada perempuan yang menatap kearahnya. Tatapan sama seperti yang diberikan gadis itu padanya. Jika ada kesempatan, gadis bersurai pink panjang itu menyatakan perasaan sukanya pada Sasuke lagi, tentu dengan hasil yang sama. Ditolak.

Hingga di pertengahan semester genap, gadis itu menghilang tanpa seorangpun tahu.

.

.

.

XXX

"Apa kau baik-baik saja?" Sakura memberikan sebuah minuman kaleng yang baru saja ia beli kepada Ino. Mereka sekarang berada di serambi pertokoan yang masih belum buka setelah petugas keamanan mengusir mereka dari restoran itu.

"Apa aku terlihat baik-baik saja menurutmu?" Ino mengambil kaleng minuman soda yang Sakura berikan. Tidak, Ino tampak menyedihkan, rambut panjangnya yang ditali rapi sebelumnya menjadi berantakan dan tali rambutnya sudah berada di ujung rambutnya, mau lepas. Wajah dan tangannya penuh dengan goresan tipis hasil cakaran kuku milik Sakura. Tidak hanya Ino, kondisi Sakura sama buruknya dengan Ino.

"Kau sangat lihat berkelahi sekarang ya, Sakura?" Ino bercanda.

Sakura tertawa kecil lalu yang berubah menjadi tawa besar sampai-sampai ia memegangi perutnya. Ino juga ikut tertawa memikirkan kekonyolan mereka barusan. Benar-benar memalukan jika dipikirkan kembali, sekaligus lucu.

"Kau tidak pernah berubah, Pig!" Sakura berkata disela tawanya.

Ino tersenyum lega mendengar Sakura memanggil nama panggilan akrabnya, meski biasanya Ino membenci saat Sakura memanggilnya seperti itu dulu, tapi tidak untuk kali ini. Ia merasa sangat bersyukur Sakura yang duduk disampingnya ini masih Sakura yang ia kenal dulu. Untung saja Ino tidak jadi bersikap dewasa dengan melakukan semua secara baik-baik, berbicara secara baik-baik, percakapan pasti akan terasa canggung setengah mati jika ia melakukan itu. Ia memilih memakai caranya sendiri dalam menyelesaikan urusannya dengan Sakura setelah tadi ia berpikir berulang kali.

Sakura menghapus sisa tawanya di matanya. "Jadi Ino … Apa kabar?"

Entah mengapa setelah mendengar perkataan Sakura yang tulus, mata Ino berkaca menatap Sakura yang juga menatapnya dengan senyum manisnya. Tak kuasa Ino memeluk Sakura erat, sangat erat. Ia menangis keras dipelukan Sakura. Sakura juga, meski tak sekeras Ino. Mereka saling melepas rindu antar sahabat sejak kecil yang berpisah sekian tahun lamanya.

Sehari tidak akan cukup untuk mereka saling berbagi cerita tentang kabar satu sama lainnya. Tapi tidak apa-apa, mereka masih punya besok, besok lusa, dan besoknya lagi dan seterusnya.

.

.

.

.

.

Bersambung …

.

.

.

.

.

Membuat cerita itu memang tidak semudah yang dibayangkan ya?! Sangat sulit menuangkan apa yang dipikirkan dalam kalimat :'( Jadi mohon maaf apabila kalimatnya terasa monoton dan ceritanya membosankan.

Thank you for reading! Dan sangat berterimakasih kepada yang sudah mau menyempatkan untuk review! that's my support to keep writing.

See you next chapter…