Percy Jackson Fanfiction

Disclaimer : Rick Riordan

I just borrow his Chara

COLORS!

Warning!

As you know, there will be so much typo, AU, OOC,and so much more.

Read first, and please give me your Review.. It's my pleasure...

I hope you like it...

Pemeran utama :

Percy Jackson

Annabeth Chase

Silena Beauregard

Charles Beckendorf

Please Enjoy..

Chapter 2 : It Hurts

Annabeth Chase

Aku benar-benar kesal sekarang.

"Percy Jackson! Cepat kembali kesini dan kerjakan PR-mu!" kataku keras pada akhirnya. Tapi percy hanya tetap terfokus pada PS3 di hadapannya.

"Ng? Sebentar lagi Annabeth. Ini sudah mau selesai," katanya. Keningku sudah berkedut-kedut sedari tadi.

"Dengar, kau sudah mengatakan kalimat itu sejak dua jam lalu dan kau masih tidak beranjak juga dari PS3-mu! Cepat matikan itu Otak Ganggang!" kataku tegas lagi. Tapi Percy tidak mendengarkan sama sekali. Dia tetap asyik sendiri dengan PS3-nya.

Aku bangkit dari meja belajarnya dan berjalan menuju tempat Percy bermain PS3.

PETS!

"Arrgh! Tidak!" teriak Percy saat aku mencabut listriknya. Dia menatapku seolah aku ini alien yang baru saja mengambil nyawanya.

"Annabeth... Apa yang baru saja kau l-lakukan?" tanya Percy horror. Aku melipat tangan di depan dadaku.

"Kerjakan PR-mu sekarang Otak Ganggang," kataku tegas. Percy tidak membantah kali ini. Dengan lesu dia bangkit dari depan TV-nya dan menuju meja belajar.

"Haah... Padahal sebentar lagi selesai," keluh Percy. Aku tak menanggapinya.

Ketika kami duduk di meja belajarnya, Percy terlihat menderita.

"Oh... Mengapa aku harus memilih Trigonometri sih? Apa-apaan soal ini?" tanyanya frustasi. Memang aku tahu Percy tidak menyukai matematika, tapi melihatnya stress seperti itu merupakan hiburan untukku. Apalagi tadi dia berniat membuatku cemburu.

"Ini tidak susah kok. Kalau kau ingin mencari tangen, kau hanya harus menggambar segitiga dan masukkan saja angkanya," jawabku sekenanya. Percy terlihat semakin menderita.

Aku mulai mengerjakan PR dengan semangat dan tidak sampai lima belas menit, aku sudah selesai.

"Selesai," kataku pada akhirnya. Dan ketika aku ingin menutup buku pelajaranku, Percy menghentikannya. Aku melihatnya seolah bertanya "apa?" tapi dia hanya nyengir seolah berkata "boleh kulihat kan?" Aku memelototinya.

"Kerjakan sendiri! Aku mau kembali ke asramaku," kataku dan aku mulai membereskan tas sekolahku dan bersiap menuju asrama putri. Tapi saat aku berada di depan pintu, Percy menghentikanku.

"Ayolah Annabeth... Kau tahu aku tak bisa mengerjakannya tanpamu... Please..." Percy memohon. Aku benar-benar harus menahan tawa sekarang. Ini benar-benar menyenangkan. Mengerjai pacarmu itu menyenangkan.

"Tidak! Lepaskan aku Percy Jackson. Aku ingin kembali ke kamarku. Ini sudah larut," kataku membuat alasan. Sebenarnya masih jam 6 sore sih.

"Eh? Ayolah.. Please... I beg you Annabeth," Percy memohon. Aku tak bisa lagi menahan tawa.

"Hehe... Hehehe... Hahahahahaha!" tawaku meledak. Percy sedikit kaget dan wajahnya menjadi merah padam karena malu. Wajahku juga merah, karena kebanyakan tertawa.

"Wajahmu lucu sekali Otak Ganggang! Hahahaa!" tawaku makin keras. Percy seperti ingin melempar sesuatu tapi dia hanya tertawa sinis.

"Haha! Lucu sekali leluconmu itu Annabeth Chase!" kata Percy sebal. Aku menyudahi acara tawaku dan mengusap air mataku. Perutku sudah sakit karena terlalu banyak tertawa.

"Baik... baik... Otak Ganggang, aku akan membantumu," kataku pada akhirnya. Kami kembali duduk di meja belajarnya dengan buku trigonometri terbuka diantara kami.

"Nah, coba kau kerjakan soal nomor satu dulu Percy," saranku. Dengan malas dia meraih pulpennya dan mulai mengerjakannya. Wajahnya terlihat menderita sekali. Seperti dia disuruh tinggal kelas di kelas Mr. Hades dengan ketiga asistennya yang sering dipanggil para Erinyes.

"Argh! Ini susah sekali. Annabeth, tak bisakah kau pinjamkan saja PR-mu dan biarkan aku menyalinnya?" tanya Percy. Aku memelototinya.

"Tidak! Kau sudah berkata seperti dari PR-PR sebelum ini. Dan aku tidak mau," kataku tegas.

"Ayolah. Ini biar nilaiku bagus juga kan?" Percy mulai membuat alasan.

"Ya, dan membuatmu menjadi orang bodoh. Tidak Otak Ganggang. Kerjakan sendiri!" Dia kehabisan kata-kata. Akhirnya dia menghela napas dan mengerjakan lagi.


Silena Beauregard

Mungkin ini agak gila. Tapi memang seperti inilah kenyataannya. Aku sudah menunggu dua jam lebih di tempat yang Luke katakan, tapi dia masih belum datang. Aku melihat lagi jam tanganku dan sudah pukul 8 malam. Karena aku merasa menunggunya disini sia-sia, mungkin aku harus ke kamarnya.

Jadi aku berjalan ke asrama putra. Sebenarnya aku agak takut jika ke asrama putra, tapi aku tak punya pilihan lagi kan? Aku sudah mencoba menghubungi ponselnya berkali-kali tapi tetap tak ada jawaban.

Jujur saja, ini pertama kalinya Luke mengajakku kencan. Selama sebulan kami berpacaran, Luke terkesan tidak peduli bahkan dingin terhadapku. Bahkan saat aku mencium Percy untuk membuat Luke cemburu saja, dia tampak tak peduli sama sekali.

Luke Castellan. Nomor 203

Sampailah aku di depan kamar Luke. Aku deg-degan tentu saja. Ini pertama kalinya aku masuk ke dalam kamar Luke. Mungkin aku akan membuatnya terkejut.

Sebelum aku membuka pintu kamar Luke, aku bisa mendengar suara tawa dari dalam kamarnya. Apa dia sedang bermain? Apa permainannya sangat mengasikkan sampai-sampai dia lupa kalau ada janji denganku?

Ku buka perlahan pintu kamarnya agar tidak mengusik. Sampai aku bisa melihat keadaan yang ada di dalam kamar.

Sepertinya sedang ada pesta. Aku tak tahu peraturan asrama putra, tapi sepertinya lebih bebas dari asrama putri. Suara musik rock terdengar jelas sekali. Memang tak akan terdengar dari luar karena kedap suara, tapi tidak begitu kedap sampai-sampai tidak terdengar suara apapun.

Di dalam sana banyak – lumayan siswa asrama yang kukenal, sisanya tidak. Aku mengenal beberapa orang, ada Ethan Nakamura yang sekelas denganku di kelas Aljabar. Lalu ada Chris Rodriguez, pacar Clarisse yang sekelas denganku di kelas Sastra Prancis.

Tapi yang kucari hanya seorang pemuda Kapten Basket dari sekian banyaknya. Dan disanalah aku menemukan Luke.

Dia sedang tertawa dengan teman-temannya. Tampaknya mereka sedang membicarakan sesuatu, tapi aku tak dapat mendengarnya. Lalu Luke dan temannya menuju pintu dan aku cepat-cepat menutup pintu (meski tak terlalu rapat). Aku mendengarkan dengan seksama.

"Luke, apa tak masalah?" tanya temannya.

"Apanya yang masalah? Masalah pesta? Aku sudah minta izin pada Mr. Hermes kok. Tenang saja." Aku mendengar Luke menjawab seperti itu.

"Silena maksudku. Bukankah kau ada janji dengannya?" Aku mendengarkan.

"Hahahaha! Kupikir apa. Tentu saja tidak," kata Luke sambil tertawa. Aku tak mengerti. Aku menunggunya selama dua jam seperti orang bodoh, dan dia seenaknya mengabaikan janjinya?

"Kau ini sebenarnya serius tidak sih dengannya?" Aku menyetujui pertanyaannya. Lagipula aku juga ingin tahu jawabannya.

"Serius? Untuk apa aku serius dengan cewek kayak dia?" tanya Luke sinis. Aku terbelalak kaget. Apakah dia serius dengan yang diucapkannya?

"Kalau begitu kenapa kau memacarinya?"

"Tentu saja karena popularitas. Kau pikir karena apa?" jawab Luke. Itu sukses menohok jantungku. Mataku panas, dan jantungku berdetak kencang karena kaget. Aku tak bisa berpikir apapun.

Aku bangkit dan berjalan mundur perlahan dari depan kamar Luke. Masih berusaha memproses apa yang baru saja kudengar. Dan, masih dengan ketidakpercayaan, aku berlari keluar dari asrama putra sambil mengusap air mata yang jatuh tanpa izin dariku.

Aku berlari. Hanya berlari tanpa peduli pada sekitar. Aku tak peduli jika Argus (kepala penjaga sekolah) menemukanku dan tidak berada di asrama putri.

Nafasku sesak. Kakiku pegal karena berlari sekuat tenaga. Aku sampai pada sebuah gudang tua yang tak terpakai. Tak ada yang lewat ataupun mengecek gudang ini. Aku bisa menangis sepuasnya disini. Ini kabar baiknya.

Kabar buruknya, ada seseorang di dalam gudang. Siapa? Bukankah seharusnya tak ada orang? Dengan berani aku mengecek ke dalam gudang. Aku menemukan siluet seseorang yang sedang merakit sesuatu disana. Aku mendekat dengan pelan agar orang itu tak menyadari kehadiranku.

Setelah aku cukup dekat dengan orang itu, aku tahu siapa itu. Orang yang kubenci. Dan saking bencinya aku padanya, sampai-sampai aku ingin melenyapkan orang itu saat ini juga.

"Charles Beckendorf."


Annabeth Chase

"Nah, sekarang kau paham kan?" tanyaku. Pada akhirnya Percy selesai mengerjakan PR Trigonometrinya. Percy terlihat lesu sekali, apalagi aku! Aku capek sekali mengajarinya tentang sin, cos, tan. Percy hanya mengangguk lesu.

"Bersemangatlah Otak Ganggang! Kau tak perlu tampak semenderita itu kan?" kataku menyemangatinya. Dia melihatku.

"Haah... Trigonometri ini menguras otakku," kata Percy dramatis sambil memegangi kepalanya. Dia melihatku.

"Kau juga Annabeth. Jangan terlalu banyak belajar. Nanti kepalamu botak," kata Percy. Otomatis aku meraih rambutku yang panjang.

"Tidak mungkin Otak Ganggang! Kau terlalu berlebihan," kataku mengelak. Percy hanya nyengir.

"Memang susah jika ingin menakuti anak teladan di sekolah ya," gumam Percy. Aku tertawa dibuatnya.

"Ngomong-ngomong, bagaimana kabar Tim Basket?" tanyaku. Dia melihatku tak bersemangat.

"Yah... Seperti biasa. Mr. Hegde terlalu keras melatih kami. Tapi, aku hanya kasihan pada Grover kau tahu?" kata Percy.

"Memangnya Grover kenapa?" tanyaku. Percy mendesah.

"Dia sudah beberapa kali ingin bergabung dengan tim basket, tapi selalu ditolak," kata Percy prihatin.

"Kenapa? Bukankah Grover bermain bagus?" tanyaku bingung.

"Yah... Kau tahu Silenus? Penanggung Jawab Basket sekolah kita? Hubungannya dengan Grover tak begitu baik," jawab Percy.

"Hubungan? Memangnya mereka ada hubungan apa?" tanyaku penasaran. Apakah ada sesuatu yang tak kuketahui? Mustahil. Percy tersenyum jail dan mulai tertawa.

"Hei! Kenapa kau tertawa?" tanyaku bingung. Percy tertawa semakin keras sampai dia memegangi perutnya.

"Aduh.. Hahahaha! Ternyata ada juga yang tidak diketahui oleh seorang Annabeth Chase! Hahahaha!" Percy tertawa sangat puas. Aku tak mengerti.

"Apa ada yang lucu?" tanyaku tak mengerti. Kenapa dia tiba-tiba tertawa seperti ini?

"Hahaha! Ya ampun Annabeth, itu bohong. Hahaha! Kau percaya begitu saja!" Percy masih tertawa. Aku kesal sekali dibuatnya.

"A-Apa? Kau membohongiku Otak Ganggang?!" kataku tak percaya. Wajahku terasa panas dan aku yakin mukaku berubah menjadi merah. Percy masih tertawa dan aku mencubit pinggangnya.

"Aduduh... Sakit Annabeth..." kata Percy mengaduh sekaligus tertawa.

"Berhenti tertawa Otak Ganggang!" kataku sambil menahan malu. Bisa-bisanya aku dibohongi oleh seorang Otak Gannggang.

"Ayolah Annabeth... Kau saja tadi membohongiku soal kembali ke asrama putri, kenapa aku tidak boleh? Anggap saja 1-1 skor kita," kata Percy riang. Aku benar-benar tak bisa menebak jalan pikiran pacarku ini.

"Ya.. ya.. Terserahlah... ya sudah, aku kembali ke kamar dulu ya. Takutnya Argus sudah berpatroli," kataku sambil membereskan bukuku. Lagipula ini sudah jam 8 malam. Percy bangkit bersamaku.

"Kuantar ya," tawar Percy. Aku hanya mengangguk. Kami berdua berjalan keluar asrama putra.

"Kenapa sepi sekali?" tanyaku. Percy hanya menatapku cuek.

"Oh.. Ini sih palingan Luke mengadakan pesta di kamarnya," jawab Percy tak acuh. Aku menatapnya.

"Luke Castellan? Bukankah tak boleh?" tanyaku. Percy menatapku, dan aku sedikit waspada bahwa ini hanya leluconnya.

"Ini bukan lelucon Annabeth. Memang biasanya setiap malam minggu Luke mengadakan pesta di kamarnya," jelas Percy.

"Memangnya tak ada yang tahu?" tanyaku. Percy mengangkat bahunya tak acuh.

"Dia dekat dengan Mr. Hermes. Dan, sepertinya Mr. Hermes menyukainya, jadi dia membantu Luke menyiapkan pestanya," jelas Percy. Aku terbelalak mendengarnya.

"Itu seharusnya tidak boleh!" kataku protes. Percy menatapku malas.

"Jangan protes padaku dong. Lagipula orangtua Luke adalah sponsor terbesar sekolah kita kan?" jelas Percy. Aku menahan kesal. Memang sih orang tua Luke sponsor sekolah tapi bukan berarti dia bisa berbuat semaunya kan?

"Sudahlah Annabeth, jangan berwajah seperti itu. Hei, bukankah itu Silena?" kata Percy tiba-tiba. Aku sedikit kesal mendengar kata 'Silena' dari Percy tapi memang benar itu Silena. Dia berjalan mundur dari sebuah kamar dan berlari meninggalkan kamar itu.

"Itu kamar Luke kan? Sedang apa dia di asrama putra?" tanyaku penasaran. Aku memandang Percy, tapi dia hanya mengangkat bahu tak acuh.

"Sudahlah. Kau mau kuantar tidak?" Aku mengangguk.

To Be Continued

Yak! Beres juga chapter 2...

Ayo dong...

Reviewnya...

RnR Please...