Bangun tidur dengar lagu utakata hanabi. Lalu langsung buka laptop dan jadi drabbles ini dalam sepuluh menit. Hope you like it. Disclaimer: Naruto dan seluruh karakternya adalah milik Masashi Kishimoto, saya tidak mengambil keuntungan apapun dari fanfiksi ini.
.
Sweet sighs, tinged with a slight fever.
I was in love with you;
In that voice, in those eyes.
.
—あなた
.
subtlepieces
oleh LuthCi
.
Tanganmu di genggamanku, Sasuke-kun. Tanganmu yang terasa agak kasar itu kini kugenggam dengan kedua tanganku seiring aku bernapas, tangan itu kuangkat, menyentuh pipiku pelan. Kau bisa merasakannya, Sasuke-kun? Rasa panas di pipiku seolah aku sedang demam, kabut di kepalaku seolah aku sedang mabuk, mataku yang memberat seolah aku sedang mengantuk. Penyebabnya hanya satu,
Kamu.
Sepasang matamu menatapku lekat—tidak ada pertanyaan di sana, kau tahu benar apa yang sedang kulakukan sekalipun hal ini terlihat aneh bagi orang lain yang melihat. Kau tahu, aku hanya ingin menyesapmu dalam, merasakan kau masuk dalam jiwaku, membuatku merasa kau di sini. Dan kau, demi seluruh keajaiban yang ada di dunia ini, memang ada di sini.
Setelah segala yang terjadi, pertempuran itu, hatimu yang sakit, hatiku, dan seluruh nyawa yang terlibat, kau tahu benar aku sedang ingin mengingat rasa sedih itu dan bersyukur atas kebahagiaan yang ada di depanku—dan yang saat ini ada di depanku hanya satu,
Kamu.
Ujung jemarimu bergerak sedikit. Aku bisa merasakannya, kau tahu, karena telapakmu ada di atas kulitku, dan kini helai rambutku yang berada di ujung jemarimu terasa seperti hatiku sendiri. Seolah yang kau sentuh bukanlah surai berwarna merah jambu, melainkan hati dari gadis yang bertahun-tahun menantimu—hati yang sempat bingung apa yang sebenarnya ia tunggu. Tapi kini hati itu tahu: kebahagiaanmu.
Ia hanya ingin kau bernapas dengan lega, seperti sekarang, dengan wajahmu yang terasa tenang dan sejuk langit pagi di pandangan. Bibirku tersenyum hanya karena melihatmu dengan latar langit itu. Aku mengucapkan syukur dengan semua yang kumiliki karena kau terlihat begitu nyaman—karena derita itu telah terangkat dari punggungmu.
Nah, aku melihat bibirmu terbuka sesaat sebelum tertutup lagi. "Apa?" tanyaku dengan kekeh, memecah sunyi. Apa yang ingin kau katakan? Ibu jariku mengusap lembut punggung tanganmu yang kini terasa kaku. Kau menarik napas dalam-dalam. Kerut alisku menajam bersama dengan senyumku yang teranyam.
Telingaku mendengarnya, bagai sebuah mimpi yang kupikir tidak akan pernah menjadi nyata, kalimat itu.
.
.
"Menikahlah denganku."
.
.
Aku menangis. Kau tahu. Kau pasti tahu jawabanku.
.
CHAPTER THREE: "あなた" (you)
