Osomatsu dan saudara-saudaranya adalah milik Akatsuka Fujio. Saya tidak mengambil keuntungan apapun dari fanfiksi ini selain kesenangan pribadi (dan berbagi asupan).
a/n: halo semuaaa! saya pendatang baru di fandom ini ehe :') maafkan saya kalau karakternya terlalu ooc dan ceritanya nggak masuk akal. hanya ingin berbagi asupan dan merayakan hari osoichi. niatnya mau bikin osokara (2/1) sama osochoro (3/1) juga, cuma ngga ada ide. biarlah jadi utang dulu www.
selamat hari osoichi!
Biasanya Ichimatsu lebih senang berdiam di rumah atau tempat-tempat sunyi (biasanya gang sempit yang ada beberapa kucing), tapi bangku tempatnya duduk sekarang tidak begitu buruk.
Ichimatsu bersandar ke kursi, tangannya merogoh saku mencari-cari sebatang rokok yang ia simpan. Di depannya, sungai menjorok, airnya mengalir tenang. Mentari sudah hampir mencapai batas sehingga pendar cahayanya berubah oranye, merombak corak langit dengan warna-warna kulit jeruk. Orang jarang lewat sini—dan kalau ada pun, maka hanya beberapa dengan langkah kaki kentara terburu-buru. Alasannya apa tidak tahu, tapi toh Ichimatsu tidak peduli, jadi dia sama sekali tak memikirkan itu dan memilih menyalakan rokoknya. Diselipkan di antara belahan bibir. Diisap, lalu diembuskan.
Ini aktivitas repetitif yang menyenangkan, apalagi dilakukan sendirian, tanpa ada orang lain di sekitar. Ichimatsu tidak begitu peduli pada dirinya sendiri, tapi ketika itu menyangkut orang lain, maka tidak, dia tidak mau merugikan siapapun.
"Ichimatsuu~!"
Tapi tampaknya, dia tidak benar-benar sendiri.
Ketika dia berpaling ke sebelah kanan, tampak sebuah siluet berlari kencang. Orang itu terengah sebentar di sisi kursi, memegangi lutut sambil membungkuk sebelum akhirnya duduk di sebelah Ichimatsu. Orang itu menoleh dan saat itulah irisnya bertubruk pandang dengan iris lain yang begitu identikal; barangkali perbedaannya adalah mata itu terhiasi semangat dan kecerahan dan hidup, sementara miliknya lebih kelam dan tanpa kemilau dan suram dan mati.
"Osomatsu nii-san?" tanya Ichimatsu, lebih kepada dirinya sendiri. Kembali menatap sungai di seberang. "Ada apa?"
Osomatsu mengerjap. "Kau merokok."
"Hm,"
"Kau. Merokok."
"Lalu?" keningnya berkerut, kedua alis pada suatu titik saling bertaut. Osomatsu sering bersikap menyebalkan dan menjadi anak pertama dari kembar enam tidak membuatnya mempunyai hak untuk menjadi menyebalkan.
"Tidak boleh—" kata Osomatsu, mengambil batang rokok dari bibir Ichimatsu (yang tidak terima dan berusaha merebut kembali sambil menggeram), ganti menyelipkannya ke bibir untuk diisap sekali. Osomatsu mengembuskan asapnya ke wajah Ichimatsu yang merengut, lalu tertawa kecil. "Tidak boleh merokok sebelum membagiku," lanjutnya, memberikan kembali rokok tersebut kepada Ichimatsu.
Ichimatsu diam sebentar, berpikir, lalu merokok lagi.
Keadaan menjadi hening dengan Ichimatsu yang sibuk dengan rokok dan pikiran-pikirannya, juga Osomatsu, matanya terpaku pada dirgantara tanpa benar-benar menunjukkan emosi.
Ichimatsu tersentak setelah beberapa saat tenggelam dalam benaknya sendiri.
"Eh? Kenapa?"
"Tidak," sahut Ichimatsu. "Nii-san."
"Apa?"
"Rokok yang kuisap ini," katanya, melepas batang rokok dari bibir dan sebagai ganti menjepitnya dengan telunjuk dan jari tengah. "Sudah kau isap juga."
"Ya. Lalu?"
"Apakah itu terhitung sebagai indirect kiss?"
