Hal yang terakhir kali diingatnya adalah, gadis berambut scarlet yang sangat dibenci dan membencinya setengah mati menabraknya.
Hal yang terakhir dirasakannya adalah...
Lebih baik tidak usah diceritakan!
.
.
[warning :: Gaje, TyPo, aneh, abal,OOC,etc dst dll,...]
Fairy tail milik mas Hiro Mashima di jepang sana
Tapi jalan cerita ini milik saya
Rated T
Erza S x Jellal F
.
Happy Reading
.
.
Jellal Fernandez membuka kedua kelopak matanya ketika sayup-sayup telinganya mendengar suara bu Charla berkata dengan suara cemprengnya, "Natsu, kau mengerti?"
"Sip, serahkan padaku!" suara barithon khas Natsu memang terdengar oleh kedua telinganya, tapi bukan pria berambut pinky itu yang pertama kali dilihatnya.
Melainkan helaian rambut scarlet panjang yang terkurap disamping lengan kanannya. Mau dilihat dari manapun pemilik kepala merah itu pasti perempuan, dan perkiraan siapa gadis itu sudah ada di ujung benaknya. Erza Scarlet.
Jellal kembali memejamkan matanya, menepis semua prediksi yang bermunculan disana. Tidak! Erza adalah kemungkinan yang terakhir yang pernah terpikirkan olehnya. Dan sepertinya kemungkinan terakhir itulah yang menjadi realita. Si gadis mengeliat, menampakkan wajah sangar Erza yang damai dibalik helaian rambut merah itu. Cantik, batinnya.
Mengikuti nalurinya, tangan kanan Jellal bergerak dengan hati-hati menyingkirkan rambut merah yang menghalangi wajah gadis itu dan menyelipkan ke telinganya. Dia tersenyum, tapi raut wajahnya langsung berubah saat mata azure itu menangkap tangan kanan Erza yang tengah bertengger indah memegangi sebuah kantung yang sangat dingin dan lembab di daerah terlarangnya. Wajahnya langsung memerah sampai ke telinga, menyaingi warna rambut gadis itu.
"Ekhem..."
Setidaknya dia tidak berdua di sini, sampai melupakan Natsu yang setia menonton tingkah konyol dirinya dari sebelah pintu UKS. Si kepala pink itu tersenyum, membayangkan yang iya-iya yang dikiranya ada di pikiran Jellal. Padahal nyatanya hanya dia yang berpikir begitu. Sialnya lagi, Erza terbangun.
"Hm, kau sudah siuman?" yang ditanya hanya menunduk, menyembunyikan wajahnya yang semakin menggila. Gerakan Erza tadi, membuat kantung basah yang diduga kantung es itu sedikit menekan daerah terlarangnya.
"Eh ini... kata bu Charle, oleskan di situ sampai rata. Jangan sampai kau-tahu-apa-nya Jellal tegang dulu selama beberapa hari, atau tidak akan bisa dipakai lagi..."kata Natsu menyerahkan salep dari bu Charle tadi, sembari menjelaskan cara memakainya pada Erza dengan sangat detil.
Si gadis scarlet itu mangguk-mangguk mengerti, berbeda dengan Jellal yang siap pingsan lagi saking panasnya daerah sekitar kepalanya itu. Warnanya sudah mengalahkan kepiting rebusnya wak Freed yang jualan di pinggir jalan Fairy Tail blok C. "T-tunggu, kenapa lo ngejelasinnya secara rinci? Gue tau lagi apa sama gimana cara make tuh salep," protesnya sembari mendeathlarge Natsu.
"Hehehe, sorry JerZa , gue harus jemput Lucy di ruang cheerleaders nih. Cepet sembuh ya!" kata Natsu dengan nada meninggi sembari berlari meninggalkan tempat itu. Suara pintu tertutup menjadi back sound keheningan ruang kesehatan. Erza dan Jellal menghela nafas secara bersamaan, tanpa mereka berdua sadari tentunya.
"Heh Erza,"yang dipanggil menoleh dengan muka horrornya, sayangnya Jellal sudah kebal melihat Erza pms setiap hari.
"Apa?"
"Salepnya, gue mau pakek salepnya. Bisa lo keluar dari sini?"
Erza memutar matanya bosan. "Kalo gue bisa, gue udah keluar dari tadi."
"Hah?"Jellal membulatkan matanya, "lo bohong kan kalau pintunya ketutup?"
"Natsu menutupnya tadi, kayaknya dikunci dari luar." jawab Erza enteng, membuat Jellal tambah shock mendengarnya.
"Lo tahu nggak kenapa pintunya nggak pernah di tutup?"
Erza menggeleng.
"Pintunya emang udah rusak, sekali tertutup tidak akan bisa dibuka lagi. Kenapa nggak lo cegah si bego Natsu pas dia tutup pintunya?"
"Gue telat tahu dan lo nggak bilang," jawab Erza tak mau kalah, dia lalu mendekat ke ranjang tempat Jellal setengah terbaring.
"Lo mau pakek salep sendiri sekarang atau gue pake-in?"
Jellal langsung blushing.
"Nah, mikir yang iya-iya kan lo?!" dua kosong, Erza lagi-lagi memenangkan argumen nggak jelasnya.
.
.
.
.
.
.
.
.
Hari ini begitu sial, umpat Erza kesal. Saat ini dia sedang berada di kamar pribadinya di salah satu rumah di Jalan Fairy Tail Blok D. Jari-jemarinya sangat lincah memainkan obeng dan menyusun bangkai wekker strawberry cakesnya yang setiap pagi hancur berserakan. Tak sampai seperempat hari, wekker itu sudah utuh seperti sedia kala. Erza mengecek bunyi nyaringnya beberapa kali lalu meletakkannya di samping ranjang.
Jam menunjukkan pukul 12 siang, hari sabtu. Sekolah diliburkan karena ada rapat orang tua yang menghabiskan waktu seharian, kebetulan acaranya diadakan di kelasnya. Erza melenggang ke kamar mandi bersama handuknya. Jangan dikira dia hanya cuci muka dan gosok gigi, hari ini dia mandi kok. Mandi yang paling bersih dengan sabun dan shampoo paling wangi dan paling mahal. Meskipun dari merek yang berbeda, dia selalu menyukai satu aroma. Mawar.
Satu jam saja berada di kamar mandi, Erza merasa kembali hidup dari kematiannya. Dia lalu mengenakan hotpants hitam lima centimeter diatas lutut dan kaus putih longgar yang memperlihatkan tanktop hitamnya. Rambut scarletnya diikat tinggi menggunakan jepitan yang menyerupai bunga lili, dia tidak memoleskan mekup sedikitpun tapi tetap saja terlihat sangat cantik.
Setengah malas, dia keluar rumah untuk membeli jus strawberry dingin bersama cakes strawberry kesukaannya dari tokok kue yang terletak di perbatasan Blok D dan Blok E. Melewati satu rumah dari rumahnya sendiri, sekitar seratus langkah jika kau mengukurnya dengan berjalan menggunakan kimono ekstra ketat dan genta setinggi satu meter.
Tiba-tiba dia merasa jangal dengan suasana di sana, ada terlalu banyak orang yang berada di toko kue itu. Bukan pembeli, tapi orang-orang yang berlalu lalang di rumah yang berdempetan dengan toko kue. Mereka mengeluarkan barang-barangnya dan memasukan barang lainnya. Seperti rumah itu akan ditinggali orang baru.
"Ji-chan, ngomong-ngomong siapa yang akan menempati rumah di sini?" tanya Erza saat mendapat giliran cakesnya.
"Oh itu, keluarga Fernandez yang baru saja pindah dari Jalan Crime Sorciers Blok A. Katanya mereka akan membuka butik disini."jawab sang pemilik toko sembari menyerahkan bungkusan belanjaan Erza dan uang kembaliannya.
Tunggu, Fernandez... Kok rasanya familiar banget ya? batin Erza.
"Paman, apa pesanan blackforest saya sudah selesai?"
Suara itu, sangat familiar. Entah mengapa Erza langsung hapal dan mengenali dengan jelas si pemilik suara itu, Jellal? Mungkinkah... Jellal, Jellal Fernandez yang itu?
Tunggu, Fernandez kan?
Erza menolehkan kepalanya dengan kikuk, di sampingnya kini telah berdiri kokoh lelaki berambut biru bertato aneh di pipi kanannya. Kaus putih bergambar ikan paus itu mencetak dengan jelas bagian depan tubuhnya yang terpahat indah, keluaran gym terdekat yang menyediakan kursus diet ketat. Erza meneguk air liurnya dengan susah payah.
Tanpa sadar, pandangan mereka kini beradu.
"Apa?" tanya Erza sinis.
"Kau kenapa, melihatku seperti anjing kelaparan saja. Mau memakanku, eh?" jawabnya tak kalah sadis.
"Cih, kenapa kau bisa nyasar ke sini?"
"Aku memang akan tinggal disini, kau sendiri apa-apaan disini?"
"Kau lupa atau ketinggalan informasi tuan Fernanez yang tercela, rumahku memang disini. Tuh..." jawab Erza sembari menunjuk rumahnya yang bercat pink seperti kepala Natsu. Jellal langsung cengo, kehabisan kata-kata untuk membalas perkataan Erza tadi.
"Kuso, benarkah dia dan keluarganya yang akan jadi tetangga Erza yang baru? Dia, Jellal Fernandez yang ini? oh tidak! Ini bencana." Batin Erza, berteriak pakai toa bang Makarov di mushola ujung jalan.
.
.
.
.
.
.
.
Tuhan, tak tahukah engkau kalau Erza sangat membenci Jellal diluar batas kebenciannya.
.
.
.
.
.
^TBC^
.
.
...Barbacotte...
Nggak ada yang spesial sih, thanks buat yang mau review. Yang login, seperti biasa akan dijawab lewat Pe'eM.
Untuk chap depan, nggak ngejanjiin updet kilat. Tapi,, diusahain deh ye.
See u later!
CN Scarlett
