Hal yang paling dibenci Erza adalah Jellal, begitu pula sebaliknya.

Sialnya lagi, mulai sekarang orang itu menjadi tetangganya.

.

.

[warning :: Gaje, TyPo, aneh, abal,OOC,etc dst dll,...]

Fairy tail milik mas Hiro Mashima di jepang sana

Tapi jalan cerita ini milik saya

Rated T

Erza S x Jellal F

.

Happy Reading

.

.

PIPIP PIPIIIIPPP... PIPIP PIPIIIPPP...

PRANG!...

Suara pertama yang terdengar dari kamar serba pink itu adalah suara keras dari jam wekker berbentuk cheese cake, suara keduanya adalah nasib dari si wekker yang dilempar sang majikan ke sudut ruangan. Seperti biasa, seorang gadis berambut scarlet keluar dengan enggan dari balik selimut biru tebalnya. Hari senin huh, gadis itu melengguh malas sembari melangkahkan kakinya menuju kamar mandi. Sekali lagi dia masuk ke sana bukan untuk mandi, tapi cuci muka doang.

Lima menit kemudian, Erza keluar dari kamarnya. Menurut hitungannya, hari ini dia tidak akan kesiangan karena jam masih menunjukan pukul 6 pagi. Ditambah lagi ada upacara bendera yang malas dia ikuti, piket kelas yang malas banget dia lakukan. Tapi sebenarnya alasan utama tokoh utama kita untuk tidak berangkat lebih pagi adalah...

Jellal Fernandez.

Ingat, sekarang dia sudah resmi bertetangga dengan orang yang menurutnya paling menyebalkan se-Magnolia. Jellal itu walaupun di cap sebagai berandalan kelas kakap (sama kayak Erza) dan playboy paling diinginkan tahun ini (Erza mual mendengarnya) dia sangat terobsesi dengan posisi pemimpin upacara di paskibra. Inilah alasan paling utama seorang Erza Scarlet sangat malas berangkat lebih pagi di hari senin.

"Erza-chan, kau sudah siap berangkat sekolah rupanya..." kata seseorang saat Erza turun ke lantai satu. Dia celingukan, kaget sekaligus bahagia dan juga heran kedua orang tuanya ada di ruang makan. Biasanya mereka keluar kota, pulang sebentar lalu kerja lagi tanpa peduli sedikitpun pada putri mereka satu-satunya. Tapi sekarang wanita berambut scarlet dan lelaki jangkung berambut ungu itu ada di rumah dan menyapa anak gadis mereka, Erza mengangkat halisnya heran.

"Ayo makan dulu, mama membuatkan onigiri kesukaanmu."

"Ya, Erza mumpung kita kumpul pagi ini, iya kan Flare sayang?"

"Kau benar Erik, kita sering keluar kota."

Dan akan selalu begitu, batin Erza geram. Dia menghempaskan bokongnya ke salah satu kursi dekat Flare, mama kandungnya. Dia memakan onigiri-onigiri itu dalam diam, menatap sebal pada kedua orang tuanya yang sedang bercanda ria di tengah sarapan.

Sebenarnya Erik bukanlah papanya, dia tidak akan pernah sudi memanggilnya begitu. Keluarga Erza memang sudah hancur semenjak kematian Ivan, ayah kandungnya dan Flare menikah lagi dengan bajingan yang entah ditemukannya dari planet mana. Semenjak itulah, wanita yang menurunkan keindahan rambutnya itu sering bepergian keluar kota.

Tapi sekarang aneh, tapi nyatanya mereka bertiga berkumpul di ruang makan. Itu membuat Erza penasaran setengah hidup. "Ma..."

"Ah iya Erza, kau sudah tahu tetangga baru kita yang tinggal dekat paman pemilik toko kue langgananmu itu?" potong Flare tiba-tiba, membuat Erik tersedak minumannya sendiri dan Erza bersweadrop ria. Pliiis ma, jangan dibahas! Batinnya risau.

"Oh ya, anaknya Aquarius-san dan Scorpio-san kan? Pemilik perusahaan sepatu ternama itu." terka Erik sembari menunjuk-nunjuk sumpitnya ke arah Erza dan Flare secara bergantian.

Nah, yang pertama diingat pasti hartanya. Erza memutar bola matanya bosan lalu memakan satu onigiri lagi, memang pembicaraan para penggila uang tidak akan jauh dari harta. Dia sih tidak peduli siapa dan apapun itu seputar keluarga Fernandez yang baru pindahan kemari. Dia terlanjur kesal sih pada...

"Ah sayang, kudengar mereka punya anak laki-laki yang tampan!" kata Flare dengan penuh semangat empat lima, membuat onigiri yang hendak ditelan Erza melompat ke langit-langit mulutnya alias tersedak. Jangan-jangan kedua orang gila harta ini akan menjodohkannya dengan makhluk menyebalkan itu, absolute NO! Pikiran Erza langsung ngawur.

"Aku berangkat!" kata Erza yang langsung ngacir dari tempat itu, sebelum pembicaraan berlanjut seperti yang berselancar dalam pikirannya. Nggak, nggak dan nggak bisa terjadi! dia harus membicarakan ini dengan Jellal, dia yakin anak itu juga setuju jika gadis scarlet kita mengajak untuk mengacaukan semuanya.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

"APA?" teriak laki-laki berambut biru jabrig bertatoo aneh di wajahnya, membuat gadis berambut scarlet di depannya memegangi kedua telinganya. "kau yakin mereka merencanakan itu Erza?"

Gadis yang tidak lain tidak bukan bernama Erza ini mengangguk pelan. Dia hendak menjawab pertanyaan Jellal, tapi si rambut biru langsung berbicara. "Ide bagus, dengan begitu mimpi gue buat merubah hidup lo kayak di neraka bakal jadi kenyataan, hahahaha..."

Erza membulatkan kedua matanya, Jellal masih tertawa nista. Membayangkan apa saja yang akan diperbuatnya pada gadis di depannya ini jika dia benar-benar menjadi tunangannya.

"Lo gila Jelly, gue nggak sudi punya tunangan macam lo. Malu gue bawa-bawa lo kemana-mana. Pokoknya gue nggak mau tahu, lo harus bantuin gue gagalin rencana mereka! Titik!"

"Males ah!" Jellal berbalik hendak pergi, tapi Erza menarik kerah belakang bajunya dengan kasar. "Apa lagi?"

"Kalo lo nggak mau, gue bersumpah bakalan nyunatin lo sekarang juga!" ancam Erza sembari membalikan rival seumur hidupnya dan mencengkram kerah depan bajunya. Selain matanya mendeathlarge, tangan Erza yang menganggur tiba-tiba saja mengeluarkan sebilah belati (Jellal yakin itu sangat tajam) dan bergerak ke arah resleting celana si rambut biru. Sontak mata Jellal langsung membulat, wajahnya berubah merah-ungu berbarengan.

"I-iya Erza, gue janji bantu lo kapanpun!"

Erza menyeringai sambil mengamankan kembali belati kesayangannya ke dalam saku roknya. Jellal langsung mundur tiga langkah begitu gadis itu melepasnya, mengambil nafas dalam-dalam sembari terus memegangi daerah terlarangnya yang tadi sempat terancam. Dikiranya Erza bakalan nekat menyunatinya seperti katanya tadi, padahal sebenarnya si Erza pun sempat mempertimbangkan masak-masak ancamannya tadi selama dua kali jam pelajaran. Jangankan orang segede Jellal, anak-anak juga dia nggak pernah megang, kan Erza nggak punya adik.

"Gila apa, punya gue baru aja sembuh gara-gara lo tabrak kenceng-kenceng. Lo kira punya gue dari semen apa, dasar nggak waras!" gumam Jellal pelan, tapi Erza bisa mendengarnya dengan Jelas. Dia terkikik pelan.

"Gomenne, yang waktu itu bener-bener nggak sengaja," kata Erza tiba-tiba sembari menendang-nendang kerikil. "Kalo gue tau bakal nabrak lo, gue pasti ngebut ke parkiran waktu itu!" lanjutnya sembari ngacir ke kelas. Jellal cengo dulu beberapa detik untuk memproses perkataan si gadis Scarlet.

"BRENGSEK LO!..."

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

Pulang sekolah yang sangat melelahkan, Erza mengayuh sepedanya dengan santai dan ogah-ogahan. Gimana lagi coba, udah capek eh Lucy ngikutan nebeng pula. Biasanya anak bang Jude Heartfillia si juragan jengkol yang tinggal di jalan Fairy Tail blok B itu dijemput pakek mobil bak pengangkut sapinya. Tapi katanya, dia mau main dulu ke rumahnya si Hibiki, banci yang punya salon di jalan Blue Pegasus itu loh. Padahal jarak tuh tempat dari sekolah deket kok, dia cuman males jalan kaki doang.

Erza menghela nafas, emangnya mau ngapain lagi coba ke salon, semua orang di kelas juga tahu kalau Lucy udah cantik, putih, seksi, mulus gitu ngapain lagi ke salon? Ckck, cewek tomboy kayak si Erza sih emang nggak pernah ngerti urusan cewek feminim yang mengikuti qodrat.

Eits, bukan berarti Erza itu yuri, dia masih normal kok!

"Sankyuu Erza-san!" kata Lucy saat Erza menurunkannya di depan plang 'Salon Tante Ichiya'. Erza hanya menggumamkan "ya" sambil tersenyum, lalu kembali mengayuh sepeda kesayangannya.

Jika berangkat sekolah jalan Fairy Tail menurun, maka dipastikan jalan pulang akan menanjak. Anak TeKa juga tahu, kok. Saking capeknya setelah pulang sekolah, ditambah latihan Juudo dan mengangkut Lucy setengah jalan, Erza mendorong sepedanya sepanjang jalan Fairy Tail blok C.

Merasa tanggung, dia pun mendorong sepedanya sampai ke dalam garasi. Meskipun musim semi tidak sepanas musim panas, Erza tetap kepanasan. Kancing kemeja sekolahnya terbuka tiga butir, mempertontonkan tanktop ungunya sedikit dan sebagian belahan dadanya. Tangannya mengipas-ngipasi wajahnya yang penuh peluh, berharap ada angin puting beliung yang mengangkat keringat lengket di lehernya.

"Tadaima!"

Kata-kata ini jarang keluar dari mulut Erza, hanya saja pengecualian untuk hari ini. Katanya kedua orang tuanya akan tinggal lebih lama di rumah, wajar dong bersikap senyaman mungkin selayaknya berada di rumah yang selalu dia idam-idamkan. Erza lalu membuka sepatunya sembarang dan melempar tas serta kaus kaki ke salah satu sofa di ruang tamu. Dia berjalan penuh semangat menuju ruang makan, tepatnya kamar mandi disamping tangga yang menjadi batas ruang makan dan dapur.

"Okaeri, kemana saja baru pu-lang?" kata seseorang dari arah dapur. Jelas itu bukan suara ayah tirinya, Erza segera menoleh.

Di sana, dia mendapati laki-laki yang dibencinya setengah mati yang tidak lain bernama lengkap Jellal Fernandez. Berdiri tegap dengan celemek berenda milik Erza dan sebuah lobak di tangannya. Wajahnya memerah dengan mata yang membulat sempurna menatap Erza.

"Ng-ngapain lo buka baju disitu, oi!"

Erza langsung melihat ke bawah, pada tubuhnya sendiri. apanya yang salah? Batinnya, dia memang membuka pakaian seragamnya tapi kan masih memakai tanktop dan hotpants. Huh, itu sih si Jellal nya aja yang mikirin yang iya-iya.

"Cuci otak mesum lo, hoy! gue masih pakek baju tahu!" Protes Erza tidak terima setelah menghela nafas, sembari membiarkan rok abu-abu pendeknya melorot menemani keset."Dan lo, ngapain di rumah gue?"

Jellal mengatur nafasnya sebentar, "bibi Flare pergi ke supermarket beli bahan makanan yang nggak ada di kulkas, paman Erik pergi ke kantor bokap gue buat meeting. Gue dititipin rumah dan diamanatin buat bantuin sampai lo datang." jelas Jellal sembari membuang pandangannya saat erza mengambil rok dan kemejanya dari lantai. "Jadi..."

"Udah, lo laksanain aja tuh amanat. Gue mau mandi dulu," kata Erza dengan nada ketus sembari membanting pintu kamar mandi dengan sangat keras."eh lo jangan ngintip!" tambahnya lagi.

"Ih amit-amit, ngapain juga ngintip lo mandi," teriak Jellal dari dapur dengan nada mengejek. Gengsi, padahal wajahnya udah merah banget nyaingin rambut Erza.

.

[Berlama-lama kemudian...]

.

Jellal baru saja menyelesaikan potongan terakhir wortelnya dan memasukannya ke dalam kulkas ketika terdengar teriakan dari arah toilet di sebelah tangga. Dia melepaskan celemek berenda-renda yang tadi dipakainya dan mengembalikannya ke atas kulkas, lalu menghampiri si nona pemilik rumah yang masih di dalam kamar mandi. "Apa sih teriak-teriak?"

"Jellal, ambilin handuk di kamar gue!" jawab Erza dengan nada memerintah bak nona-nona istana. "Kamarnya yang terletak di sebelah tangga disamping lo, di lantai dua!"

"Eh, kenapa nggak ngambil sendiri? nyuruh-nyuruh gue segala, ogah ah!"

"Jellal ayolah, ya! please!" kali ini terdengar nada memohon dari dalam sana. Jellal terkikik geli, membayangkan bagaimana bentuknya wajah Erza ketika melancarkan jurus puppy eyes.

"Ambilin nggak ya?" goda Jellal, sepercik air tiba-tiba meluncur dari atas ventilasi kamar mandi membasahi rambut birunya. "Kalo lo nyiram gue, nggak akan diambilin!"

"Eh Jellal, emang lo kuat iman kalo gue bener-bener keluar sekarang?"

Kalimat itu berhasil membuat jantung laki-laki berambut biru itu maraton mengelilingi Magnolia. Bagaimana tidak, ternyata otaknya bener-bener kudu dicuci -kalau perlu sekalian direndem pemutih tujuh hari tujuh malem- karena langsung konek kalau soal yang beginian. Padahal ya, jangankan liat yang asli, foto-foto Juvia si 'artis pilem biru' terkenal hasil gugling si Gray aja nggak berani ngintip. Saat dia terbengong, tiba-tiba saja kenop pintu kamar mandinya berputar.

"I-iya iya, gue ambilin. Lo jangan keluar!"

[Kalau Erza gimana reaksinya?]

Di dalam kamar mandi, dengan memegangi gayung berisi air dan kenop pintu, gadis bersurai merah itu mengatur nafasnya yang naik turun. Seperti dikejar setan saja, jantungnya pun maratonan. Wajahnya pun sudah sewarna dengan rambutnya sendiri, benar-benar deh.

Siapa coba cewek waras yang berani keluar tanpa sehelai benang pun di depan cowok, orang gila sih iya. Erza nggak segila itu buat 'sedekah' , apalagi si Jellal yang di'sedekahi'. Absollute NO!

Erza langsung membasuh kembali tubuhnya dengan air dari bak, berharap bisa mendinginkan wajahnya yang terasa mendidih. Tapi untung juga sih, si Jellal nggak nge-iya-in perkataan gilanya tadi. Kalau si Gray sih jangan di tanya, semua orang di sekolah dan mungkin se Magnolia pun tahu dia mesum. Cita-citanya aja sewaktu penataran jadi partner milemnya si Juvia, itu loh bintang pilem biru entah dari mana yang terkenal di kalangan orang-orang yang otaknya kudu dicuci pakek detergen setangki.

Eh, jangan dikira Erza salah satu dari orang-orang mesum ya, dia sih pernah sekali liat foto vulgar Juvia yang kesohor itu nggak sengaja, sewaktu ngambilin foto-fotonya Gray di pesbuk. Si Lucy yang mesen, sebelum dia jadian sama si baka Natsu yang bikin dia ngerasain semaleman di UKS bareng Jellal. Orang yang dibencinya se jagad.

Dia tersenyum, mengingat selama semaleman itu diisi dengan pertengkaran sengit sampai ketiduran.

[FLASH BACK]

Di UKS terkutuk itu ranjangnya dua tapi didempetin, ketika mereka mencoba menggeser salah satunya hanya tenaga mereka yang kepayahan. Ranjangnya terlalu berat dan ternyata setelah diteliti, ternyata penyebab utamanya adalah kaki-kakinya yang di bor dengan baud yang menempel ke lantai. Yah, mau nggak mau dia dan Jellal tidur bersebelahan dengan sebuah guling lepek sebagai pembatas yang akhirnya terlempar entah kemana.

Sebagai catatan, Erza punya kebiasaan tidur yang 'indah'. Saking indahnya, seakan badannya itu adalah jarum jam. Tidur kepala di bantal, bangun kaki yang di bantal. Kalau Jellal, dari orok sampai bujang pun dia tak pernah lepas dari yang namanya guling. Sekalipun nggak ada, ngelonin bantal atau boneka pun jadi. Tapi masalahnya, satu-satunya guling yang ada di tempat itu dijadikan pembatas antara mereka. Jellal protes, Erza pun tidak mau kalah, terjadilah pertengkaran dalam malam pertama itu.

"Lo itu cowok, gue cewek, ini guling ditaruh aja disini buat batasan. Anggep aja tembok china atau apa lah, yang jelas lo nggak boleh keluar dari jalur ini!" kata Erza ketus, menegaskan peraturan berbagi ranjang yang dibuatnya.

"Gue itu nggak bisa tidur kalo nggak ada guling, jadi biar gue kelonin aja gulingnya. Lo tidur aja yang pules sana!"

"Dibilangin nggak boleh ya nggak boleh!"

"Gue nggak bakalan ngapa-ngapain lo kok Erza, lo nggak perlu mikirin yang macem-macem." Jellal tetep ngotot pengen menguasai tuh guling lepek bau apek.

"Gimana gue bisa percaya, lo kan cowok playboy. Aaah, gue nggak percaya malem ini sial banget!" gerutu Erza, masih dengan suara kencangnya. Tiba-tiba saja lampu UKS mati, dan seluruh sekolah juga lampunya mati. Erza dan Jellal menguap panjang dan lebar secara bersamaan, tanpa mereka sadari. "Oyasumi," kata Erza pelan, masih dengan nada yang tajam.

"Oyasumi ni yume mitte," balas Jellal dengan suara yang melembut. Selanjutnya Erza hanya mendengar suara dengkuran halus di sebelahnya, Jellal tertidur. Erza pun mengikuti jejaknya ke alam mimpi.

Bulan sudah di tengah langit, tepat diatas kepala jika kau keluar. Berterima kasihlah pada kebiasaan buruk Erza, salah satu kakinya menendang bantal guling yang menjadi pembatas entah kemana. Jidatnya bertumbukan dengan bibir Jellal, yang memang dia tidur meringkuk menghadap Erza. Merasa kedinginan, dia menarik selimut satu-satunya yang menutupi mereka berdua hingga otomatis pula tubuh Jellal yang tidak terselimuti jadi ikut tertutup kain tipis itu. tidak layak disebut selimut, tapi masih hangat dipakai selimut.

Satu jam kemudian, Jellal mengalami mimpi buruk. Kedua tangannya langsung gelagapan mencari guling untuk segera dipeluk. Nggak perlu jauh dan nggak perlu lama, dia sudah berhasil mendapatkan apa yang dicarinya tanpa terbangun. Jellal langsung memeluknya dengan erat, tidurnya kembali tenang. Dia tidak tahu kalau yang sedang dipeluknya saat itu adalah guling hidup, alias Erza yang menggeliat menyamankan diri bersandar di dadanya.

Mereka terus tertidur nyenyak dalam posisi saling berpelukan bak teletabis sampai pagi. Sampai pak Taurus si penjaga sekolah yang terkenal mesum datang ke UKS menemukan mereka berdua seperti itu dan membangunkan mereka berdua dengan teriak gaje serta jeprat jepret kamera hape nukieu asa jadul nya.

Sebagai balasannya, pak kepsek langsung menceramahi mereka berdua sampai pulang sekolah. Dan Lucy langsung mencekoki Erza dengan banyak air soda yang dibelinya setelah si pirang itu mendengar isu nista entah dari mana.

[FLASHBACK END]

"Ini handuknya," kata Jellal dari luar kamar mandi sembari melemparkan selembar handuk putih ke lubang ventilasi yang tidak bisa disebut kecil. Dari dalam, Erza langsung menangkapnya dan segera memakainya. "Kalo udah, gue pulang dulu. nyokap lo udah dateng kok!"

"Arigato," kata Erza sembari keluar dari tempat lembab itu, Jellal sudah mencapai pintu ruang tamu.

Erza menggelengkan kepalanya beberapa kali, menepiskan pikiran aneh yang mulai keluar dari otak dan memasuki hatinya. Dia menepuk-nepuk pipinya sepanjang tangga, lalu menutup pintu kamarnya rapat-rapat. Tanpa disangka-sangka, tas sekolah miliknya yang tadi diletakan di ruang tamu sudah ada di ranjangnya. Mungkin Jellal yang pindahkan, terka-nya, dia tersenyum lagi.

Tapi senyumnya memudar ketika bayangannya yang masih memakai handuk terlihat di cermin. Pipinya yang memerah langsung ditutupi oleh kedua tangan lentiknya, Erza bergumam pada dirinya sendiri.

"Apa yang aku pikirkan, aku kan membencinya setengah mati?"

.

.

.

.

.

.

.

.

.

Di kamar Jellal, lelaki berambut biru itu menatap pantulan dirinya sendiri dari kaca jendela. Wajahnya memerah juga, jantungnya bersalto ria. Dia meraba dada bidangnya sambil bergumam...

"Ini tidak mungkin! Aku dan dia saling membenci, kan?"

.

.

.

.

.

.

.

.

Membenci diluar batas kebencian, oh mereka berdua tidak tahu saja kalau batasnya benci yang terdalam itu namanya cinta.

.

.

.

.

.

.

.

^TBC^

.

.

.

Barbacotte...

Gimana, sudah panjang belom?

Wordnya sampai 2000 lebih, dan diketik sampai tengah malam saking menghayatinya. Hahaha, bagaimana menurut kalian? Ayo dong, review lagi! Suka tambah semangat ide-ide nongolnya kalau banyak yang ngasih review.

CN Scarlet