"Tadaima..."

"Kau, sedang apa kau kemari? Temani isterimu sana!"

"Bu.."

"Jangan berani menginjak rumah ini tanpa membawa isteri Scarlet-mu, tuan Fernandes!"

.

.

.

.

.

.

.

[warning :: Gaje, TyPo, aneh, abal,OOC,etc dst dll,...::]

Gw dah bilang dari chap 1, kalo Fairy Tail punya Hiro Mashima

.

Rated T +

Erza S x Jellal F

.

Happy Reading

.

.

.

Seorang pemuda bersurai biru memeluk sebuah tas punggung besar yang terlihat berat di pinggir jalan Fairy Tail Blok D. Dari pakaian sekolah menengah kejuruan yang masih dipakainya, tersemat nama Jellal Fernandes yang agak bengkok ke dalam. Debu dan polusi, tas berisi pakaian, wajah lesu ditambah belum mandi, membuatnya mendalami perannya sebagai gelandangan.

Yah, walaupun wajah ganteng itu tidak mendukung sama sekali.

Tujuannya adalah rumah bercat pinkish seperti helaian rambut Natsu, yang letaknya tak jauh dari rumah asalnya. Hanya terhalang satu rumah. Hunian minimalis yang hanya dihuni gadis scarlet yang telah resmi menjadi istri sahnya sejak kemarin itu mampu dijangkau hanya dalam sepuluh langkah kuadrat.

Jellal hendak mengetuk tepat ketika pintu terbuka dari dalam. Penampakkan sang istri sah, yang tidak sudi mengakuinya sebagai suami, terlihat berkacak pinggang dengan bibir mengerucut. "Ngapain lo di sini?"

"Etto..." lelaki itu mencoba mencari alasan, tapi, bohong itu dosa. Terlebih dia tidak bisa berbohong.

"Gue diusir, jadi, boleh nggak gue numpang di sini?"

"Nggak!"

Tatapan mematikan terpancar dari kedua manik sewarna madu sang gadis Scarlet dibalas tatapan memelas seimut mata marmut oleh kedua manik hitam kehijauan itu. Erza menghela nafas. "Oke, masuklah."

Keadaan rumah sama kusutnya kayak wajah yang punya rumah. Jellal Fernandes tak sempat berkedip menyaksikan keanehan rumah yang selalu rapi ini, selama riwayat dia berkunjung tanpa permisi, rumah ini biasanya selalu rapi dan bersih. Ini sih kebalikannya.

"Sorry, nggak ada kamar lain di sini selain kamar gue untuk malam ini. Besok gue beresin kamar bawah yang sekarang jadi gudang, lo bisa tinggal di sana mulai besok. Jellal?"

Erza sudah sampai di depan tangga menuju lantai dua, tapi begitu dia menoleh suami barunya itu tidak ada mengekorinya. Dia kembali dan menemukan tuan Fernandes sedang beres-beres di ruang tamu dan ruang keluarga.

"Bisa tidak sih memperlakukan rumahku seperti seorang tamu yang baik?"

"Kalau begitu, berhenti mengotori rumahmu sendiri dan aku akan berhenti menganggap ini seperti di rumah sendiri!" sindir Jellal, sembari terus membereskan barang-barang.

Erza menghela nafas lagi, kembali ke sana dan membawa tas besar itu ke kamarnya. Membiarkan sendiri si rambut biru yang senang sekali mencuri pekerjaan perempuan. Terserah saja, toh, tidak merugikan juga.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

Jam menunjukan pukul 6 sore dan gadis berhelaian scarlet itu baru selesai memperbaiki weekker strawberry cheesse cake di kamarnya ketika ada bau-bau sedap menguar dari arah dapur. Makan malam sudah siap. Dia turun dari kamarnya dan mendapati Jellal, lagi-lagi, dengan celemek milik Erza di ruang makan.

"Apa yang kau lakukan?" tanya Erza dingin.

Jellal hanya menggendikkan bahunya. Duduk manis di kursi yang biasa diduduki kepala keluarga, lalu makan dengan tenang setelah berdo'a. Pakaian seragamnya sudah berganti kaos gambar bunga-bunga, hadiah deterjen lebaran lalu, dan kolor hijau pasar Magnolia. Sama sekai tidak merusak kadar ketampanannya.

Erza masih berbaut seifuku, berbanding kebalikannya. Duduk selang satu kursi dari lelaki itu dan melakukan aktifitas yang sama. Kalau saja gadis scarlet itu sama seperti Lucy, Mira, ataupun gadis lainnya, dia pasti makan dengan memakai segala tatakrama a la table manner yang selalu dipakai orang-orang kaya. Tapi ini Erza loh!

Lihat saja. Kaki kanan naik ke atas kursi, menampilkan kolor seperempat kaki warna hitam dari balik rok berlipitnya, piring diangkat dengan tangan kiri lalu makan langsung menggunakan tangan. Sudah begitu, kelima jarinya ikut mencomot nasi besar-besar dari piring. Banyak berceceran ke meja. Tripikal bar-bar sekali.

Kalau saja yang makan bersamanya bukan Jellal, sekali lagi, kalau bukan dia. Para pria sudah lari tunggang langgang dari meja itu melihat kelakuannya. Lelaki biru itu juga syok. Padahal ya, di sekolah jelas Erza Scarlet selalu mendapat nilai tertinggi dalam pelajaran bimbingan karir bu Charla setelah Mirajane, harusnya tidak diragukan lagi betapa sopannya dia.

"Kenapa?" tanya Erza sambil melamoti seluruh jemarinya, pada Jellal yang hanya melongo meninggalkan makanannya. Makan malam milik gadis itu sudah bersih. Erza meneguk habis segelas air di meja lalu bilang "yaudah, aku naik duluan!"

Jellal masih mematung di tempatnya, lalu mengangguk pelan. Memakan sisa pangannya sendiri kemudian membereskan bekas dinner perdana bersama sang istri yang jauh dari kata romantis, dia mendengus geli sembari membersihkan meja. Masih tidak percaya sudah menikah. Bahkan usianya masih tujuh belas jalan.

"Fuh..."

Erza Scarlet, mengintip Jellal melakukan pekerjaan rumah dari tangga. Rencananya mengerjai lelaki itu sukses besar. Dia melihat Jellal mendengus kasar tadi, pasti, lelaki itu pasti menyesal sudah menikahinya.

Gadis itu tertawa penuh kemenangan dalam hati. Dia akan membayangkan bagaimana nantinya setelah bercerai. Mengambil kuliah ke perguruan tinggi, lalu mencari lelaki idaman yang akan memanjakannya siang dan malam. Ah, Erza jadi tidak sabar menunggu hari itu.

"AHEM!"

Manik madu itu melotot, Erza berbalik kaku dan mendapati Jellal berkacak pinggang bersama sapu tepat di sebelahnya. "K-kau.."

"Istriku," demi apapun juga, Erza ingin muntah mendengar kata mengerikan itu keluar dari mulut si rambut biru. "Cepat mandi dan ganti baju! Duh, badanmu sudah sebau ketek Natsu.." lanjut Jellal sambil mengibas-ngibaskan tangannya yang tidak pegang sapu di depan hidung.

Erza jelas tersinggung, perempatan tercetak di pelipisnya "coba katakan sekali lagi?" tantangnya.

"Mau mandi sendiri atau kumandikan?"

Dan jawaban seperti itu yang dia dapatkan. Wajah Erza nyaris memerah tak terkendali. "B-bodoh!"

"Hihihi..." Jellal terkekeh di ujung tangga di lantai satu melihat istrinya lari tunggang-langgang menuju kamar. Suara pintu dibanting menyusul setelahnya.

"Aku benar-benar menikah, dengan perempuan yang sangat merepotkan!"

Lalu wajah si rambut biru bersemu lucu.

.

.

.

.

.

Jellal Fernandes memasuki kamar di sebelah tangga di lantai dua rumah keluarga Scarlet, lalu kembali keluar setelah membuka pintunya sesaat. Rona-rona merah itu kembali berjaya di sana. Erza baru saja selesai mandi, sedang memakai pakaian di dalam sana. Sebagai pria normal non maho, tentu itu membuat sesuatu bergemuruh di dada.

"Sedang apa kau di situ?"

Erza keluar dengan memakai baju tidur heartcruez warna ungu beberapa detik kemudian. Jellal segera berbalik dan menunduk "maaf," katanya tiba-tiba. Membuat halis Erza terangkat satu.

"Kenapa?"

"Yah," kini lelaki itu menegakkan tubuhnya, matanya jelalatan ke arah guci berdebu dekat jendela. Dia menggaruk tengkuknya yang tak gatal. "P-pokoknya aku minta maaf aja."

"Hoh,"Erza mengangguk paham, "kau melihatku memakai baju ya?" tebaknya sambil menyeringai. Dan itu tepat sasaran.

"M-memang kenapa?" wajah Jellal benar-benar merah, dia mengekori Erza memasuki kamar, "a-aku hanya melihat t-t-tubuh istriku sendiri," niat hati ingin menggoda sang Scarlet, tapi malah dia sendiri yang gugup. Duh, Jellal menggigit bibir bawah kuat-kuat. Tubuhnya terbanting ke kasur karena Erza.

"Huh, aku tidak sudi menjadi istrimu sebe_"

"Aku cinta kau!"

Kedua mata Erza melotot kaget, disambut oleh kedua manik Jellal yang terbuka perlahan. Tatapannya lembut dengan wajah bersemu. Erza tanpa sadar menahan nafas di atas tubuh pria yang menyelipkan surai scarlet miliknya ke belakang telinga. Reaksinya lamban.

"Eh?"

"Aku mencintai istriku, apa itu salah?" Jellal bisa merasakan pipi Erza yang menghangat di kedua tangan lebarnya. Dia harus mengakui kalau gadis ini memang cantik dari dekat.

Erza beranjak dan duduk dengan benar di sebelah lelaki itu, dia tertawa.

"Katakan itu pada gadis lain, mereka pasti sangat senang. Aku tidak mau ditipu playboy hina sepertimu!"

"Hei," Jellal bangkit duduk. "Ini pertama kalinya aku bilang begitu pada perempuan, kau tahu?"

"Ya ya ya, kau juga katakan hal yang seperti itu pada mereka. Mengesalkan!"

Erza mencubiti gemas pipi Jellal ke kanan dan kiri dengan pelan. Lelaki itu diam saja, pura-pura marah. Dia sedang berfikir, mencerna perkataan istrinya barusan. Sampai pada satu kesimpulan yang membuatnya menyeringai lebar. "Kau cemburu ya?"

"I-idiiiih, amit-amit!"

"Hahaha..." sebuah bantal hello kitty melayang kearahnya, yang langsung dia tangkis a la a la ksatria, "nggak apa-apa kok, aku sangat senang kau merasa begitu."

"Tapi aku benci sifatmu yang satu itu!"

Jellal menatap Erza yang menguap lebar sesaat, gadis itu mulai memejamkan matanya di sudut ranjang. "Kau itu pembohong jahanam!" dan menguap lagi.

"Diam dan tidurlah," ucap lelaki itu sambil menyelimuti mereka berdua dengan selimut biru Erza. Mengelus surai scarlet itu dan mengecupnya sesaat sebelum menyusul menuju alam mimpi.

"Oyasumi ni yume mitte, Er-chan!"

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

"Ohayou!"

"Yo, Ohayou mo!"

Kehidupan baru di bulan Juli, sekolah menengah kejuruan ramai dengan kerumunan anak-anak kelas dua yang naik tahta menuju kelas tiga. Seorang gadis bersurai scarlet ada diantara mereka semua, meregangkan tangannya ke atas, sampai otot-otot pinggangnya berderak mengerikan.

"Kau kenapa Erza-san?" tanya gadis berambut pirang dengan pakaian cosplay seekor kelinci, sangat kontras dengan Erza dan pakaian merah dan apron pink berendanya yang bau dapur.

"Gara-gara dia," Erza Scarlet menunjuk seorang pemuda berambut biru yang sedang memperbaiki burner di ujung tangga dengan dagunya, "badanku pegal semua!"

Tiba-tiba wajah ayu Lucy Heartfillia langsung berubah merah-merah. Dia membekap mulut menganganya dengan kedua tangan berbungkus kostum. "Astaga.." gumamnya.

Memang sudah memasuki bulan ketiga sejak pernikahan dini itu terjadi di sini, Erza Scarlet –mungkin sekarang Fernandes – baru saja memberitahukan berita mengejutkan seperti barusan. Otak anak bang Jude, juragan jengkol kaya itu langsung berfikir pada hal-hal yang 'begini-begitu'. Tapi lain di delusi lain pula di kenyataan.

"Kau kenapa Lucy?"

Lucy hendak menjawab dengan kecurigaannya yang macam-macam, tapi suara ketua kelas baru berambut salam (entah siapa yang mengajukan pemuda pink cablak (yang selalu meracuni lab kimia itu) sebagai ketua kelas) mengintrupsi semua anak buahnya.

"Yosh, minna! Kita akan membuka gerbang. Bersiaplah untuk bludakkan pelanggan, aku mulai bersemangat!"

Yang artinya, pameran tahunan sekolah akan segera dimulai.

Semua orang partisipan segera berhamburan menuju stand masing-masing. Lucy pamit menuju tim cheers yang lain, di gerbang paling depan. Maskot kelas memang diwakilkan pada para pemandu sorak berisik, awalnya, Erza yang akan memakai pakaian kelinci itu kalau saja Jellal tidak mencekik Gray sang ketua pelaksana kegiatan dengan ide-ide gilanya.

Gadis bersurai scarlet sepunggung itu kembali ke dapur. Kelas mereka membuka sebuah caffe, yang menyediakan dessert dan juga makanan sederhana lainnya. Erza kebagian mengurus hidangan di bagian belakang, sementara para laki-laki tampan didandani bak butler untuk melayani pelanggan.

"Zha, satu coffelate dan dua cake!"

"Oke!"

"Erza, dua moccachino dan pancake!"

"Siap!"

Erza benar-benar sibuk mengatur pesanan dan para bawahannya di dapur. Ini tidak sesuai dengan perkiraannya, pelanggan caffe tiba-tiba banyak seperti air bah. Penasaran dengan apa yang terjadi, tapi apa dikata, dia sendiri tak bisa pergi saking sibuknya.

"Erza-san, cream wipped dan ocha kita habis!" teriak Wendy, yang bertugas mengatur masalah minuman bersama Lissana. Canna, Bisca, Mira, dan Laki juga sibuk mengatur makanan. Tak ada orang lain di dapur yang bisa disuruh selain dirinya sendiri yang meluangkan waktu. Lagipula, kunci kantin Mirajane ada padanya.

"Akan segera kuambil!"

Erza menyerahkan nampan pesanan penuh pada Gray di pintu kucing sebelum keluar dari dapur. Harus melewati caffe dan menerobos antrian untuk bisa ke kantin Mirajane dan menambah persediaan. Namun, bukannya menemukan antrian panjang di pintu, dia malah menemukan si rambut biru dengan setelan butler yang sedang mencatat pesanan. Dikerubuni banyak wanita.

"Jellal-kun, kami pesan makanan terenak di sini. Tapi kau yang layani kami!"

"Jellal-kun, jadilah pacarku!"

"Jellal-kun, kau sangat cocok menjadi menantuku!"

"Jellal-kun..."

A-apa-apaan ini?

Dahi Erza berkedut tak suka menyaksikan pemandangan di meja nomer 12 itu. Menggelikan. Dia melihat suami-ah, tetangganya dikerubuni perempuan genit berbagai usia, dan ia tidak suka. Ralat. Sangat tidak suka.

Maka refleks saja Erza berteriak, "suamiku!"

Yang langsung membungkam setiap mulut di sana.

Hanya ada alunan lembut piano dan biola dari tape recorder, semua orang menatap aneh ke arah Erza. Bahkan orang-orang di dapur menghentikan sejenak aktifitas mereka. Erza menggigit bibir bawahnya frustasi. Mengutuki kata keramat yang barusan terucap. Pasal sekian dalam peraturan itu telah dilanggarnya dengan tidak sengaja.

"Iya?" itu adalah respon terbaik dari seorang Jellal Fernandes, para wanita saling berbisik.

Terlanjur basah, nyebur saja sekalian. Erza pun berucap keras-keras, "sayang, b-bisakah kau ambilkan wipped dan ocha bubuk di kantin Mira?" dengan sumpah serapah serta dalam hati kecilnya. Memalukan, memalukan, memalukan.

"Oke!"

Sang Fernandes memberikan pekerjaan asalnya pada siswa berbaju butler di sebelah demi memenuhi permintaan gadis itu, setelah menangkap dengan mantap kunci kantin yang dilempar barusan, senyuman tersebar sepanjang perjalanan. Hatinya bersenandung riang entah mengapa.

Berbeda halnya dengan sang pemilik rambut scarlet. Kembali ke dapur dengan wajah bak kepiting rebus, dia langsung pundung sekalipun tak ada seorang pun teman wanita yang meledeknya. Mana berani, sekali berucap salah alih-alih tabung elpiji dua belas kilo melayang.

"Bodoh! Bodoh! Bodoh!" runtuknya, sembari menyincang lembaran negi tak bersalah dengan maso. Siswi wanita lainnya hanya bisa meneguk ludah.

Lain halnya dengan raut suram yang ditunjukan seorang gadis manis lain, surai strauss panjang yang diikat ke samping itu terlihat kelam tertutup aura sang pemilik. Menunduk sambil bergumam mengutuk. Cake tart di hadapannya seakan terasa asam seketika.

"Kenapa harus Jellal, sih?!"

.

.

.

.

.

.

.

.

.

TBC

A/N:

Ciyeee yang kirain fic ini tamat... buru2 amat sih? Ini tuh fic sejarahku sejak merayap di ffn. Enak aja tamatnya maensteam, Erza belum ketabrak truk, terus Jellal belum amnesia, tenang aja. Pokoknya fic ini akan berlanjut bagaimanapun caranya! (author nyebelin)

Oke, makasih buat para readers (termasuk gw sendiri) dan repiewers, pollowers dan juga paporiters, makasih banyak-banyak atas segala pujian dan ejekannya di review. Aku terima dengan sangat senang (dan maso). Juga para pecinta fic rated M, aku minta maaf fic fandom Fairy Tail yang di belakang bakalan ditunda keupdetannya sampai lebaran. Selama bulan suci ini aku mau fokus dulu belajar membatik nada dan juga menyelesaikan rate aman. Nggak menutup kemungkinan fic-fic maso bakalan terbit.

Selamat ulang tahun buat cinta pertama, dan si teteh maru perdana yang galak. Aku nggak nyangka ultah kalian barengan. Walau telat, aku persembahkan fic ini buat kalian. *kechuptendang*

Sekali lagi mohon ma'af lahir batin ya, minna-san.

Kalian boleh protes sesukanya di kotak review, tapi jangan pedes-pedes ya :33

.

.

.

.

CN SCARLET

11.06.16

[np ; Leia]