Jellal dan Siegrain
Dua anak kembar yang lahir benar-benar bersamaan tanpa selang waktu gara-gara operasi ketika itu.
Ayah, ibu, bahkan dokter-dokter yang terlibat pun berdebat. Demi menentukan yang mana yang menduduki posisi adik atau kakak.
Hingga satu keputusan dibuat...
"Siapa yang menikah duluan, dia yang menjadi kakak!"
Dan menjadi kontrak tidak tertulis yang dinantikan keduanya.
.
.
.
.
.
.
.
[warning :: Gaje, TyPo, aneh, abal,OOC,etc dst dll,...::]
Gw dah bilang dari chap 1, kalo Fairy Tail punya Hiro Mashima
.
Rated T +
Erza S x Jellal F
.
Happy Reading
.
.
.
[Malam lajang Jellal]
"Serius kau kak?" tanya Wendy, kedua kembar Fernandes berpaling bersamaan. Mengabaikan buku dan tugas, terfokus pada adik bungsu mereka berdua. Maklum saja, keluarga Fernandes yang harmonis punya dua anak sulung, dan hanya gadis berambut biru panjang itu yang selalu menjadi penengah bila permasalahan anak sulung tunggal menjadi topik pembicaraan.
"Iya, aku akan menikah duluan!" ulang Jellal angkuh, senyum tak lepas dari wajahnya yang tak ada beda-bedanya dengan Siegrain, kembali berucap "dengan begitu aku yang menjadi kakak tertua di sini. Hahaha..." tawa nista menyusul setelahnya.
"No, nothing, couldn't, haven't, never ever everr!" susul Siegrain tidak terima.
"Lantas apa harapanmu Sieg?" Jellal menyeringai, "pacar pun kau tak punya!"
"Kau.. sembarangan!"
"Cukuuuuuuppp..."
Wendy merentangkan kedua tangannya di depan wajah kakak-kakaknya yang kurang kerjaan. Wajah imut nan moe itu dibuat masam-masam. "Kalian ini tetap kakakku, yah, walau nanti bertambah kakak ipar tapi kalian berdua tetap kakakku!"
"Maaf..." kata keduanya berbarengan. Jellal mengambil sisir di nakas sedangkan Siegrain mengambil beberapa karet dan jepitan. Salah satu rutinitas yang sangat tidak mendukung bagi wajah-wajah ganteng itu, nyalon, akan segera dimulai.
Yah begitulah jadinya. Kedua anak kembar itu akan akur kembali jika sedang dihadapkan pada adik bungsu kesayangan mereka. Cinta mengalahkan segalanya istilahnya, yang pada akhir-akhirnya, Wendy Fernandes pasrah-pasrah saja rambut biru panjangnya dijadikan objek percobaan kedua pria azure itu. Daripada berantem?
Jangan aneh. Sudah biasa kok!
.
.
.
.
.
.
.
.
[Sore itu...]
"WHAT THE?!"
Siegrain Fernandes melotot setengah tidak percaya ketika kembarannya mengibar-ngibarkan sebuah buku bersampul cokelat tua. Tepat di depan hidung bangirnya. Sore itu ruang keluarga Fernandes penuh gerutuan salah satu kembar jomblo tersisa, yang mengejar-ngejar si Pembawa Masalah mengelilingi rumah.
"Jellal, Siegrain, bisa kalian berhenti bersikap seperti anak-anak?!"
Sebuah teriakkan dari dapur menghentikan keduanya. Mama Aquarius murka, itu artinya keduanya harus segera bergegas ke tekape, kalau tidak mau di cap anak durhaka. Tak butuh waktu lama sampai kedua putra Fernandes yang sama-sama tidak mau kalah dalam segala hal itu berada di dapur. Mengerjakan apapun yang biasanya menjadi tugas perempuan.
"Ma, apa ini sudah mengembang?" tanya Wendy, sedang mengaduk adonan pancake sejak seperempat jam yang lalu. Aquarius mengangguk. Senyuman terkembang di wajah si bungsu.
"Ma, dengan begini aku jadi kakak tertua 'kan?" tanya Jellal penuh harap, sambil membantu mencetak cookies pada loyang yang telah diberi mentega dan tepung. Yup, keluarga itu sedang membuat snack untuk kudapan ringan di kantor-kantor perusahaan Fernandes. Lumayan untuk berhemat.
Ditanya begitu, Aquarius malah mengkerut, "Hm? Memangnya kau sudah menikah?"
"Sudah dong, tadi siang, dan ini pernikahan resmi yang sah!" Jellal berbangga diri. Sang ibu tercinta malah tertawa penuh ketidak percayaan.
"Hahaha, masa sih? Kalau begitu mana istri Scarlet yang kau banggakan itu, heh?!"
"I-itu.." Jellal mulai gagap. Kedua saudara kandungnya terkekeh kecil yang langsung dibagi deathglare –khusus Siegrain.
"Jellal," Aquarius mulai memasuki mode serius. Centong bekas kocokan di tangannya menunjuk-nunjuk dramatis.
"Sudah berapa kali mama mengajarimu, jangan pernah meninggalkan tanggung jawabmu sekalipun itu hal kecil!"
Siegrain tersenyum manis penuh modus, centong di tangan Aquarius gantian menghadap diriya, "itu berlaku juga bagimu, Sieg!" membuat senyumnya jadi kecut.
"Kalian ini laki-laki. Dan aku tidak pernah melahirkan anak-anak yang tidak menghargai, menyayangi, apalagi sampai menelantarkan istrinya. Jangan pernah mengaku sebagai keturunan Fernandes jika sampai ada diantara kalian yang mengecewakan perempuan, apalagi sampai membuatnya menangis. Walau hanya setetes!"
Jellal dan Siegrain meneguk ludah susah-susah.
Kalimat barusan memang bukanlah nasihat yang hanya didengar dari kuping kanan keluar kuping kiri, bagi mereka, itu merupakan salah satu dari ribuan hukum norma tidak tertulis dalam keluarga. Langgar sekali maka tiada ampun. Nama akan dicoret dari keluarga Fernandes, alamat jadi kuli, dan takkan ada warisan buat masa depan pun menghantui. Kedua anak adam itu mulai paranoid.
Aquarius dan Scorpio sangat-sangat tegas dang keras mendidik anak-anaknya yang tiga. Terutama yang laki-laki. Mereka menjejalkan segala aturan moral dan pelajaran-pelajaran norma sejak dua kembar itu menginjak remaja. Berkat itu semua, jadilah keduanya seperti malaikat dibalik topeng iblis ketika berada di luar rumah.
"Kalau kau Wendy, sebagai wanita kau hanya perlu setia pada suamimu kelak. Cukup mencintainya dan jangan pernah berfikir untuk menghianatinya, ingat, suamimu bukan pacar ataupun sahabat laki-laki terdekatmu!"
Dan itu adalah prinsip hidup perempuan Fernandes, sungguh beda sekali dengan ajaran keras absolut yang (terlanjur) mendarah daging pada si kembar. Jellal tak habis pikir bisa terlahir dari keluarga seperti itu, tanpa sadar, sudah mencetak tiga loyang cookies bundar.
Aquarius sedang mengganti loyang dalam open dengan loyang-loyang berisi adonan cetak basah.
"Kau dengar itu Jelly?" bisik Siegrain, bibir Jellal tersenyum masam.
"Jangan begitu Sieg, kita sama-sama di didik dengan ajaran seperti itu!"
"Loh, kok kamu masih di sini?"
Lalu kembali dan mendapati kedua putra kembarnya masih lengkap mencetak kue. Jellal dan Siegrain pasang muka heran yang sama, kayak dua wajah yang di copy-paste dalam photoshop, sangat mirip. "Memang aku harus kemana, bu?"
Salah satu yang berbicara, sudah pasti Jellal. Si anak sulung baru naik tahta. "Tentu saja rumah istrimu, memang kemana lagi? bukannya katamu, kau sudah menikah dan sah."
Skak math!
"Bu, mereka baru menikah tadi. Kata Jellal-nii pernikahannya mendadak, jadi mungkin saja Erza-nee tidak tahu atau belum siap." Wendy membela, hati Jellal dipenuhi bunga-bunga tak kasat mata, "jadi bagaimana kalau besok saja?"
"Baiklah, lagipula istrimu itu rumahnya tidak jauh juga.."
.
Singkatnya, esok hari Jellal Fernandes benar-benar terusir secara resmi dari rumahnya sendiri.
.
.
.
.
.
.
.
[Normaly]
"JELLAL, APA YANG KAU LAKUKAN PADAKU?!"
Sebuah teriakkan menggema pagi hari Minggu di rumah bercat pinkish. Burung-burung yang bertengger sepanjang kabel listrik yang malang melintang di Jalan Fairy Tail Blok D langsung bubar. Para tetangga yang lewat sudah tidak saling berbisik, hanya tersenyum maklum, dengan beberapa diantaranya mesem mesum.
Biasa pengantin baru, batin mereka. Terimakasih kepada Siegrain, si ganteng yang belakangan nangkring di tukang sayur dan akrab dengan ibu-ibu sekitar, menyebar luas berita privat masalah pernikahan dini kakak kembarnya yang baru naik tahta. Berita itu tersebar luas dari mulut ke mulut dan kuping ke kuping dalam berbagai versi seenak hati, membuat Jellal malas belanja selain di pasar Haergion.
"JAUHKAN BENDA ITU!"
Yajima-san. Pemilik toko roti dan kue-kue manis yang membatasi rumah kedua keluarga yang menjadi besan baru, tersedak segelas susu cokelat. Gigi seri palsunya loncat entah kemana, semua gara-gara keributan pengantin baru di kamar mereka.
"TIDAK JELLAL, HENTIKAN, KYAAA!..."
Beberapa orang ibu-ibu yang lewat membawa balita menyumpal kuping anak-anaknya dengan tangan. Wajah mereka merah-merah. Yajima-san juga. Bahkan Makarov, kakek yang biasa itiqaf di mushola, hendak datang mengantar paket untuk cucunya sendiri memilih berbelok ke rumah sahabat sepermainannya. Takut mengganggu katanya.
Lama-lama aku penasaran juga. Apa sih yang sebenarnya Jellal lakukan pada Erza?
Memasuki rumah keluarga Scarlet yang rapi, apik, dan kinclong, bergegas melewati ruang tamu dan ruang keluarga kemudian berbelok naik di satu-satunya tangga kayu yang menghubungkan ke lantai dua. Bergegaslah. Beruntung kedua pasangan pengantin baru itu tidak mengunci pintu kamar pagi ini.
Psst..
"Aduuuh..."
Tanyakan pada tiga ekor cecak di dinding. Kira-kira apa yang sedang dilakukan sepasang manusia di dalam sana? Berhubung ini fic bukan rated M jadi...
"Sudah kok Erza, kamu ini ribut banget. Lagian aku hanya ngepangin rambutmu juga!"
Eh kirain teh..
"Siapa suruh, aku nggak suka dibeginiin tau!" sentak Erza, tangannya bergerak hendak mengurai kepangan indah melintang di kepalanya yang membentuk mahkota, karya sang suami kurang kerjaan, yang langsung dicegah oleh kedua tangan Jellal.
"Eh, eh, mau ngapain kamu? Itu aku sudah susah payah membuarnya rapi begitu, jangan sampai kau membuatku kalah dari Siegrain!"
"Hah?"
Ups keceplosan, Jellal bungkam memilih beberapa alasan logis yang melintas di benaknya. "Yah, pokoknya jangan dilepas dulu! yah, please..." ucapnya buntu ide.
Erza berbalik. Kebetulan langsung menghadap cermin dan melihat penampilannya yang tidak biasa hari ini:
Rambut tertata bak putri; kepangan melintang seperti bando, pony panjang yang di blow, kemudian ujung-ujung rambut panjangnya yang tergerai sedikit dikeriting gantung. Wajah cantiknya terpoles make up tipis-tipis, lipglos strawberry-nya diganti dengan lipstik pink nude, dan maskara di bulu matanya. Kaos hitam polos dan jeans panjang rada tomboy yang dikenakannya kini diramaikan sebuah kalung ornamen mutiara yang entah didapat suaminya dari mana.
Lalu, seorang pemuda berambut biru yang tengah nyengir kuda di sampingnya. Erza mendengus kasar.
"Huh, terserah kau saja..." ucapnya putus asa.
Erza mengambil tas lumayan besar di gendongannya, lalu keluar kamar diikuti lelaki biru itu dengan hal serupa. Ada training champ musim panas sekaligus mengisi waktu liburan bersama teman-teman. Hari ini janjian seangkatan di alun-alun kota.
Jellal super keren hari ini. Pakai kaos biru yang dilapisi sweater abu-abu tanpa lengan, lalu celana denim dengan rantai di pinggang kiri, pokoknya keren deh! "Zha.."
"Apa?.."
PLASH...
Sebuah butiran air tanpa warna beraroma lili-vanilla mendarat mulus mencemari indera penciuman Erza. Barang bukti berupa botol kecil di tangan si ganteng riweuh langsung dikantongi sebelum sempat dirampasnya, akhirnya, si scarlet cuma bisa kibas-kibas tangan sembari menggerutu.
"Menyebalkan, kau apakan pula minyak bau leluhur itu kearahku?"
"Sembarangan! Ini farfum mahal tau, salahmu tuh yang bau ketek Natsu, aku tak yakin kau mandi tadi!"
What the hell, bukannya beberapa jam yang lalu tuan Fernandes ini yang menggeretnya paksa dari balik selimut ke kamar mandi. Ikhlas-tidak ikhlas ya Erza mandi juga sebersih-bersihnya. Mubadzir lah, air hangat nan nyaman sudah disediakan. Tak sayang apa kalau tidak dimanfaatkan?
"Aroma farfum itu segak tau!"
Kedua pasang muda-mudi itu sudah keluar rumah. Jellal berkutat mengunci pintu, lalu menyembunyikannya di suatu tempat seperti biasa benda itu tersembunyi ketika sang pemilik pergi, dan Erza masih mengurusi farfum yang iseng disemprotkan lelaki itu padanya.
"Pagi pasangan muda!" sapaan Makarov dari meja santai Yajima-san itu sukses membuat keduanya memblushing. Apalagi mendengar kelanjutan kalimatnya, "meski kalian bersemangat, tapi jangan terlalu bersemangat juga. Terdengar sampai luar tahu! Aish.." Erza yang tahu gelagatnya pasti sang kakek sedang kumat mesumnya, langsung menarik kabur Jellal dari tempat itu.
"Pengantin baru, hihihi..." bisik Yajima-san.
Makarov menggerling genit, "aku sendiri tidak menyangka cucuku akan secepat itu... hohohoho!"
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Gunung Hakobe.
Gunung tertinggi di Fiore itu merupakan tantangan tersendiri untuk didaki. Mobil pariwisata gratisan, alias mobil bak pak Jude sang juragan jengkol kaya raya, bapaknya Lucy, hanya sanggup membawa rombongan sampai leher gunung. Dan masih perjalanan panjang untuk mencapai puncak.
Beberapa orang memasang jaket tebal, termasuk Jellal dan Erza, begitu perjalanan memasuki jam ketiga. Daerah dingin bersalju mulai terinjak. Konon katanya puncak gunung Hakobe benar-benar penuh salju di musim panas. Rombongan anak-anak yang baru tamat smester empat itu membuktikan kebenarannya. Salju di puncak Hakobe benar-benar beku.
"Minna-san, disana ada goa!"
Semuanya langsung bersorak gembira. Mendaki selama tujuh jam bukan hal yang menyenangkan, terlebih, mereka hanya istirahat selama semenit-semenit. Goa temuan Gray luarnya memang es, tapi dalamnya asli dari bebatuan. Suhunya lumayan dingin untuk membekukan ratusan ikan tuna selama tiga bulan.
"Baiklah, aku akan mulai memasak!" ujar Mirajane, ibu kantin seangkatan yang masakannya sudah tenar dan terjamin keamanan dan kelezatannya, mengeluarkan segala perlengkapan memasak. Dari mulai bahan sampai panci.
Natsu bawa banyak kayu bakar, yang dipungut sepanjang jalan, juga pemantik api. Gray melakukan tugas lain mengumpulkan air. menampung es sebanyak mungkin dalam bejana lalu ditaruh dekat tungku.
Sisanya menonton mengelilingi api unggun. Ruangan menjadi hangat seketika. Di dalam gua itu terdapat lekukkan-lekukkan ruang menyerupai sebuah kamar, Natsu membagi beberapa orang dalam satu ruangan agar adil dan hangat, pengecualian.
"Erza dan Jellal memakai ruang paling sempit yang tersisa." ucapnya seenak perut. Tentu Erza dan Jellal protes.
"Kenapa harus disana, bukankah beberapa ruang masih bisa menampung?"
"Iya, lagipula kenapa tidak kau dan Gray saja. Natsu?"
"Aku?" Natsu menunjuk dirinya sendiri, "bareng dia?" lalu menunjuk pria yang sedang menantang diri dengan melepas pakaian di tengah suhu minus begini. "NO WAY!"
"Gomenne Erza," suara Lucy dan Canna menggema dalam goa. "Kamar semua penuh!"
Mirajane anteng-anteng saja mengaduk kualinya. Sup alakadarnya itu hampir matang, sedangkan teman-temannya masih berdebat soal kamar. Senja sudah jatuh dan langit nyaris gelap, suhu ruangan semakin dibawah. Gray kembali masuk sembari merapatkan jaket berbulunya.
"Ada apa ini?" tanyanya, sok, tidak tahu. Natsu menjelaskan keadaan seenak jidat. Gray manggut-manggut. "Memang apa salahnya sih, diantara kita semua yang ada di sini, hanya kalian berdua yang berstatus suami-istri sah." Gray berpendapat dengan menekan serta tiga kalimat terakhir.
Suara cebikkan dari arah tungku terdengar mengiringi ucapan Gray, jika kau teliti.
Aroma uap sup khas Mira meracuni sepengisi ruang, perut keroncongan menjadi hal yang manusiawi. Natsu, bukan hanya perutnya saja tapi mulutnya pun berkoar tak manusiawi, "Mira~ apa makanannya sudah matang? Lapar niiiih..."
Yah, setidaknya mewakili sepengisi ruang yang keroncongan.
"Sryuuup..." gadis strauss itu mencicipi sedikit, lalu bilang, "makanan siap!"
Para anak manusia langsung berjejer mengelilingi tungku dengan tertib tanpa perlu dikomando. Masing-masing membawa sebuah mangkuk kayu dan sendok, antrian tenang dengan acara adu mulut sampai adu dorong. Sungguh tertib tingkah mereka.
"ITADAKIMASU!"
Suara Natsu dan Gray mendominasi, bahkan sampai nambah tiga kali. Erza terus berada dalam jarak terlampau jauh dengan suaminya, Jellal, selama makan malam. Gadis itu duduk bersama Lucy dan yang lain. Sedangkan pria azure itu di sisi lainnya bersama para lelaki.
Dan Mirajane Strauss.
Awalnya memang hanya perasaan sesaat. Tapi makin lama makin jelas aja iris biru langit itu memperhatikan seseorang, yang kini terikat dengan gadis scarlet itu. Jellal yang sok peka padahal tidak pernah peka, batin Erza, bisa-bisanya dia biasa-biasa saja bersikap. Sedangkan primadona sekolah tengah menatapnya seperti Erza menatap cake ataupun Levi menatap novel baru rilis.
Iris coklat madu itu terus memperhatikan sang gadis bersurai sewarna awan. Dari gerak-gerik, sok, anggunnya. Sampai sudut-sudut senyuman tersembunyi dan tatapan yang berubah-ubah nya, entah sadar atau tidak Erza menatap tajam ke arah Mira. Sampai kedua iris itu berbentur pandang.
Lecutan kilat tak kasat mata terpancar. Seolah perang akan segera dimulai. Kedua manik serupa langit biru itu menatap manik sang gadis bersurai scarlet dengan penuh kebencian. Seakan kalau bisa, saat itu juga pemiliknya akan mencungkil kedua manik itu dan membuangnya ke dasar neraka.
Mirajane menyeringai.
Oh..
Erza baru saja menemukan sisi jahat dari si ratu sempurna, idaman semua pria, primadona seangkatan. Mirajane Strauss.
Dan lucunya,
Itu semua berasal mula dari seorang lelaki bersurai biru yang saat ini menduduki jabatan sebagai suaminya. Jellal Fernandes.
Iya, Erza tahu itu kok!
.
.
.
.
.
.
.
TBC
A/N ;
"Thanks you so macheh semuanya yang sudah baca maraton dari chap satu, aku kechuppin satu satu yaaa... mhuaaa..." dan aku pun kembali dengan membawa chapter delapan dengan gaya nista . tralala...
Menyelesaikan lagu kedua dan memajangnya di yutup, aku mendadak kembali menghapusnya melihat lagu pertamaku nggak ada yang nonton sama sekali. Kembali memperbaiki semua hal, mulai dari fanfic, panci, kettel, sampai hubungan kita yang mulai retak karena si ratu kelabang di ujung jalan. As well, entah mengapa aku masih sayang kalian readers. Seberapa parahpun kalian mengejek ficku yang nggak kelar-kelar.
Mungkin inikah cinta sejati? Aciyeee... #plakkss
Afterall, minal aidzin wal faidzin mohon maaf lahir batin. Semoga fic ini mendapat respon, entah terlihat tau tidak, minimal ada yang baca lah. Capek tau tak-tak tik-tik kalo tau dikacangin gene. Author nggak bisa diginiiin... *tevar*
INTINYA, REVIEW!
Bye, cn scarlet
