Just A Game
Chapter Two

"Please, heart, don't fall for him. It just a game, remember?"

Mark x Junior
Fluff, Romance, Friendship, little bit Angst, and Alternative Universe
Rated T

chikaasl present


"Nah, sekarang apa saja peraturannya, Tuan Perfect?"

Walaupun ia tahu sebenarnya permainan ini sangat berbahaya, Jinyoung menyilangkan tangannya di depan dada dengan wajah yang sengaja disombong-sombongkan, seakan-akan dia sangat berani dan tidak akan kalah karena Mark Tuan. Pemuda yang ditanyai Jinyoung malah hanya terdiam. Kesempatan bagus pikirnya. Dengan begitu ia bisa memanfaatkan Jinyoung-untuk bermesraan-dengan peraturan yang ia buat.

"Aku masih belum bisa memikirkan itu, Park Jinyoung." Diam-diam tangannya bergerak, merangkul Jinyoung agar semakin menempel dengan dirinya. Ah, peraturan pertama.

"Hanya saja- ada satu peraturan yang sudah aku tetapkan. Selama permainan ini berlangsung, kita harus tetap dekat dan bersama and always do skinship. Agar tampak seperti orang pacaran." kali ini Mark berucap dengan ekspresi wajah yang datar, sehingga terlihatlah keseriusan kalimat yang baru saja ia lontarkan. Jinyoung tampak bingung sebentar.

Senyuman lebar-lah yang kini bersemayam di bibir tipis milik Mark Tuan. Bagaimana tidak? Beberapa detik yang lalu, ketika posisi tangan Jinyoung kembali normal, Mark diam-diam menautkan jari-jarinya dengan jari-jari Jinyoung.

"Mark, berhentilah. Aku malu."

Jinyoung memang selalu melayangkan aksi protes. Namun, ia tak melepaskan genggamannya pada sang pacar baru.

Tentu saja hal itu membuat semua siswa yang mereka lewati di lorong sangat terkejut. Informasi tentang pasangan yang satu ini tersebar dengan sangap cepat. Dan tentu saja, seisi sekolah gempar. Terlebih lagi fanclub-nya Mark.

"Loh, Jinyoung ada hubungan apa dengan Mark?"
"Oh itu namanya Jinyoung. Baru kenal."
"Jinyoung pakai susuk apa, sih? Kok bisa dapet Mark."
"HAH!? MARK GANDENGAN TANGAN!? DENGAN SIAPA?!"
"Hey, Min! Coba lihat foto ini. Pangeranmu sedang bermesraan dengan orang lain."
"Mark Tuan—gay?"

Semua desas-desus membuat Park Jinyoung terdiam, Sebelum pada akhirnya. . . ia tersenyum dan membelokkan langkah menuju kelasnya yang berbeda dengan kelas Mark.

"Baiklah, aku setuju dengan peraturan pertama. See you later, Mark!"

Ah, betapa senangnya.
Hati Mark pada hari ini dipenuhi oleh bunga-bunga.
Bukan, bukan karena yeoja cantik mengajaknya pacaran, ataupun karena mendapatkan Video Blue Film yang biasanya diberi oleh Jackson.
Namun hari ini-tumben sekali-Jinyoung lah yang menumbuhkan seribu bunga penuh cinta di hati dinginnya.

o 0 o

Tik, tik, tok.
Jam berjalan begitu lambat; menolak harapan para siswa yang ingin segera keluar dari neraka dunia ini.
Termasuk Park Jinyoung.

Sedari tadi atensinya terfokuskan pada pemandangan di lantai bawah yang bisa ia lihat lewat jendela.

Di sana terdapat sesosok pemuda yang telah menjadi satu-satunya teman Jinyoung sejak ia duduk di bangku Elementary School. Kalau boleh jujur, Jinyoung sangat menyayanginya. Ia sangat menyayangi Mark sepenuh hati. Sangat sangat sangat menyayanginya sebagai seorang sahabat.

"Jinyoung! Perhatikan saya!"

Refleks, kepala Jinyoung beralih ke depan kelas. Tentunya karena takut dihukum atau semacamnya hanya karena memikirkan seorang Mark Tuan.

Iya. . . seharusnya Jinyoung tidak menerima ajakan permainan itu.
Tidak seharusnya ia mau (berpura-pura) pacaran dengan sang sahabat.
Permainan itu sangat berbahaya, permainan itu sangat mengancam.

Ah, betapa sedihnya.
Kali ini hati Jinyoung dipenuhi oleh kebimbangan.
Bukan, bukan karena yeoja cantik yang menolak ajakan kencannya, ataupun karena mendapatkan nilai jelek yang biasanya diberi oleh sang guru.
Namun hari ini-tumben sekali-Mark lah yang menumbuhkan seribu tanda tanya di hati cerianya.

o 0 o

Uah! Akhirnya, pelajaran yang satu ini berakhir.

Mark yang terlalu lelah dengan pelajaran olahraga akhirnya dapat tersenyum ceria kembali. Memang sih, dia sangat suka olahraga. Namun kali ini ada saja yang menganggu pikirannya sehingga ia tidak terlalu bisa berkonsentrasi.

"Oit, Mark!"

Pemuda yang terpanggil langsung menoleh ke sumber suara. Dengan senyum tipis, Mark mengangkat alisnya; sebagai bahasa isyarat untuk pertanyaan 'Apa.'

"Tidak ada. Hanya saja. . . kau terlihat berbeda hari ini."

Jaebum duduk di hadapan Mark dengan wajah penasaran. Well, Jaebum memang benar. Adalah suatu hal yang langka untuk melihat Mark menikmati hidupnya dengan cara berbahagia. Biasanya, Mark hanya bisa memasang wajah datar tanpa gairah hidup. Jaebum yang memikirkannya malah terkikik geli. Memang sudah seharusnya Mark mendapatkan pencerahan.

"Tidak ada." jawab Mark. Singkat, padat, dan jelas. Ia duduk di samping Jaebum setelah keringat yang menetes di pelipis berhasil ia singkirkan dengan sehelai handuk.

"Yakin, tidak ada?" Jaebum menaik-turunkan alisnya, berusaha menggoda Mark. Lalu ketua club pencinta buku itu kembali terkikik. Kali ini memiliki tahapan. Mulai dari terkikik, tertawa kecil, hingga tertawa terbahak-bahak.

"Ah, astaga. Hanya hal kecil saja, Jaebum."

"Hal kecil seperti apa, Mark Tuan?"

"Aku berpacaran dengan Park Jinyoung."

Dan pada detik itu juga, Jaebum bersumpah, itu adalah hal kecil yang paling besar yang pernah Jaebum dengar.

"MWOYA?!"

o 0 o

Membosankan.
Satu kata yang bisa mendeskripsikan kelas pagi ini.
Semuanya tidak ada yang menaruh perhatian pada guru yang berdiri di depan kelas. Para siswa sibuk dengan aktivitas mereka masing-masing. Terlebih, kabar burung membawa berita tentang Mark dan Jinyoung berpacaran; membuat siswa menjadi penasaran dan lebih memilih mencari informasi sebanyak-banyaknya lewat handphone daripada mencari informasi Kalkulus di buku yang tergeletak di atas meja.

Tapi tidak dengan para pelaku yang ada di berita.

Jinyoung adalah satu-satunya siswa yang fokus ke pelajaran. Jujur, dia agak jera setelah ditegur untuk pertamakalinya dalam seumur hidup. Sesekali matanya mengikuti gerak-gerik sang guru, menunduk, lalu mencoret-coret angka di atas buku tulis. Beberapa menit setelah menulis beberapa rumus yang tak dipahami orang awam, aktivitas Jinyoung diganggu oleh bel istirahat, lalu diiringi oleh gebrakan meja dan suara yang sangat familiar.

Jaebum dan Jackson. Teman Jinyoung sekaligus teman Mark.

"JINYOUNG!" Teriak mereka berdua, hampir bersamaan.

"Tck.. JJ. Aku ada di hadapan kalian. Tidak perlu berteriak," Sahut Jinyoung tanpa menoleh ke sosok dua pria kekar yang sedang menatapnya tajam sekarang. Merasa risih, akhirnya Jinyoung mengakhiri perhatiannya ke buku lalu mendongakkan kepala, "Jaebum hyeong, kenapa bisa kesini dengan cepat? Lalu Jackson, ada urusan apa denganku? Memangnya ada apa?"

"Kau berkencan dengan si playboy itu?" Si pria bermata sipit berucap. Ekspresi harap-harap-cemas tampak sangat jelas di wajahnya. Lalu dilanjutkan oleh pertanyaan si pria bermata belo, "sejak kapan? Kenapa tidak pernah memberitahu kami? Kau tau kan dia seorang bastard—kau tau kan, semua yang pernah berpacaran dengannya pasti terkena masalah. Kenapa kau mau? Kenapa bisa? Kenapa kau terjerat oleh pesonanya yang sebenarnya biasa-biasa saja itu? Kenapa-"

Belum sempat Jackson menyelesaikan ucapannya, Mark Tuan sudah terlebih dahulu datang dan menutup mulut Jackson dengan telapak tangannya.

"Bilang saja kalau kau cemburu, Wang Jackson." Sahut Mark seadanya. Ia melepas bekapannya sebelum duduk di samping Jinyoung yang kebetulan terdapat bangku kosong di dekat sana.

Semua terdiam. Tidak ada yang berani membuka mulutnya. Well, that's awkward.
Mau tidak mau Mark harus mencairkan suasanya kembali.

"Ahem. Kalian tidak pergi ke kantin?" Tanya Mark seraya mengusap rambut blonde miliknya sendiri. Jackson dan Jaebum saling bertatapan, lalu mereka berdiri dan meninggalkan Mark serta Jinyoung begitu saja. Eh- salahkan asumsi mereka yang salah. Mark, 'kan, tidak bermaksud mengusir mereka.

Kesempatan berduaan itu Mark manfaatkan untuk menggoda Jinyoung yang terus diam sedari tadi. Kening Mark mengerut.

Sedetik kemudian, Jinyoung bisa merasakaan bibir Mark menempel di pipinya.
Hanya sebentar.
Sangat sebentar.
Dan semua itu berhasil membuat pipi Jinyoung merona hebat. Sampai-sampai warna pipinya mirip dengan warna tomat.

"Aku tidak seperti yang mereka katakan. Percayalah, Jinyoung. Kau lebih mengenalku daripada mereka." Bisik Mark.

Jinyoung percaya padamu, Mark. Hanya saja dia takut. Takut sekali.

Yang dibisiki hanya bisa mengangguk dan tersenyum tipis. Lagian, 'kan, Mark sudah menjadi tetangganya sejak kecil. Ia sering kemana-mana berdua, berangkat sekolah berdua, pulang sekolah berdua. Tentu saja Jinyoung tahu segalanya tentang Mark.

…Atau mungkin, ada yang tidak ia ketahui?

"Oh ayolah, Park Jinyoung—jangan seperti ini. Ini hari pertama kita jadian. Kau seharusnya bangga punya pacar sepertiku, Jin."

Tidak ada terbesit sedikitpun bagaimana dan apa resikonya apabila dia memikili hubungan dengan pria populer seperti Mark. Well—walaupun semuanya hanya permainan. Helaan nafas lolos dari sepasang bilah bibir milik Jinyoung. Ia akhirnya menoleh ke arah Mark, membuat kepala mereka seakan tidak berjarak; hingga apabila tersentuh sedikit saja, bibir mereka bisa bertemu.

"No, Mark. I'm okay. Seriously. Definetly okay—well.. not that okay. But it's okay to be not okay."

Kalau boleh jujur, mood Jinyoung menjadi acak-acakan karena kalimat yang diucapkan Jaebum dan Jackson. Si playboy, ucap Jaebum. Semua yang pernah berpacaran dengannya pasti terkena masalah, ucap Jackson. Padahal hati Jinyoung sedang berbunga-bunga tadinya.

"Jangan dengarkan mereka, Jinyoung. Aku tau kau cemburu—tapi tidak sepatutnya kau percaya pada mereka. Tapi bukan berarti kau tidak boleh percaya pada mereka. Namun jangan percaya sepenuhnya, okay? Aku ke kantin dulu. Lapar. Kau mau ikut?"

Kalimat panjang kali lebar yang dilontarkan Mark sama sekali tidak mendapatkan sahutan dari Jinyoung. Pemuda manis nan imut tersebut masih betah tenggelam dalam lamunannya, sambil sesekali menatap Mark, lalu menggelengkan kepalanya; pertanda bahwa ia tidak berminat ke kantin bersama dengan sang kekasih.
Mark-pun akhirnya mengalah. Mark tau betul, sekeras apapun ia mencoba, Park Jinyoung tetaplah Park Jinyoung. Dia agak keras kepala dan kurang menerima perkataan orang lain. Ia bangkit dari bangku yang sebelumnya ia duduki, lalu melangkahkan kaki keluar dari kelas Jinyoung.

Sikap Jinyoung yang seperti ini membuatnya agak pusing—

—Namun apa kalian sadar sesuatu tadi? Jinyoung sama sekali tidak menepis kalau dirinya sedang jealous!

Hal itu berhasil membuat gigi-gigi Mark nampak, saking lebarnya ia tersenyum. "OH. MY. GOD. PARK JINYOUNG. You driving me crazy! Damn!" Teriaknya, tanpa memperdulikan banyak mata yang sedang menaruh atensi pada Mark Tuan di koridor saat ini.

o 0 o

"..Jadi, dia yang namanya Park Jinyoung?"

"Yes, Min Noona. Satu angkatan denganku, dan bahkan satu kelas. Anak yang lumayan talkactive namun tidak mempunyai banyak teman. Penampilannya cupu. Luar dan dalam."

"Astaga, seriously!? Orang sepertinya berhasil merebut Mark dariku?"

"Hm. Aku juga heran kenapa bisa."

"Tidak akan aku biarkan semua ini terjadi! Aku harus kembali mengambil pangeranku—dan kau, bantu aku, oke?"

"With my pleasure."


WELL IT'S BEEN A LONG TIME
Hello, guys! Akhirnya saya kembali membawa updatean Just a Game. Huhuhu.
Sebenarnya udah lama sih Chi bikin updateannya, tapi kemaren-kemaren kesamber petir, jadi ngerubah alurnya dan mulai dari awal lagi.
Semoga kalian suka, ya?

Saran dan kritik sangat terbuka! Silahkan kirim lewat kotak review yang ada di bawah ini.

Oh iya, Chi lagi pengen bikin OneShot nih. Tapi plotnya berdasarkan request kalian. Pairingnya terserah, asal Junior bottom, okay? I will grant you request, but I'm a little bit picky.

Thankyou for reading Just a Game chapter 2 and see you later on chapter 3.

Bhaaay!