Just a Game
Chapter 3: Terror has started

"Please, heart, don't fall for him. It just a game, remember?"

Mark x Junior
Fluff, Romance, Friendship, Little bit angst, and Alternative Universe

Chi proudly presents


"Ne, Mark hyeong. Waeyo?"

Di sela-sela pergantian jam pelajaran begini, memang paling nikmat apabila diisi dengan istirahat yang cukup dan juga—ahem—berinteraksi dengan sang kekasih. Setidaknya semua itu bisa menaikkan semangat untuk belajar, dan menghilangkan kantuk apabila mendengar suaranya yang cukup merdu bagi Jinyoung. Ah.. lihatlah senyuman di pipi Jinyoung. Ia bahkan bisa merasakan kupu-kupu berterbangan di perutnya. Ada juga hentakan kuda yang membuat dadanya berdebar kencang.

... Hanya permainan, Jinyoung. Hanya permainan.

"Uhm. Aku sedang bingung, hyeong.." Perkataan Jinyoung terputus ketika seorang gadis menghampirinya. Otomatis, tangan Jinyoung bergerak, menjauhkan handphone yang awalnya menempel di daun telinganya.

"Jinyoung, bisakah aku meminjam pensilmu?" ujar sang gadis. Tentunya, Jinyoung tidak bisa menolak. Ia tersenyum tipis sebelum kepalanya mengangguk, lalu jarinya menunjuk ke arah tasnya yang tergeletak begitu saja di atas meja; menandakan bahwa banyak pensil yang tersedia di dalam tas tersebut. Sang gadis merespon dengan senyuman.

"Kenapa, hyeong? Apa bisa kau ulangi? Tadi aku ada urusan sed— OH MY GOD WHAT IS THAT."

Keanehan terjadi saat sang gadis membuka resleting tas milik Park Jinyoung. Awalnya hanya ada satu hewan yang keluar, sehingga tidak terlalu disadari oleh Jinyoung dan sang gadis. Lalu.. berpuluh-puluh hewan terbang setelah resleting tas tersebut terbuka sepenuhnya.

SIAL. ITU KECOA.

Jinyoung refleks melemparkan handphonenya ke sembarang arah. Bodo amat, batin Jinyoung, Yang penting nyawa selamat. Ia berlari pontang-panting menjauhi tasnya yang sudah ia anggap sebagai najis. Kecoa tak segan-segan menempel pada tubuh Jinyoung dan beberapa berterbangan mengikuti siswa lainnya yang ada di dalam kelas. Para siswa lainnya tercengang, sempat membeku sebelum mereka semua histeris dan kelas mulai heboh.

"SIAGA SATU SIAGA SATU!" Teriak Jackson. Siswa yang ada di dalam kelas terkumpul di sudut, dengan keadaan terpana dan ekspresi tegang tampak di wajah mereka.

"SALAH! SIAGA DUA!" Kali ini Park Jinyoung yang berteriak. Membuat hampir semua siswa meneguk ludah disertai keringat dingin mengalir cepat dari pelipis mereka.

"—ASTAGA ITU SAJA KALIAN TIDAK TAU. SIAGA SATU GUYS, SIAGA SATU!" Bisa dipastikan wajah mereka memerah akut; siap untuk meledak. Entah laki-laki atau perempuan. Kali ini beberapa dari mereka bergerak secara perlahan.

"SERAAAAAAANG!"

Suasana kelas begitu kacau. Ada yang menyerang kecoa dengan tas, ada yang dengan sapu, dan bahkan ada yang sampai hendak melemparkan meja. Astaga. Semua karena Park Jinyoung.

Atau karena.. orang lain yang memasukkan kecoa tersebut di dalam tas Jinyoung?

o 0 o

"Apa kau yakin tidak pernah menaruh makanan apapun di dalam tas?"
"Tidak pernah, Sir."
"Kau sudah menyebabkan keributan di kelas, Park Jinyoung. Kau memang termasuk anak yang teladan namun catatan nilaimu sangatlah anjlok. Kau tau, 'kan, kalau kau menyebabkan keributan bisa membuat posisimu sebagai murid di sekolah ini bisa terancam?"
"Tapi, Sir, saya tidak pernah tau ada kecoa di tas saya. Lagipula saya selalu memeriksa tas saya setiap pagi. Kemungkinan ada yang sengaja.."
"Daripada menyahlahkan orang lain, lebih baik kau memperbaiki dirimu sendiri. Sekarang kau boleh keluar. Jangan lupakan hukumanmu."
"Yes, Sir."

Perbincangan Park Jinyoung bersama guru bagian kedisplinan akhirnya berakhir dengan tragis. Jinyoung membungkuk sebentar, sebelum melangkah keluar dari kantor guru dan menemui kekasihnya yang sudah menunggu.

Tampak dengan sangat jelas bahwa Mark Tuan tengah dilanda oleh rasa khawatir. Bahkan dari wajahnya saja sudah bisa dillihat. Ia segera mendekati Jinyoung, lalu menarik Jinyoung untuk menempel dengannya. Salah satu tangannya ia gunakan untuk melingkarkan tangan di pinggang Jinyoung.

Dan lihatlah, pipi Jinyoung memerah karena ulah Mark. Dasar.

"Bagaimana tadi?" tanya Mark singkat, seraya menatap Jinyoung lekat.

"Hm, aku dapat hukuman," Jinyoung menghela nafas, matanya ikut menatap Mark balik, "aku diharuskan bekerja bersama Cleaning Service sampai semester dua berakhir. Liburan harus tetap bekerja, saat Ujian tetap harus bekerja, tanpa pengecualian."

Mark terbelalak. Kalau dipikir-pikir, Park Jinyoung tidak melakukan perbuatan yang fatal. Ia hanya membawa tas yang berisi puluhan kecoa sehingga membuat para siswa di dalam kelas menjadi heboh. Itu saja. Tidak ada yang kurang, tidak ada yang lebih. Lagian Mark yakin, bukan Jinyoung yang mengisi puluhan kecoa itu ke tasnya sendiri. Mengingat Jinyoung tidak pernah menyukai kecoa dan bahkan membencinya. Kecoa, 'kan, musuh sejuta umat.

"Mwoya.. Kau tidak meminta keringanan?"

"Tidak, hyeong." Kali ini Jinyoung menatap lurus ke depan bersama dengan Mark yang berjalan di sampingnya. Mereka sedang melewati koridor yang sedang dipenuhi oleh siswa-siswa. Maklum, ini sudah saatnya pulang ke rumah masing masing. "Aku tidak meminta keringanan karena- kau tau, 'kan, sekeras apapun aku belajar.. aku tidak pernah mendapat nilai bagus. Setidaknya aku harus memperbaiki attitudeku agar bisa bertahan sampai lulus."

Mark menganggukkan kepala pertanda paham. Dia tidak akan meminta Jinyoung untuk merubah pendiriannya, karena itulah yang terbaik menurut Jinyoung. Tapi.. sebagai seorang kekasih, sudah sepatutnya Mark membantu Jinyoung di saat-saat seperti ini.

"Hey, aku bisa meramalmu." ucap Mark tiba-tiba.

"Eh- meramal apa?"

"Setelah ini.. kau akan pulang bersamaku, lalu kita akan berlomba menuju kedai es krim di dekat rumah kita, lalu kita makan es krim bersama. Ice cream date." Mark berceloteh panjang lebar, membuat Jinyoung tertawa mendengarnya. Astaga. Mark tidak pernah melakukan hal semacam ini sebelumnya. Mereka memang dekat, dan Mark memang selalu melakukan hal yang manis. Namun tidak pernah semanis ini. Haduh, Jinyoung bisa betah menjadi pacarnya kalau begini terus. Dan apa tadi? Ramalan apa?

"Mana ada ramalan seperti itu, Hyeong. Kau ada-ada saja."

"Ada, kok. Makanya bantu aku."

"Bantu apa?"

"Mewujudkannya."

Langkah Jinyoung terhenti, saking terkejutnya mendengar ucapan Mark. Ia terkikik lalu berpikir sejenak. Dapat dipastikan bahwa pipinya sekarang berubah warna menjadi semerah tomat, "Uhm.. iya, aku mau."

Kali ini Mark yang tertular kikikan milik Jinyoung. Sungguh, hatinya sangat senang melihat Jinyoung seperti ini. Inilah hal yang bisa ia bantu-setidaknya, membuat Park Jinyoung merasa lebih senang.

"Kalau begitu.." Mark melepas tangannya dari pinggang Jinyoung, "siapa yang tertinggal, dia yang traktir. Sampai jumpa di sana, Jinyoung!"

Sedetik kemudian, pemuda yang berasal dari luar negeri itu sudah melesat cepat menuju kedai eskrim dekat rumah mereka; meninggalkan Jinyoung yang masih berdiri kebingungan.

"YAK MARK HYEONG! Jangan curang—!" Lalu Jinyoung mulai berlari, menyusul Mark yang sudah jauh di depannya.

Tanpa mereka sadari, ada sesosok manusia yang sedang menatap mereka dengan tatapan tak suka.

o 0 o

Handphone Mark yang menyelinap di saku celananya tiba-tiba bergetar. Tumben sekali ada yang menelpon sore-sore seperti ini. Biasanya sih, pelakunya adalah Jinyoung. Tapi Jinyoung sedang duduk di sampingnya, memegang cone eskrim, sambil sesekali menjilat eskrim rasa strawberry yang tersisa setengah.

Oh, ternyata Jaebum. Mark segera menekan simbol berwarna hijau.

"Ada apa, Bum?"

"Kau tidak melihatnya, Mark? Kau sedang apa sekarang?"

"Aku sedang bersama Jinyoung sekarang. Memangnya ada apa? Melihat apa?"

"Astaga—di papan pengumuman terdapat poster yang sangat besar. Ada foto Jinyoung di sana, wajahnya dicoret-coret dengan spidol merah..."

Mendengarnya saja membuat Mark geram. Ia menarik nafas, sebelum menggenggam tangan Jinyoung untuk meredakan amarahnya.

"..Lalu, ada tulisan: Park Jinyoung jalang. Mark tampan. Mereka tidak cocok."

"IGE MWOYA!?"


Chapter 3 sudah selesai, uye!
Beberapa scene di chapter ini terinspirasi dari novel Dilan: Dia adalah Dilanku 1990. Novelnya reccomended, loh.

Oh iya guys, jangan lupa RnR ya.. Chi perlu banget biar bisa membangkitkan semangat Chi dalam nulis chapter selanjutnya. Ya, ya, ya?
Sampai jumpa di chapter 4!

JANGAN LUPA RnR.
/pasang wajah horror/