Naruto © Masashi Kishimoto
Many Kisses © Nabila Sasusaku
Genre: Romance and Drama
Rated: T+ (maybe)
Warning: IDEA'S IS MINE, Typoo's, gaje, EYD gak jelas, DLDR, OOC.
Apabila ada kesamaan alur cerita itu tidak disengaja, cerita ini murni hasil pemikiran Author. Dan hanya untuk menuangkan hobi saja.
.
Enjoy reading!
.
.
Baru saja Sakura mengangkat wajahnya untuk menatap pemuda tampan bertubuh tinggi itu, hal yang tak pernah ia inginkan terjadi. Pemuda itu mendekat, kemudian merundukkan tubuh dan menciumnya. Tepat dibibir!
Emerald bening Sakura membulat sempurna, tubuhnya menegang saat merasakan bibir pemuda tampan itu melumat lembut bibir mungilnya. Ia dapat melihat mata pemuda itu terpejam, seakan menikmati apa yang dilakukannya.
Sedetik kemudian Sakura langsung mendorong tubuh tegap itu menjauh darinya sehingga ciuman itu terlepas dan tamparan penuh amarah mendarat dipipi pemuda itu. Sasuke tampak terkejut saat tiba-tiba gadis bertubuh kecil itu mendorongnya ditambah dengan tamparan-yang menurut Sasuke tidak terlalu kuat-dipipinya. Hal yang lebih membuatnya terkejut adalah saat ia menatap tubuh gadis itu bergetar hebat dan emerald bulat itu menumpahkan kristal beningnya.
Onyx Sasuke masih terpaku saat menatap kepergian Sakura dari hadapannya, punggung tangan itu menutup mulut untuk menahan isakan tangisnya. Gadis itu berlari entah kemana.
"APA YANG KAU LAKUKAN, BRENGSEK!" Ino berteriak marah didepan Sasuke yang masih terdiam, ia juga sangat terkejut dengan apa yang dilakukan Sasuke terhadap Sakura, jika ia tahu akan begini pasti dirinya tidak akan menuntun tangan Sakura untuk melakukan permainan menjijikan dari pemuda tampan ini.
Ino bahkan tidak segan-segan melayangkan tinju pada paras tampan Sasuke hingga pemuda itu terduduk ditanah dan pandangannya masih terpaku ke arah Sakura berlari. Sasuke tidak bereaksi sedikitpun, pukulan keras Ino tidak sebanding dengan airmata yang keluar dari emerald itu. Rasa anyir dapat dirasakan oleh Sasuke dalam mulutnya, cih pasti bibir dalamnya robek.
Orang-orang yang berada dekat dengan meraka menatap dengan tatapan kasihan dan tidak percaya, kebanyakan para perempuan menjerit ketika melihat Ino menonjok pemuda idaman mereka. Tidak terima jika pemuda setampan Sasuke diperlakukan seperti itu. Tak sedikit juga mencibir Sakura yang menampar Sasuke karena dicium oleh pemuda itu, mereka saja sangat menanti-nantikan kejadian itu, dan ingin berada diposisi Sakura.
"Dan kau, apa maksudmu dengan merekamnya, hah?!" pukulan kembali Ino tujukan pada wajah Sai yang berdiri tidak jauh dari mereka, ditangannya terdapat sebuah handycam yang Ino ketahui sebagai alat perekam, pemuda ini pasti merekam semuanya dari awal.
"Kalian berdua benar-benar brengsek!" Ino menatap dua pemuda tampan itu dengan tatapan marah, kesal dan benci, setelah itu ia ikut berlari kearah Sakura pergi. Sekelebat bayangan buruk hinggap dikepalanya, ia tidak dapat membayangkan keadaan sahabatnya sekarang.
Sai memegang sudut bibirnya yang sedikit robek, dan mengelap darah disana. Pukulan gadis pirang itu lumayan, pikirnya.
"Gadis yang berbahaya." Gumamnya pelan, ia menepuk pundak Sasuke pelan.
Sasuke tersadar, dengan cepat ia langsung beranjak dari sana diiringi tatapan prihatin dari para perempuan pemujanya. Sai masih sempat-sempatnya tersenyum lebar-meskipun bibirnya sedikit ngilu saat tersenyum- dan melambai pada perempuan-perempuan disana yang menjerit senang sebelum beranjak pergi mengikuti langkah sasuke.
.
.
Sakura mengusap wajahnya berkali-kali dengan air yang mengalir di wastafel, seluruh tubuhnya masih bergetar hebat. Nafasnya terengah-engah, berkali-kali juga ia mengusap kasar bibirnya, merasa jijik dengan bibirnya sendiri. Airmata terus mengalir dari matanya tanpa henti, ia menatap pantulan dirinya dicermin dengan pandangan buram oleh airmata. Tiba-tiba sekelebat bayangan buruk muncul dicermin tersebut, membuat ia ketakutan. Sakura terduduk dilantai dan merosot ke sudut toilet. Tangisan pilu terdengar samar dari bibir mungil itu. Tubuhnya semakin bergetar, Sakura menjambak surai merah mudanya untuk menghilangkan bayangan kelam dari pikirannya. Ia benar-benar takut.
"Sakura, buka pintunya!" berkali-kali Ino mengetuk pintu toilet umum itu, tetapi tak juga digubris oleh Sakura. Gadis itu semakin meringkuk ketakutan.
"Sakura, ini aku Ino. Buka pintunya, Sakura!" masih tidak ada jawaban. Ino menghela napas sedih, semua ini gara-gara dirinya jika saja ia tidak mengajak Sakura berlibur kesini, seandainya saja ia menjauhkan Sakura dari dua pemuda brengsek tadi, pasti Sakura tidak akan menjadi seperti sekarang. Sudah cukup dulu Sakura tidak menerima kehadirannya, sekarang ia tidak ingin gadis pink itu merasa bahwa dia adalah orang asing.
"Permisi, apakah ada orang di toilet itu?" seorang gadis bule menyapa Ino sambil menunjuk pintu toilet.
"Ah, maaf. Sepertinya toilet ini sedang tidak bisa digunakan."
Setelah gadis bule itu masuk ke toilet yang lain, Ino kembali mengetuk pintu, tetap tak ada jawaban. Gadis Yamanaka itu berusaha mengenyahkan segala pemikiran buruk yang melintas. Ia akan menunggu disini sampai Sakura keluar, tidak peduli berapa lama ia harus menunggu.
Hampir tiga jam Ino menunggu, ia tersentak saat mendengar pintu toilet dihadapannya terbuka, hatinya teriris saat melihat keadaan sang sahabat yang sangat menyedihkan, emerald bening itu tampak sembab, airmata bahkan masih mengalir dari mata itu. Wajah Sakura juga memerah, ditambah dengan rambut kusut yang ditebak Ino karena jambakan.
Ino langsung memeluk Sakura, ia mengusap punggung Sakura untuk menenangkan gadis itu. Tangis Sakura kembali terdengar, Ino dapat merasakan bahunya basah oleh airmata Sakura.
"Tenanglah, Sakura. Kau akan baik-baik saja." Gumam Ino.
"Aku takut, Ino. Aku takut." Sakura mencengkram baju Ino menyalurkan rasa takutnya.
"Kau tenang saja, ada aku disini. Aku tidak akan membiarkan lelaki brengsek itu menyentuhmu lagi."
"Aku ingin pulang, aku tidak ingin disini." Sakura merengek seperti anak kecil, ia semakin mengeratkan pelukannya pada Ino.
"Baiklah, kita akan pulang. Tapi kita akan kembali ke penginapan terlebih dahulu."
Padahal Ino mengajak Sakura berlibur ke Australia agar sahabatnya dapat sedikit terbebas dari masalah yang menghantuinya, tapi apa daya ia malah semakin membuat Sakura sedih dan semakin tenggelam dalam ketakutannya.
.
.
"Cih, ini semua karenamu, tapi mengapa aku juga mendapat imbasnya?" Sai menggerutu sambil menatap cermin yang memantulkan wajah tampannya yang terluka. Sebelah tangannya memegang sebungkus kain es dan mengusapnya didekat bibirnya yang terluka. Memang pukulan gadis pirang itu tidak terlalu kuat, hanya saja ia tidak suka wajah tampannya ternodai dengan luka ini.
Sasuke, orang yang diajak berbicara oleh Sai tidak bergeming, tatapan onyx itu hanya menatap pemandangan jalan dibawah sana dari kaca apartemennya di lantai 21. Pikirannya masih mencerna baik kejadian di pantai tadi. Apa-apaan gadis berambut pink itu, mengapa dia harus menangis saat Sasuke menciumnya, selama ini belum pernah ada yang menolak untuk ia cium, bahkan para perempuan rela mengantri untuk sebuah ciuman darinya. Dan mengapa juga ia tidak suka saat melihat emerald bulat itu menangis?
Sasuke menggelengkan kepala agar bayangan gadis menangis itu enyah dari pikirannya. Onyx-nya menatap Sai yang duduk disofa tak jauh darinya sedang mengompres pipinya yang terluka. Sasuke menyentuh pipinya yang juga terluka kemudian ia meringis saat merasakan nyeri. Hei, dari tadi kemana saja, mengapa baru sekarang ia meringis dan merasakan sakit?
Bunyi ponsel mengalihkan perhatian Sai dari lukanya, ia mengambil ponselnya dan mengangkatnya, setelah beberapa saat berbicara di ponsel, Sai menuju Sasuke dan memberikan ponselnya pada bungsu Uchiha itu.
"Dari Itachi-nii." Sahut Sai saat melihat raut bertanya di wajah Sasuke.
"Ada apa?" Sasuke bertanya tanpa basa-basi dengan orang diseberang sana.
"Hei, sopanlah sedikit pada kakakmu. Bahkan Sai, adik sepupuku saja sangat sopan padaku."
"Jangan samakan aku dengan si senyum palsu itu. Katakan apa tujuanmu menelpon, atau aku akan memutuskannya."
"Tidak pernah berubah." Itachi mendecih. "Baiklah, aku sudah melihat rekaman saat ciumanmu ditolak oleh seorang gadis berambut pink bahkan saat dia menamparmu ditambah tinju dari temannya." Sasuke menatap tajam Sai yang duduk di sofa, itu pasti kerjaan Sai. Siapa lagi yang merekam video itu dan mengirimnya pada sang kakak.
Sai yang ditatap seperti itu oleh Sasuke hanya memasang wajah polos dan mengangkat bahu, berpura-pura tidak tahu. Sasuke mengumpat saat mendengar tawa mengejek dari sang kakak.
"Lalu?" sahutnya datar.
"Kau sudah lupa dengan perjanjian kita? Jika ada seorang perempuan yang menolak untuk kau cium maka kau akan kembali ke Jepang!"
"Tapi aku berhasil menciumnya!" sahut Sasuke tak mau kalah.
"Tapi dia mendorongmu dan menangis, apa itu bukan sebuah penolakan? Sekarang buktikan janjimu!"
"Cih, kau pikir semudah itu menyuruhku kembali. Aku tidak akan kembali!"
Di seberang sana Itachi tertawa keras, dahi Sasuke mengernyit saat mendengarnya. "Kau ingin melanggar janjimu? Jangan buat aku tertawa, Sasuke!" jeda sejenak, Sasuke menanti kelanjutan ucapan kakaknya. "Jangan salahkan aku jika gelar Sasuke Playboy berganti menjadi Sasuke Pecundang!"
Sasuke membanting ponsel Sai hingga hancur berkeping-keping saat kakaknya diujung sana tertawa dengan keras, Sai menatap prihatin ponsel kesayangannya hancur di tangan kejam Sasuke. Ingatkan Sai agar tidak sembarang memberi ponselnya pada Sasuke dan ingatkan juga Sai untuk membeli ponsel baru.
.
.
"Bagaimana? Apakah Sasuke akan kembali kesini?" seorang pria berusia 60 tahun menatap anak sulungnya. Onyx hitam yang biasanya memancarkan ketegasan sekarang menatap penuh harap pada anak sulungnya.
"Hn, ia akan kembali kesini. Secepatnya!" Itachi menatap layar laptopnya yang menampilkan rekaman Sasuke saat mencium gadis berambut pink itu. Dalam hati ia tersenyum senang dan berterimaksih pada gadis itu. Sudah lama ia menunggu saat-saat ini.
Tiga tahun lalu, saat Sasuke kabur ke Australia, Itachi sangat takut karena pergaulan disana sangat bebas, ditambah sifat adiknya yang nakal akibat kurang perhatian dari keluarganya membuat Itachi was-was. Ia tidak ingin Sasuke semakin terjerumus dalam pergaulan bebas. Tapi saat mengetahui bahwa Sasuke kabur bersama Sai-sepupu sekaligus teman Sasuke-sejak kecil, ia dapat sedikit bernapas lega.
Selama ini Sai seperti kaki-tangan Itachi, ia selalu mengirim kabar dan informasi Sasuke padanya. Dan saat mengetahui kebiasan buruk Sasuke, Itachi langsung membuat perjanjian jika suatu saat seseorang menolak ciuman Sasuke maka dia harus kembali ke Jepang. Dan inilah saat yang ditunggu-tunggunya.
Uchiha Fugaku, sang kepala keluarga, juga ikut tersenyum tipis, rasa bersalah hinggap dihatinya saat mengetahui Sasuke kabur ke Australia. Ini semua karena dirinya. Sejak kematian Mikoto, istrinya, ia lebih memilih menyibukkan diri pada kerjaanya, ia melakukan itu agar kesedihan akan kehilangan Mikoto dapat berkurang dan tanpa sadar ia menelantarkan Sasuke yang masih membutuhkan kasih sayang keluarganya. Maka mulai saat ini ia berjanji, ia akan menembus segala dosanya, ia akan memperhatikan anak-anaknya dengan baik, itu semua demi Mikoto, agar istrinya dapat tersenyum bahagia di alam sana.
.
.
"Akhirnya kau pulang juga." Itachi tersenyum sambil memeluk Sasuke.
"Menjauhlah dariku!" Sasuke mendorong sang kakak agar melepas pelukannya. Kalau bukan karena perjanjian itu, mana mungkin ia kembali ke rumah ini, mengingat harga dirinya yang setinggi langit, seluas samudera dan sekeras tembok raksasa.
"Selama tiga tahun terakhir kau banyak berubah ya." Itachi mengacak rambut Sasuke yang langsung ditepis sang empunya, tak suka atas perlakuan kakaknya yang menganggap seakan dirinya masih kecil. Itachi menatap Sasuke dari kaki hingga kepala, tinggi adiknya bahkan sudah sejajar dengannya. "Tapi sifatmu ini tidak pernah berubah." Itachi dan Sai tertawa mengejek dan disambut umpatan pelan dari Sasuke.
"Ah, Sai. Kau apa kabar?" Itachi beralih memeluk adik sepupunya.
"Seperti yang kau lihat. Aku juga semakin tampan." Jawab Sai narsis. Itachi tertawa mendengar gurauan Sai.
"Ayah berada di ruang kerja, pergilah kesana!" Itachi menatap Sai member isyarat. Sai yang mengerti arti tatapan Itachi menarik tangan Sasuke yang tak acuh dengan ucapan sang kakak.
Itachi mengerti bahwa Sasuke pasti tidak ingin menemui ayahnya, tapi sebagai seorang kakak ia juga mengetahui adiknya itu hanya gengsi mengatakan bahwa ia juga merindukan sang ayah. Itachi dapat menangkap rasa rindu Sasuke terhadap ayahnya dari onyx itu.
Sai membuka pintu ruang kerja pamannya dan masuk ke dalam sambil menarik Sasuke.
"Kami pulang." Sai membuka suara saat melihat Fugaku duduk di kursi kerjanya. Lelaki paruh baya itu tersenyum dengan wajah lelah dan menghampiri anak dan keponakannya.
"Selamat datang." Fugaku memeluk Sai, ia menepuk pundak Sai dengan lembut. Meskipun Shimura Sai hanya keponakannya, tetapi ia sudah menganggap Sai sebagai anaknya sendiri. Sejak berumur lima tahun kedua orangtua Sai, Uchiha Yukina, adik kandungnya, dan Shimura Yamato meninggal dunia akibat kecelakaan pesawat dan sejak saat itu Sai tinggal bersama mereka dikediaman Uchiha. Sai dan Sasuke yang hanya terpaut beberapa bulan saja usianya tumbuh besar bersama tanpa kasih sayang orang tua, maka dari itu saat Sasuke mengajak kabur ke Australia, Sai tanpa ragu mengikuti. Fugaku sangat menyesal akan hal itu. Apakah sekarang belum terlambat untuk ia perbaiki semuanya?
Fugaku beralih pada Sasuke yang berdiri sedikit dibelakang Sai. Ia tersenyum sedih saat anaknya bahkan tak menatapnya. Meskipun Sasuke nanti akan menolak, ia tetap akan mencoba. Perlahan ia memeluk tubuh tegap anaknya. Ternyata reaksi Sasuke tiak seperti pemikiran Fugaku, tubuh Sasuke menegang dan ia membalas pelukan ayahnya dengan erat. Fugaku tersenyum senang karena Sasuke tidak menolak kehadirannya.
"Aku pulang." Gumam Sasuke pelan masih memeluk ayahnya.
"Hn, selamat datang."
Sai menatap haru dua orang didepannya, ia yang biasanya tersenyum palsu kini menampilkan senyum tulus.
.
.
Sakura melangkah memasuki gedung fakultas tempat ia menuntut ilmu selama setahun terakhir, tulisan FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENGETAHUAN terpampang besar di dinding.
Hari ini semester baru sudah dimulai, banyak orang berlalu-lalang memasuki ruang kelas masing-masing. Gadis berusia 19 tahun itu juga melangkah ke lantai dua dan mencari ruang kelasnya. Saat emerald itu melihat tulisan 'Pendidikan Fisika' dia langsung memasuki ruangan. Sakura memilih duduk dikursi nomor dua dari depan.
Kebanyakan di dalam ruang itu adalah perempuan, tanpa sadar Sakura menghela napas lega. Hanya ada dua orang lelaki yang duduk di sudut ruangan. Sakura bersyukur dalam hati, ia tidak salah memilih jurusan. Seperti prediksinya, tidak banyak lelaki akan memilih Fakultas Keguruan dan Ilmu Pengetahuan, bahkan setiap kelas yang Sakura masuki terkadang tidak ada lelaki. Ia juga tidak terlalu khawatir dengan para lelaki di fakultas ini, karena mereka semua adalah kutu buku, ia merasa sedikit aman disini.
Dosen memasuki kelas dan membagi materi Fisika Kejuruan lalu membuat kelompok, satu kelompok terdiri dari dua orang.
"Haruno Sakura dan Nara Shikamaru. Materi kalian Alat-Alat Ukur Listrik."
"Minggu depan kelompok satu akan presentasi." Setelah mengatakan itu dosen berkacamata itu keluar ruangan. Para mahasiswa yang berada dalam ruangan mulai berbaur mencari teman satu kelompok masing-masing.
Sakura mendadak gugup, ia tidak mengenal orang dengan nama Nara Shikamaru. Apakah ia lelaki atau perempuan? Bagaimana ini? Sakura memang sangat susah bersosialisasi.
"Kau Haruno Sakura 'kan?" sebuah suara baritone membuat Sakura tersentak, ia menatap seseorang yang berdiri disampingnya. Seorang pemuda dengan rambut dikucir, "Aku Nara Shikamaru, kita satu kelompok." Sakura meneliti dari bawah sampai atas, pemuda ini tidak terlihat seperti kutu buku, cara berpakaiannya juga keren. Tanpa sadar Sakura menjadi was-was.
"I-iya." Sahut Sakura sambil menunduk, tangannya dingin dan bergerak gelisah meremas ujung kemeja hijaunya.
Pemuda itu lalu menguap, "Kapan kita akan mengerjakan tugas ini? Minggu depan kita akan presentasi. Hari ini aku tidak bisa."
"Besok, setelah kuliah selesai. Di taman kampus." Sahut Sakura cepat setelah memikirkan tempat dengan matang. Taman kampus adalah tempat yang paling ramai dikunjungi saat mengerjakan tugas. Ia tidak ingin mengambil resiko mengerjakan tugas dengan seorang pemuda yang tidak terlihat seperti kutu buku di tempat sepi.
Setelah mengatakan itu Sakura langsung keluar kelas dengan cepat, pikiran bahwa semua pemuda di fakultasnya bergaya seperti kutu buku ternyata salah.
Sakura mengatur napasnya yang memburu, setelah sedikit tenang ia mengambil ponsel dan menghubungi Ino. Sahabatnya itu berada di Fakultas Seni dan Desain jaraknya dengan fakultas Sakura tidak terlalu jauh tetapi juga tidak terlalu dekat.
"Halo, Ino?"
"Ah, halo." Bukan suara Ino yang menyahut, Sakura sangat menghapal suara sahabatnya. "Yamanaka-san sedang berada di ruang kesehatan fakultas, dia tadi pingsan."
Setelah mendengar kabar itu, Sakura langsung menuju fakultas Ino dengan tergesa. Khawatir dengan keadaan Ino. Mengapa dia bisa sampai pingsan seperti itu?
Sakura membuka pintu ruang kesehatan dan mendapati Ino terbaring dikasur dan seorang gadis berambut hitam.
"Kalau begitu, aku permisi dulu." Gadis itu membungkuk sebentar.
"Terimakasih telah menjaga Ino." Sakura juga ikut membungkuk.
"Iya, sama-sama." Setelah melempar senyum, gadis itu keluar dari ruangan.
"Mengapa kau bisa sampai pingsan?" Tanya Sakura saat duduk dikursi samping tempat Ino berbaring.
"Hari ini aku pertama 'dapat', perut dan kepalaku sangat sakit." Ino memijit dahinya pelan. "Maaf membuatmu khawatir."
"Kalau begitu aku akan membeli teh hangat untukmu." Sakura beranjak dari duduknya, tapi langkahnya tertahan karena Ino menahan lengannya.
"Kau akan kemana?"
"Aku akan ke kantin. Kau pikir kemana lagi?"
"Tidak usah, Sakura. Aku tidak apa-apa." Sahut Ino cepat. Ia sangat tahu, Sakura paling tidak suka berada di kantin. Kantin adalah tempat paling ramai dikunjungi pada jam segini. Ia tidak ingin mengambil resiko jika terjadi sesuatu dengan Sakura.
"Aku tidak akan lama." Sakura melepas tangan Ino dan keluar dari ruang itu. Ia tahu maksu Ino melarangnya, ia memang tidak suka berada di kantin tetapi sekali-kali Sakura ingin berguna bagi Ino. Selama ini ia sudah banyak merepotkan Ino dan hal ini tidak sebanding dengan apa yang sudah Ino lakukan untuknya.
Sakura berdiri di pintu kantin fakultas Ino, sangat ramai orang mengantri. Terpaksa ia menuju ke kantin fakultasnya, Sakura langsung teringat bahwa Fakultas Manajemen dan Bisnis berada disamping Fakultas Keguruan dan Ilmu Pengetahuan, hal itu yang membuat kantin dua fakultas itu digabungkan. Bagaimana jika disana lebih banyak orang mengantri? Batin Sakura bimbang.
Setelah berpikir beberapa menit, Sakura memberanikan diri menuju kantin yang tidak pernah ia kunjungi sekalipun selama setahun ia kuliah disini. Sedikit bernapas lega saat melihat tidak ada yang mengantri di depan counter meskipun di dalam kantin sangat ramai.
Segera Sakura memesan satu cup teh hijau hangat, ia menunggu dengan gelisah. Ia merasa banyak pasang mata menatapnya. Ia membuang jauh-jauh pikirannya, pasti hanya perasaannya saja, batinnya menenangkan.
Sakura merasa lega saat pelayan kantin menyerahkan pesanannya. Setelah membayar Sakura dengan cepat langsung berbalik.
Brukk!
Satu masalah kembali datang, akibat tergesa-gesa Sakura tidak menyadari seseorang berjalan kearahnya ingin mengantri, ia langsung menabrak orang itu dan teh hijaunya membasahi pakaian orang tersebut. Sakura mengangkat wajahnya untuk menatap orang tersebut dan meminta maaf. Matanya langsung membulat lebar, sangat terkejut menatap seseorang didepannya, tidak jauh berbeda dengan Sakura orang itu juga tampak terkejut. Baru saja ia ingin marah karena gadis didepannya mengotori bajunya tetapi kata-katanya tertahan ditenggorakan.
Sedetik kemudian Sakura langsung berlari meninggalkan orang tersebut, ia tidak memperdulikan teh hijaunya yang tumpah dibaju orang itu, ia juga melupakan Ino. Pikirannya berkecamuk, nafasnya tersengal, mengapa orang itu kembali muncul di hadapannya? Padahal ia sudah melupakan kejadian itu tetapi kenapa sekarang ia harus mengingatnya lagi?
…TBC…
A/N: hayoo~ Sakura nabrak siapa tu?
Yang tebak klo Sasuke bakal digampar Sakura bner bgt + tonjokan dari Ino hahhah
mau curhat dikit, aku tu paling ga bisa bikin konflik yang berat tapi aku akan berusaha semaksimal mungkin meskipun hasinya yahhh.. begitulah.
Oya, aku juga mau bilang, setiap kali aku baca FFN aku ga keberatan sama sekali kalau Sasuke ciuman -hanya ciuman ga lebih- gak sama Sakura ajaa, tapi kalau Sakura ciuman selain sama Sasuke aku tu ga suka dan ga rela bgt. Aneh ya?
makasih yang sudah Review, Follows, dan Fav.
Ditunggu kritik dan saran yang membangun agar semakin semangat lanjutin fic ini.
Words: 2.860
NBL
25/01/2017
12:45 PM
Balasan Review
Nurulita as Lita-san: aku liat video itu di Instagram, tapi udah lama bgt, jdi ga ingat username-nya apa, karena video itu Cuma lewat sekilas dipencarian.
Queenaf: ini udah next
HitsugayaWaifu: aku ga tau kalo itu kiss prank, aku juga liatnya ga sengaja di IG heheheh.
Kakikuda: aku akan bertanggung jawab apapun yang terjadi hahahha #lebay
Uchiha Cherry 286: hai hai juga salam kenal ya. Ok, ini udah next.
Khoerun904: iya, emg aku terinspirasi dari video di Ig itu. Hhahahha tebakan km bner bgt, Sasu digampar Saku huhuhu
jiaannbl: maaf udah bikin km penasaran.
Lumaera: ini udah lanjuttttttt!
Yanti Sakura Cherry: ini next.
lightflower22: maafkan aku yg sdh bikin km kesel.
Tia TakoyakiUchiha: ini udah next. Namanya Kiss Prank.
Sasara Keiko: ini udh lnjut.
: ini udh lnjutt
respitasari: iya aku juga selalu suka Sasu yang badboy.
Rina227: Saku juga jijik kan sm dirinya sndiri.
: ternyata kamu teliti juga ya, aku sengaja nulis summary nya ga nyambung biar reader bisa meningkatkan konsentrasi dan focus. Oke abaikan pernyataan diatas.
Sebenernya pas mau post fic ini, aku belum mikirin summary-nya gimana, jdi aku asal2an bikin summary. Pas udah post, aku langsung mikir "lho, tadi bikin summary apa ya?" aku bingung dan sedikitpun ga ingat dengan summary yg udah aku ketik, jd begitu asal usul summary gaje itu heheheheh
ayato ruki: iya
uchihana rin: udah
