New Home

CHAPTER 3

AN: Guys, kalian nggak bayangin Yoongi sebagai uke yang imut manis dan menggemaskan, kan? Karena disini aku menceritakan Yoongi sebagai anak laki-laki biasa pada umumnya. Dia sama sekali nggak ada manis-manisnya. Kalau pun dia nampak seperti itu dicerita ini, mungkin hanya wajahnya dan hanya Jimin yang menganggap Yoongi manis.

.

Yoongi berdiri kaku ditempatnya, antara gugup menghadapi pertanyaan kakaknya dan gugup memikirkan kemana Park Jimin pergi.

"A-aku sedang...menghafal", Yoongi berusaha membuat nada bicaranya terdengar santai.

Kakaknya menatapinya dengan dahi berkerut curiga untuk beberapa saat. Yoongi kira dia akan diinterogasi secara mendetail tapi wanita cerewet itu malah mengedikkan bahu. "Ya sudah, cepat turun. Aku harus segera berangkat", kata kakaknya sambil berjalan keluar kamar Yoongi.

Fiiuuh~ Yoongi menghela nafas lega. Dia segera menutup dan mengunci pintu kamarnya. "Park Jimin", Yoongi berbisik memanggil nama namja yang tiba-tiba menghilang itu. Bagaimana bisa dia menghilang tepat kakaknya masuk kedalam kamar.

"Hey, Park Jimin!", Yoongi sedikit mengeraskan suaranya.

Kepala namja itu menyembul keluar dari bawah kolong tempat tidur Yoongi membuat Yoongi memekik kecil. "Apa dia sudah pergi?", tanya Park Jimin.

Yoongi mengangguk mengiyakan sementara Park Jimin keluar dari persembunyiannya. "Hampir saja ketahuan".

"Memang kenapa kalau ketahuan? Kau bisa bilang kalau aku temanmu yang menginap", kata Park Jimin. Ekspresinya berubah sedetik kemudian dan senyum menyebalkan itu kembali muncul dibibirnya. "Atau kau juga bisa bilang kalau aku ini namjachingumu", tambahnya sambil menaik-turunkan alisnya. Yoongi sedikit menyesal telah mengasihani nasib Park Jimin.

.

Tidak seperti biasanya, hari ini Park Jimin tidak datang menjemput Yoongi saat pulang sekolah. Ah benar, dia bilang akan menunggu Yoongi pulang. Aish! Yoongi jadi terbayang wajah genit menyebalkannya itu.

Yoongi berjalan seorang diri menuju halte bus. Beberapa gadis yang biasanya bersorak saat Yoongi dan Park Jimin bersama nampak kecewa saat melihat Yoongi berjalan sendiri. Haha, kasihan sekali. Sepertinya mereka berharap bisa melihat moment kebersamaan Yoongi dan Park Jimin.

Bus sudah tiba, Yoongi segera mempercepat langkahnya dan naik kedalam bus. Ditempat duduknya dia sedang mengira-ngira apa yang sedang Park Jimin lakukan seornag diri dirumahnya. Awas kalau sampai ada barang yang hilang. Dia akan mengejarnya kemanapun namja itu pergi.

"Eh?", Yoongi mendapati seseorang sedang berjalan diluar sana. Park Jimin. Dia sedang berjalan tergesah-gesah dan sesekali dia menengok kebelakang. "Mau kemana dia?", gumam Yoongi.

Tak jauh setelah Park Jimin menghilang, ada dua orang pria yang sama tergesah-gesahnya berjalan kearah yang sama. Sepertinya ada yang tidak beres. Yoongi segera menekan tombol behenti. Dan setelah bus berhenti ditempat yang seharusnya, Yoongi segera berjalan mengejar pria-pria itu.

Yoongi sempat kesulitan mencari mereka karena disana banyak sekali orang yang berlalu lalang. Yoongi sempat kehilangan jejak pria-pria. Namun akhirnya dia menemukan pria-pria itu bersama Park Jimin sedang berada di gang buntu. Yoongi bisa melihat bagaimana pria-pria itu melayangkan pukulan kewajah dan perut Park Jimin dan itu membuat Yoongi naik darah.

"HEY! HENTIKAN!", teriak Yoongi. Dia bisa lihat Park Jimin membulatkan mata melihat kehadiran Yoongi. Tapi Yoongi tidak peduli dengan peringatan yang dipancarkan dari mata Park Jimin. Yoongi tetap mendekati mereka.

"Apa masalah kalian?! Lepaskan dia!"

Pria-Pria itu terkekeh. "Siapa kau?", tanya salah satu yang sedang mencengkeram kaos Park Jimin.

Yoongi tahu tenaganya tidak terlalu kuat untuk melawan dua orang. Jangankan mereka, melawan tubuh kurus Park Jimin saja Yoongi tidak bisa. Tubuhnya juga gemetar karena takut. Tapi entah kenapa dia tidak bisa diam saja melihat aksi pengeroyokan itu.

"Dua lawan satu. Huh! Kalian pengecut!", ya kira-kia seperti itulah dialog pembela kebenaran didalam komik yang dia baca.

Pria-pria itu nampak geram. Dan salah satu dari mereka mendekati Yoongi dan mencengkeram kerah seragamnya. "Ini bukan urusanmu, bocah. Cepat pulang sana!".

Yoongi menelan ludahnya. Dia merasa ajalnya sudah dekat saat melihat tatapan tajam pria itu. Tapi dia tetap berakting sok berani padahal lututnya gemetaran. "Berapa yang kalian mau?", tanya Yoongi langsung pada intinya. Dia tahu, pria-pria ini yang selalu menghajar Park Jimin untuk menagih hutang.

"Kenapa? Kau akan membayar untuknya?"

Yoongi memberanikan diri menyingkirkan tangan pria itu dari kerah bajunya. Lalu membuka tasnya dan mengeluarkan tas laptopnya. "Ini lebih dari cukup", katanya sambil menyerahkan benda kesayangannya pada pria itu.

Pria itu menerimanya dengan wajah puas. Tapi Yoongi menahan laptopnya, "Jangan pernah cari dia lagi, kalian mengerti?", tanya Yoongi.

Pria itu setuju. Temannya melepaskan Park Jimin dan mereka berdua meninggalkan Yoongi dan Park Jimin begitu saja. Yoongi segera menghampiri Park Jimin yang terkapar di aspal.

"Park Jimin, kau tidak apa-apa?", Yoongi mencoba menolong Park Jimin bangun namun namja itu malah menepis tangannya dengan kasar.

"Tidak ada yang minta bantuanmu", katanya. Yoongi sampai terkejut mendengarnya. Sorot matanya sangat berbeda. Dia menatap Yoongi dengan tajam dan tidak suka. "Aku bisa bayar hutangku sendiri", katanya sambil berusaha bangun.

Mulut Yoongi menganga tidak percaya. Park Jimin bangun sambil memegangi perutnya. Dia berjalan meninggalkan Yoongi. "gara-gara kau, sekarang aku jadi punya hutang baru", gerutunya.

Yoongi mendengus. "Aku hanya mencoba membantu", dia mengejar Park Jimin.

"Sudah kubilang, tidak ada yang minta bantuanmu!", bentakan Park Jimin membuat Yoongi terkjut lagi. Nafas Park Jimin tersengal-sengal. Dan matanya nampak marah sekali pada Yoongi. "Aku akan mengganti laptopmu", katanya. Setelah itu dia berjalan mendahului Yoongi.

.

Mereka berdua terdiam meskipun duduk bersebelahan didalam bus. Yoongi sesekali mencuri pandang pada Park Jimin. Namja itu yang marah dan mendiamkan Yoongi. Dan saat turun dari bus, Park Jimin memilih untuk berjalan didepan Yoongi. Hingga mereka sampai dirumah, Park Jimin langsung masuk kedalam ruangannya. Yoongi tidak mengerti. Salahkah Yoongi kalau dia membantu?

"Baiklah! Terserah kau saja! Aku tidak peduli!", Yoongi membanting tas sekolahnya keatas karpet bulunya lalu keluar dari kamarnya dengan perasaan kesal.

.

Saat ini Yoongi dan kakaknya sedang makan malam bersama. Yoongi bahkan tidak mendengarkan kakaknya yang sedang mengoceh. Yang dipikirkannya hanyalah Park Jimin yang marah padanya. Kini dia jadi ikut-ikutan marah pada Park Jimin juga. Dia sudah berbuat baik, tapi Park Jimin tidak menghargai kebaikannya. Yoongi rela memberikan laptopnya agar Park Jimin tidak babak belur, namun bukannya berterima kasih dia malah mendiamkan Yoongi.

"Hey! Kau dengar aku tidak?", tanya kakaknya. Yoongi hanya mengangguk saja sebagai jawaban walaupun sebenarnya dia tidak mendengar apapun.

Yang ada dipikirkannya hanyalah rasa kesalnya terhadap Park Jimin.

.

Yoongi masuk kekamarnya dengan membawa buah-buahan dan roti lagi. Sebenarnya dia igin berbagi makan malamnya dengan Park Jimin. Namun lagi-lagi karena Yoongi takut ketahuan oleh kakaknya. Tapi Yoongi agak ragu-ragu dan setengah tulus karena dia juga sebal pada namja itu.

Yoongi meletakkan apel di tempat kosong di rak buku dengan beralaskan tissue. Sekarang dia bingung bagaimana cara memanggil Park Jimin keluar dari ruangannya. Haruskah dia mengetuk portal ini?

Yoongi menggeleng. Tidak perlu. Nanti dia pasti menemukan apel ini dan akan memakannya tanpa disuruh. Lebih baik tidur saja.

Yoongi naik keatas tempat tidurnya dan bersiap untuk tidur. Namun dia tidak bisa tidur sebelum memastikan namja itu mengambil makan malamnya. Itu membuatnya frustasi.

.

Keesokan harinya Yoongi bangun pagi-pagi sekali. Hal pertama yang dia lakukan adalah memerika rak buku. Apel dan roti yang dia bawa semalam masih ada disana. Dia sedikit kecewa karena Park Jimin tidak memakannya. Tapi hatinya juga masih kesal pada namja itu. Semalam dia harus tidur larut sekali karena harus menunggu anak itu keluar dan memakan makan malamnnya. Namun Park Jimin tidak juga keluar.

Padahal mereka baru saja kenal, kenapa bisa marahan seperti ini? Lagi pula kenapa Yoongi harus meresa sedih saat mereka tidak bertegur sapa?

"Yoongi", Yoongi menoleh saat suara kakaknya terdengar. Wanita itu sedang melongokan kepala kedalam kamar Yoongi.

"Noona, bisakah kau mengetuk pintu sebelum masuk ke kamarku?", tanya Yoongi. Kakaknya hanya tertawa tanpa rasa bersalah. "Aku kan sudah besar", tambah Yoongi.

"Baiklah-baiklah", kata kakaknya sambil menutup pintu. Mengulangi kejadian untuk memperbaiki kesalahannya. Kakaknya mengetuk pintu, "Yoongi adikku yang sudah besar. Bolehkah kakakmu ini masuk?", teriak kakaknya dari luar.

Yoongi hanya bisa memasang tampang datar dan berkata, "Masuklah".

"Ayo cepat bangun. Aku akan berangkat setengah jam lagi. Banyak yang harus aku katakan padamu sebelum aku pergi. Aku tidak mau ada masalah selagi aku di Busan", kata kakaknya.

Yoongi mendelik. "Busan?", tanyanya. Kenapa tiba-tiba kakaknya mau pergi ke Busan?

"Iya. Kemarin aku sudah bilang, kan? Aku ada tugas di tempat bencana alam"

"Kapan? Kau tidak mengatakan apapun", balas Yoongi.

"Kemarin saat makan malam. Kau tidak mendengarkanku?!", nada bicara kakaknya meninggi pertanda dia kesal. Kemarin malam? Ah, Yoongi ingat sekarang.

Yoongi sibuk merasa sebal pada Park Jimin. Mengabaikan kakaknya(lagi) yang sedang mengomel. "Ah, baiklah baiklah. Aku bangun sekarang", Yoongi menyibak selimutnya dan turun dari tempat tidur lalu berjalan keluar kamar meninggalkan kakaknya.

.

"Ingat, hemat listrik, air, dan uang jajanmu. Jangan beli makanan yang tidak perlu. Masak saja sendiri, kau kan pintar memasak-", ucap kakaknya sambil merapikan pakaian yang di pakainya.

"Sejak kapan aku pandai masak?", gumam Yoongi. Kakaknya itu memang suka ngawur.

"Aish! Kau ini. Pokoknya jangan makan sembarangan", kakaknya menjitak kepala Yoongi. Yoongi menatapi kakaknya yang menundukkan kepala. Kerasukan apa? Kenapa mendadak menunduk begitu?

Tiba-tiba dia menatap Yoongi dengan tatapan sedih yang dibuat-buat. "Yoongi~ Aku pasti akan merindukanmu". Yoongi hanya bisa memasang tampang jelek untuk merespon kakaknya. Dia membiarkan lehernya dipeluk oleh kakaknya yang cerewet itu. Tumben sekali dia sedih karena akan meninggalkan Yoongi.

"Jangan makan kepiting terlalu banyak. Kau alergi kepiting", kata Kakaknya. Yoongi menghela nafasnya.

"Noona...", panggil Yoongi. Dia melirik kakaknya yang sedang menunggu kalimatnya. "Uang jajan yang kau berikan untukku bahkan tidak cukup untuk beli satu kepiting kecil", lanjut Yoongi. Tidak ada yang tertawa. Mereka berdua saling menatap. Yoongi merasa tidak nyaman menatapi wanita cerewet yang sedang bercucuran air mata itu. "Kenapa kau menangis?", tanya Yoongi.

Bertepatan dengan itu terdengar suara klakson mobil diluar sana.

"Ah, itu mereka. Aku harus berangkat sekarang. Cepat bawakan koperku keluar", kata kakaknya sambil berlari kearah pintu. Berlagak majikan dan lupa jika tadi dia merasa sedih untuk meninggalkan adik semata wayangnya.

"HEY! Hanya pergi seminggu kenapa kau bawa dua koper besar?!", Yoongi menyeret dua koper kakaknya dengan susah payah. Tapi dalam hati dia tertawa. Ternyata kakaknya bukan sekedar cerewet, tapi dia benar-benar peduli.

.

Sejak hari itu, Yoongi menghabiskan hari-harinya seorang diri. Park Jimin tidak ada dikamarnya, sepertinya dia tidak kembali kerumah semenjak mereka bertengkar masalah Laptop Yoongi.

Karena merasa kesepian, Yoongi kadang tidak langsung pulang kerumah. Dia mampir lebih dulu ke warnet untuk membaca komik online atau pergi ke kedai ramyeon untuk makan siang sekaligus makan malam dan pulang saat langit gelap, satu jam sebelum jam kakaknya menelpon.

Yoongi berjalan memasuki pekarangan rumahnya dan dia mendapati pintu kamarnya dihalaman belakang terbuka. Perasaan senang menyelimuti dirinya. Dia mengira Park Jimin sudah kembali kerumahnya. Namun saat dia berlari masuk ke kamarnya, tidak ada siapapun disana. Yoongi yakin, Park Jimin telah datang.

Ponselnya berdering, Yongi segera menerima panggilan karena dia tahu kakakya lah yang menelepon.

"Ne?", dia segera menjauhkan telinganya dari ponselnya saat wanita cerewet itu mulai rapping pertanyaan. Yoongi tidak ingat pertanyaan yang sudah dikatakan kakaknya. Jadi dia memilih untuk tertawa saja. Dia rindu kakaknya yang cerewet itu.

"Hey. Kau tidak sedang berduaan dengan pacarmu, kan? Akan kubunuh kau jika macam-macam!"

Yoongi tertawa. "Tidak. Aku duduk sendirian dikamarku. Di luar sedang hujan. Aku kedinginan dan kesepian" jawab Yoongi bertepatan dengan turunnya hujan. Seandainya ada Park Jimin mungkin dia akan berduaan seperti yang kakaknya bilang. Apaan sih?!

"Dan listrik padam", tambah Yoongi saat tiba-tiba listrik dirumahnya mati tersambar petir.

"Adikku yang malang. Lebi baik kau-"-Yoongi melirik ponselnya yang memberi peringatan bahwa ponselnya akan segera mati karena baterai habis. Dan detik berikutnya telepon mereka terputus karena ponsel Yoongi benar-benar mati.

Bagus. Sekarang Yoongi benar-benar merasa kesepian. Dia sama sekali tidak punya sesuatu untuk menghibur dirinya. Mungkin lebih baik dia pergi mandi lalu tidur.

.

Tidur mungkin solusi terbaik saat listrik padam. Namun Yoongi sama sekali tidak bisa memjamkan matanya untuk sedetik saja. Akhirnya dia memutuskan untuk menyalakan lilin dan bermain dengan cahaya itu. Yoongi memainkan jarinya untuk menghasilkan bayangan-bayangan sesuai imajinasinya. Cukup menyenangkan dan mengingatkannya akan masa kecil bersama kakaknya di Daegu.

Namun suara derasnya hujan tiba-tiba terdengar dengan jelas bersamaan dengan angin yang menghembus kedalam ruang kamarnya. Yoongi mendongak kepada seseorang yang tiba-tiba membuka pintu kamarnya yang menghadap halaman belakang. Mata Yoongi melebar melihat siapa yang datang. Dia kembali. Park Jimin kembali kerumahnya.

"Ternyata kau baik-baik saja", kata Park Jimin dengan tubuh basah karena hujan. Alis yoongi naik. Apa maksud dari pernyataan itu? Apa Park Jimin mengkhawatirkannya.

Park Jimin nampak berbeda. Surai hitamnya sudah berubah menjadi orange dan itu membuatnya nampak seksi. Bagaimana bisa? Apakah dia punya uang untuk pergi mewarnai rambutnya?

Namja berambut orange itu membalikkan badannya bersiap untuk pergi, namun Yoongi dengan cepat menahan tangannya. " Mau kemana lagi?", tanya Yoongi.

Park Jimin diam seribu bahasa. Dia melepas paksa tangan Yoongi yang menggenggam erat pergelangan tangannya tapi Yoongi berhasil meraihnya lagi. "A-Aku minta maaf".

Masih tidak ada suara. Yoongi sendiri juga merasa bingung. Kenapa dia yang harus minta maaf?

"Mari kita lupakan kejadian waktu itu". Yoongi memutar otak, menyusun kata-kata untuk membujuk Park Jimin agar tidak pergi. "Kau tidak perlu mengganti laptop itu-Maksudku! Aku sama sekali tidak menganggapmu berhutang!", lebih terdengar seperti memaksa dari pada bujuk rayu.

Dan benar saja dia melepas paksa tangan Yoongi dan melangkah lagi. Tak habis akal, Yoongi pun memeluk namja bersurai orange itu dari belakang. "Jangan pergi!". Dia tidak peduli jika kaos bagian depannya ikut basah terkena baju Park Jimin yang kehujanan.

"Setidaknya sampai listrik menyala"

.

Kalimat terakhir Yoongi berhasil membuat Park Jimin duduk didepan pintu kamarnya yang dingin karena hujan. Sedangkan Yoongi duduk diatas karpet bulunya yang hangat bersama lilinnya.

Tidak ada percakapan diantara mereka. Yang terdengar hanya suara derasnya hujan dan kadang suara guntur yang menggelegar. Yoongi sesekali mencuri pandang pada namja itu. Ingin memulai percakapan namun ragu.

"Apa kau sudah makan?". Akhirnya satu pertanyaan lolos dari bibir Yoongi. Yoongi menunggu untuk beberapa detik. Memberi Park Jimin kesempatan untuk menjawab.

Baiklah, dia tidak menjawab Yoongi.

"Akhir-akhir ini kau tidur dimana?". Yoongi menunggu lagi. Namun dia masih tidak mau menjawab. Hanya hembusan angin yang menggoyangkan tirai Yoongi yang menjawab. Akhirnya Yoongi memutuskan untuk menutup mulutnya.

Yoongi beralih pada perutnya yang terasa dingin. Ah! Dia ingat. Bajunya basah karena memeluk Park Jimin tadi. Dia segera bangkit dari karpet bulunya dan berjalan ke lemari pakaiannya. Karena gelap dia tidak bisa memilih baju apa yang dia inginkan jadi dia menarik asal dan segera mengganti bajunya dibalik pintu lemari yang terbuka-setelah sebelumnnya mengintip, memastikan Park Jimin tidak akan melihatnya.

Tak lupa dia juga mengambil sehelai baju dan celana untuk Park Jimin. Dia yang terguyur hujan, pasti dia lebih kedinginan.

Dengan ragu, Yoongi berjalan menghampiri Park Jimin.

"Ini, ganti pakaianmu", kata Yoongi sambil mengulurkan pakaian untuk Park Jimin. Namja itu tidak bergeming dan malah memalingkan wajah keluar ruangan. Yoongi menganggapnya sebagai sebuah penolakan. "Nanti kau bisa masuk angin".

"Kalau begitu bajunya saja", Yoongi berlutut dihadapan Park Jimin sambil memberikan baju ditangannya. Namun dia masih tetap diam. "Celananya?". Ditolak lagi dan itu membuat Yoongi kesal.

"Ayo ganti bajumu!", Yoongi mengulurkan tangannya dan menarik jaket yang Park Jimin kenakan. Tidak peduli dengan penolakan lainnya. Walaupun tangannya ditepis dan tubuhnya didorong, Yoongi menarik paksa jaket itu hingga akhirnya Park Jimin menghentikannya dengan satu tatapan tajam dan saat itu dia merasa bersalah den memilih untuk diam.

Yoongi terkesiap saat Park Jimin merebut pakaian ganti ditangan Yoongi dan meletakkannya dengan kasar disampingnya. Lalu membuka jaketnya dan melemparnya dengan marah keluar pintu. Lalu membuka kaus putih yang dia pakai dan melemparnya bersama jaket itu.

Yoongi merasa canggung untuk yang itu. Apalagi saat dia tidak sengaja melihat perut Park Jimin yang memiliki Abs terkena cahaya lilinnya. Tidak sadar dia mengelus perutnya sendiri yang rata. Lalu dia mengalihkan pandangan dan bertemu dengan sorotan tajam Park Jimin yang ternyata mengnawasinya. Entah kenapa pipi Yoongi memanas saat mendapatkan tatapan itu, dengan segera dia menundukkan kepalanya. Memberi Park Jimin kesempatan untuk memakai bajunya-walaupun sesekali dia masih mengintip perut itu hingga menghilang dibalik baju.

Yoongi menatap Park Jimin yang masih mengawasinya. "M-maaf", ucapnya. Dia bukan orang mesum. SUMPAH! Dia tidak berniat ingin tahu bagaimana rasanya menyentuh perut itu.

Yoongi sesegera mungkin beranjak dari posisinya untuk menghentikan atmosfer canggung disekeliling mereka, namun tertahan oleh tangan dingin Park Jimin yang menyentuh pipi merona Yoongi yang panas.

Gotcha! Lagi-lagi mata Yoongi terkunci pada manik Park Jimin dan sensasi panas itu semakin menjalar hingga perutnya. Yoongi berharap Park Jimin akan menamparnya sekarang, karena telah menatapi perut kotak-kotaknya tanpa permisi dan perpikiran yang tidak-tidak tentang perutnya.

Tidak! Tidak! Tidak!

Yoongi tiba-tiba panik saat tangan dingin itu malah menarik wajahnya mendekat pada wajah tampan itu. Ini tidak sesuai dengan harapannya. Bahkan terlalu jauh dari apa yang dia bayangkan. Akan lebih baik jika Park Jimin menamparnya sekarang. Jika bibir mereka bersentuhan, maka Yoongi tidak akan memiliki keberanian untuk bertatap muka dengan Park Jimin lagi.

Kini Yoongi bisa merasakan nafas hangat Park Jimin mengenai bibirnya yang menggigil antara kedinginan dan gugup. Dia semakin tertekan saat tangan dingin yang lainnya ikut membantu menarik wajah Yoongi hingga jarak mereka tinggal sepanjang jari kelingking saja, Yoongi memutuskan untuk memejamkan matanya dan pasrah dengan apa yang akan terjadi selanjutnya.

Hembusan nafas itu masih terasa. Namun benda kenyal itu belum juga menyentuh bibir Yoongi. Karena penasaran dengan apa yang terjadi, akhirnya Yoongi membuka matanya.

Jarak wajah mereka masih sama dan Park Jimin juga masih menangkup wajahnya. Kepala Park Jimin sedikit miring, nampak sekali dia sudah siap untuk mencium Yoongi. Namun yang berbeda hanyalah listrik yang sudah menyala. Kamarnya sudah terang kembali.

Yoongi hanya diam ditatap intens oleh mata sayu Park Jimin. Sepertinya Park Jimin menyukai posisi mereka saat ini namun hal itu justru membuat Yoongi semakin kepanasan. Tidak ada tanda-tanda Park Jimin akan menciumnya atau melepasannya. Yoongi tidak ingin mengakhirinya duluan karena dia takut Park Jimin akan tersinggung. Tapi Yoongi sudah tidak kuat menahan tubuhnya sendiri ditambah lagi hembusan angin dingin membuat tulang-tulangnya ngilu.

Beberapa detik berlalu. Yoongi akhirnya bisa bernafas lega saat tangan-tangan dingin itu bergerak turun dan terlepas dari wajah Yoongi. Park Jimin yang nampaknya sudah puas memandanginya itu menundukkan kepalanya. "Listriknya sudah menyala. Aku pergi!", katanya.

Tidak mau tinggal lebih lama, namja bersurai orange itu berlari menerobos hujan yang lebat meninggalkan Yoongi sendiri dengan kegugupannya yang belum hilang. Yoongi benar-benar tertampar oleh kejadian tidak-jadi-ciuman ini. Namun sensasi menggelitik itu masih melekat pada Yoongi. Itu menyenangkan untuknya karena Yoongi tidak pernah merasakan getaran yang seperti itu sebelumnya.

.

Park Jimin membuatnya tidak bisa tidur semalaman. Hingga pagi bahkan saat dia berjalan pulang sekolah, getaran menggelitik itu masih bisa dia rasakan. Memikirkannya saja sudah membuat pipinya memanas lagi. Entahlah dia harus senang atau tidak, yang jelas dia menyukai sensasinya.

"Eh?"

Yoongi menghentikan langkahnya saat melewati mini market didekat rumahnya. Tidak. Bukan karena dia kehabisan camilan, namun karena seseorang yang ada didalam sana. Park Jimin sedang berdiri disalah satu bilik rak disana. Yoongi mengenali rambut seksi itu. Dia terpana untuk beberapa saat sebelum menyadari sesuatu.

Yoongi membulatkan matanya. "Jangan bilang dia mencuri lagi!".

Tanpa pikir panjang, Yoongi melangkahkan kakinya memasuki mini market itu dan menghampiri Park Jimin.

Namja itu sedang berjongkok sambil memegang sebuah kardus berukuran besar dan memasukkan beberapa kaleng soda dari dalam pendingin kedalam kardus itu.

Tanpa basa-basi Yoongi merebut kardus besar itu.

Park Jimin terkejut dibuatnya. "Mengkonsumsi hasil curian tidak baik untuk tubuhmu", kata Yoongi. Dia mengintip kaleng-kaleng soda itu, "lagi pula untuk apa soda sebanyak ini. Kau akan meminumnya sendiri?".

Masih sama seperti kemarin, Park Jimin hanya diam mendongak menatapnya.

"Kembalikan!", perintah Yoongi sambil mengembalikan kardus berat itu kepada Park Jimin. "Ambil beberapa dan beli yang lain saja. A-aku yang akan membayar", kata Yoongi takut menyinggung Park Jimin. Namun bukannya menurut, Park Jimin justru melanjutkan kegiatannya memasukkan kaleng soda dari pendingin kedalam kardusnya.

"Hey!", Yoongi kembali merebut kardus itu. "Baiklah. Aku mengerti. Biar aku yang bayar ini", Yoongi membawa kardus itu ketempat pembayaran. Namun saat Yoongi meletakkannya diatas meja, penjaga kasir itu nampak kebingungan.

"Ada apa? Aku mau bayar semua ini", kata Yoongi.

"Maaf, tapi soda ini sudah kadaluarsa. Kami harus mengembalikan ini pada distributor". Park Jimin bodoh! Kenapa dia tidak melihat tanggal kadaluarsanya dulu!

Yoongi menatap pada Park Jimin yang berdiri diujung lorong dengan pakaian yang sama dengan kasir mini market itu. Dan Yoongi menyadari Jimin sedang memakai seragam kerjanya sekarang. Yup! Dirinya lah yang bodoh.

"Hey, nak! Lanjutkan pekerjaanmu!", teriak penjaga kasir itu.

Yoongi menundukkan kepalanya seiring dengan langkah Park Jimin yang semakin dekat padanya dan bergumam 'maaf'.

"Pulanglah!", Park Jimin bersuara.

"Apa kau akan pulang juga?", tanya Yoongi sambil mengintip namja itu.

Park Jimin terdiam sebentar, lalu dia mengangguk sekali pada Yoongi. Tentu saja senyum mengembang lebar diwajah Yoongi. Dia senang sekali. Sebelum Park Jimin mengubah pikirannya, Yoongi langsung berlari meninggalkan mini market itu.

.

Yoongi berjalan cepat dengan perasaan kesal. Dia ingin segera mencapai Mini market dimana Park Jimin bekerja. Setelah bel sekolah usai berbunyi, Yoongi adalah siswa pertama yang keluar dari gedung itu. Park Jimin tidak menepati janjinya untuk pulang tadi malam. Dan Yoongi ingin membuat perhitungan dengannya.

"Akan kuhajar dia nanti!"

Benar-benar menyebalkan. Yoongi bahkan tidak tidur semalaman untuk menunggunya. Dia juga tidak makan malam, karena dia pikir dia akan makan malam bersama Park Jimin. Tapi anak laki-laki itu ingkar janji. Dan Yoongi tidak suka dibohongi!

Langkahnya berhenti tepat didepan jendela mini market itu. Dimana Park Jimin sedang membersihkan kaca dari dalam sana. Namja yang sekarang berubah jadi seksi itu menghentikan tangannya dan menatap datar pada Yoongi seolah dia tidak tahu kalau dia sudah bersalah.

Yoongi memberinya tatapan kesal. Namun lama-kelamaan tatapan mata Yoongi melemah. Menatap sepasang mata itu, Yoongi jadi teringat dengan kejadian dimana mereka hampir berciuman. Kini pipinya menghangat lagi. Namun dia berusaha untuk menguasai dirinya sekarang. Yoongi melangkahkan kakinya memasuki mini market itu. Menahan rasa menggelitik dalam perutnya.

Park Jimin menghadapkan tubuhnya pada Yoongi saat Yoongi berhenti didekatnya. Dia memberi Yoongi tatapan penasaran dengan wajah datarnya. Namun sialnya Yoongi malah merasa terpesona.

Rambut orange sialan!, rutuk Yoongi. Karena dimatanya sekarang, Park Jimin adalah sosok yang mempesona.

"Kau. Kenapa semalam kau tidak pulang?"-Yoongi merasa menjadi seperti seorang istri yang suaminya tidak pulang. Aish!

"Aku sibuk". Hanya itu saja yang Park Jimin ucapkan dengan wajah tanpa dosanya. Baiklah Yoongi. Dia sibuk, lalu kenapa?

"Kau tahu, tidak! Kemarin-", Yoongi belum selesai melayangkan protesnya. Namun suara bel pintu mini market terbuka itu terdengar. Park Jimin langsung terkesiap mendatangi orang tersebut dan memberi salam. Yoongi mengingat pria itu sebagai pria penjaga kasir yang kemarin bertugas.

Pria itu melayangkan banyak pujian. Seperti kau sudah berusaha dengan keras atau aku beruntung kau ada disini. Sepertinya pria itu adalah pemilik mini market ini. Dia menepuk-nepuk bahu Park Jimin lalu menatap Yoongi.

"Temanmu datang lagi?", katanya. Yoongi buru-buru memberi salam dari jauh. "Kau boleh istirahat. Temui temanmu dulu", katanya pada Park Jimin lalu berjalan kearah Yoongi.

Yoongi sekali lagi memberi salam karena pria itu berhenti dihadapannya. "Aigoo, aku merasa buruk sekali telah membuat kalian berdua terpisah. Maafkan aku ya, kalian jadi tidak bisa bermain bersama lagi", katanya. Kini giliran bahu Yoongi yang ditepuk-tepuk. Yoongi menjawabnya dengan senyuman dan membungkukkan badannya saja. Lalu pria pemilik mini market itu meninggalkan mereka berdua.

Park Jimin berjalan mendekatinya. Awalnya Yoongi kira Park Jimin ingin memberikan alasan namun dia malah menyuruh Yoongi pulang.

"Pulanglah"

Yoongi menghela nafasnya. "Apa kau akan pulang juga?", tanya Yoongi dan Park Jimin mengangguk sekali seperti sebelumnya. "Kau tidak akan pulang. Aku tahu".

Setelah itu Yoongi melangkah pergi meninggalkan Park Jimin.

.

Kesal karena merasa dicampakkan. Namun tetap saja, yang dirasa Yoongi lebih dominan rasa kecewa. Kini dia menundukkan kepalanya sambil menaiki tangga rumahnya. Dia sangat sedih. Sebelumnya dia sudah membayangkan Park Jimin akan menjadi teman dekat Yoongi. Walaupun mereka baru saja bertemu dan Yoongi tidak tahu persis apakah cerita hidup yang dia ceritakan pada Yoongi benar atau tidak, namun Yoongi sudah merasa nyaman untuk berkeluh kesah pada Park Jimin. Yoongi bahkan tidak pernah berkumpul bersama teman-teman sekolahnya dan lebih memilih Park Jimin. Tidakkah Park Jimin mengerti tentang itu?

Yoongi melirik kesal pada rak bukunya. Namun tatapannya berubah sedih. Dia mendekati portal itu. Dia mencoba menggesernya dan mengintip kedalam. Tidak terlalu jelas karena ruangan itu gelap. Yoongi membuka rak buku itu semakin lebar dan dengan lancang melangkah masuk. Ruangan itu pengap dan gelap.

Yoongi melihat ada sesuatu di dinding. Yoongi dengan segera menghampirinya. Benar apa yang dia pikirkan. Benda itu adalah jendela. Jendela berukuran sedang yang cukup memberi cahaya dan udara untuk masuk kedalamnya. Kini Yoongi bisa melihat dengan jelas ruangan berdebu itu. Ruangan itu terkesan rapi, namun debu disetiap sudut ruangan mengganggu indera penciuman Yoongi.

"Apa aku harus membersihkannya?"

Dia bertanya pada dirinya sendiri karena dia pikir dia sedang kesal pada pemilik ruangan itu. Namun dia juga tidak tega jika saat Park Jimin kembali, dia harus kembali mendekam didalam sini.

"AISH! PARK JIMIN BODOH!"

.

Yoongi menghentikan kegiatan mengepelnya dan menatap sekliling. Ruangan Park Jimin sudah segar dengan wangi apel disetiap sudutnya. Sekarang dia keluar menuju halaman belakang untuk mengambil alas tidur Park Jimin yang sudah dicuci dan dijemurnya.

Yoongi berkali-kali meyakinkan dirinya bahwa dia melakukan semua ini karena sedang bosan. Bukan karena Park Jimin.

"Aah`", dia membaringkan tubuhnya dilantai ruangan Park Jimin. "Begini lebih baik". Dia menghela nafas kembali. Melepaskan rasa lelah nya.

Tiba-tiba saja ponselnya berbunyi. Ternyata kakaknya yang menelepon. "Ne, Noona", sapa Yoongi.

Seperti biasa, Yoongi akan menjauhkan ponselnya dari telinga karena kakaknya yang mulai mengoceh dengan cepat. "Aku baik-baik saja", jawab Yoongi.

"hanya sedikit kesepian", tambahnya. Dia menjauhkan ponselnya lagi karena kakaknya kembali heboh. Tapi dia biarkan kakaknya itu bercerita tentang keadaannya disana. Menemani Yoongi yang semakin lama-semakin mengantuk hingga akhirnya dia terlelap ditengah-tengah ruangan Park Jimin.

.

Yoongi tersentak bangun dari tidurnya saat mendengar suara hujan. Namun Park Jimin yang sedang duduk menatapinya jauh lebih mengejutkan dari pada suara derasnya hujan. Yoongi sampai memekik dibuatnya.

"Kau membersihkan kamarku?", dia bertanya.

Bebeapa jam yang lalu hati Yoongi terasa sesak karena menahan kesal. Namun saat ini hatinya terasa sesak karena menahan sesuatu antara senang dan marah hingga membuat air mata menggenang di pelupuk matanya.

"Jangan menangis", Park Jimin mendorong tubuh Yoongi hingga dia hampir berguling.

Mendengar hal itu membuat Yoongi meneteskan air matanya. "Kau pulang?", kata Yoongi. Tangannya menyentuh bahu Park Jimin lalu turun menelusuri lengan hingga jermari namja itu dengan tidak percaya.

"Bodoh. Sudah kubilang jangan menangis!", kata Park Jimin smabil mengusap lelehan air mata itu. Dia memberikan senyumannya yang sudah tidak menyebalkan lagi-tampan lebih cocok untuknya sekarang.

"Jangan bertingkah sok cool lagi! Itu menyebalkan", Yoongi memukul keras pada dada Park Jimin hingga namja itu meringis.

"Maaf", katanya.

Yoongi mendadak diam. Ada kilatan aneh dalam mata Park Jimin. "Apa yang terjadi?", hanya itu saja pertanyaan yang terpikirkan oleh Yoongi. Sesuatu pasti terjadi padanya.

"Tidak terjadi apa-apa", katanya sambil tersenyum tipis. "Kau baik-baik saja?", tanyanya sambil membelai pipi Yoongi.

Yoongi menganggukinya. "hanya sedikit kesepian", jawabnya. Tangan Park Jimin mengacak gemas rambut Yoongi.

"jangan khawwatir, aku tidak akan meninggalkanmu lagi", katanya.

"Liar!", lalu Park Jimin tertawa kecil sambil mengacak rambut Yoongi lagi. "Aku bukan peliharaanmu!".

"Hey, kau sudah makan malam?"

"Cih!", Yoongi memalingkan wajahnya. "Sok perhatian!". Selanjutnya Park Jimin lah yang berusaha memperbaiki hubungan mereka dengan mengucapkan kata-kata manis.

.

Mereka membahas semuanya sambil makan sepanci ramyeon instan dan kimchi. Park Jimin menjelaskan bahwa dia bekerja untuk mengganti laptop Yoongi. Dia tetap bersikeras untuk mengumpulkan uang walaupun Yoongi sudah mengatakan dia merelakan laptopnya. Meskipun mereka berdebat, Yoongi merasa lebih senang dari pada harus menghabiskan makan malamnya seorang diri sambil menatap layar ponselnya.

Dan sekarang mereka berdua sedang membaca komik koleksi Yoongi sambil bergelunng dengan selimut diatas ksur yoongi. Diluar sedang hujan deras dan suasananya dingin sekali. Musim hujan kali ini benar-benar ekstrim.

Tidak ada percakapan. Mereka serius membaca komik-komik itu dan segera mengambil yang baru saat selesai dengan satu buku. Besok hari libur, jadi Yoongi tidak perlu khawatir akan bangun kesingan.

"Aku sudah lama ingin melakukan ini"

Yoongi menoleh saat mendengar suara itu dan dia kaget saat mendapati wajah Park Jimin hanya berajarak beberapa senti dari wajahnya. Seketika kenangan malam itu masuk kedalam ingatan Yoongi dan getaran itu kembali menyerangnya.

"A-Apa?"

"Ini. Boleh, kan?", tanya Park Jimin sambil menunjukkan gambar dua orang yang sedang berciuman didalam komik yang dibacanya. Yang bisa Yoongi lakukan hanya menjerit dalam hati apalagi saat namja seksi itu menarik Yoongi untuk lebih dekat padanya. Yoongi bisa mencium wangi tubuh Park Jimin saat namja itu bergerak. Sejak kapan dia pakai parfum?! Dan kenapa dia harus memakai aroma seksi ini?!

Pupil Yoongi bergerak tak karuan karena gugup. Namun saat matanya menatap pada manik Park Jimin. Dia tidak bisa lepas lagi. Tatapan Park Jimin selalu berhasil menguncinya. "Kenapa kau melakukan ini padaku?". Yoongi menutup matanya dengan erat.

"Sssttt~", namja bersurai orange itu menyuruhnya diam.

Setelah itu Yoongi benar-benar merasakan benda kenyal memabukkan itu menempel pada bibirnya. Kupu-kupu dalam perutnya berterbangan menggelitiknya hingga dadanya. Park Jimin menciumnya dengan sensual. Lembut namun membuat Yoongi bergairah. Dia membelai rambut Yoongi dengan hati-hati.

"Ahh~ T-tidak", Yoongi kalut sendiri. Dia melepaskan ciuman mereka. Disatu sisi dia menyukai ciuman mereka namun disisi lainnya dia merasa tidak seharusnya mereka melakukan itu.

"Jangan mendesah, nanti aku bisa gila", Park Jimin terkekeh dan bertindak lebih berani dengan membuat Yoongi berada dibawah kungkungannya. Dia kembali mendekatkan bibirnya dan mulai menciumi Yoongi lagi.

"Pergi sana!", Yoongi mendorong Park Jimin dengan menggunakan kakinya hingga namja itu terjatuh dari atas tempat tidur. "Dengar ya! Kita ini hanya berteman!", kata Yoongi sambil menendang kaki namja kurang ajar itu. Namun namja itu malah tertawa.

"Memangnya tidak boleh ada ciuman di antara teman?", tanyanya.

"Begitulah"

"Siapa bilang?"

Yoongi terdiam sambil berpikir, "A-aku?", jawabnya-lebih terdengar seperti pertanyaan.

"Memangnya aku ini temanmu?", tanya park Jimin sambil bangkit dari tempatnya terjatuh.

"uhm!", Yoongi menganggukkan kepalanya.

"Tidak", dia kembali merangkak keatas Yoonngi dan membuat Yoongi gelagapan. "Aku adalah pacarmu", kata Park Jimin dan kembali menyatukan bibir mereka lagi.

Malam itu, mereka habiskan-tidak, Park Jimin habiskan dengan menikmati bibir Min Yoongi.

.

TBC

Apa yang terjadi dengan pikiran saya? -_- Kenapa jauh dari yang sudah direncanakan.

Maafkan saya readernim :*

Review juseyo