New Home
CHAPTER 4
.
"Itu kakakmu?"
Yoongi mengangguk-angguk kecil sebagai jawaban. Saat ini mereka sedang menonton televisi bersama, kebetulan ada berita selingan di antara acara yang mereka tonton. Dan kebetulan juga kakaknya lah yang membawakan berita langsung dari lokasi bencana. Yoongi menunjukkan kakaknya yang sedang melaporkan berita di televisi kepada Park Jimin.
Park Jimin bersiul, "Cantik sekali".
Yoongi tidak berkomentar, dia mengagguk-angguk setuju. Hatinya sedikit cemburu mendengarnya. Tapi mau bagaimana lagi, nyatanya kakaknya itu memang cantik.
"Sudah lama dia tidak meneleponku", kata Yoongi. Dia memainkan remote televisi ditangannya. Lalu tertawa kecil, "Pantas dia membawa dua koper besar. Dia tahu dia tidak akan pulang secepat itu".
Seminggu yang dikatakan kakaknya sudah terlewat jauh. Sekarang sudah dua minggu lebih sejak Yoongi ditinggalkan seorang diri. Dan akhir-akhir ini Yoongi sudah tidak mendapatkan panggilan telepon dari kakaknya. Apa kakaknya itu tidak khawatir padanya?
Yoongi menghela nafas. "Yaa~ setidaknya kau ada disini. Aku jadi tidak kesepian"
"Jangan mulai deh~!"
"Astaga, Park Jimin! Aku cuma berkata saja!", Yoongi menepuk keningnya.
Belakangan ini, Park Jimin sering kehilangan kontrol hormonnya. Dia selalu mencium Yoongi disetiap ada kesempatan. Apalagi jika Yoongi salah memilih kata-kata saat bicara, bisa-bisa berarti rayuan bagi Park Jimin.
"Aku sudah tahu sejak awal kita bertemu. Kau memang MESUM!". Dia melempar bantal sofa pada wajah Park Jimin dan berjalan keluar rumah.
"Hey! Mau kemana? Tunggu!".
.
Minggu sore yang menyenangkan untuk sekedar berjalan-jalan bersama. Yoongi dan Park Jimin ingin menjelajahi jalan disekitar rumah mereka yang dihiasi genangan air disana sini.
Park Jimin akan libur bekerja untuk beberapa hari. Katanya toserba itu tutup untuk beberapa hari karena anak perempuan dari pemiliknya sedang dirawat dirumah sakit.
Yoongi masih sering menyuruhnya untuk berhenti bekerja. Tapi Park Jimin bilang dia bekerja bukan untuk mengganti laptop Yoongi saja, tapi untuk dirinya juga. Dia tidak bisa selamanya menjadi beban bagi Yoongi.
Benar juga sih. Selama dia menyukai apa yang dia lakukan Yoongi tidak akan melarangnya.
"Hey, jangan jauh-jauh dariku". Park Jimin mengalungkan lengannya pada leher Yoongi dan menariknya mendekat.
"Menyingkir", kata Yoongi seraya melepaskan diri. Dia kembali melakukan kegiatan melompati-genangan-air-nya. Meninggalkan Park Jimin yang berusaha mengejarnya. Yoongi semakin mempercepat langkahnya. Inginnya sih meninggalkan Park Jimin namun sayang kakinya terpeleset hingga membuatnya jatuh kedalam genangan air.
"Sudah kubilang, kan. Jangan jauh-jauh dariku", Park Jimin mendekatinya. "Lihat kan? Kau jadi basah semua", katanya sambil mengulurkan tangannya.
"Kyaaa! Lihat mereka. Manis sekali"
Yoongi dan Park Jimin menoleh pada sumber suara. Beberapa gadis yang sedang mengambil foto mereka dengan ponsel ditangan mereka masing-masing bersorak senang. Aigoo. Bukankah mereka gadis-gadis yang sama yang ada didekat sekolah Yoongi? Kenapa mereka selalu berhasil mendapatkan momen kebersamaan Yoongi dan Park Jimin? Yoongi bahkan belum berdiri dari tempatnya terjatuh. Tidak bisakah mereka mengabadikan moment yang tidak memalukan? Celana Yoongi basah kuyup!
"Cepat bantu aku!", ucap Yoongi sambil mengulurkan tangannya.
Park Jimin segera menarik tangannya dan membantunya berdiri. Tidak hanya itu dia juga memeluk pinggang Yoongi dan mendekatkan wajahnya.
"H-hey, kau tidak akan-"-terlambat. Park Jimin sudah lebih dulu menciumnya dan gadis-gadis itu semakin menjerit kegirangan.
Yoongi mendorong paksa tubuh Park Jimin menjauh darinya.
"Akan kubunuh kau Park Jimin!". Yoongi berteriak karena namja bersurai orange itu sudah melarikan diri sambil tertawa senang. Dengan susah payah Yoongi mengejarnya dengan celananya yang terasa berat karena basah.
Anak itu sudah lebih dulu berbelok dan menghilang. Yoongi berlari pelan karena dia takut terjatuh lagi. Mulutnya tidak bisa berhenti mengutuk namja mesum itu. Benar-benar membuat malu.
"Hey, Park Jim-", Yoongi berhenti memanggil karena orang yang dikejarnya itu malah menghentikan sebuah taksi. "H-Hey! Tunggu!". Yoongi berlari.
Namun terlambat. Taksi itu sudah lebih dulu melaju membawa Park Jimin pergi.
"Mau kemana dia?"
.
.
Yoongi cemberut. Sama sekali bukan gayanya untuk cemberut imut seperti ini. Namun sudah hampir pukul sebelas malam, Park Jimin belum juga pulang.
Dia juga tidak bilang mau pergi kemana. Dia juga tidak menghentikan taksi saat Yoongi mengejarnya tadi.
"Lihat saja. Kalau pulang nanti, tidak akan ku ampuni!".
Sekarang dia jadi merasa seperti seorang istri yang suaminya tidak kunjung pulang.
"Huh! Menyebalkan!"
.
.
"Katakan padaku. Dari mana saja kau semalam?!"
Yoongi langsung bertanya tepat saat Park Jimin membuka matanya.
Yoongi mendapati Park Jimin sudah tertidur disampingnya saat dia bangun pagi tadi. Dan saat ini, Yoongi sedang bersiap untuk pergi kesekolah.
"Ugh~", Park Jimin meregangkan ototnya sebelum ia memeluk bantal Yoongi dan kembali tidur.
"Hei! Jawab aku atau tidak akan kuijinkan kau tidur disampingku lagi!"
Park Jimin langsung terkesiap. Satu-satunya ancaman yang lebih ampuh dari pada mengancam untuk mengusirnya pergi dari rumah ini.
"Ya, maaf. Maaf", kata Park Jimin dengan mata mengantuknya. "Kau tanya apa tadi, sayang?", tanya Park Jimin.
Pipi Yoongi terasa geli mendengar Jimin memanggilnya begitu. Namun dia masih bisa menjaga ekspresinya untuk tetap pada wajah datar.
"Kemarin kau pergi kemana?"
Park Jimin menguap dan berjalan mendekati Yoongi.
"Oh". Dia memeluk Yoongi dari belakang namun dengan cepat Yoongi menjauhkannya.
"Jangan coba-coba sebelum kau menjawab pertanyaanku, Park Jimin!"
Park Jimin hanya diam menatapinya. Menatapinya dengan tatapan lembut andalanya. Dia menghela nafasnya sebelum bicara.
"Kau ingin tahu?". Park Jimin mendekati Yoongi dan membantu Yoongi mengikat dasinya.
"Beri aku ciuman dulu~", lanjutnya.
Yoongi menepuk keras bibir Park Jimin yang sudah mengerucut siap untuk menciumnya.
"Aku sedang tidak bercanda"-aku khawatir, bodoh-Yoongi menelan kembali kata-kata yang ingin dia katakan.
"Aku juga"
Yoongi mendengus sebal. "Malam ini kau tidak boleh tidur ditempat tidurku!", katanya lalu pergi meninggalkan Park Jimin sendirian.
.
.
Sejak saat itu Yoongi selalu menolak Park Jimin. Entah untuk berdekatan, bersentuhan, atau hanya sekedar saling menatap.
"Kau masih marah padaku?"
Yoongi melirik galak pada Park Jimin yang hanya berani duduk disudut kamarnya. Berhari-hari Yoongi mendiamkan namja mesum itu.
Oke. Yoongi semakin merasa dirinya yang sekarang bukan lah dirinya yang dulu. Dirinya yang sekarang lebih mirip gadis sensitif yang jika kekasihnya melakukan satu kesalah kecil saja akan membuatnya merajuk selama berhari-hari.
Siapa yang tidak kesal jika keseriusanmu hanya dianggap main-main saja? Terlebih lagi oleh makhluk bernama Park Jimin.
"Aku minta maaf", katanya dengan bibir mengerucut lucu. Yoongi sedikit geli melihatnya. Tapi dia akan menahan tawa karena dia dalam mode merajuk.
"Tidak sebelum kau beritahu kemana kau pergi sore itu", tolak Yoongi mentah-mentah.
"Tapi, itu sudah empat hari yang lalu. Kenapa kau masih mempermasalahkannya?"
"Eh! Jangan mendekat!", Yoongi memperingatkan Park Jimin yang merangkak mendekat kearah Yoongi.
"Selangkah saja kau mendekat, akan kutendang wajah tampanmu itu!"
Park Jimin mengerang frustasi. Dia merangkak mundur dan kembali duduk disudut ruangan bersama tongkat baseball milik Yoongi.
Dia melipat kaki dan tangannya seperti anak kecil yang sedang mendapat hukuman dari Ibunya. Kepalanya menunduk, tapi bahunya bergetar dan terdengar suara tawa gemas dari mulutnya.
"Kenapa kau tertawa? Kau senang duduk disana?", tanya Yoongi sinis. Namun tawa lucu Jimin terdengar semakin keras saja.
"Apa yang lucu?!", Yoongi berteriak kesal. Lama-lama dia terganggu juga mendengarnya.
"Kau yang lucu"
"JANGAN BERCANDA, PARK JIMIN!"
Tawa Park Jimin semakin keras dan cukup membuat Yoongi takut. Jangan bilang Park Jimin mendadak gila karena dia diamkan selama berhari-hari. Apalagi saat namja itu berdiri ditempatnya dan menatap Yoongi dengan tatapan mengintimidasi miliknya.
"Kau bilang apa tadi?"
"A-apa? Aku bilang apa?"
Yoongi sangat gugup saat Park Jimin berjalan mendekatinya.
"GYAAAA! MEMANG AKU BILANG APA? KATAKAN SAJA! JANGAN MENDEK-AAAAAAAAA!"
Yoongi kalang kabut saat Park Jimin melompat keatas kasurnya. Yoongi ingin melarikan diri, namun lagi-lagi Park Jimin lebih gesit dan berhasil menindihnya.
Dia tertawa gemas sambil menatapi Yoongi yang meronta-ronta dibawahnya.
Yoongi tahu itulah yang akan terjadi. Park Jimin. Seharusnaya makhluk mesum sepertinya itu dilenyapkan dari muka bumi agar tidak merepotkan makhluk polos seperti Yoongi. Benar-benar menakutkan. Yoongi takut diperkosa Park Jimin.
"Ssssstttt~~ Kau dengar sesuatu?", tanya Park Jimin.
Tentu saja Yoongi langsung berhenti bergerak dan berteriak saat mendengar ucapan Park Jimin. Dia menajamkan telinga dan berusaha mendengar suara yang dimaksudkan oleh namja bersurai orange itu.
"Tidak dengar apa-apa", kata Yoongi. Karena memang telinganya terasa sunyi.
"Ah, yang benar? Kau yakin tidak mendengar suara itu?"
Yoongi mengerutkan alisnya bingung. Mungkin terjadi masalah pada telinga Park Jimin. "Suara apa?", tanyanya.
"Degup jantungku saat melihat wajah manismu", jawab Park Jimin sambil menaik turunkan alisnya. Dan lagi, Yoongi menampar pipi namja mesum itu.
"I really hate you", ucap Yoongi sambil memicingkan matanya.
"I love you too" jawab Park Jimin lalu tertawa geli.
Masih dengan Park Jimin diatas tubuhnya. Yoongi tidak berniat bergeser. Apalagi Park Jimin. Dia sangat senang dengan posisi mereka saat ini. Baiklah. Yoongi akan mengalah dan membiarkan Park Jimin menciumnya-Jika memang Park Jimin berniat Yoongi akan merayunya untuk bercerita tentang hal yang masih mengganggu pikirannya.
"Maafkan aku", kata Park Jimin.
Yoongi mengangguk sebagai tanda bahwa dia memaafkan namja itu. Senyuman langsung mengembang dibibir Park Jimin. Dia pikir Yoongi benar-benar memaafkannya dengan tulus? Well, tidak ada yang gratis didunia ini. Yoongi akan menagih bayarannya nanti.
Seperti yang diduga. Park Jimin dengan wajah sok tampannya mendekatkan wajah kepada Yoongi. Yoongi sudah siap. Apapun yang akan terjadi. Jika akhirnya Park Jimin menciumnya lagi(untuk kesekian kalinya). Yoongi akan menerimanya.
Awalnya ciuman itu berjalan mulus. Bibir mereka sudah bersentuhan dan Park Jimin sudah siap menghisap bibir Yoongi jika saja tidak ada pengganggu.
"Astaga, Yoongi?!"
Mata Yoongi membulat. Dia seperti mendengar suara kakaknya. Dia mendongak kearah pintu kamarnya dengan tangan yang masih mengalung indah dileher Park Jimin.
"Kenapa tidak mengunci pintu jika mau bercinta?", kata kakaknya dengan wajah memerah malu. Dia menutupi wajahnya dan menutup pintu kamar Yoongi lagi.
Yoongi segera menendang Park Jimin dari atas tubuhnya hingga namja itu jatuh kelantai dan mengaduh kesakitan, lalu Yoongi bergegas menyusul kakaknya keluar dari kamar.
"Noona! Aku tidak bercinta!".
.
Keesokan harinya, sesuai dengan perkiraan Yoongi. Kakaknya terus menerus menanyakan kehadiran Park Jimin dirumah mereka.
Apa yang bisa Yoongi katakan? Selain mengakui Park Jimin sebagai teman sekolahnya yang sedang menginap. Dia tidak mungkin bilang kalau Park Jimin sebenarnya tinggal dibalik rak buku dikamarnya kan?
Kakaknya tidak hentinya menyeret Yoongi jauh-jauh dari Park Jimin, untuk bicara secara rahasia berdua saja. Seperti saat ini. Kakaknya membawanya kedapur masih untuk membahas Park Jimin yang sedang duduk di sofa mereka.
"Kenapa kekasihmu itu tidak pulang juga? Apakah Ibunya tidak mencari?", kata kakaknya sambil mengintip Park Jimin yang duduk tenang ditempatnya.
"Dia bukan kekasihku!", desis Yoongi. Dia memutar mata malas. Kakaknya terus-terusan menganggap Park Jimin adalah kekasihnya dan membuatnya bosan menjelaskan bahwa dirinya dan Park Jimin tidak menjalin hubungan yang seperti itu.
"Tapi semalam kalian berciuman. Apa namanya kalau bukan kekasih?", katanya sambil mengambil piring-piring yang ada di tempat pengering dan membawanya kelemari.
"Kami.. hanya... terbawa suasana saja", jawab Yoongi asal sambil menatap kemana saja selain mata kakaknya.
"Eeeeyy~", kakaknya itu menusuk perut Yoongi dengan jari telunjuknya yang berkuku tajam.
"Lagi pula aku tidak menyangka", dia menghadap kearah Yoongi saat dia sudah selesai dengan piring-piringnya.
"Aku tidak menyangka adikku seorang submissive"
Yoongi yang baru saja meneguk sisa jus jeruknya di meja langsung menyemburkannya kembali. "Apa?!".
Kakaknya itu malah tertawa. "Benar, kan? Dia yang pegang kendali atas dirimu. Astaga Yoongi... Aku baru sadar jika kau ini sebenarnya sangat manis", kakaknya itu mengacak kepala adiknya dan membuat adiknya sebal.
"Noona!"
"Terserah. Yang jelas dia harus segera pulang kerumahnya"
"Dia akan tinggal disini..Uhm..selamanya", kata Yoongi. Memberanikan diri mengatakan itu sekaligus meminta ijin dari kakaknya.
"Cinta muda yang gila. Terserah, asal dia bayar sewa", kakaknya itu meninggalkan Yoongi dengan secangkir teh hijau dan pergi ke arah tangga lalu menghilang.
Yoongi mengawasi kakaknya itu sambil berjalan menghampiri Park Jimin. Dilihatnya namja bersurai orange itu baru saja berbicara dengan seorang melalui ponsel yang Yoongi belum pernah lihat sebelumnya.
"Kau punya ponsel?", Yoongi merebut ponsel itu sebelum berhasil disimpan kedalam saku celana pemiliknya.
Yoongi memperhatikan benda itu. Benda persegi yang hampir sama seperti milik Yoongi namun dengan warna yang berbeda. Yoongi membuka kunci layarnya dan mendapati gambar dirinya dengan angle dan pencahayaan yang sempurna hingga membuatnya nampak-Yoongi sendiri juga tidak bisa percaya- sangat cantik dilayar ponsel Park Jimin.
"Cantik, kan?"
Yoongi cemberut untuk menutupi rasa malunya. "Dari mana kau dapatkan ini? Kau tidak..."-mencurinya, kan?-Yoongi tidak sanggup untuk melanjutkannya.
"Eeyy! Enak saja!", Park Jimin merebut benda itu dan mengusap sayang layarnya. "Bos yang memberiku ini. Untuk kelancaran komunikasi", katanya seraya tersenyum tengil.
"Aku akan mencicilnya dengan seperempat gajiku", tambahnya dengan suara yang lebih pelan.
"Tadi dia meneleponku. Nanti sore aku harus buka toko. Bos butuh pemasukan untuk biaya tambahan anaknya yang sakit", lanjutnya.
Senyuman Yoongi mengembang. "Boleh aku ikut?".
.
.
"Terima kasih. Datang lagi ya~~"
Yoongi menghela nafas dengan senyum diwajahnya. Ternyata menjadi kasir sangat menyenangkan. Terlebih lagi hari ini banyak pelanggan yang datang.
"Selamat datang~~", Yoongi menyambut pelanggan dengan ramah. Dua orang gadis dan mereka langsung berbisik-bisik saat melihat Yoongi. Pasti sedang membicarakan ketampanannya. Hahaha..
"Kenapa kau tersenyum seperti itu?", tanya Park Jimin dengan kardus mie instan ditangannya.
"Oh? T-tidak..", Yoongi tidak sadar jika dia sudah melamun yang tidak-tidak.
"Aku senang jadi kasir. Aku tidak pernah menerima uang sebanyak itu"
Park Jimin terkekeh. "Itu bukan uang kita. Jangan mengkhayal yang tidak-tidak", katanya sambil lalu.
"Baik, senior!", ledek Yoongi. Dalam hal bekerja di toserba, Park Jimin adalah seniornya.
"Huh! Sok bijaksana!", cibirnya kemudian.
Yoongi duduk dikursinya dan menopang dagu. Menunggu dua gadis itu selesai belanja.
Matanya melihat keluar dan terkagum saat melihat sebuah mobil mewah terparkir didepan toko mereka.
"Wow~ Mobil mahal. Pasti pemiliknya sangat kaya. Aku harap dia belanja banyak", katanya.
"Yoongi", Park Jimin memanggilnya.
"Apa?"
Walaupun Yoongi terdengar ketus, namun Jimin tetap tersenyum. "bisa tolong aku. Kembalikan ini. Aku sudah selesai mengisi raknya".
"Kenapa tidak kau sendiri saja? Aku kasir disini"
"Sudah cepat. Cepat! Biar aku yang jaga kasir!"
"E-eh? Apa-apaan ini?", Yoongi dipaksa menerima kardus itu dan dia didorong masuk kedalam ruang penyimpanyan.
"Sekalian, ambil kardus soda kaleng!"
Yoongi mendengus tidak suka mendengar teriakan itu dari luar. "Aku suka menjadi kasir", gerutunya.
Yoongi diam menatapi ruangan penuh kardus itu. Dia sendiri bingung harus mengembalikan kardus ditangannya itu di sebelah mana.
Dia memutuskan untuk menumpuknya bersama kardus dengan label merk mie instan yang lainnya.
"Soda kaleng", gumamnya.
Matanya menelusuri setiap kardus disana. Ternyata tidak mudah jika bukan kau sendiri yang menyusun semua kardus-kardus ini.
"Ah, itu dia!", Yoongi segera menghampiri tumpukan kardus-kardus itu. Namun ada banyak pilihan di sana yang membuat Yoongi bingung.
"Yang mana yang harus ku ambil?"
.
"Hei, Park Jimin. Aku harus-"
"Min Yoongi tidak ada kaitannya dengan ini. Jangan sentuh dia atau kau akan menyesalinya!"
Yoongi menghentikan langkahnya saat mendengar namanya disebut-sebut. Yoongi mengintip dari balik ruang penyimpanan. Park Jimin sedang bicara dengan seorang laki-laki paruh baya. Dan wajah Park Jimin nampak marah sekali.
"Hahahaha!", laki-laki paruh baya itu tertawa keras. "Anak pemberani. Sama seperti yang dulu. Kau pikir aku tidak punya hal lain untuk kukerjakan dari pada mengurus bocah seperti kalian?".
"Sudah kubilang, urusan ini hanya antara kita berdua!", Park Jimin mencengkeram mantel pria itu.
Yoongi tidak bisa diam saja. Dia tidak ingin Park Jimin bertindak tidak sopan pada pelanggan mereka.
"Hey, Park Jimin!"
Kedua orang itu menatap pada Yoongi. Mata Park Jimin berkaca-kaca dan nafasnya memburu karena marah. Sedangkan pria itu, mengangkat sebelah alisnya saat melihat Yoongi datang.
"ada apa ini?", tanya Yoongi.
"Oh? Min Yoongi. Wah, senang sekali aku bertemu denganmu"
Yoongi mengerutkan alisnya. "Apa aku mengenalmu, Tuan?"
Pria itu berdecak kagum. "Kau jauh lebih sopan dari berandalan ini". Dia menatap tidak suka pada Park Jimin.
Yoongi sekuat tenaga memegangi pergelangan tangan Park Jimin yang mulai bergetar. Dia harus memastikan Park Jimin tidak meninju pria itu.
"Kakakmu adalah anchor cantik, Yoona. Kau baru pindah dari Daegu beberapa bulan yang lalu. Dan kau tinggal dirumah CEO Park. Benar?"
Yoongi semakin kebingungan. Apa maksud Pria itu sebenarnya?
"Kau pria tua sialan! Berani sekali kau bicara padanya!", Park Jimin menghempaskan tangan Yoongi yang mencengkram pergelangannya dan siap untuk meninju pria itu. Namun Yoongi berusaha untuk menghalanginya.
"Tidak. Park Jimin. Tidak!", Dia menjauhkan Park Jimin dari Pria itu.
Yoongi menyeretnya dan mengunci Park Jimin didalam ruang penyimpanan. Tidak peduli jika dia berbuat gaduh dengan menggebrak pintu dari dalam.
Yoongi buru-buru menghampiri pria itu dan membungkuk serendah mungkin. "Maafkan kami. Tapi boleh aku tahu siapa anda, tuan?".
Pria itu tersenyum tipis. Lalu tanpa berkata-kata, pria itu pergi meninggalkan toko mereka.
.
New Home
.
Yoongi menghela nafas. Menatapi Park Jimin yang duduk pada anak tangga kamarnya, memandang lurus pada pakaian yang sedang dijemur dihalaman belakang.
Anak itu akan sangat diam saat Yoongi tidak bersamanya, lalu akan kembali mesum saat Yoongi kembali.
Yoongi tahu, ada hal yang mengganggu pikiran Park Jimin sejak dia pergi tanpa pamit hari itu. Dan semakin yakin jika pria yang kemarin bertengkar dengan Park Jimin itulah penyebabnya.
Yoongi ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi. Siapa pria itu? Apa hubungan mereka? Dan kenapa pria itu tahu segalanya tentang Yoongi?
Tapi sejak kemarin Yoongi tidak menanyakannya. Dia tahu Park Jimin tidak akan mengatakan apapun yang akan menjawab semua pertanyaannya.
Yoongi pikir Park Jimin butuh ketenangan. Makanya sejak kemarin Yoongi tidak marah-marah pada namja bersurai orange itu.
"Hey~", Yoongi duduk disamping Park Jimin. Dan sesuai dugaan, Park Jimin langsung menyambutnya dengan senyuman.
"Kau sedang memikirkan apa?", tanya Yoongi.
"Menurutmu apa?"
Yoongi mengedikkan bahu tanda dia tidak tahu.
"Tentu saja dirinu"
Yoongi tertawa kecil dan memukul lengan berotot Park Jimin.
"Liar", desis Yoongi.
Hening sejenak sambil menikmati hembusan udara pagi dihari minggu. Yoongi memberanikan diri untuk memulai bertanya.
"Apa aku boleh bertanya sesuatu?"
Park Jimin tersenyum dan mengangguk padanya.
"Siapa pria yang datang ke toko waktu itu?", tanya Yoongi dengan hati-hati.
Senyuman diwajah Park Jimin seketika memudar. Dia dengan segera mengalihkan tatapannya kearah yang lain.
"Kau bilang aku boleh bertanya, jadi aku pikir-"
"Pamanku"
Yoongi berhenti bicara saat Park Jimin menjawab pertanyaannya.
"Dia adik ayahku", lanjut Park Jimin. "Dia orang yang berbahaya. Kau jangan dekat-dekat dengannya".
Belum sempat menjawab, Yoongi sudah lebih dulu mendapati Park Jimin meneteskan air mata tanpa suara.
"K-kenapa kau menangis?", Yoongi kebingungan. Apa yang membuatnya menangis?
Dengan tiba-tiba, Park Jimin mencengkram kedua pundaknya. "Yoongi-ah, aku takut. Apa yang harus kulakukan sekarang?"
"Apa maksudmu?"
"Dia yang telah membunuh ayahku. Dia telah mengambil semuanya. Dia juga yang sudah mencoba membunuhku. Dan mungkin saja dia..."
"Apa? Mungkin apa?", Yoongi kebingungan dengan apa yang Park Jimjn katakan.
"...dia. Dia bisa saja melukaimu dan juga Noona. Yoongi, aku takut sekali", kata Park Jimim dan terjatuh kepelukan Yoongi.
Yoongi tertegun. Ini pertama kalinya dia melihat Park Jimin menangis putus asa. Yang bisa dia lakukan sekarang hanyalah memeluk Park Jimin dan meyakinkannya bahwa semua akan baik-baik saja.
.
New Home
.
"Yoongi, ayo kita ke kantin. Aku lapar", ajak salah satu temannya. Namun Yoongi sama sekali tidak ingin beranjak. Dia sedang malas.
"Tidak. Kau pergi saja sendiri", tolak Yoongi. Dia mengistirahatkan kepalanya di atas meja dan menutupi tubuhnya dengan jaketnya. Dia sedang tidak ingin diganggu karena sudah cukup banyak hal yang mengganggunya.
.
Park Jimin menceritakan tentang sosok pamannya semalam. Pria itu adalah orang yang mengirim kembali Park Jimin ke panti asuhan dan membakar rumah CEO Park.
Dan yang paling mengganggu Yoongi adalah bagaimana Jimin menuduh pamannya yang membunuh ayahnya.
Park Jimin pernah berkata jika Ayahnya meninggal karena serangan jantung. Bagaimana bisa pria itu yang membunuhnya?
"Huh?", Yoongi menghentikan langkahnya dan menoleh kebelakang punggungnya. Dia merasa sedang diikuti oleh seseorang. Namun tidak ada siapapun yang mencurigakan disana. Hanya orang yang berlalu lalang.
Yoongi hanya mengedikkan bahu dan kembali berjalan pulang. Namun perasaan sedang diikuti itu sangat mengganggunya terlebih saat dia menengok kebelakang tetapi tidak ada siapapun disana.
Dia segera berlari saat bus yang akan ditumpanginya berhenti dihalte. Setidaknya dia akan merasa aman didalam bus yang penuh penumpang. Entahlah, tiba-tiba saja dia teringat oleh perkataan Park Jimin dan merasa takut.
"...dia. Dia bisa saja melukaimu dan juga Noona".
.
Yoongi diam menatapi Park Jimin yang tidak bisa berhenti mondar-mandir cemas didepan pintu rumah mereka.
Sesekali dia mengintip kearah luar jendela untuk memastikan apakah kakak Yoongi sudah pulang atau belum.
"Kemana dia? Kenapa jam segini belum pulang juga?!".
Yoongi menghela nafasnya. "Sudahlah. Noona sudah biasa pulang malam. Berhenti mondar-mandir. Aku pusing melihatnya", kata Yoongi.
"Lagi pula, kau kan bukan adiknya. Kenapa kau yang khawatir?i", celetuk Yoongi lagi dan langsung mendapat tatapan tajam dari Park Jimin yang membuatnya gugup.
"Memang aku tidak boleh khawatir pada kakak iparku sendiri?!"
"Uh? Uhm, y-ya. T-terserah kau saja lah", timpal Yoongi dengan pipi bersemu merah.
Yoongi memilih untuk duduk tenang dan menatapi Park Jimin yang mondar-mandir sambil melipat tangannya. Bergelut dengan pikiran masing-masing.
Ditengah keheningan mereka. Tiba-tiba ponsel Yoongi bergetar. "Oh? Noona meneleponku", katanya. Namun belum sempat Yoongi menjawab panggilan, ponselnya sudah lebih dulu direbut oleh Park Jimin.
"Yeoboseyo? Noona, kau dimana? Kenapa belum pulang?"
Yoongi hanya memasang ekspresi datar pada Park Jimin. "Dari pada adik ipar, kau lebih terlihat seperti seorang ayah yang anak perawannya pulang terlalu malam", gumamnya sambil mengawasi namja bersurai orange itu.
Tiba-tiba Park Jimin membulatkan matanya dan menatap panik pada Yoongi. Melihat itu Yoongi menjadi ikut khawatir. Dia yang penasaran segera merebut ponselnya dan mengambil alih.
"Noona, kau dimana?!", tanyanya panik.
"Yoongi, cepat datang dan tolong aku!"
.
TBC
