By: Xylia Park
New Home
CHAPTER 5
.
Yoongi dan Park Jimin bergegas pergi dengan taksi begitu kakaknya memberitahukan di mana keberadaannya sekarang.
Kini panik yang Yoongi rasakan melebihi panik yang Park Jimin rasakan sebelumnya. Dia tidak bisa berhenti menggerak-gerakkan kakinya cemas dan mengira-ngira kemungkinan keadaan kakaknya sekarang.
Dia sebenarnya tidak ingin membayangkan hal terburuk, namun pikirannya secara otomatis melayang pada hal-hal buruk. Dia sangat-sangat takut sesuatu terjadi pada kakaknya, satu-satunya keluarga yang dia miliki saat ini.
"I-itu mobilnya!", seru Yoongi saat dia yakin melihat mobil sang kakak yang unik, dengan warna merah muda dan corak feminim pada badan mobilnya. Mobil itu berhenti dipinggir jalan yang gelap, didekat pepohonan dan jauh dari keramaian.
Taksi mereka berhenti lumayan jauh dari mobil kakaknya berada karena mereka terlalu mendadak meminta supirnya berhenti. Tak ingin menghabiskan banyak waktu dan membuat kakaknya menunggu, mereka pun memilih untuk berlari menghampiri mobil merah muda itu.
"Aku harap bukan karena pamanku"
Yoongi memcelos mendengar ucapan Park Jimin. Itu juga yang ada di pikirkan Yoongi sejak tadi. Dia sangat takut jika paman Park Jimin lah yang membuat kakaknya ketakutan.
"Aku harap juga begitu", gumam Yoongi.
Saat mencapai mobil kakaknya, hal pertama yang dia lihat adalah keadaan sang kakak yang sedang duduk dikursi kemudi dengan kepala yang bersandar pada kemudi mobil. Tidak bergerak.
Yoongi mulai berpikiran yang tidak-tidak. Dia takut jika kakaknya itu terluka atau pingsan atau...
"Noona! Noona!", Yoongi dan Park Jimin berteriak seraya mengetuk tidak sabaran pada jendela mobil.
"Tidak! Yoongi, aku takut sekali". Park Jimin meremas lengan jaket Yoongi dengan wajah penuh kekhawatiran.
"Jangan panik, Jimin. Tenanglah", kata Yoongi walaupun sebenarnya dia sendiri juga sama paniknya.
Suara jendela mobil yang terbuka menginterupsi percakapan mereka. "Yoongi! Jimin! Kalian datang!", dan mereka langsung dipeluk erat oleh kakak Yoongi.
"N-noona, kau baik-baik saja? Sesuatu terjadi padamu? Apa mereka melukaimu?", tanya Park Jimin saat pelukannya terlepas. Dia memindai kakak Yoongi dari atas hingga bawah, takut-takut jika kakak Yoongi terluka.
"Mereka siapa? Ah!-Yoongi, aku kehabisan bensin. Maukah kalian mendorong mobil sampai stasiun pengisian bahan bakar?"
Hening sesaat. Tidak ada yang menjawab. Yoongi sedang berusaha mencerna apa yang baru saja kakaknya katakan. Apa kakaknya serius?
"A-apa?", kata Yoongi tidak percaya. Dia pikir sesuatu yang buruk telah terjadi. Ternyata kakaknya hanya kehabisan bahan bakar. Yoongi menghela nafas lega, setidaknya kakaknya itu baik-baik saja-walaupun hal ini sangat menyebalkan sekali!
"petugas derek tidak merespon panggilanku. Aku tidak tahu harus menghubungi siapa lagi. Nanti kalau aku minta tolong pada sembarang orang lalu dia macam-macam bagaimana?", kata kakaknya, merajuk.
Yoongi hanya menghela nafas dan menganguk. Dia mengerti situasinya. Bersyukurlah karena Yoongi adalah adik yang pengertian.
"Kau bilang apa?!"
Yoongi dan kakaknya tekejut pada suara Park Jimin. "Hey! Tidak perlu berteriak!", balas kakak Yoongi sambil menutupi telinganya.
Jimin mendengus. "Kau menelpon dan membuat kami panik setengah mati hanya untuk ini? Apa kau sedang bercanda? Kau tahu tidak, betapa khawatirnya kami padamu! Dasar wanita menyebalkan! Dorong saja sendiri!", setelah mengatakan hal itu Jimin menendang roda bagian depan mobil dan berjalan meninggalkan mereka berdua.
"Huh, ya sudah kalau tidak mau bantu. Tidak perlu meneriaki aku, kan?!", teriak kakak Yoongi kesal. Dia beralih menatap pada Yoongi. "Ada apa dengannya?".
Yoongi hanya bisa diam melihat keduanya. Park Jimin yang merasa kekhawatirannya dipermainkan dan kakaknya yang tidak tahu jika ada sesuatu yang perlu diwaspadai.
.
Setelah berhasil membujuk Park Jimin untuk kembali(Yoongi harus memberikannya satu kecupan dulu agar berhasil). Mereka berdua akhirnya bersedia membantu kakak Yoongi untuk mendorong mobil hingga stasiun pengisian bahan bakar yang untungnya tidak jauh dari tempat mobil kakaknya berhenti.
Namun mereka masih berdebat bahkan saat sedang mengisi bensin. Yoongi hanya bisa diam mendengarkan mereka berdebat dari tempat duduk. Dia tidak ingin terkena imbas dan menjadi sasaran emosi mereka berdua jika berusaha menengahi.
Setelah itu, mereka hening sepanjang perjalanan pulang. Park Jimin nampak benar-benar kesal. Dia bahkan tidak mengajak Yoongi bicara. Dan saat mereka sampai dirumah, Park Jimin yang pertama turun dari mobil dan berlari menuju halaman belakang untuk pergi ke kamar mereka.
"Ada apa dengan pacarmu? Kenapa dia marah padaku?", tanya kakaknya dengan nada tidak suka.
"Dia khawatir padamu sepanjang hari tapi kau mengecewakannya", jawab Yoongi seadanya.
"Aku mengecewakannya? Kenapa aku mengecewakannya?!"
Yoongi menghela nafasnya dan bergumam, "mulai lagi".
Jika kakaknya sudah kesal begini, bisa-bisa dia tidak akan berhenti bicara sampai pagi. Yoongi mengibaskan tangannya dan berlalu mendahului kakaknya, masuk kedalam rumah.
Dia membiarkan kakaknya itu mengejarnya dengan mulut yang terus mengeluarkan protes hingga mereka sampai di dapur. Kakaknya tidak suka disela saat bicara, jadi Yoongi akan tutup mulut sampai wanita cerewet itu selesai bicara.
"...Kenapa dia harus marah? Memangnya dia pikir dia siapa? Menyebalkan!", kakaknya mendengus dan mengambil nafas sebanyak-banyaknya.
"Kau sudah selesai?", tanya Yoongi. Kakaknya mendelik dan Yoongi buru-buru mendahuluinya sebelum kakaknya mulai ngerap lagi.
"Noona, dia hanya khawatir. Kau seharusnya mengerti dan bersyukur"
"Jadi kau lebih membela dia dari pada kakakmu? Aku tidak bisa percaya ini!", tukas kakaknya dengan tangan dipinggang dan mulai bicara lebih banyak lagi.
"B-bukan begitu, hanya saja-"
Menyela ucapan kakaknya yang banyak bicara adalah hal yang percuma. Terlebih lagi, dia sudah sangat terlatih. Kakaknya itu sudah sampai pada level expert. Jadi dia mengambil nafas dalam-dalam sebelum dia bersuara dengan keras.
"OK! OK! Aku akan jelaskan semuanya. Tolong tenanglah", kata Yoongi. Dia mengusap kupingnya yang terasa sakit. "Aigoo, telingaku yang malang".
.
New Home
.
"Pizzanya dataaang~~"
Kakak Yoongi berseru dengan wajah cerah, mendatangi Yoongi dan Park Jimin yang sedang menoton televisi sore itu dengan dua box pizza ditangannya. Sudah lama Yoongi ingin makan pizza. Tumben sekali kakaknya mau mengeluarkan uang lebih untuk dua box besar sekaligus.
"Pizza peperoni kesukaan Yoongi dan yang spesial, pizza empat rasa dengan ekstra keju untuk Park Jimin", serunya.
Yoongi menahan senyuman dan mengawasi keduanya. Park Jimin terlihat tidak terkesan dengan pizza spesialnya. Sepertinya dia masih kesal dengan kakaknya karena kejadian semalam.
Yoongi sudah menceritakan segalanya pada kakaknya. Tentang issue rumah mereka yang berhantu yang diceritakan teman-temannya, pertemuannya dengan Park Jimin yang tidak terduga, CEO Park, hingga kekhawatiran Park Jimin perihal pamannya yang berbahaya. Kakaknya menolak untuk percaya. Dia bilang 'memangnya ini cerita fiksi? Tidak mungkin bisa kebetulan seperti itu'.
Yoongi memutuskan untuk tidak bersikeras dan meyakinkan kakaknya. Percaya atau tidak, itu terserah pada kakaknya, yang penting kakaknya sudah bersedia untuk minta maaf. Itu sepadan dengan apa yang sudah dia lakukan pada Yoongi dan Park Jimin semalam. Mendorong mobil membuat otot kedua lengannya keram, man.
"Ayo makan. Kenapa diam saja? Kau tidak suka pizzanya?", tanya kakaknya kepada Park Jimin. Namun anak itu hanya diam saja menatapi kakak Yoongi dengan tatapan curiga.
"Kau ingin makan apa? Malla hot chicken? Mm... Ayam pedas itu memang sedang populer. Kalau kau mau, mari kita pesan!", katanya seraya bersiap menekan nomor telepon pada ponsel. "Siapa tahu aku bisa dapat poster Bangtan Boys, la la la la...", dia bersenandung girang, membuat Yoongi dan Park Jimin saling melirik kikuk di tempat mereka.
"Tidak perlu", jawab Park Jimin. Dia mengambil sepotong pizza dari box empat rasa spesialnya. "kau ingin minta maaf dengan pizza ini, kan?".
Kakak Yoongi melirik-lirikkan matanya. Jelas sekali niatnya sudah ketahuan. Yoongi memang menyarankan kakaknya untuk minta maaf dengan cara memberi apel atau sesuatu yang menyenangkan.
"Ide yang bagus. Tidak ada yang bisa menolak pizza", lanjut Jimin lalu menikmati pizzanya.
Kakaknya menghela nafas lega karena dia tidak perlu keluar uang lagi untuk membeli ayam pedas itu. Yoongi tahu apa yang ada dipikiran kakaknya.
"Tapi, noona. Tidak ada kata maaf diantara keluarga. Kau sebenarnya tidak perlu melakukan ini. Aku hanya mengekspresikan rasa kesalku saja", kata Park Jimin dengan mulut berisi lalu tersenyum manis seperti biasa.
"Tahu begitu aku tidak beli semua inu. Hhh~ Menyebalkan. Harganya mahal sekali", keluh kakaknya. "Lagi pula siapa juga yang ingin menjadi keluargamu!", lanjutnya lalu menggigit pizza kejunya.
"Dan aku tidak ingin percaya kalau kau adalah anak CEO Park".
Park Jimin tersedak. Dia melirik penuh tuduhan kepada Yoongi dan membuat Yoongi mati kutu ditempat duduknya.
"Maaf", gumam Yoongi.
"Bagaimana rasanya tinggal dibalik rak buku itu? Wah, misterius sekali", goda kakak Yoongi lalu tertawa senang.
"Noona!"
Dan sore itu berlalu dengan hangat. Yoongi senang, kakaknya dalam keadaan baik-baik saja dan Park Jimin yang sudah tidak ngambek lagi.
.
Rasanya menyenangkan, bagaimana hubungan kakak Yoongi dan Park Jimin semakin lama semakin dekat. Yaa, walaupun mereka masih saja sering berdebat karena berbeda pendapat. Tapi mereka masih tetap bisa kompak apalagi dalam hal mengerjai Yoongi.
Apalagi sekarang Park Jimin memutuskan untuk mengontrol mereka setiap saat. Menelpon atau mengirim pesan pada Yoongi dan kakaknya setiap satu jam sekali. Memastikan mereka baik-baik saja. Memangnya dia pikir, apa yang akan dia lakukan jika Yoongi dan kakaknya sedang dalam bahaya?
Awalnya kakaknya berpikir hal itu berlebihan. Namun tetap saja dia menjawab telepon dan membalas pesan yang Park Jimin kirimkan padanya. Bagaimana hubungan mereka tidak menjadi semakin dekat kalau begitu caranya? Haha..
Setiap hari juga, sepulang sekolah, Yoongi akan terlebih dulu mampir ketempat kerja Park Jimin. Menunggunya atau bahkan membantunya hingga jam kerja habis. Seperti hari ini.
"Annyeonghaseyo~", Yoongi memasuki toserba tempat Park Jimin bekerja. Menyapa pemilik dan anak perempuannya yang sudah kembali sehat.
"Ah, Yoongi. Kau sudah pulang sekolah?", tanya pemilik toserba dengan suara ramahnya, seperti biasa. Pria baik hati itu mengijinkan Park Jimin bekerja disana walaupun dia tahu Park Jimin sering mencuri barang dari tokonya. Sangat baik karena dia tidak pernah mengungkit-ngungkitnya lagi walaupun Park Jimin melakukan kesalahan. Dia membimbing anak itu dengan baik.
"Yoongi? Mana dia?", Park Jimin mengintip dari dalam ruang penyimpanan saat mendengar nama Yoongi disebut. Anak itu punya sinyal yang kuat sekali kalau menyangkut Yoongi.
"Aku disini", sahut Yoongi seadanya.
"Bagus. Cepat bantu aku mengisi rak makanan ringan", kata Park Jimin sebelum dia menghilang kembali kedalam tempat penyimpanan.
"Apa-apaan dia itu? Memang siapa yang bosnya disini?", gerutu Yoongi sebal. Namun dia tetap melepaskan ranselnya untuk siap membantu Park Jimin.
.
Mereka pulang bersama setelahnya. Park Jimin tidak mau melepaskan tangan Yoongi. Dia terus menggenggam tangan Yoongi dengan erat selama perjalanan pulang. Seolah Yoongi akan pergi meninggalkannya.
"Kau menggenggamnya terlalu erat", kata Yoongi sambil sedikit menarik tangannya yang digenggam Park Jimin. Namun namja bersuara orange itu justru menariknya kembali dan memeluk tangan Yoongi didadanya sambil tersenyum lembut.
"Hei!", Yoongi terkekeh melihatnya. Park Jimin selalu berhasil membuat Yoongi blushing setiap melihat senyumannya yang manis itu.
"Berhenti menatapiku, dasar mesum!", kata Yoongi seraya memalingkan wajahnya. Sedangkan Park Jimin semakin gencar menggodainya.
DIIIIIIIINNNN!
Mereka berdua terlonjak terkejut. Di belakang mereka, seseorang menyorot mereka dengan lampu mobilnya.
Park Jimin menarik Yoongi untuk menepik dan memberi jalan untuk mobil itu lewat. Namun ternyata, mobil yang mengganggu kemesraan mereka itu adalah mobil berwarna merah muda milik kakak Yoongi.
"Aaww~ Look at this love birds. Membuat iri saja", celoteh kakaknya. Membuat Yoongi menjauhkan diri dari Park Jimin karena malu. Dia tidak suka melakukan skinship di depan orang lain.
"Ini tidak seperti apa yang kau lihat", kata Yoongi pada Kakaknya. Namun Park Jimin menariknya dan memeluknya kembali.
"Tentu saja ini persis seperti apa yang dia lihat, sayangku~"
Kakaknya tertawa, begitu pula Park Jimin. Mereka berdua membuat wajah Yoongi memerah malu. Lihat? Mereka selalu kompak saat menggoda Yoongi.
"Sudah. Ayo naiklah. Aku bawa ayam bumbu pedas untuk makan malam.", kata kakak Yoongi.
Mereka berdua berseru senang seperti anak kecil, lalu segera menurut dan masuk kedalam mobil kakaknya. Menyerbu ayam bumbu pedas yang diletakkan dikursi belakang tanpa ijin kakaknya. Membuka kotaknya, membuat aroma pedas seketika menguar di dalam mobil hingga sampai penciuman kakaknya yang tajam.
"Hei! Aku bilang untuk makan malam! Jangan buka sekarang! Tidak! Jangan tumpah di jok mobil, aku baru mencucinya! Yoongi! Jimin!"
.
Cinta muda yang gila. Begitulah kata kakak Yoongi. Entah mereka berdua memang sedang di mabuk cinta atau hanya Park Jimin saja yang gila karena cinta.
Anak itu tidak bisa berhenti menatapi Yoongi. Padahal Yoongi sudah menyuruhnya untuk memejamkan mata dan tidur karena saat ini jarun jam sudah menunjukkan pukul satu dini hari. Ayolah, Yoongi ada test harian besok!
Mereka berbaring diatas tempat tidur Yoongi. Saling berhadapan. Saling menatap dan berpegangan tangan seperti pasangan yang baru menikah.
"Tumben tidak ada ciuman hari ini?". Bukannya meminta. Yoongi hanya bertanya. Kalian jangan berpikir jika Yoongi mulai genit pada Park Jimin, ya! Tidak!
Namja bersurai orange itu hanya diam. Tidak tersenyum. Tidak menjawab. Tidak bereaksi apapun. Hanya diam menatapi Yoongi.
"Apa sekarang kau tidur dengan mata terbuka seperti ikan?".
Well, sepertinya lelucon yang Yoongi katakan sama sekali tidak lucu. Karena Park Jimin masih diam saja.
"Hei, kenapa kau diam saja? Apa kau sedang sakit perut?"
"Sedikit", jawab Park Jimin sambil mengusap perutnya sendiri dan itu sukses membuat Yoongi tertawa.
"Kau pandai melawak rupanya", kata Yoongi.
"Tidak, aku memang agak mulas karena makan ayam pedas itu", kata Park Jimin. Lalu dia menyorot Yoongi dengan tatapan yang lebih serius. "Tapi bukan itu masalahnya".
Yoongi dengan sabar menunggu kelanjutan kalimatnya. Dia merasa, Park Jimin akan mengatakan sesuatu yang serius. Namun dia justru menghabiskan banyak waktu dan terus menatap pada Yoongi tanpa mengeluarkan satu katapun.
"Apa? Apa yang ingin kau katakan?"
Park Jimin mengambil nafas dan membuangnya. Dia menyentuh pipi Yoongi dan mengusapnya.
"Yoongi sayang. Kau bertambah gemuk. Apa kau sedang hamil anakku?"
Yoongi mendengus. Apakah Yoongi menunggu lama hanya untuk mendengar itu?
"Oh, ayolah Park Jimin", dia memukul kepala surai orange itu. "Kenapa kau selalu bercanda!"-Lagi pula, sejak kapan mereka melakukan... Ahh!
Park Jimin hanya tersenyum namun masih terasa hening dan tidak nyaman untuk Yoongi. Dia pernah merasakan ini. Dimana Park Jimin mendadak bertingkah tidak seperti Park Jimin yang seharusnya. Sesuatu pasti sedang mengganggu pikirannya lagi.
"Ada apa? Katakan padaku", kata Yoongi. Dia memicingkan mata curiga pada Park Jimin seolah dia tahu Park Jimin sedang menyembunyikan sesuatu darinya.
Si surai orange menghela nafas lalu menggelang pelan. "Entahlah. Aku hanya merasa sangat cemas", katanya.
"Tiba-tiba aku merasa sangat merindukanmu", tambahnya.
Yoongi menaikan alisnya. Sedikit terkejut juga mendengarnya. Dia pernah baca dikomik. Jika ada yang berkata seperti itu, itu berarti akan terjadi sesuatu yang mungkin akan membuat mereka terpisah untuk selamanya.
"Jangan khawatir. Aku tidak akan meninggalkanmu", hibur Yoongi sambil memeluk Park Jimin seperti boneka beruang besar.
"Maksudmu?", tanya Park Jimin dengan wajah bingung.
"Maksudku, bisakah kita tidur sekarang? Mataku sudah tidak sanggup untuk terbuka lagi", jawab Yoongi.
"Huh?"
Tidak peduli pada Park Jimin yang kebingungan. Yoongi mulai memejamkan matanya dan memilih untuk tidur. Dia benar-bebar mengantuk.
.
"Belajar yang rajin. Kau harus bisa lulus dengan nilai terbaik. Buatlah aku bangga"
Yoongi kesal saat rambutnya yang sudah rapi diacak-acak lagi. Tidak masalah jika itu kakaknya. Karena jika Yoongi menolak kakaknya, maka dia akan kehilangan separuh uang jajan. Tapi yang bicara barusan adalah Park Jimin. Yoongi tidak bisa santai dengan perlakuannya yang satu itu.
Dia menepis tangan Park Jimin dari atas kepalanya dengan wajah yang ditekuk. "Berapa kali aku bilang padamu, aku bukan peliharaanmu!", katanya tidak suka.
"Tentu saja", jawab Park Jimin sambil tertawa geli dan semakin keras mengacak rambut Yoongi. "Kau kucing peliharaanku yang manis", gemasnya dan mulai menggelitiki bawah dagu Yoongi dengan suara gemas yang aneh.
Yoongi berdecak tidak suka. "Sudahlah, sana pergi. Terima kasih sudah mengantarku", kata Yoongi.
Yaa. Park Jimin sangat keras kepala pagi ini. Memaksa untuk mengantar Yoongi bahkan sampai masuk kedalam kelasnya jika diijinkan, karena dia tidak bisa berhenti merasa cemas.
Apa boleh buat? Daripada anak itu mengamuk lagi, lebih baik Yoongi mengalah saja. Toh, Yoongi sebenarnya juga tidak keberatan diantar kekasihnya-Eh?!
"Baiklah. Aku tunggu di toko, ya. Balas pesanku. Oh, ya. Jangan lupa makan siang. Ingat anak kita", kata Park Jimin yang sudah mulai cerewet seperti kakaknya sambil mengusap perut Yoongi yang datar dan membuat Yoongi terpaksa harus memukul kepala Park Jimin lagi agar anak itu berpikiran jernih.
"Hentikan leluconmu itu!", geramnya.
"Astaga! Kau sedang hamil?"
Gadis-gadis itu lagi, dan mereka mendengar apa yang Park Jimin katakan. Begitu mereka menghampiri Yoongi, Park Jimin segera mengeluarkan jurus langkah seribu dengan tawa bahagia dan membuat Yoongi jadi kewalahan untuk menjelaskan bahwa namja yang sudah kabur itu hanya bicara ngawur.
"T-tidak. Aku laki-laki. Tidak mungkin hamil", dia mencoba menjelaskan dengan wajah memerah malu, sedangkan para gadis sibuk mengusap-usap perutnya dan mengucap harapan-harapan baik untuk si jabang bayi yang sebenarnya tidak ada.
AWAS KAU PARK JIMIN!
.
New Home
.
Minggu pagi yang cerah. Secerah wajah Yoongi dan Park Jimin yang sangat bersemangat untuk berlari-lari kecil mengelilingi taman di dekat rumah mereka. Katanya sih, olahraga. Tubuh Yoongu terasa sangat kaku. Tapi nampaknya Yoongi sudah lelah, padahal baru berlari sebentar.
"Huh, kau seperti kakek-kakek", ejek Park Jimin sambil berlari ditempat dengan semangat membara. Di hadapannya ada Min Yoongi yang sedang membungkuk sambil memegangi kedua lututnya dengan nafas tersengal-sengal. Yoongi tidak ingin ambil pusing dengan ejekan anak itu. Dia benar-benar ingin istirahat sebentar.
"Jangan alasan. Katakan saja kau ingin ku gendong", timpal Park Jimin sambil menyisir rambutnya keatas dengan jari-jarinya.
Yoongi mendengus tapi dia mengulurkan kedua tangannya pada Park Jimin dengan wajah manja.
"Ide yang bagus! Gendong~", katanya. Membuat Park Jimin mengangkat kedua alisnya tidak percaya, namun terkekeh gemas. Aegyo. Suatu hal yang tidak pernah terpikirkan oleh Yoongi untuk melakukannya, namun akhir-akhir ini menjadi kebiasaannya jika sedang menginginkan sesuatu terutama pada Park Jimin.
"Baiklah", Park Jimin mendekat dan membiarkan punggungnya dipanjat oleh Yoongi.
Yoongi terlihat begitu semangat dan segera meraih punggung si surai orange. Tapi Park Jimin terdengar seperti tikus terjepit saat Yoongi benar-benar sudah naik di punggungnya.
"Aish.. Apa yang kupikirkan? Kau bahkan lebih kurus dari aku. Kuat atau tidak?", tanya Yoongi antara khawatir, kesal, dan mengejek.
Park Jimin tidak menjawab, hanya suara nafas tertahan yang terdengar. Dia nampak kesulitan hanya untuk menyeret kakinya melangkah maju. Keringat bahkan keluar dari pelipisnya.
"Huh, payah! Lupakan saja. Aku bisa jalan sendiri", kata Yoongi sembari meninggalkan Park Jimin yang tidak romantis itu.
"Salah sendiri kau gendut", timpal Park Jimin.
"Sialan kau!", Yoongi menyeret kembali langkahnya yang sudah jauh dengan cepat hanya untuk memberi Park Jimin pelajaran.
Tetapi mereka tertawa. Mengejek satu sama lain tanpa merasa sakit hati. Yoongi tidak pernah mempunyai hubungan pertemanan spesial dengan siapapun seperti hubungannya dengan Park Jimin sekarang. Mengalir begitu saja tanpa ada keraguan. Walaupun Yoongi baru mengenal Park Jimin, tapi hubungan mereka terasa begitu tulus.
" Akh! Aw-Minyoon-ah! Sakit!"
Yoongi tertawa dan melepaskan jari-jarinya yang sedang menarik surai orange itu. "Hey! Sudah lama aku tidak dengar panggilan itu".
"Oh ya? Kapan terakhir kali?"
Yoongi berusaha mengingat-ingat. "Kalau tidak salah, saat aku mengikatmu dan menyodok perutmu dengan tongkat baseball", jawabnya enteng. Namun Park Jimin tidak terlihat senang.
"Ah, itu benar-benar sakit", kata Park Jimin sambil mengelus perutnya. "Kau memukulnya tepat pada lukaku".
Yoongi ikut meringis membayangkan rasa ngilunya. "Maaf", dia benar-bebar menyesal sekarang.
"Kenapa kau suka sekali menyiksaku?", tanya Park Jimin dengan suara menangis yang dibuat-buat.
"Karena kau menyebalkan!", cibir Yoongi dan memberi imbuh tendangan kecil dikaki kurus Park Jimin.
"Tidak apa-apa. Kau boleh menyiksaku, tapi kau tidak boleh meninggalkan aku karena aku sangat mencintaimu..."
"Oh. Yang benar saja", Yoongi mendengus melihat Park Jimin yang mulai bertingkah tidak wajar dan lebih memilih untuk melanjutkan olahraganya.
Awalnya sangat menyenangkan. Mereka berlari bersama, tertawa bersama. Namun kehadiran seseorang membuat semua kesenangan itu sirna. Park Jimin dengan segera menyembunyikan Yoongi di balik punggungnya seiring dengan langkah kaki orang itu yang semakin dekat.
"Park Jimin. Min Yoongi", sapanya.
Dia adalah paman Park Jimin. Yoongi bisa merasakan betapa berbahayanya orang itu hanya dengan melihat senyumannya saja. Sangat palsu.
"Mau apa lagi? Bukankah sudah kubilang jangan ganggu kami?", kata Park Jimin. Tangannya sudah mengepal kuat. Yoongi sampai harus memeganginya agar jangan sampai Park Jimin membuat keributan di sana.
"Aku hanya ingin bicara sebentar. Boleh?"
Mereka saling menatap bingung. Yoongi semakin mengeratkan pegangannya pada lengan Park Jimin.
"Ayolah, ini masalah perusahaan", kata pamannya tanpa basa-basi.
Park Jimin menggeram kecil. "Bukankah sudah kau ambil segalanya. Perusahaan ayahku tidak ada hubungannya denganku lagi!".
Pamannya itu tertawa sambil memijit keningnya. Nampak gemas, kesal, frustasi. "Sayangnya masih ada", katanya.
Hanya dengan satu jentikan jarinya, seorang anak buahnya menghampiri dengan sebuah map ditangnnya.
"Begini saja. Kau tanda tangani ini, maka aku tidak akan mengganggu hidupmu lagi. Kita buat semuanya jadi mudah", dia bicara sambil menunjukkan map berwarna kuning itu di depan mereka berdua.
Park Jimin yang bingung mengerutkan alisnya dan mengambil map itu dari tangan pamannya. Membukanya dan membaca sebuah kertas dengan Kop resmi dari pengadilan negara.
Yoongi ikut membaca isi dari tulisan yang diketik dengan rapih itu dan matanya membulat tidak percaya. Dia menatap Park Jimin dan pamannya bergantian.
"S-surat kuasa? T-tapi...", wajah Park Jimin sama terkejutnya dengan Yoongi. Park Jimin selalu mengira dirinya sudah tidak punya apa-apa lagi didunia ini tapi ternyata dia masih pewaris tunggal harta ayahnya.
Yoongi merebut surat itu dan membacanya lagi dengan teliti dan hati-hati. Memastikan dia memahami arti dari setiap kata di sana.
'Warisan hanya bisa diberikan saat Park Jimin berusia tujuh belas tahun dan hanya bisa dipindah tangankan sesuai persetujuan dari pewaris sah.'
"Pikirkan baik-baik, keponakanku tersayang. Akan kujamin hidup yang damai dan tanpa masalah. Oh ya, dan juga sekolahmu. Aku akan menjamin pendidikanmu sampai sarjana. Itu yang kau inginkan selama ini, kan?"
Yoongi menggeram tidak suka. "Sudah cukup, Tuan! Tidak akan kubiarkan kau bertindak sesuka hati padanya!", Yoongi beralih berdiri didepan Park Jimin. Menyembunyikan si surai orange, yang tidak diduga ternyata berusi dua tahun lebih muda dari Yoongi, dari pamannya yang berbahaya.
"Park Jimin tidak akan menandatangani surat apapun!", tukasnya sekali lagi sebagai keputusan terakhir untuk menjauhkan Park Jimin dari pamannya.
Pria itu sudah sangat keterlaluan. Dia tidak sadar, sudah seberapa jauh dia membuat Park Jimin hidup menderita. Apa dia pikir dengan mendatangi dan mengancam, dia akan membuat Park Jimin dan Yoongi takut?
Ini bukan tentang kekuasaan. Tapi tentang kebahagiaan Park Jimin. Menurut Yoongi, Park Jimin pantas menjadi pewaris karena dia memang anak ayahnya. Park Jimin adalah pewaris sah untuk semua harta ayahnya.
"Jangan ikut campur dalam urusan keluarga kami Min Yoongi, atau kau akan menyesalinya", kata Paman Park Jimin memperingatkan.
Yoongi mendengus meremehkan, "coba saja!", dia menantang tanpa rasa gentar sedikitpun. Beradu tatapan sengit dengan pria yang berusia dua kali lipat usianya. Bukan berniat kurang ajar, hanya saja pria itu sudah sangat keterlaluan tamaknya.
"Ada apa ini? Yoongi?"
Seseorang datang dan menginterupsi mereka. Yoongi lega sekaligus khawatir mengetahui kakaknya lah yang datang menengahi.
"Anchor YoonA. Selamat pagi. Wah~ Kau benar-benar secantik di televisi"
Yoongi nerasa tidak senang dengan ucapan paman itu terhadap kakaknya. Begitu pula sang Kakak yang berkerut bingung. "Ada masalah apa anda dengan adik-adikku?".
Paman Park Jimin menaikan kedua alisnya. "Adik-adikmu, ya?", tanyanya. Memastikan seraya menunjuk ke arah Park Jimin dengan tatapan sangsi. Tentu dia tahu jika Park Jimin bukanlah adiknya juga.
Kakaknya mengangguk. "Apa adik-adikku melakukan kesalahan?", jawab Kakak Yoongi tenang. Dan itu membuat paman Park Jimin terlihat gusar.
"Tidak ada. Katakan saja pada mereka untuk bersikap lebih hormat pada orang yang lebih tua", katanya sambil menatap kearah Yoongi.
"Pikirkan baik-baik. Jangan sampai kau melukai orang-orang disekitarmu, Jimin-ah", katanya sebelum dia pergi meninggalkan Yoongi dan Park Jimin.
Yoongi menghela nafasnya. Dia hampir saja melayangkan tinjunya pada wajah menyebalkan pria itu jika saja kakaknya tidak datang sebagai penyelamat.
"Noona, terima kasih sudah membantu kami"
Kakaknya itu menoleh lalu berkacak pinggang dan memberi wajah marah. "Aku mencari kalian karena kalian pergi tanpa mematikan televisi! Sudah berapa kali aku bilang untuk hemat listrik?! Dasar anak-anak nakal!", dia menjewer telinga Yoongi dan Park Jimin.
Yoongi melirik Park Jimin yang sama kikuknya. Yoongi kira kakaknya datang sebagai superhero. Ternyata... -_-.
.
"APA?! TIDAK MUNGKIN!"
Yoongi dan Park Jimin menutup kedua telinga mereka begitu kakaknya selesai membaca surat warisan di tangannya. Wanita itu sudah membacanya berkali-kali dan berteriak 'tidak mungkin' setiap kali selesai membacanya.
"Coba kubaca lagi", katanya dan siap membaca lagi.
Yoongi menghela nafasnya dan berkata, "Noona, kau sudah membacanya lima belas kali".
"Dan berteriak dua puluh kali", tambah Park Jimin masih sambil memegangi telinganya.
"Berarti pria itu...", kata kakaknya sambil menunjuk kearah luar rumah mereka.
"Pamannya Jimin", Jawab Yoongi.
"Berarti Jimin...?", kali ini dia menunjuk Park Jimin.
"Anak CEO Park", jawabnya lagi.
Kakaknya memekik senang dengan suara tertahan. Suaranya seperti suara petasan yang sedang meluncur kelangit. Kecil dan nyaring. Dia berlari ke arah Park Jimin dan memeluk si surai orange itu.
"Adik iparku ternyata kaya raya!", katanya dan membuat Park Jimin senang. Namja itu menaik-naikkan kedua alisnya pada Yoongi dengan senyum menang.
Yoongi hanya bisa menatap mereka datar. Kadang dia tidak mengerti dengan pemikiran kedua orang di hadapannya itu.
"Bukan itu masalahnya-Hei! Noona! Dengarkan aku!", ucapnya frustasi. Dia harus menarik kakaknya itu dari pelukan Park Jimin agar kakaknya berhenti bersorak.
"Ini bukan kabar yang baik. Justru kita harus berhati-hati", kata Yoongi serius.
Kini Yoongi ketakutan karena ulahnya sendiri yang sok berani menantang pria berkuasa yang berbahaya. Dia hanya bisa berharap agar semua baik-baik saja.
.
New Home
.
Yoongi melesat keluar dari sekolahnya dengan cepat. Menjadi yang pertama pergi begitu tanda sekolah usai berbunyi. Hatinya selalu merasa senang setiap kali dia akan bertemu dengan Park Jimin. Padahal mereka hanya berpisah jika Yoongi sedang sekolah saja, selebihnya mereka akan selalu bersama-sama.
Mungkin karena terlalu bersemangat, Yoongi yang melompat turun dari bus sampai hampir tersungkur. Seolah tidak menjadi penghalang, Yoongi justru kembali berlari melanjutkan perjalanannya. Namun lagi-lagi, perasaan tengah diikuti oleh seseorang itu menghentikan langkahnya. Yoongi menoleh kebelakang. Lagi-lagi dia tidak mendapatkan siapapun dibelakangnya. hal itu membuat Yoongi takut. Dia memutuskan untuk kembali berlari tanpa menengok kebelakang lagi walaupun perasaan diikuti itu terus menyerangnya.
.
Yoongi mematung, tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Dia segera memasuki toserba tempat Park Jimin bekerja.
Toko serba ada itu hancur berantakan. Kaca pecah. Atap runtuh. Barang-barang berserakan dilantai. Semuanya benar-benar rusak. Entah apa yang sudah terjadi disini.
"Jimin!? Paman? Noona?!", Yoongi memanggil-manggil mereka. Ingin memastikan jika mereka baik-baik saja.
"Yoongi. Yoongi"
Paman pemilik toserba itu muncul dari balik rak makanan ringan dan menghampirinya dengan tergopoh-gopoh sambil memeluk sebuah kardus.
"Paman. Apa yang terjadi?", tanya Yoongi dengan nafas tersengal. Pemilik toko terlihat baik-baik saja. Tidak ada luka dan tidak terlihat terpukul dengan keadaan tokonya.
"Preman. Sudah jangan pikirkan ini. Jimin pergi mengejar mereka", kata pemilik toserba.
"Apa?!"
Tanpa pikir panjang Yoongi berlari keluar dari toserba untuk mencari Park Jimin. Namun belum jauh dia meninggalkan toserba, Park Jimin terlihat sedang berjalan tak jauh didepannya.
"Jimin", panggil Yoongi.
Namja bersurai orange itu terkejut ketika melihat Yoongi menghampirinya. "Kau sudah datang?", tanyanya.
"Kau mengejar mereka?", tanya Yoongi tanpa basa-basi. Dia memeriksa Park Jimin mulai dari kepala hingga ujung sepatunya. Memastikan jika anak itu baik-baik saja.
Park Jimin menghela nafasnya dan mengangguk. "Yoongi.. Aku yakin pamanku yang melakukan semua ini!"
Yoongi mengangguk menginyakan. Dia juga yakin jika ini perbuatan paman Park Jimin. Baru sehari sejak dia ditolak untuk mendapat tanda tangan Park Jimin dan dia sudah bertindak sejauh ini. Benar-benar gila.
"Yoongi, apa yang harus kukatakan pada bosku?", tanya Park Jimin. Dia nampak khawatir dan merasa bersalah.
Yoongi menyentuh kedua pundak Park Jimin. "Jangan katakan apa-apa. Ini bukan salahmu, kau mengerti?".
Park Jimin mengangguk menurut. Well, setelah tahu jika usia Park Jimin lebih muda darinya, Yoongi jadi merasa sangat ingin melindunginya.
"Sudah jangan menangis!"
Park Jimin tertawa malu karena Yoongi menangkap basah setetes air matanya yang jatuh. Dia mengusapnya dan berkata 'aku tidak menangis'. Lalu dia berjalan mendahului Yoongi.
Yoongi tahu. Park Jimin sedang ketakutan dengan apapun yang akan pamannya lakukan. Dia hanya tidak ingin orang lain terluka karena dirinya. Park Jimin hanya seorang yang berhati lembut.
.
Mendengar kabar hancurnya tempat kerja Park Jimin, kakak Yoongi jadi ikut mengkhawatirkan anak itu. Dia bahkan mengusulkan untuk mengajak mereka semua pindah dari kota tanpa berpikir panjang. Tentu saja Yoongi dan Park Jimin menolaknya mentah-mentah. Hell, Yoongi tidak mau sekolah baru! Tolong biarkan Yoongi lulus dengan tenang.
Lagi pula, kemana pun mereka pergi. Paman Park Jimin akan melakukan apapun untuk mengejar mereka dan mendapatkan apa yang dia inginkan. Jadi lebih baik jika mereka bertahan dan saling melindungi satu sama lain.
"Yoongi. Kau tidak perlu mengatarkanku ke toko. Nanti kau bisa terlambat ke sekolah", kata Park Jimin
Yoongi menggeleng dan menggerakkan satu jarinya yang teracung. "No. No. No. Aku akan mengantarmu sampai tujuan. Lagi pula...", Yoongi mendekat untuk berbisik pada Park Jimin.
"...aku berniat untuk bolos", lanjutnya sambil terkikik geli. Dia ingin membolos untuk kebaikan. Dia ingin membantu membereskan segala kekacauan ditoko itu hari ini. Bukankah niat Yoongi baik?
Park Jimin mendelik tidak percaya. "Dasar anak nakal! Akan kulaporkan pada Noona", katanya.
"Laporkan saja", Yoongi menjulurkan lidahnya mengejek dan berlari meninggalkan namja bersurai orange itu. Dia ingin mengajak Park Jimin sedikit bercanda karena anak itu sejak kemarin nampak tegang menghadapi ulah pamannya.
"Eyy! Dasar anak nakal!", Yoongi tertawa saat Park Jimin berhasil menangkapnya. Larinya sangat cepat. Yoongi saja sudah kelelahan. Akhirnya dia mengalah dan membiarkan Park Jimin merangkulnya dan membuat mereka berjalan bersama.
"Eh?", Park Jimin melepas pelukannya pada Yoongi untuk merogoh saku celananya. "Oh. Bos meneleponku", katanya.
Dia segera menjawab teleponnya dan kembali merangkul Yoongi. "Ya, bos? Aku dalam perjalanan", katanya. Yoongi hanya diam saja mendengarkan Park Jimin yang sedang bicara.
"Apa?! I-iya. Iya, aku sudah dekat", lalu dia mematikan sambungan dan menatap Yoongi dengan mata membulat.
"Yoongi, ayo lari. Kita harus segeran sampai"
"Memang ada apa?", tanya Yoongi panik. Jangan bilang sesuatu terjadi di toserba.
"Ayo!"
"Ah! Jangan lari lagi, aku capek!", rengek Yoongi yang tangannya ditarik oleh Park Jimin.
.
"Jimin! Yoongi!"
Mereka berdua disambut bahkan saat jarak mereka masih satu blok lagi dari toserba, oleh anak perempuan pemilik. Mereka langsung diterjang, dipeluk bahkan pipi mereka dicium. Mereka berdua tentu kebingungan mendapatkan serangan mendadak itu.
"Uhm..?"
Kakak perempuan itu tersenyum. Wajahnya nampak sangat bahagia. Tentu saja Yoongi bingung. Bencana baru datang pada toko ayahnya kemarin, kenapa sekarang dia terlihat bahagia sekali.
"Entah perbuatan baik apa yang kalian lakukan. Tapi aku sangat berterima kasih pada kalian", kata kakak perempuan itu dan kembali memberikan pelukan erat.
"Memangnya ada apa?", tanya Yoongi sedikit tertawa bingung.
"Ayo!"
Keduanya diseret setengah berlari menuju toserba. Yoongi dan Park Jimin saling menatap kebingungan. Namun rasa bingung itu terjawab saat kaki mereka sampai di tujuan.
Toserba mereka terlihat sibuk dengan banyak pria berlalu lalang keluar masuk toko sambil membawa alat pertukangan. Suara berisik terdengar sangat jelas jika toko mereka yang sedang diperbaiki.
"Jimin, Yoongi anakku!". Paman pemilik toko menghampiri mereka lalu memeluknya sambil tertawa senang. Park Jimin yang dipeluk nampak sangat bingung dengan semua ini. Begitu juga Yoongi.
"Ada apa ini? Tokonya diperbaiki? Dari mana biayanya? Paman meminjam?", tanya Yoongi saat gantian dirinya yang mendapat pelukan dari pemilik toko.
"Tidak, tidak, nak. Seorang pria dengan setelan hitam datang bersama mereka. Pria itu bilang dia adalah keluarga Park Jimin", kata Paman pemilik toko dengan wajah bahagia. Dia sekali lagi berterima kasih kepada Park Jimin.
Namun Yoongi dan Park Jimin tidak bisa ikut tersenyum bahagia bersama mereka. Mereka saling bertukar pandang khawatir. Memikirkan hal yang sama bahwa yang melakukan semua ini adalah..
"Pamanku", kata Park Jimin.
Yoongi diam. Kalau maksudnya paman Park Jimin lah yang menghancurkannya lalu memperbaikinya lagi, bukan malah membuat Yoongi senang. Hal itu justru membuat Yoongi takut.
"Dia benar-benar gila!"
.
Lagi, Park Jimin tidak bisa tidur malam ini. Dia terus saja bergerak-gerak ditempat tidurnya membuat Yoongi lama-lama merasa gusar karena dia juga jadi tidak bisa tidur.
"Jimin. Bisa kau berhenti bergerak. Aku tidak bisa tidur", prostesnya dengan mata mengantuk.
Park Jimin menghela nafasnya dan duduk ditempatnya. Bertingkah seperti orang kebingungan.
"Ada apa?", tawanya Yoongi.
Namja itu berdecak lalu menatap Yoongi.
"Yoongi. Aku pikir jika aku memberikan apa yang paman mau maka semuanya akan baik-baik saja".
Yoongi mendesah kesal. "Tidak", katanya dengan tegas seolah dia yang memegang segala keputusan.
"Tapi, akan banyak orang yang terluka jika aku tidak menurutinya", rengek Park Jimin.
"Jangan pikirkan itu. Sekarang tidur", titah Yoongi. Tidak mau lagi mendengarkan rengekan Park Jimin dan untuk mengakhiri perdebatan singkat mereka.
"Dengarkan aku, Yoongi", Park Jimin memegangi tangannya dan menatapnya dalam. "Aku sudah bahagia hanya dengan begini. Aku punya kau, Yoona noona, paman Kim(bosnya). Aku tidak butuh yang lain lagi. Biarkan saja pamanku mengambil warisannya. Aku tidak membutuhkan itu".
Yoongi mengawasi si surai orange. "Lalu sekolahmu? Dengan menjadi pewaris kau bisa kembali sekolah sampai tinggi", katanya.
"Aku bisa sekolah tahun depan. Aku akan menabung gajiku", jawab Park Jimin.
"Lalu ayahmu? Kau pikir untuk apa dia menjadikanmu anaknya?".
Yoongi masih mengawasinya. Park Jimin terdiam menatapinya. Berpikir, mungkin.
"Karena dia ingin menjadikanmu pewarisnya, agar kekayaannya tidak jatuh ditangan yang salah", kata Yoongi. Dia mengacak surai yang lebih muda.
"Tidurlah. Besok aku harus bangun pagi", dia mendekat untuk mengecup sebelah pipi Park Jimin dan tersenyum.
"Selamat malam~"
.
New Home
.
Seperti biasa Yoongi akan segera menghampiri Park Jimin ditempat kerjanya setelah pulang sekolah. Walaupun toko masih direnovasi, tapi Park Jimin tetap pergi kesana untuk menemani pemilik toko.
Namun sore itu, Yoongi memergoki Park Jimin berlari keluar dari toserba masih dengan seragam kerjanya. Paman pemilik toko bilang jika Park Jimin harus menemui seseorang yang penting.
Tentu Yoongi curiga dan berpikir jika Park Jimin akan melakukan sesuatu yang gila yang mungkin akan membuat segalanya hancur.
Diam-diam Yoongi mengikuti kemana namja bersurai orange itu akan pergi. Sebisa mungkin dia menjaga jarak agar tidak ketahuan sekaligus tidak kehilangan jejaknya.
Beruntung dia tidak pergi terlalu jauh dari toserba. Didepan sana, Park Jimin terlihat sedang menyeberangi jalanan sepi dan masuk kedalam sebuah kedai kopi.
Yoongi bisa lihat seseorang sudah menunggu kedatangannya disana. Benar dugaannya. Park Jimin ingin menemui pamannya tanpa memberitahu Yoongi terlebih dahulu. Entah ancaman apa yang dikatakan pamannya hingga berhasil membuat Park Jimin datang menemuinya.
Tangan Yoongi mengepal saat melihat Park Jimin duduk dihadapan pria itu. Membiarkan pundaknya ditepuk-tepuk bangga. Yoongi mengerang. Tidak ingin tinggal diam. Yoongi ikut menyeberang dan masuk kedalam kedai yang sama.
Dia bisa lihat pria itu menyodorkan selembar kertas dan sebuah bolpoin pada Park Jimin. Yoongi yakin jika Park Jimin diminta untuk menoreh tanda tangan diatas surat itu, setelah itu, apa yang pamannya inginkan akan segera terpenuhi. Tapi sebelum semua itu terjadi, Yoongi sudah lebih dulu merebut kertasnya dan merobeknya hingga menjadi kecil. Kedua orang itu sampai terkejut melihatnya ada disana.
"Sudah cukup!", kata Yoongi.
Park Jimin membulatkan mata dan tergagap menyebut nama Yoongi. "Diam! Kita akan bicara nanti", katanya dengan telunjuk mengacung pada wajah Park Jimin.
Dia kembali menatap pria itu. "Jangan anda pikir aku takut. Tidak peduli apun yang anda lakukan padaku. Aku tidak akan membiarkan kau menindas Park Jimin lagi!", katanya. Kali ini dia benar-benar marah. Wajahnya sampai memerah karena menahan amarah.
Namun pria gila itu justru tertawa dan bertepuk tangan. "Bagus", begitu katanya.
Dia bangkit dari kursinya dan berhadapan langsung dengan Yoongi. "Bagus sekali. Aku suka sekali padamu", katanya dihiasi senyuman namun dengan kilatan mata yang berbeda.
"Kau tahu betul bagaimana cara menghadapiku. Kau juga pasti tahu, kan, aku akan melakukan apa saja agar keinginanku tercapai", katanya dengan mata berkilat kejam. "Apa saja. Seperti menghancurkan toko itu dan mungkin membakar rumahmu", katanya.
Dan setelah itu dia memakai matelnya lalu berjalan meninggalkan Yoongi dan Park Jimin.
Yoongi menggeram marah. Mungkin tidak ada salahnya Yoongi memberikan satu pukulan pada wajahnya menyebalkannya itu.
.
"Min Yoongi! Min Yoongi, tunggu aku!"
Yoongi terus berjalan tanpa mengindahkan panggilan Park Jimin yang berusaha meraih tangannya. Yoongi sudah mengatakan dengan jelas jika dirinya sangat kecewa dengan keputusan bodoh yang diambil Park Jimin.
"Min Yoongi! Dengarkan aku dulu. Yoongi. Hyung? Yoongi Hyung!"
Langkah Yoongi terhenti. Dia berbalik dan menatap Park Jimjn. "Dengar Park Jimin. Aku sangat kecewa padamu. Yang kau lakukan tadi menandakan jika kau tidak percaya padaku", katanya.
"Tidak. Bukan begitu. Yoongi. Aku hanya tidak ingin ada yang terluka lagi", Kata Park Jimin. Dia membiarkan Park Jimin menangkap pundaknya dan membuatnya berhadapan dengan si surai orange. "Dengarkan aku...", lanjut Park Jimin.
Anak itu menghela nafasnya. Berkali-kali dia membuka mulut lalu menutupnya lagi. Ingin mengatakan sesuatu, namun dia tidak kunjung mengucapkan apapun dan lebih suka diam menatap ke atas kepala Yoongi dengan mata membulat takut. Apa ada serangga diatas kepala Yoongi?
"Apa yang ingin kau katakan?!"
"Kebakaran", katanya. Yoongi mengerutkan kening bingung dan mulai berpikir jika Park Jimin sedang stress.
"Apa?"
"Kebakaran!", dia menatap ngeri dan menunjuk keatas langit.
Yoongi mendelik. Dia ikut menatap pada arah yang ditunjuk Park Jimin. Asap hitam tebal membumbung menghiasi langit dengan kilatan jingga disekitarnya. Dan yang membuatnya lebih takut adalah asap muncul dari arah tempat tinggalnya.
"T-tidak! Kumohon jangan!"
Yoongi menyusul Park Jimin yang sudah jauh berlari lebih dulu. Pikiran berkecamuk didalam otaknya. Jangan bilang jika paman Park Jimin benar-benar membakar rumahnya? Namun saat dia sampai, apa yang dia takutkan benar terjadi.
Dia melihat rumahnya sudah termakan api hingga lantai dua. Lidah api menjulur keluar dari jendela kamarnya. Yoongi gemetar dan kakinya terasa seperti jelly sekarang.
Ada dua mobil pemadam kebakaran. Para petugas sedang berusaha memadamkan api dengan selang air mereka. Dan ada banyak orang berdiri bergerombol tak jauh dari mobil kebakaran.
Yoongi bisa melihat Park Jimin berdiri tak berdaya dikejauhan. Sedangkan kakaknya berdiri di antara para tetangga yang berusaha menenangkannya. Perasaan bersalah langsung menyerang dirinya. Perlahan dia mendekati kakaknya itu.
"Yoongi!", kakanya memanggil dan langsung berhambur kedalam pelukannya. Mengadu pada Yoongi tentang rumah mereka yang hangus terbakar.
Yoongi tidak bisa menghibur kakaknya dengan kata-kata. Bencana mereka terlihat sangat jelas dan tidak bisa dihindari lagi. Yang dia lakukan hanya menghapus setiap air mata yang menetes dari mata kakaknya itu. Mengusap punggungnya dan memeluknya erat-erat.
Park Jimin bergabung dengan mereka. Menyelinap di antara kedua lengan Yoongi yang sedang memeluk kakaknya. Wajahnya juga basah oleh air mata.
"maafkan aku, Noona"
Yoongi menggeleng dan kakaknya memegangi tangan Park Jimin dengan sangat erat.
"Kuatkan dirimu, Park Jimin", ucap Yoongi sebagai satu-satunya orang diantara mereka yang harus menjadi kuat. Tangannya mengepal. Dia tidak akan gentar untuk melakukan apa yang menurutnya benar. Yoongi tahu siapa yang melakukan semua ini pada mereka. Dan Yoongi akan memastikan pelakunya membayar semua ini.
TBC
