Kamu Tak Pernah Tahu
Park Chanyeol. Do Kyungsoo, Oh Sehun, Kim Jongin and others
Angst, hurt comfort.
Chaptered
T
Terima kasih sangat untuk kalian yang menyempatkan diri membaca dan memberi dukungan untuk ff ini.
Happy reading all^^
.
.
.
Park Chanyeol melangkahkan kaki jenjangnya memasuki sebuah gedung megah yang merupakan kantornya. Dia bekerja dibidang properti yang khusus memasarkan tanah ataupun bangunan diberbagai daerah. Di umurnya yang baru menginjak 25 tahun dia sudah memimpin perusahaan yang bisa dibilang besar. Hebat bukan?
"Sajangnim, nanti jam 11 Anda ada meeting dengan pembeli dari Australia." ucap Nam Xena, sekretaris pribadinya.
Chanyeol menjawab dengan gumaman sebelum masuk keruangannya. Sebuah ruangan terbesar digedung ini dengan latar hamparan Seoul yang begitu gemerlap tanpa penghalang karena dindingnya menggunakan kaca transparan.
Namja tampan itu langsung membuka file yang berada di tumpukan pertama. Dilanjutkan kedua lalu selanjutnya namun sepertinya tumpukan itu tak ada habisnya. Kadang dia melewatkan makan siang karena terlalu sibuk, atau dia akan menyuruh Xena membelikan makan siang untuknya yang akan dia abaikan sampai makan malam tiba. Namun anehnya dia sehat-sehat saja sampai sekarang.
Tampan, muda dan tentu saja kaya, idaman setiap mertua bukan?
Tapi percayalah tak ada kata cinta dalam hidup Chanyeol sekarang. Hidupnya hanya berkutat dengan tumpukan kertas, meeting sana sini, lalu tidur beralaskan apa saja karena kadang dia tertidur dimeja kerja.
Monoton.
Sebenarnya banyak yang menawarkan cinta untuknya, ayolah dia terlalu sayang untuk dilewatkan bagi orang-orang di luar sana. Tapi tak satupun yang menarik perhatiannya. Baginya hanya ada satu cinta dalam hatinya yang kini entah dimana.
.
.
.
"Terima kasih atas kerjasamanya Mr. Andrew." Chanyeol berkata sambil menjabat tangan seorang bule dari Australia yang baru saja selesai meeting dengannya.
Andrew membuka suaranya, "kuharap kerjasama kita berjalan lancar Mr. Park." yang dibalas Chanyeol dengan anggukan dan senyum tipisnya. Setelah selesai dengan Andrew dia beralih pada sekretarisnya, Anna.
"Hotel Exo no.1236." bisik Anna ditelinganya sebelum gadis dengan rambut blonde itu pergi. Tak lupa dia mengayunkan pantatnya yang sexy untuk menarik perhatian Chanyeol.
"Wow! apakah dia baru saja menggodamu Sajangnim?" tanya Xena histeris. Menjadi sekretaris seorang Park Chanyeol selama 3 tahun membuat dia hapal betul kebiasaan sang bos. Dia tahu kalau Chanyeol tak bermain dengan cinta ataupun sex tapi ini Anna, seorang bule muda dengan tubuh sexy yang harus Xena akui dia merasa gagal menjadi seorang yeoja melihat penampilan Anna.
"Kau sudah siapkan apa yang kuminta untuk besok, Xe?"
Xena masih berdiri ditempatnya walaupun Chanyeol sudah berjalan meninggalkannya.
Dia..dia me..menolaknya?
Terkadang Xena heran, tipe seperti apa yang membuat Chanyeol bertekuk lutut. Artis seperti Irene, red velvet dia tidak mau, anak pejabat dia menolak dan sekarang disaat ada bule didepan mata Chanyeol juga sama sekali tak bereaksi.
"Chanyeol, jangan-jangan kau suka padaku ya?"
Oke bukannya Xena mengada-ada, hanya saja kalaupun alasan Chanyeol menolak semua wanita itu karena dia gay Xena bisa menerimanya tapi yang jadi masalah adalah yeoja itu tak pernah melihat bosnya berkencan dengan namja manapun ataupun untuk one night stand saja.
Jadi mungkin kan kalau Chanyeol suka dengan Xena?
Chanyeol terpaksa menghentikan langkahnya lalu menatap sang sekretaris.
"Xe..."
Sebelum namja itu bersuara, Xena terlebih dahulu membuka mulutnya setelah berlari kearahnya. "Chanyeol kumohon jangan menyukaiku. Kau memang tampan dan begitu mempesona tapi aku sudah punya Arthur. Aku tak mungkin mengkhianatinya, kau tahu sendiri aku susah payah mendapatkannya."
Sekedar informasi, Arthur adalah manager pemasaran diperusahaan Chanyeol. Dia blasteran Kanada Korea. Xena jatuh cinta pada pandangan pertama dengan namja itu tapi sayang sekali waktu itu Arthur sudah mempunyai tunangan dan akan segera menikah. Singkat cerita tunangan Arthur kabur dan Xena ada disana untuk menghiburnya.
"Chanyeol, kumohon jangan..."
Tanpa peri kemanusiaan Chanyeol memukul kepala Xena, "jangan terlalu banyak menonton drama Nam Xena."
Yeoja itu hanya bisa mengeluh sakit dan merengut. "Tsk, aku kan hanya menebak saja. Habisnya kau bahkan menolak Anna yang sangat seksi. Hanya ada dua alasan untuk itu, pertama kau gay dan kedua kau sudah mempunyai seseorang yang kau cintai." jelas Xena panjang lebar ditengah langkah kaki mereka menuju mobil Chanyeol yang terparkir dihalaman restoran tempat mereka meeting tadi.
Yeoja itu masih mengoceh walau kini mobil yang mereka naiki mulai meninggalkan restoran, "yang jadi masalah kau tak pernah terlihat berkencan dengan namja manapun dan lagi setahuku kau tak punya kekasih. Jadi mungkin saja kan kau menyukaiku yang tak mungkin menerimamu jadinya kau menolak semua orang yang menawarkan cinta padamu."
Dalam hidup Chanyeol yang monoton terkadang dia bersyukur memiliki Xena sebagai sekretarisnya. Yeoja itu memiliki sisi cerewet dan pemikiran-pemikiran konyol yang bisa menghibur Chanyeol. Untuk itulah dia memperbolehkan Xena menganggapnya sebagai teman ketika mereka hanya berdua seperti ini.
Chanyeol menatap yeoja itu intens ketika mobil berhenti karena lampu merah.
Xene meneguk ludahnya mendapat tatapan seperti itu dari bosnya.
Ingat Arthur, ingat Arthur, ingat Arthur. Rapal Xena dalam hati.
"Aku memang gay." Xena melotot mendengarnya. Ini pertama kalinya Chanyeol mengatakan sesuatu yang bersifat pribadi padanya. Mereka memang menghilangkan rule seorang atasan bawahan ketika berdua tapi tak sekalipun Chanyeol terbuka padanya. "dan aku memang mempunyai seseorang dalam hatiku."
Bukankah harusnya dia senang?
Sama seperti ketika Xena mengingat ataupun menceritakan tentang Arthur, teman-temannya bilang tubuhnya mengeluarkan cahaya saking bahagianya tapi kenapa yang Xena lihat kesedihan dalam sepasanng mata coklat milik bosnya ketika mengatakan kalimat terakhir?
Tiga tahun menjadi sekretaris Chanyeol selama ini tak membuat Xena tahu siapa Chanyeol yang sebenarnya.
.
.
.
27 November adalah ulang tahun Park Chanyeol. Moment pergantian umur yang identik dengan pesta dan kado melimpah serta perasaan bahagia tak lagi Chanyeol dapatkan.
Khusus untuk tanggal ini sejak 7 tahun yang lalu dia merubah kebiasaannya menggelar pesta bersama teman-teman dan juga keluarganya. Dia tak lagi tersenyum lebar ketika berdoa seiring dengan padamnya lilin. Dia tak lagi menengadahkan tangan untuk menerima berbagai macam bentuk kado dari semua yang hadir dipestanya.
Tak ada lagi seperti itu.
Dengan memakai kemeja hitam dan celana hitam lalu setangkai bunga ditangannya dia menyusuri gundukan demi gundukan tanah yang menyimpan rangka tubuh manusia yang tak lagi bernyawa. Tak ada rasa takut walaupun dia tak berteman sekarang. Yang ada penyesalan mendalam yang semakin bertambah bersamaan dengan semakin terlihatnya gundukan tanah yang dia tuju.
Namja itu berlutut, memberikan salam pada rangka yang mungkin saja sudah tak berbentuk dimakan waktu.
"Aboeji." panggilnya lirih.
Bukan, bukan ayahnya yang berbaring didalam sana. Bukan ayah biologisnya yang kini dia tangisi. Kata orang tak perlu darah untuk menjadi keluarga. Dia memang bukan keluarga Chanyeol tapi dia sudah menganggap orang ini ayahnya.
"Maafkan aku, maaf." katanya disela tangis yang kini tak dapat dia bendung.
Kalau Xena dan orang diluar sana melihat Chanyeol yang sekarang mereka pasti akan tercengang. Park Chanyeol terkenal sebagai orang tak mempunyai perasaan, bukan dalam artian kejam. Dia jarang tersenyum, berbicara seperlunya bahkan bergaul saja hampir tak pernah. Chanyeol yang sekarang berbeda dengan biasanya.
"Maaf aku belum menemukannya."
Airmatanya masih mengalir, membasahi pipi tirusnya. Tak ada waktu untuk menyekanya karena otaknya fokus pada rasa sesal yang menggerogoti hatinya selama bertahun-tahun.
Chanyeol tahu kalau semua kata maafnya tak akan membangunkan sosok yang telah pergi, tapi tak ada yang bisa dia lakukan selain minta maaf, minta maaf dan minta maaf.
Akhirnya dia bangun, "aku pergi dulu Aboeji." lalu dia memberikan salam lagi sebelum menambahkan, "aku akan mengunjungi mereka dulu."
Angin berhembus seakan mengantar kepergian Chanyeol dari makam itu. Langkahnya lebih berat daripada waktu dia datang tadi karena dia tahu setelah ini dia masih akan menemui orang terkasih yang sayangnya tak sama seperti dulu.
Mereka memang masih bisa disentuh tapi seperti mati, ini lebih menyakitkan daripada menghadapi makam dimana Do Min Joo beristirahat.
.
.
.
Jongin mengitari ruangan yang akan dia beli untuk dijadikan kafe miliknya. Dalam otaknya sudah tergambar bagaimana tata ruang dari bangunan berlantai 2 yang terletak cukup strategis. Namja berumur 30 tahun itu mantap untuk membeli bangunan ini walau suaminya sempat menolak, tapi bukan Jongin namanya kalau dia tak berhasil menaklukkan suaminya.
Ngomong-ngomong soal suami, ternyata dia menelpon.
"Halo." sapanya dengan suara ceria. "Aku merindukanmu." Bibirnya mengerucut membayangkan betapa sepinya hidup yang dia jalani tanpa sang suami disampingnya.
Sambil mendengarkan sang suami berkata, Jongin berjalan kedepan untuk melihat bangunan apa saja yang ada didepan calon kafenya.
"Nde, mereka baik-baik saja. Ahh aku sampai bingung harus memberikan alasan apalagi pada anak-anak karena setiap saat mereka menanyakanmu dan juga dia." jelas Jongin ketika sang suami menanyakan tentang si kembar.
Sepasang mata miliknya menangkap sileut seseorang yang pernah dia temui kemarin. Dia memicingkan mata berharap memperjelas penglihatannya.
Diseberang sana dia seperti melihat Chanyeol berlari tergesa-gesa.
"Sayang, kau masih disana?"
"Ah iya, maaf aku seperti melihat temanku tadi."
Jongin yakin kalau namja itu adalah Chanyeol. Dia masih ingat betul bagaimana postur tubuh Chanyeol walaupun mereka baru pertama kali bertemu, yang membuat dia mengerutkan kening adalah apa yang dilakukan namja itu dirumah sakit yang terletak didepan kafenya?
Ah mungkin cek kesehatan.
"Cepatlah pulang, aku merindukanmu." Jongin memilih melanjutkan lagi obrolan dengan suaminya daripada memikirkan tentang Chanyeol yang sama sekali tak dia kenal.
.
.
.
"Bagaimana mungkin ini terjadi hyung? kemarin bukannya kondisinya stabil?" sebenarnya Chanyeol tahu jawaban atas pertanyaannya sendiri tapi dia tetap menyuarakan pertanyaan itu dengan harapan jawabannya akan berbeda .
Kim Junmyeon atau biasa dipanggil Suho menghembuskan nafas, wajahnya terlihat lelah sekali dengan kantung mata yang menandakan jam tidurnya tak teratur.
"Ini sudah hampir 7 tahun Yeol, hal ini pasti akan terjadi. Aku tak bisa menjamin berapa lama lagi jantungnya akan bekerja. Selama ini kita menahannya dengan memasangkan alat-alat itu ditubuhnya." Suho menjawab dengan raut muka sedih. Sebagai seorang dokter dia memang sudah biasa akan hal ini. Baginya kematian bukanlah sesuatu yang menakutkan karena mau tak mau kematian adalah temannya di rumah sakit. Tapi berbeda jika kematian itu menyangkut pasiennya yang satu ini.
6 tahun silam dia mengenal siapa itu Chanyeol.
Namja dengan postur tubuh bak model dan wajah tanpa cacat, datang padanya sambil memohon untuk menyelamatkan sang teman yang terbujur kaku bersimbah darah. Sebagai dokter dia menolong tapi dia tak punya kuasa untuk hasil yang harus diterima pasien-pasiennya.
Suho menepuk pundak namja yang sudah dia anggap sebagai adiknya itu, "tidakkah seharusnya kita..."
"Tidak,,," Chanyeol menggeleng tanpa memperdulikan rambutnya yang acak-acakan. "Dia belum mati hyung, dia belum mati."
Selalu seperti ini akhirnya.
Dia akan menolak saran dari Suho lalu pergi tanpa mau mendengarkan penjelasan lebih lanjut. Kalau sudah begini Suho hanya bisa berdoa yang terbaik.
Dokter tampan itu kemudian memasuki kamar VVIP dimana seorang namja terbaring lemah dengan selang-selang yang menopang tubuhnya untuk tetap hidup.
Bertahun-tahun melihat wajahnya walau tak pernah bertegur sapa membuat Suho merasa tak asing lagi. Dia seperti bertemu teman saja.
"Bangunlah, apa kau tak kasihan pada Chanyeol?"
Jawabannya tidak karena selama hampir 7 tahun namja itu masih setia memejamkan mata.
.
.
.
Xena memijit pelipisnya yang berdenyut kencang.
"Minum dulu airnya, darl." Arthur menyodorkan segelas air putih yang langsung ditenggak habis yeoja itu.
Brak.
Suara benturan gelas dan meja kerjanya tercipta, "Aku bisa mati muda kalau seperti ini terus." katanya asal.
Bukannya khawatir pada sang kekasih Arthur malah tertawa, "yakin mau mati muda, kita belum menikah loh."
Sungguh ini bukan saat yang tepat untuk bercanda tapi senyuman tak dapat dia tahan mendengar kalimat itu dari mulut Arthur.
"Tahu tidak? kau 100x lebih cantik ketika tersenyum." tambah namja blasteran itu sambil menaikturunkan alisnya. Dia sebenarnya bukan tipe namja romantis tapi melihat Xena uring-uringan sejak seminggu yang lalu membuat dia membuang sedikit rasa malunya untuk menghibur sang terkasih.
"Bagaimana aku bisa tersenyum kalau si bedebah Chanyeol itu tak masuk kerja selama seminggu tanpa kabar apapun." kata yeoja itu dengan nada kesal, "ditambah klien itu yang terus-terusan menerorku."
"Eh, klien itu masih belum menyerah juga?" Arthur yang mengerti permasalahannya ikut bertanya.
Inilah enaknya punya kekasih satu profesi jadi bisa diajak diskusi.
"Dia tetap ngotot untuk membeli bangunan itu secepatnya. Kupikir setelah kubilang kalau Chanyeol sedang cuti dia akan menyerah tapi ternyata dia terus menelponku menanyakan kapan Chanyeol masuk kantor." jelas Xena dengan wajah ditekuk.
"Sepertinya ada yang menyebut namaku."
"Oh hai..." tadinya Arthur mau menyapa bosnya tapi Xena lebih cepat dalam menyapa namja itu.
"Yaa!sakit Xe, lepas lepas."
Arthur hanya bisa meringis melihat Chanyeol yang dipukuli dengan gulungan kertas entah kertas apa.
Buk buk buk.
"Rasakan ini, siapa suruh menghilang selama seminggu tanpa kabar apapun. Kalau bisa kupecat, kupecat sekarang juga kau." amuk Xena tanpa berhenti memukuli bosnya. Sepertinya dia tidak sadar kalau yang dia aniaya adalah orang yang bisa memecatnya kapan saja.
"Yaa minggir kalian!aku hanya ingin bertemu dengan bos kalian!" kalau yang ini bukan teriakan Chanyeol melainkan seorang namja yang membawa dua anak disisi kanan dan kirinya dengan dua petugas keamanan didepannya. Sepertinya Chanyeol harus berterima kasih dengan pembuat onar diruangannya karena dia berhasil membuat Xena berhenti memukulinya. "Jangan halangi aku, dia sudah membuat janji denganku seminggu yang lalu tapi dia..."
"Jongin?" Chanyeol hanya asal sebut karena dia seperti mengenal suara orang itu.
"Ahjussi!" tapi dugaannya benar ketika matanya bertemu dengan senyuman berbentuk hati dari gadis berkuncir dua.
Katakan Chanyeol gila tapi dia merasa hidup ketika melihat senyuman itu.
TBC.
Apakah Chanyeol sudah cukup menderita? masih ada kejutan untuk kedepannya, tunggu saja #evilsmirk
Dimanakah Kyungsoo? dihatiku #plak
Ehh, maaf karena saya menggunakan OC dalam ff ini daripada saya asal nyomot(?) nama, muehehehe
Ditunggu next ya semoga ga lama kek gini, huhuhu
Comments are love for me^^
