Sixth Sense

Summary:: Andai saja Mingyu tidak bertemu Wonwoo, ia pasti tidak akan terlibat ke dalam kehidupan aneh namja itu, namja yang selalu berbicara sendirian dan mengaku dapat melihat hantu. "Aku tidak gila!"/ "Kalau kau tidak gila, kenapa kau berbicara sendirian?"/ "Aku tidak berbicara sendirian, aku berbicara dengan anak kecil yang baru saja meninggal. Dia ada di sampingmu."

Couple:: Mingyu x Wonwoo

Rate:: T

Genre:: Humor, Romance, supernatural

.

.

Hiwatari's Present

Enjoy~

.

~#~#~#~#~#~#~#~#~#~#~#~#~#~

Mingyu mengernyit saat melihat Wonwoo baru saja keluar dari ruangan Seungcheol. Untuk Wonwoo, ia bisa menemuinya malam nanti di café. Saat ini kakinya melangkah masuk ke ruangan sahabatnya itu.

"Hyung," panggil Mingyu. Seungcheol yang tengah membuka kotak bekalnya itu, mengangkat kepalanya dan tersenyum.

"Yoo! Ada apa?" tanya Seungcheol yang menutup kembali bekalnya.

"Hyung, namja yang tadi masuk ke ruangan ini siapa?" tanya Mingyu. Seungcheol tampak berpikir sejenak sebelum akhirnya menjawab, "Ahh, dia adikku. Dan aku yakin kau pasti sudah mengenalnya."

Mingyu melebarkan matanya. "Adikmu? Kupikir adikmu itu perempuan." Mingyu melirik ke arah lain. "Sebenarnya aku tidak mengenalnya, hanya ada sedikit kesialan saja hingga tidak sengaja mengenalnya."

Seungcheol memukul kepala Mingyu dengan sebuah map besar yang ada di mejanya. "Kesialan apanya? Kau mau mengatakan adikku pembawa sial?" Seungcheol tertawa saat Mingyu memasang wajah kusut.

"Aku tahu, dia pasti membuatmu terkejut , 'kan?" tanya Seungcheol. Mingyu hanya menggaruk belakang kepalanya.

Seungcheol menghela napasnya. "Maklumi saja dia, dan maaf kalau dia sempat membuatmu shock."

Mingyu menatap Seungcheol dengan tatapan penasaran. "Apa dia itu serius?" tanyanya.

Seungcheol tertawa kecil. "Kau tidak mempercayainya, 'kan? Awalnya akupun begitu, hingga akhirnya, aku bisa menerima kenyataannya," Seungcheol melipat kedua tangannya dan menatap Mingyu serius.

"Dia benar-benar melihatnya." Mingyu tertegun mendengar perkataan Seungcheol. "Bagaima-"

Belum selesai Mingyu bertanya, Seungcheol sudah menjawabnya terlebih dahulu, "Karena sebuah kecelakaan. Empat tahun yang lalu sebelum kau kerja di rumah sakit ini, dia tertabrak oleh bus dan koma selama satu bulan lebih. Sebenarnya dia hanya bisa bertahan dengan bantuan alat, jika alat itu dilepas, maka dia akan kehilangan nyawanya," Mingyu mengangguk-anggukan kepalanya.

"Hingga hari ke 49, aku merasa tidak tega terus membuatnya menderita dengan alat-alat itu dan akhirnya aku sebagai dokternya sekaligus kakaknya memutuskan untuk membiarkannya pergi dengan tenang. Setelah alatnya dilepas,layar monitor menunjukkan flat line. Sepuluh menit aku terdiam melihat layar monitor yang terus menunjukkan flat line itu dengan mata memerah hingga akhirnya aku tersadar lalu beranjak mengurus semua alat-alatnya selama 20 menit, hingga saat alat pendeteksi detak jantung hendak dilepaskan, layar alat itu kembali bergerak. Detak jantung Wonwoo kembali berdetak. Dia sadarkan diri 15 menit kemudian," Seungcheol menarik napasnya lalu menghembuskannya.

"Dia sempat meninggal dunia selama 30 menit."

Mingyu terdiam mendengar cerita Seungcheol. Hal yang sangat sulit dipercaya memang.

"Dan setelah itu, dia menjadi pendiam dan penakut. Ia menjadi sangat sering terkejut. Hingga akhirnya dia menceritakan semua yang dilihatnya padaku. Aku tidak mempercayainya, kukira dia hanya mengalami shock setelah kecelakaan. Aku bahkan membawanya ke dokter kejiwaan, dan dokter mengatakan kalau dia normal. Setelah beberapa kejadian yang sangat kebetulan, aku menjadi percaya padanya." Seungcheol tersenyum pada Mingyu yang tampak sedang mencerna ceritanya.

"Dia bahkan memilih untuk tinggal sendirian di rumah kecil karena rumah kami cukup besar dan dia mengatakan kalau dia takut tinggal di rumah besar. Katanya rumah besar itu banyak hantunya, hahahaa. Melihatnya begini, bukan berarti aku membiarkannya untuk terus berada di keadaan seperti ini." Seungcheol melirik ke arah lain.

"Seorang paranormal mengatakan padaku kalau Wonwoo terlalu banyak berinteraksi dengan mereka, lama-lama rohnya akan termakan oleh kegelapan secara perlahan-lahan. Tapi anak itu, dia selalu menyuruhku untuk tidak mengkhawatirkannya karena dia bisa mengurusnya sendiri." Seungcheol menggaruk keningnya.

Mingyu mendesah gelisah. Bukan, ia bukan gelisah karena kondisi Wonwoo, untuk apa dia mengkhawatirkan namja aneh itu? Ia gelisah karena kondisinya sendiri.

"Kau tahu hyung, adikmu itu mengatakan kalau Sohyun terus mengikutiku." Mingyu menatap Seungcheol serius.

Seungcheol awalnya hanya terdiam, tidak bereaksi selama beberapa detik. Ia sedang mencerna perkataan Mingyu.

"Sohyun…" gumam Seungcheol. Sedetik kemudian, ia langsung membelalakkan matanya.

"Kim Sohyun?!" tanya Seungcheol menegakkan tubuhnya. Mingyu memutar bola matanya. "Yes, Kim Sohyun."

"Bagaimana bisa?"

"Mana kutahu."

Mingyu menghela napasnya. "Maka itu, aku butuh bantuan Wonwoo untuk membuat Sohyun menghilang." Mingyu berbisik pada Seungcheol. Ia hanya takut kalau ternyata Sohyun masih mengikutinya dan mendengar perkataannya.

"Ani, ani, andwae. Bukankah sudah kutakan kalau aku tidak ingin membuatnya semakin jatuh ke kegelapan itu?" Seungcheol menggelengkan kepalanya berkali-kali. Meskipun Mingyu sahabatnya, ia tidak akan mengorbankan adik kesayangannya.

"Ayolah, hyunggg. Kau tahu 'kan, Sohyun itu maniak, selama hidup saja dia terus mengikutiku, setelah meninggal, dia juga mengikutiku. Bagaimana kalau dia berniat untuk membawaku pergi bersamanya?! Oh, God!"

Seungcheol memutar bola matanya. Mingyu terlalu berlebihan.

Mingyu tampak berpikir sejenak. "Bagaimana kalau begini saja, dia membantuku, aku juga akan membantunya. Kau tahu 'kan hyung kalau aku juga menyandang gelar psikolog? Mungkin aku bisa membantunya untuk lepas dari hal-hal seperti itu."

Seungcheol menggaruk hidungnya. "Kau tahu, psikolog dan paranormal itu berbeda. Sudah kubilang Wonwoo itu bukan trauma ataupun skizofrenia. Tapi, yasudahlah, mungkin saja kau bisa membantunya." Seungcheol menganggukkan kepalanya seraya meraih bekalnya dan kembali membukanya. Ia menjepitkan sebuah sosis dan memakannya.

Mingyu tersenyum senang mendengar persetujuan Seungcheol. Senyumnya perlahan pudar saat melihat Seunghceol yang terus makan dengan lahap. Matanya tidak lepas dari suapan-suapan makanan yang masuk ke mulut sahabatnya itu.

"Aku belum makan siang, hyung," ucap Mingyu. Seungcheol menaikkan alis matanya. "Kalau begitu, cari saja makanan di kantin." Ia melanjutkan makannya.

Mingyu menatap Seungcheol malas sebelum akhirnya beranjak. Ia baru ingat kalau memiliki janji dengan Dokyeom. Seungcheol tertawa kecil melihat wajah cemberut Mingyu yang baru saja keluar dari ruangannya. Gerakan tangannya terhenti saat ia terpikirkan sesuatu.

"Mungkin aku bisa menggunakan Mingyu untuk menemani Wonwoo. Wonwoo sudah terlalu lama tinggal sendirian di rumah kecil itu." Ia menggeleng heran memikirkan adiknya itu. Adiknya adalah pemilik café terkenal di Seoul, tapi malah memilih tinggal di rumah kecil yang terpencil itu.

.

.

.

.

.

.

.

Mingyu melirik jam yang ada di meja kerjanya. Jam 11.35. Ia menghela napasnya karena kerjaannya telah selesai. Hari ini ia pulang lebih cepat daripada semalam. Ia sempat berpikir untuk membeli minuman di 17 café, tapi saat mengingat ada Wonwoo di sana, ia mengurungkan niatnya.

Bruk!

Gerakan tangan Mingyu yang hendak membuka jasnya terhenti saat sebuah map dokumen yang ada di nakas sudut ruangannya terjatuh tiba-tiba.

'Kenapa itu bisa jatuh?' Ia yakin ia meletakkannya dengan baik, tidak mungkin bisa terjatuh. Ia menelan ludahnya dengan canggung seraya membuka jasnya dengan segera.

Syuutt!

Gorden jedelanya tiba-tiba berkibar. Ia dapat melihat kalau jendelanya tidak ia buka. Lalu angin itu datang dari mana? Kenapa gorden jedelanya bisa berkibar seperti itu? Setelah kain yang berfungsi untuk menutup jendela itu berhenti berkibar, ia dengan segera meraih tasnya dan keluar dari ruangannya. Ia tidak tahan lagi. Siang tadi juga ada beberapa kejadian aneh yang menghantuinya. Ia harus segera mencari Wonwoo.

Namja tampan itu kini berdiri di depan pintu kaca 17 café. Ia dapat melihat kalau Wonwoo tengah duduk di belakang counter, menopang dagunya dengan tangan kirinya seraya menyodorkan segelas kopi ke arah sampingnya.

Sedikit ragu-ragu, Mingyu akhirnya masuk ke dalam café itu. Wonwoo yang mendengar suara pintu dengan segera berdiri dan tersenyum kecil saat melihat Mingyulah yang datang.

"Selamat datang. Ingin pesan apa?" tanya Wonwoo.

"Seperti yang semalam 1 cup, aku minum di sini saja." Mingyu berbalik dan memilih untuk duduk di meja yang paling dekat dengan counter.

Wonwoo dengan segera dan dengan gerakan terlatih membuatkan pesanan Mingyu. Ia lalu mengantarkan pesanan Mingyu ke mejanya.

"Silahkan menikmati," ucap Wonwoo. Ia hendak berbalik dan beranjak saat tangannya ditahan oleh Mingyu. Ia menatap Mingyu dengan tatapan bingung.

"Temani aku." Mingyu menarik Wonwoo untuk duduk di depannya. Wonwoo pun menurut lalu duduk manis di depan namja tampan itu.

Mingyu menyeruput minumannya sedikit lalu memandangi sekelilingnya. "Kenapa sepi sekali? Malam ini tidak ada pembeli juga?" tanyanya.

Wonwoo menghela napasnya. "Hanya ada beberapa pelanggan saja."

Mereka terdiam sejenak hingga akhirnya suara helaan napas Wonwoo kembali terdengar. "Apa sebaiknya aku tidak membuka café malam lagi, ya? Aku memikirkan untuk membukanya hingga sore saja."

"Jangan!" Wonwoo terkejut dengan seruan Mingyu. Mingyu terdiam sejenak seraya menggaruk belakang kepalanya.

"Kalau kau tutup, aku harus mencari tempat minum di mana? Biasanya aku selalu membelinya di sini sebelum aku pulang ke rumah." Mingyu mengutuk ucapannya sendiri. Ia memang tidak berbohong, tetapi merasa seperti orang bodoh, ia yakin kalau semalam ia bersumpah tidak akan kembali ke tempat ini lagi saat bertemu dengan Wonwoo.

Tapi memang tempat inilah yang selalu membuatnya nyaman untuk duduk dan minum, tapi tidak dengan suasana yang sangat sepi seperti ini. Biasanya akan ada beberapa meja yang dipenuhi oleh orang.

"Hmm, aku akan membantumu agar tempat ini ramai lagi," ucap Mingyu. Wonwoo melebarkan mata sipitnya. "Benarkah? Kenapa kau tiba-tiba baik padaku?" tanya Wonwoo.

Mingyu memutar bola matanya. "Kapan aku tidak baik?"

"Tapi ada satu syarat," ucap Mingyu. Wonwoo menghela napasnya. "Sudah kuduga, tidak ada orang baik di dunia ini," gumamnya. "Apa itu?" tanya Wonwoo.

"Kau harus membantuku untuk mengusir hantu perempuan yang terus mengikutiku itu," bisik Mingyu. Wonwoo terdiam mendengarnya. Ia lalu melirik ke arah belakang Mingyu. Ia dapat melihat yeoja itu menatapnya dengan tatapan sedih.

"Kenapa?" tanya Wonwoo. "Lakukan saja. Seharian ini aku merasa terganggu oleh hal-hal aneh. Aku tidak ingin menjadi penakut seperti ini." Mingyu mengacak rambutnya frustasi. "Aku yakin malam ini aku tidak akan bisa tidur lagi," gumamnya.

Wonwoo menatap Mingyu dengan malas. "Maaf, tapi aku ini hanya manusia yang memiliki mata yang tidak normal. Aku bukan pengusir hantu. Aku tidak pernah mengusir hantu. Kalau aku bisa melakukannya, sudah dari dulu aku mengusir hantu-hantu yang terus mengejarku ini." Wonwoo menunjuk ke sekililingnya. Mingyu bergedik ngeri mendengarnya.

Mingyu menghela napasnya. "Setidaknya katakan padanya, jangan mengikutiku lagi. Tanyakan padanya apa yang dia inginkan? Kenapa hingga dia meninggal pun, dia masih mengejarku?"

Wonwoo melirik yeoja yang tengah memadangi Mingyu dengan sedih itu.

"Kau harusnya bertanggung jawab karena membuatku menjadi seperti ini." Mingyu menunjuk Wonwo. Wonwoo menepis tangan Mingyu. "Kenapa salahku? Itu artinya kau memang seorang penakut."

"Memangnya yeoja itu siapa, sih?" tanya Wonwoo pada Mingyu. Mingyu hanya terdiam. Wonwoo menghela napasnya. Ya, ia juga tidak terlalu ingin mengetahuinya.

"Baiklah, aku akan membantumu semampuku. Tapi ingat, kau harus membantu caféku juga." Wonwoo memberikan jari kelingkingnya pada Mingyu. Mingyu tersenyum puas seraya menautkan jari kelingkingnya yang lebih besar itu pada jari kelingking Wonwoo.

Sebenarnya Mingyu hanya asal membuat janji saja. Ia bahkan tidak tahu bagaimana caranya untuk membuat café ini ramai lagi. Bagaimana caranya, akan ia pikirkan nanti, yang penting ia harus bebas dari hantu Sohyun dulu.

"Baiklah!" Setelah itu, Mingyu memutuskan untuk beranjak. Mata Wonwoo terus mengikuti Mingyu yang terus menjauh dari cafenya. Ia lalu menatap yeoja yang masih berdiri di tempatnya. Ia mengernyit bingung.

"Kenapa kau masih di sini? Tidak mengikutinya?" tanya Wonwoo. Sohyun menatap Wonwoo dengan sendu. Wonwoo menghela napasnya. "Kau sudah mendengarnya sendiri, 'kan? Dia menyuruhmu untuk meninggalkannya. Jadi berhenti lah mengganggunya lagi."

Hantu yeoja yang berwajah pucat dengan bekas kebiruan di lehernya itu menggelengkan kepalanya lemah.

"Kalau kau tidak kembali ke alammu, berarti kau memiliki sesuatu yang belum kau selesaikan. Kenapa kau terus mengikutinya?" tanya Wonwoo lagi. Yeoja itu kembali menggeleng lemah. Ia menatap Wonwoo dengan tatapan yang sama.

"Tolong lindungi Mingyu." Satu kalimat itu sajalah yang keluar dari mulut kecil yeoja itu sebelum akhirnya hantu yeoja itu menghilang.

Wonwoo mengerutkan keningnya. "Melindunginya?"

Namja manis itu lalu menaikkan kedua bahunya seraya beranjak dan membereskan cangkir Mingyu. "Kenapa aku harus melakukannya?"

.

.

.

.

.

.

.

.

Mingyu duduk terdiam di sofanya. Di rumah yang besar ini, ia tinggal sendirian karena ia memang suka tinggal sendirian agar lebih mandiri.

Ia menatap kosong ke televisi yang tengah menayangkan film action Hollywood itu. Pikirannya terus memikirkan Sohyun. Kenapa yeoja itu mengikutinya? Apa yeoja itu benar-benar ingin balas dendam karena telah menolak cintanya? Dan untuk Wonwoo, ia tidak yakin namja itu bisa membantunya. Seperti yang dikatakan namja itu sendiri, ia bukanlah pengusir hantu.

Mingyu tersadar dari lamunannya saat ponsel yang ada di meja bergetar. Ia meraihnya dan melihat pesan chat dari seseorang. Namja tampan itu berdecak kesal saat melihat nama yang terpampang di layar ponselnya.

Tzuyu.

Satu lagi yeoja yang terus mengejarnya. Tidak beda jauh dengan Sohyun, yeoja cantik ini juga seorang maniak. Ia heran, apa ia adalah satu-satunya namja tertampan di rumah sakit hingga anak seorang dokter seperti Sohyun dan seorang suster sepertiu Tzuyu tergila-gila padanya? Sepertinya masih ada dokter tampan lainnya seperti Dokyeom, Seungcheol dan Joshua.

Ia dengan malas membuka chat Tzuyu yang sangat jarang ia balas itu

'Mingyu-ya~ Apa kau sudah tidur? Aku tidak bisa tidur, aku selalu merasa aneh akhir-akhir ini.'

Mingyu memutar bola matanya. Yeoja itu tidak bisa tidur? Apa perlu Mingyu mengirimnya obat tidur?

Mata sipit Mingyu melihat ke arah kalender kecil yang ada di mejanya. Sudah satu minggu setelah Sohyun meninggal gantung diri, dan selama satu minggu jugalah Tzuyu terus mengirim pesan yang mengatakan kalau dia merasa aneh akhir-akhir ini.

'Tapi, Sohyun dengan Tzuyu tidak ada hubungannya.' Mingyu mendengus malas. Ia malas memikirkan dua orang yang tidak penting itu. Ia hanya butuh rasa kantuk sekarang juga. Ia ingin tidur,tapi perasaan tengah diperhatikan itu terus menghinggapinya. Ia merasa tengah diperhatikan.

.

.

.

.

.

.

Seungcheol lagi-lagi menatap horor ke kursi kosong yang ada di sampingnya. Wonwoo baru saja menyodorkan secangkir kopi ke kursi kosong itu. Sampai kapan adiknya itu akan melakukan hal menakutkan itu?

Namja yang bekerja sebagai dokter itu berdehem saat mengingat sesuatu yang ingin ia sampaikan pada adiknya.

"Wonwoo-ya," panggilnya. Wonwoo meletakkan secangkir coklat hangatnya dan menatap Seungcheol.

"Kembalilah ke rumah. Aku tahu kau pasti kesepian tinggal di rumah kecil itu sendirian." Seungcheol menatap Wonwoo penuh harap. Wonwoo tersenyum tipis.

"Maaf, hyung. Aku tahu hyung pasti kesepian tinggal sendirian di rumah besar itu. Tapi sebentar lagi Junghan hyung akan pindah ke rumah dan menemanimu bukan? Lagian aku lebih suka tinggal sendirian di rumah kecil itu." Wonwoo memainkan gagang cangkirnya.

Seungcheol menghela napasnya. Memang benar, kekasihnya, Junghan akan tinggal bersamanya mulai minggu depan. Tapi tetap saja, ia khawatir pada adiknya, apakah adiknya itu hidup teratur atau tidak.

"Jangan khawatir, aku bisa menjaga diriku sendiri, hyung."

Seungcheol menghela napas lagi. Jika membiarkan Wonwoo sendirian lebih lama lagi, bisa saja membuat Wonwoo semakin lama semakin penyendiri dan akhirnya malah jatuh ke dunianya sendiri. Bagaimanapun, ia harus mengeluarkan Wonwoo dari tempat itu.

.

.

Dokyeom mengernyit saat melihat wajah Mingyu yang sangat lesu. Berbeda dengan semalam, pagi ini wajah tampan itu semakin buruk. Mata yang setengah terpejam itu, bibir yang melengkung ke bawah itu, rambut acak-acakan itu.

"Kau kenapa?" tanya Dokyeom. Saat ini ia tengah menghabiskan waktu luangnya di ruangan Mingyu. Sudah menjadi kebiasaannya untuk duduk di ruangan Mingyu di waktu luangnya. Ia lebih suka duduk di ruangan teman-temannya dan mengobrol daripada harus berdiam diri di ruangannya sendiri.

Mingyu menggeleng dengan malas. "Ah, bagaimana kalau malam ini kita minum di café yang ada di depan sana? Aku traktir," ucap Mingyu.

Dokyeom melebarkan senyumnya. "Call!"

Sudah menjadi kebiasaan mereka untuk sesekali keluar minum-minum dengan beberapa rekan dekat mereka setelah pulang kerja. Dan mereka bergantian menjadi orang yang membayar semuanya.

"Katakan juga pada Seungcheol hyung, Joshua hyung, Junghan hyung, dan Woozi hyung." Mingyu menopang dagunya seraya memejamkan matanya.

"Roger!" Dokyeom mulai mengirimkan pesan melalui ponselnya pada teman-temannya itu.

.

.

.

.

.

.

Mingyu masuk ke dalam 17 Café diikuti oleh teman-temannya di belakang. Ia berjalan ke counter, begitupula dengan teman-temannya yang ingin memesan.

Mingyu mengernyit saat melihat seorang namja berambut coklat dengan mata sipit tengah berdiri di belakang counter dengan wajah gugup.

"Selamat datang, ada yang ingin dipesan?" tanya namja yang bername tag Hoshi itu.

"Di mana pemilik café ini?" tanya Mingyu.

"Ah, dia sedang pergi ke market sebelah untuk membeli beberapa bahan yang sudah habis," jawab Hoshi. Mingyu mengangguk-anggukkan kepalanya lalu berujar, "Aku pesan cappuccino satu."

Hoshi dengan segera mencatat pesanan Mingyu lalu Junghan, Woozi dan Joshua. Namja imut itu tampak kebingungan saat Woozi dan Joshua memesan dengan beberapa ketentuan.

"Kaubekerja di sini?" tanya Seungcheol. Hoshi menganggukkan kepalanya. "Ne, aku baru mulai bekerja malam ini, hyung."

Seungcheol tersenyum lalu mengangguk. Ia kemudian memesan minuman kesukaannya dengan beberapa ketentuan. Ia menyukai cappuccino yang tidak terlalu manis, dan takaran susunya juga hanya 1/3. Hoshi tampak semakin bingung dengan pesanannya. Ia baru bekerja di sini beberapa jam yang lalu dan belum sempat mempelajari semuanya, dan sekarang ia ditinggal sendirian oleh Wonwoo.

"Caffe Mocha satu. Chocolate syrupnya sedikit saja, steamed milk dan whipped creamnya lebih banyak. Kayu manisnya sedikit saja," pesan Dokyeom yang langsung berbalik dan bergabung dengan teman-temannya.

Hoshi berjalan ke alat pembuat kopi yang cukup besar itu seraya menggaruk belakang kepalanya dan membaca pesanan-pesanan itu. Ia tidak menyangka kalau akan banyak permintaan seperti ini. Ia belum paham betul cara takar-menakar, 'sedikit' itu maksudnya sedikit apa? 'Lebih banyak' itu maksudnya sebanyak apa?

Mata sipit Hoshi beralih ke pintu kaca yang tengah dibuka oleh Wonwoo. Namja sipit itu mendengus lega saat melihat malaikat penyelamatnya datang.

"Ada apa?" tanya Wonwoo pada Seungcheol yang tengah duduk. Tidak biasanya para dokter itu memilih tempat ini sebagai tempat santai mereka. Biasanya mereka akan memilih rumah makan kecil, karena café seperti ini tidak akan mengenyangkan perut para dokter tampan itu.

Seungcheol mendongak untuk menatap Wonwoo. "Buat pesanannya dan segeralah bergabung," bisiknya pada Wonwoo. Wonwoo hanya mengangguk lalu berjalan menuju counter dengan sekantung plastik di tangannya.

"Wonwoo-yaa, kenapa kau lama sekali? Aku hampir saja mati kering di sini. Aku tidak mengerti bagaimana membuat pesanan mereka ini." Hoshi menunjuk-nunjuk kertas kecil yang ada di tangannya dengan wajah jelek yang dibuat-buat.

Wonwoo tertawa melihat sahabatnya itu. Hoshi adalah sahabatnya sejak sekolah menengah, dan kebetulan, namja sipit itu sedang butuh pekerjaan. Akhirnya Wonwoo mengajak Hoshi untuk bekerja dengannya. Tidak hera jika Hoshi telah mengenal Seungcheol sebelumnya.

Setelah selesai dengan semua pesanan, Hoshi mengantarkan pesana itu ke meja pelanggan, dibantu oleh Wonwoo.

"Bergabunglah," ujar Seungcheol seraya menarik Wonwoo duduk di sampingnya dan juga Mingyu. Wonwoo hanya tersenyum tipis pada rekan kerja kakaknya itu seraya mendudukkan dirinya.

Dokyeom mengernyit saat pesanannya tidak ada. Ia kemudian berdiri dan menghampiri Hoshi yang tengah membersihkan meja counter.

"Pesananku kenapa tidak ada?" tanya Dokyeom pada namja sipit itu. Hoshi melebarkan mata dan membulatkan mulutnya. "Hah? Benarkah?" tanya Hoshi gelagapan seraya kembali membaca pesanan tadi.

"Yang mana, ya?" tanya Hoshi. Dokyeom memutar bola matanya. "Caffe Mocha."

"Ahhh~" Hoshi dengan segera membuatkan pesanan Dokyeom. Namja manis itu tampak sedikit kebingungan saat membuatnya. Mulut kecilnya melafalkan nama-nama bahan yang harus ia taruh di dalam cangkir.

Tanpa sadar, Dokyeom tersenyum kecil melihat tingkah Hoshi yang lucu baginya itu. Tubuh kecil yang bergerak ke sana kemari itu, tangan yang masih kaku itu, mulut yang terus bergerak kecil itu, dan mimik kebingungan di wajah kecil itu.

Hoshi menyerahkan pesanan itu pada Dokyeom. Ia tertegun saat mengangkat kepalanya dan menatap Dokyeom yang juga tengah menatapnya dengan senyum tipis di wajah tampan namja itu. Ia membalasnya dengan senyum kaku.

"Maaf menunggu lama," ujar Hoshi membungkuk sedikit.

"Bergabunglah dengan kami." Tangan kanan Dokyeom memegang cangkir minumannya, sedangkan tangan kirinya menarik tangan Hoshi. Membawa Hoshi keluar dari counter dan menghampiri meja yang tengah ditempati oleh teman-temannya itu.

Hoshi memasang wajah ragu-ragunya saat duduk di samping Dokyeom. Ia merasa sangat asing dengan orang-orang ini selain Wonwoo dan Seungcheol. Dan lagi, ia bekerja sebagai pegawai di sini, sangat risih jika harus bergabung seperti ini.

Seungcheol tampak mencari sesuatu di tas ranselnya. Beberapa detik kemudian ia mengeluarkan satu pack besar bir kaleng dan meletakkannya di atas meja. Ia tertawa kecil menatap Wonwoo.

"Kau tahu, kami tidak akan merasa puas jika mengobrol tanpa ditemani oleh bir," ujar Seungcheol seraya membuka plastic pembungkus dan membagi-bagikan bir kaleng itu. Wonwoo melirik cangkir kakaknya dan teman-temannya, dan benar saja, kopi mereka sudah habis dalam sekejap.

Wonwoo menatap Mingyu saat namja tampan itu memberinya sekaleng bir. "Minumlah sedikit bersama kami," ujar Mingyu.

Wonwoo melirik ke arah kakaknya yang kini tengah tertawa bersama teman-temannya seraya meminum birnya. Ia pun akhirnya memutuskan untuk meminum sekaleng bir itu.

Saat Wonwoo mengangkat kepalanya setelah meletakkan kaleng kosongnya ke meja, ia sedikit terkejut saat melihat Sohyun tengah berdiri di belakang Joshua yang duduk tepat di seberangnya. Yeoja berwajah pucat itu menatap Wonwoo dalam.

Wonwoo merasa risih ditatap tajam oleh hantu itu. Tanpa ia sadari, Mingyu telah membukakan satu kaleng bir lagi untuknya.

"Minum lagi," ujar Mingyu seraya meletakkan bir itu di depan Wonwoo. Wonwoo mengembalikan bir itu pada Mingyu.

"Aku tidak ingin minum lagi," ujarnya.

Mingyu kembali menyodorkan kaleng itu pada Wonwoo. "Minumlah, temani kami, tidak menyenagkan jika kau hanya diam menonton kami."

Wonwoo terlihat ragu. Sebenarnya ia tidak bisa minum banyak, tapi ia tidak tahu seberapa banyak ia sanggup meminumnya hingga ia tidak sadarkan diri. Tapi, dua kaleng saja tidak mungkin membuatnya tidak sadarkan diri, bukan? Dia tidak selemah itu.

Akhirnya Wonwoo memutuskan untuk meneguk semua isi kaleng bir itu. Saat meletakkan kaleng kosong itu, ia menatap Hoshi dengan matanya yang menyipit. Ia tidak bisa melihat Hoshi dengan jelas. Ia mulai mengantuk dan merasa pusing pada kepalanya. Apakah ini limitnya?

'Sial.' Wonwoo menggeleng-gelengkan kepalanya. Ia menyesal, seharusnya ia tidak meminum kaleng kedua itu. Jika sudah seperti ini, pasti akan merepotkan.

"Wonwoo-ya, kau tidak apa-apa?" tanya Seungcheol saat melihat adiknya yang terus mengedipkan mata dan menggelengkan kepalanya pelan.

"Tidak, aku tidak apa-apa." Wonwoo menggelengkan kepalanya pada Seungcheol. Seungcheol berdecak kecil melihat adiknya itu. Ia tahu, Wonwoo pasti sudah mulai mabuk. Akan sangat merepotkan kalau adiknya itu tidak sadarkan diri.

Seungcheol dengan segera berdiri dan berjalan ke dapur belakang untuk mengambil air putih. Ia kembali ke kursinya dan dengan segera menyodorkannya pada Wonwoo. Wonwoo menepis tangan Seungcheol dan malah mengambil bir yang tengah diminum oleh Mingyu dan meminumnya.

Seungcheol dengan segera menarik kaleng bir itu dari tanagn Wonwoo dan menahan tangan adiknya.

"Ternyata dia hanya bisa minum sekaleng," gumam Seungcheol. Selama ini ia tidak pernah minum bersama adiknya, oleh karena itu ia tidak tahu seberapa banyak adiknya itu mampu untuk minum.

Wonwoo menatap Seunggcheol dengan mata sayunya. Ia masih sadar, tapi ia merasa sangat haus dan ingin minum lagi. Matanya tidak sengaja menangkap sosok Sohyun masih terus menatapnya dengan tajam itu. Sedetik kemudian, namja berambut hitam itu menggelengkan kepalanya.

'Ani, aku tidak boleh minum lagi. Akan berbahaya kalau aku tidak sadarkan diri di sini.' Wonwoo akhirnya memilih untuk menunduk dan menahan rasa pusingnya yang semakin menjadi-jadi.

Mingyu tampak mengernyit tidak nyaman saat Wonwoo terhuyung ke arahnya dan menyandar di lengan kanannya. Ia menegakkan tubuh Wonwoo lalu melanjutkan minum dan berbincangnya.

Hoshi menggelengkan kepalanya saat Dokyeom menawarinya bir. Ia tidak bisa meminumnya.

Mata sipit Hoshi melihat ke arah Wonwoo, ia sedikit khawatir melihat Wonwoo yang seperti itu. Ia hendak menghampiri Wonwoo, namun pintu café terbuka dan menarik perhatiannya. Ia dengan segera berlari ke counter dan melayani pelanggan itu.

Dokyeom yang tengah minum tidak sengaja melihat ke arah Hoshi yang tengah sibuk membuat pesanan itu. Gerak-geriknya masih terkesan kaku. Tanpa sadar, sudut bibirnya sedikit terangkat. Entah kenapa baginya gerak-gerik kaku itu sangat lucu.

Senyum Dokyeom semakin lebar saat melihat Hoshi yang tampak terkejut dengan mulut yang dibulatkan dan mata yang sedikit melebar karena salah memberikan takaran susu. Sedetik kemudian, namja tampan itu menggelengkan kepalanya pelan.

'Kenapa aku jadi memperhatikannya?' Ia kemudian mengalihkan pandangannya pada teman-temannya yang tengah bermain itu.

Mingyu kembali menoleh pada Wonwoo yang terhuyung ke arahnya untuk yang kesekian kalinya. Ia kembali menegakkan tubuh Wonwoo. Namun sedetik kemudian, tubuh yang lebih kecil darinya itu kembali bersandar pada bahu kanannya.

Mingyu mengernyit dan mengintip wajah Wonwoo. Namja berambut hitam itu memejamkan matanya.

"Hey," panggil Mingyu pelan seraya menusuk pipi Wonwoo dengan jari telunjuknya. Tidak ada respon dari Wonwoo.

"Hyung," panggil Mingyu pada Seungcheol. Seungcheol menoleh pada Mingyu lalu melihat ke arah yang tengah ditunjuk oleh sahabatnya itu. Matanya melebar saat melihat Wonwoo telah terlelap.

"Wonwoo-ya," panggil Seungcheol menegakkan tubuh adiknya. "Aissh," decaknya.

"Dia sudah tidak sadarkan diri. Benar-benar lemah." Seungcheol menggeleng-gelengkan kepalanya. Tapi bukan itu masalahnya sekarang, ia harus segera membawa Wonwoo pulang dan beristirahat.

Ah, Seungcheol teringat sesuatu. Sepertinya Wonwoo tidak akan bisa beristirahat malam ini. Kalau kondisinya sudah seeprti ini, biasanya akan terjadi sesuatu pada adiknya itu.

Seungcheol memasang wajah khawatir. Ia harus mengantar Junghan yang sudah mulai mabuk itu pulang. Dan rumah Junghan sangat jauh dari rumah Wonwoo. Dan lagi, ia tidak mungkin tega membiarkan Wonwoo sendirian di rumah kecil itu dengan kondisi seperti ini. Akan sangat berbahaya.

"Mingyu-ya," panggil Seungcheol ragu. Ia kemudian menatap Mingyu. "Tolong bawa Wonwoo ke rumahmu. Biarkan dia tinggal di rumahmu untuk satu malam ini."

Mingyu melebarkan matanya mendengar permintaan Seungcheol. "Apa? Tinggal di rumahku?" tanyanya. Seungcheol menganggukkan kepalanya. "Tolonglah… Ya? Ya? Ya?" bujuk Seungcheol.

"Aku harus mengantar Junghan pulang, dan aku tidak tahu apakah akan pulang ke rumah atau malah menginap di rumahnya. Jadi aku tidak bisa membawa Wonwoo." Seungcheol memasang tatapan memohonnya.

Mingyu memandangi wajah tidur Wonwoo sejenak sebelum akhirnya menghela napas dan menganggukkan kepalanya. Salahnya juga sih, terus menyodorkan bir itu pada Wonwoo.

"Baiklah, aku pulang sekarang ya, hyung. Sudah sangat malam, dan aku masih harus mengurusnya lagi." Mingyu mengangkat Wonwoo di punggungnya. Ia kemudian berpamitan pada teman-temannya sebelum keluar dari café itu.

"Merepotkan," gumam Mingyu saat berjalan ke mobilnya yang terparkir di depan café. Ia menghentikan langkahnya saat kepala Wonwoo jatuh ke bahu kanannya. Wajah namja manis itu sangat dekat dengan wajahnya.'

Tanpa sadar, Mingyu menoleh ke kanan dan memandangi wajah Wonwoo yang sangat dekat itu. Bahkan hidungnya hampir menyentuh pipi Wonwoo.

'Kasihan, dia pasti lelah terus melihat hantu-hantu itu.' Mingyu memandang ke depan dan kembali melangkahkan kakinya. Ia mendudukkan Wonwoo di kursi depan sebelah pengemudi dan memasangkan sabuk pengaman pada namja manis itu. Setelahnya, masuk ke mobil dan duduk di kursi pengemudi.

Saat di perjalanan, Mingyu tidak sengaja menoleh ke arah Wonwoo. Ia tersontak saat melihat Wonwoo kini tengah menatapnya dengan lekat.

"Kau sudah sadar? Kenapa tidak bersuara? Membuatku kaget saja." Mingyu kembali fokus ke jalanan sedangkan Wonwoo masih tetap diam tanpa menjawab pertanyaan Mingyu.

Mingyu melirik ke arah Wonwoo yang masih setia menatapnya lekat. "Ada apa? Kenapa melihatku seperti itu?" tanya Mingyu merasa risih. Wonwoo masih tetap diam.

Mingyu mulai merasa aneh dengan Wonwoo. Namja itu tiba-tiba tersadar, matanya terlihat segar, tidak sayu seperti baru bangun tidur, tidak menjawab pertanyaannya dan terus menatapnya dengan lekat. Bukankah itu aneh?

Mingyu hendak memanggilnya lagi, "Hei-"

"Aku akan melindungimu hingga semuanya terungkap. Maafkan aku." Setelah mengatakan itu dengan pelan, Wonwoo langsung memejamkan matanya dan tidak sadarkan diri lagi.

Mingyu tercengang. Ia bahkan sampai menghentikan mobilnya secara mendadak. Ia menatap Wonwoo dengan tidak percaya.

'What?' pikir Mingyu. Namja itu hanya mengatakan beberapa kata yang aneh dan langsung tidak sadarkan diri lagi. Apa namja aneh itu hanya mengigau?

Dengan berdecak risih, Mingyu kembali menjalankan mobilnya.

.

.

.

.

.

.

Mingyu baru saja selesai mandi malam. Sebenarnya tidak sehat mandi malam-malam, tapi mau bagaimana lagi? Ia merasa sekujur tubuhnya lengket dan tidak nyaman.

Namja tampan itu berjalan ke arah dapur untuk mengambil minum. Saat meminum airnya, matanya tidak sengaja menangkap sesosok namja yang berdiri di samping kulkas. Sontak, Mingyu sediki tersedak karena terkejut.

"Kau sudah sadar?" tanya Mingyu pada Wonwoo. Namja tampan itu mengernyit saat mata Wonwoo memerah dengan tangannya yang tengah meremas perutnya.

"Di mana anakku?" tanya Wonwoo dengan suara bergetar.

Mingyu melotot. "Anakmu?" beonya.

"Di mana anakku?" tanya Wonwoo lagi.

Mingyu menatap Wonwoo dengan horor. "Ternyata kau sudah punya anak, ya?"

"Kembalikan anakku! Sebelumnya dia ada di sini, kenapa sekarang tidak ada?" tanya Wonwoo menepuk-nepuk perutnya.

"Mana aku tahu anakmu di mana," jawab Mingyu mulai frustasi. Ia melirik perut Wonwoo. "Memangnya kau yang hamil, ya? Kau bisa hamil?" Pertanyaan yang bodoh, dokter Kim Mingyu.

Tidak menjawab, Wonwoo malah semakin terisak. Mingyu mulai panik. Ada apa dengan namja aneh ini? Ia semakin panik saat melihat Wonwoo yang berjalan mendekatinya.

"Su-sudah, jangan menangis lagi. Kau terlihat jelek." Mingyu mundur, Wonwoo semakin mendekat. Hingga akhirnya punggung Mingyu menyentuh dinding. Wonwoo yang masih terisak terus mendekatinya lalu memeluknya.

Mingyu dengan segera menangkap tubuh Wonwoo yang terjatuh ke bawah. Ia terdiam dengan tangan yang tersangkut di kedua lengan Wonwoo.

"Ya!" panggil Mingyu menendang Wonwoo pelan. Tidak ada respon dari Wonwoo. Ia mendengus kesal lalu menyeret Wonwoo untuk masuk ke kamarnya.

"Apa namja ini benar-benar gila?" gumamnya seraya menghempaskan tubuh Wonwoo. Ia menghela napasnya kemudian ikut berbaring di samping Wonwoo.

Kasurnya hanya satu, sedangkan kamar tamu yang seperti gudang itu belum sempat ia bereskan. Dengan terpaksa ia menidurkan Wonwoo di kasur kesayangannya ini.

'Ada apa dengan namja ini? Apa dia kerasukan? Atau mengigau?' Mingyu memasang wajah kusutnya saat mengingat kejadian tadi. Ia memutuskan untuk membalik badannya membelakangi Wonwoo. Ia lelah dan juga mengantuk. Ia butuh tidur sekarang juga.

Pluk!

Mingyu dengan segera membuka matanya saat merasakan seseorang memeluk pinggangnya. Matanya terbelalak saat orang itu membalikkan tubuhnya hingga terlentang. Ia dapat melihat dengan jelas Wonwoo berada di atasnya dengan senyum manis.

'Apa lagi ini, ya Tuhan.' batin Mingyu.

"Kau sangat tampan. Aku jadi teringat dengan suami mudaku itu. Sayangnya aku belum sempat melakukan malam pertama dengannya. Ayo lakukan itu denganku, tampan~" Wonwoo mengusap dada Mingyu dengan sensual.

Mingyu merinding. Ia menatap Wonwoo dengan horor. Rasanya ia ingin sekali menjambak Wonwoo. Matanya kembali melotot saat Wonwoo tiba-tiba mencium bibirnya. Ia dengan segera menjauhkan wajah Wonwoo, mendorong wajah Wonwoo yang terus memaksa untuk menciumnya lagi.

"Kau gila! Pergi sana! Menjauh!" Mingyu menghempaskan Wonwoo ke arah sampingnya. Ia mengelus dadanya sendiri yang baru saja disentuh oleh Wonwoo itu. Dadanya berdetak kencang. Ini pertama kalinya disentuh seperti itu.

Saat Mingyu melirik ke sampingnya, ia melihat Wonwoo kembali tidak sadarkan diri. Napasnya kembali teratur.

'Apa aku perlu membentur kepalanya dulu agar dia kembali ke nalarnya?' batin Mingyu menusuk-nusuk kening Wonwoo yang terlelap.

Mingyu memutuskan untuk membalikkan tubuhnya menghadap Wonwoo. Matanya terus mengawasi Wonwoo, jaga-jaga kalau penyakit namja itu kambuh lagi.

Saat matanya terasa berat dan baru akan memasuki dunia mimpinya, ia merasakan gerakan dari arah samping. Dengan segera ia membuka matanya, dan benar saja, Wonwoo tengah duduk terdiam.

'Ya Tuhannn.' Mingyu mengaitkan jari-jarinya. Ia benar-benar berdoa pada Tuhan agar segera menyadarkan namja itu dari segala keanehannya. Ia benar-benar mengantuk dan ingin tidur.

Dengan gerakan perlahan, Wonwoo menoleh pada Mingyu. Mingyu merasa ngeri. Gerakan Wonwoo persis seperti film-film hantu yang pernah ia tonton dulu.

Bibir Wonwoo bergerak untuk memanggil Mingyu,

"Hey,"

.

~TBC~

.

Tralalala~ Yee~ Peunn~ Mall~ *joget*

Author gak nyangka kalau ff ini bakal banyak responnya, meskipun nih ff gak bagus-bagus amat yak ahahaha *lanjut joget*

Ampuni author. Entah bagi readers ini mirip atau enggak, yang jelas bagian akhir dari ff ini author akui memang mirip sama film itu. okeyy~ jangan bahas itu lagi, karena kemiripan ff itu dengan drakor itu hanya sampai chap 2 ini doang, chap depan akan benar-benar berbeda~ Muahahaha~ so stay tune!

Ada banyak pertanyaan readers, kenapa Sohyun mulu? Well, bukan berarti author suka Sohyun. Author butuh yeoja di sini, dan yang terkenal pengganggu Meanie yang author tahu cuma Sohyun sama Tzuyu doang. Di sini author hadirkan Tzuyu. Jujur, -_- Author gak suka MingTzu, jadi mendingan Sohyun #sorry

Di chap berikutnya, kalian bakalan bersyukur dengan adanya Sohyun di ff ini ahahahah #plakkk

Dan lagiiii~ Get well soon buat My Baby Nerdy Jeon Wonwoo~ I love u so much! Stay strong, babe! We, Carats and Sebong members will always stand by your side whatever happen to you. #bahasaInggrishancur

Terima kasih sebanyak-banyaknya buat readers dan reviewers author tercinta, terima kasih karena sudah mau membaca fanfic yang sebenarnya kurang sempurna ini. Terima kasih banyak *bow* :D

DevilPrince, ohmyww, Mirror, Arlequeen Kim, AXXL70, maharani.s, BYDDSTYN, kiranakim, yukiyukaji, zahra9697, adore96, Puput828, Rie Chocolatos, diciassette, parkseojunwifeu, ayudesnawati92, meanieslave, wonrepwonuke, Realsas, aming, Zahra942, Kasdu, boonie18, jeondesy, hamipark76, Fujoshimulfan, DaeMinJae, Ara94, putrifitriana177, Beanienim, rsm, SkyBlueAndWhite, kookies, mjejje, SheravinaRose, Atma Venusia, Iceu Doger, wonuemo, lulu-shi, meaniecrt, wan MEANIE, A'Yun Meanie Shipp, jjinuu7, nayounq, Wonu1254, NichanJung, XiayuweLiu, Mbee, Herdikichan17, Vioolyt, Your Fans, Mrs. EvilGameGyu, Rizki920, equuleusblack, Khasabat04, Gigi onta, Firdha858, BumBumJin, chanbaekhyeon

Okedehhh, segitu doang buat chap ini,

Jangan ada silent readers yah readers tercintah~ *tebar kecup basah* XD

Okedeh, akhir kata dari author untuk chap ini,

Review, please~? ^^

Gomawo *bow* m(_ _)m