Sixth Sense
Summary:: Andai saja Mingyu tidak bertemu Wonwoo, ia pasti tidak akan terlibat ke dalam kehidupan aneh namja itu, namja yang selalu berbicara sendirian dan mengaku dapat melihat hantu. "Aku tidak gila!"/ "Kalau kau tidak gila, kenapa kau berbicara sendirian?"/ "Aku tidak berbicara sendirian, aku berbicara dengan anak kecil yang baru saja meninggal. Dia ada di sampingmu."
Couple:: Mingyu x Wonwoo
Rate:: T
Genre:: Humor, Romance, supernatural
.
.
Hiwatari's Present
Enjoy~
.
~#~#~#~#~#~#~#~#~#~#~#~#~#~
Mingyu memutuskan untuk membalikkan tubuhnya menghadap Wonwoo. Matanya terus mengawasi Wonwoo, jaga-jaga kalau penyakit namja itu kambuh lagi.
Saat matanya terasa berat dan baru akan memasuki dunia mimpinya, ia merasakan gerakan dari arah samping. Dengan segera ia membuka matanya, dan benar saja, Wonwoo tengah duduk terdiam.
'Ya Tuhannn.' Mingyu mengaitkan jari-jarinya. Ia benar-benar berdoa pada Tuhan agar segera menyadarkan namja itu dari segala keanehannya. Ia benar-benar mengantuk dan ingin tidur.
Dengan gerakan perlahan, Wonwoo menoleh pada Mingyu. Mingyu merasa ngeri. Gerakan Wonwoo persis seperti film-film hantu yang pernah ia tonton dulu.
Bibir Wonwoo bergerak untuk memanggil Mingyu,
"Hey,"
Mingyu memasang wajah horornya melihat tatapan tajam Wonwoo.
"Aku lapar," ucap Wonwoo lirih. Mingyu tercengang. Tangan kirinya meraih ponselnya yang ada di atas meja nakas yang ada di samping kasurnya. Ia dengan segera menelepon seseorang.
"Halo, Gyu? Apa terjadi sesuatu?" tanya Seungcheol dari seberang sana. Mingyu melotot.
"Hyung! Jadi kau sudah tahu kalau akan terjadi seperti ini?" tanyanya dengan nada setengah kesal. Terdengar suara tawa khas milik Seungcheol. Mingyu berdecak kesal.
"Maaf, aku tidak sempat menjelaskannya padamu. Aku sendiri pun sedang sibuk mengurus Junghan. Bagaimana dia sekarang apa sudah baikan?" tanya Seungcheol.
Mingyu melirik Wonwoo yang masih menatapnya dengan tajam seraya mengelus perutnya sendiri.
"Apanya yang baik? Aku tadi hampir diperkosa olehnya, hyung! Harga diriku! Keperjakaanku, hyung!" heboh Mingyu. Lagi-lagi terdengar suara tawa Seungcheol yang sangat keras di seberang sana.
"Dan sekarang dia dirasuki oleh hantu kelaparan, hyung!" Mingyu berdecak kesal lagi mendengar suara tawa Seungcheol yang menyebalkan ditelinganya.
"Itu bukan apa-apa, Mingyu-ya, selama dia tidak dirasuki oleh hantu anjing saja. Ahahaha!"
Mingyu melotot. "Apa?! Hantu anjing?"
"Iya, dia akan menggigit semua barang di rumahmu. Bahkan dia pernah menggigit tanganku."
Mingyu mengerang ngeri. "Hyung, bisakah kau datang ke sini sekarang dan bawa pulang adikmu yang aneh ini? Aku tidak tahan lag-eh? Ya! Ya! Kau mau ke mana?" Mingyu dengan segera mematikan panggilannya dan mengejar Wonwoo yang telah beranjak keluar dari kamarnya.
Setelah ia keluar dari kamar, ia menemukan Wonwoo tengah berjongkok di depan kulkas seraya mengeluarkan semua isi yang ada di dalam kulkas Mingyu.
"Ya! Calm down! Aku akan memberimu makan. Jangan dilempar seperti ini. Aku akan mencarikannya untukmu." Mingyu menyeret Wonwoo yang tengah melempar sayur-sayuran mentah Mingyu ke sembarang arah itu menjauh dari kulkas dan dengan segera mencari sesuatu di dalam kulkasnya yang bisa segera di makan oleh Wonwoo.
Setengah jam berlalu, Mingyu hanya dapat menahan tangisnya di samping kulkas melihat Wonwoo menghabiskan semua stok makanannya. Bahkan ramen instannya yang tersisa dua cup pun habis dimakan oleh Wonwoo.'
Wonwoo menoleh pada Mingyu dan menatapnya dengan mata memelas.
"Apa lagi? Apa isi kulkas itu tidak cukup untuk mengisi perutmu? Apa kau ingin memakan kulkasku juga?" kesal Mingyu.
"Aish! Dasar, hantu kelaparan!" Mingyu merampas cup ramen kosong dari tangan Wonwoo. Wonwoo merangkak mendekati Mingyu. Mingyu memasang wajah horornya. Dengan segera, ia mendorong Wonwoo hingga membuat namja bermata tajam itu terdorong ke belakang.
Mingyu terdiam mengamati Wonwoo yang terlentang di lantai, tidak bergerak sedikitpun.
"Apa hantunya sudah keluar?" gumam Mingyu. Ia melihat ke sekelilingnya sebelum akhirnya berdiri dan mengangkat Wonwoo untuk kembali masuk ke kamarnya.
"Ukh!" Ia menghempas Wonwoo ke atas kasurnya yang besar dan empuk itu.
"Sudah cukup! Aku sudah lelah! Biarkan aku tidur dengan tenang!" Mingyu merebahkan dirinya di samping Wonwoo yang tengah tidur dengan lelap.
Saat ia hampir memasuki alam mimpinya, ia merasakan tangan seseorang menepuk pundaknya. Ia memejamkan matanya dengan erat.
'Apa lagi ini?' batinnya kesal.
"Hiks! Huhuhuhu! Hikss!"
Mingyu merinding. Ia benar-benar merasa ngeri saat ini. Siapa yang tidak takut dengan suara tangis di tengah malam?
"Hikss! Hiks!"
Mingyu menolehkan kepalanya ke belakang dengan perlahan. Matanya menyipit karena takut menghadapi makhluk aneh yang ada di belakangnya itu.
"Oppa…!" suara berat Wonwoo terdengar serak.
'Oppa kepalamu!' umpat Mingyu dalam hati. Ia dapat melihat Wonwoo tengah terisak.
"Pacarku meninggalkanku dan bersama dengan perempuan lain. Padahal aku meninggal deminya, aku menolongnya dari kecelakaan. Saat aku masih hidup dulu, dia selalu mengatakan tidak akan meninggalkanku apapun yang terjadi. Sekarang, dia malah pacaran dengan perempuan lain. Aku ingin balas dendam," kata Wonwoo di sela isak tangisnya. Ia meremas kaos hitam yang dikenakan oleh Mingyu dengan erat. Ia bahkan menghapus air matanya dengan lengan baju Mingyu.
Mingyu mendesis. Apa sekarang ia harus menghadapi yeoja yang sedang patah hati? Ia tidak ahli. Tangan kirinya bergerak ke meja nakas untuk meraih ponselnya. Ia ingin menelepon Seungcheol dan menanyakan cara menyelesaikan acara kerasukan ini.
Namun sayangnya, tangannya ditahan oleh Wonwoo.
"Oppaaa! Kenapa kau tidak menjawabku? Kau juga tidak peduli padaku? Kenapa semua orang tidak pernah peduli padaku, sih?" Wonwoo kembali menangis dengan keras.
Mingyu menarik napasnya dalam-dalam. Ia emosi, tapi ia tidak tahu harus bagaimana melampiaskannya.
"Sudahlahh… Cup cup cup." Mingyu mengutuk dirinya sendiri. Kenapa dia malah jadi begini?
Wonwoo mengangkat kepalanya dan menatap Mingyu dengan matanya yang memerah dan berair. Mingyu terdiam. Mata merah dan berair itu benar-benar terlihat menyakitkan baginya.
"Huhu! Huhu! Aku benci dia! Aku benci dia! Dia pembohong! Aku sangat membencinya!" Wonwoo memukul-mukul dada Mingyu seraya terisak.
Mingyu menghela napasnya. Kenapa dirinya yang jadi korban? Ia kemudian memeluk Wonwoo dan menepuk-nepuk punggung namja yang lebih tua, menenangkannya.
"Sudahlah… Mungkin itu sudah menjadi takdirnya dan takdirmu sendiri," ujar Mingyu pelan. Ia meletakkan dagunya di atas pucuk kepala Wonwoo yang masih terisak pelan.
Semakin lama, isakan itu semakin pelan dan akhirnya tidak terdengar suara isakan lagi, yang ada hanya deru napas teratur dari namja manis itu. Tepukan pelan Mingyu pada punggung Wonwoo pun semakin lama semakin melambat hingga akhirnya berhenti. Ternyata namja tampan itu telah tertidur.
Deru napas teratur dari kedua namja yang jelas sangat kelelahan itu menemani malam mereka yang seketika langsung tenang dari kehebohan tadi, dengan pelukan hangat Mingyu yang masih membalut tubuh Wonwoo.
.
.
.
.
.
.
"Kau tidak mengatakan kalau kau tidak bisa meminum bir?" omel Dokyeom membopong Hoshi yang berjalan terhuyung-huyung. Ia baru saja menemani Hoshi menutup cafenya, dan sekarang ia akan mengantar Hoshi pulang karena namja chubby yang ada di rangkulannya ini tampak mabuk.
"Aku tidak mabuk! Aku bisa jalan sendiri!" Hoshi melepaskan rangkulan Dokyeom, ia lalu berjalan terhuyung-huyung menuju ke pohon yang ada di tepi jalanan. Dokyeom dengan segera menarik tangan Hoshi yang hampir menabrak pohon besar itu.
"Sudah, aku akan merangkulmu. Di mana rumahmu? Aku akan mengantarmu pulang." Dokyeom membuka kunci pintu mobilnya melalui remote kunci mobilnya.
"Nggg! Buhhh! Hmmm!" Hoshi bergumam tidak jelas seraya menunjuk ke arah kanan, sedetik kemudian ia menujuk ke arah kiri, sedetik kemudian lagi ia mengarahkan jari telunjuknya ke wajah Dokyeom. Dokyeom memundurkan wajahnya saat jari lentik Hoshi hampir menusuk matanya.
Dokyeom berdecak. "Ck! Kau benar-benar mabuk." Ia kemudian memasukkan Hoshi ke dalam mobilnya. Ia lalu berlari dan masuk ke dalam mobilnya dan duduk di kursi kemudi. Sepertinya tidak ada pilihan lain selain membiarkan Hoshi tidur di rumahnya untuk satu malam.
.
.
.
.
Hoshi menguap lebar seraya merentangkan tangannya lebar-lebar. Ia mengernyit bingung saat tangan kirinya mengenai sesuatu yang sedikit empuk dan berkulit.
Dokyeom mengernyit saat sesuatu yang keras menghantam pipinya dengan cukup kuat. Ia membuka sebelah matanya dan menoleh ke samping. Ia mendapati Hoshi masih dengan tangannya yang terantang, dan kepalan tangannya yang mengenai pipinya, tengah menatapnya dengan mata yang berkedip-kedip. Dokyeom juga ikut mengedip-ngedipkan matanya yang pandangannya masih kabur.
"Ya! Apa yang kau lakukan di sini?!" Belum selesai Dokyeom mengerjap-ngerjapkan matanya, ia sudah merasakan tendangan kuat pada bokongnya hingga ia terjatuh ke lantai.
Hoshi dengan segera berdiri di atas kasur dan menunduk, menatap Dokyeom dengan keningnya bererut dan tatapan tajam.
Dokyeom mengelus bokongnya dengan tangan kiri sedangkan tangan kanannya menggaruk kepalanya, ia menguap lebar.
"Apa yang kau katakan? Ini kamarku, kau tidur di kamarku semalam. Dan kau baru saja menendang pemilik kamar ini yang sudah membantumu semalam," jelas Dokyeom malas seraya kembali duduk di atas kasur empuknya.
Hoshi mengerjap-ngerjapkan matanya. Ia melihat ke sekelilingnya yang ternyata bukanlah kamarnya.
"Kenapa aku bisa ada di sini?" tanya Hoshi seraya mendudukkan dirinya di kasur yang baru saja ia pijak itu.
"Kau mabuk, dan aku tidak tahu di mana rumahmu, jadinya aku membawamu ke sini." Dokyeom kembali menguap seraya merapikan rambutnya. Ia kemudian menatap Hoshi dengan senyum manis di wajah tampannya.
"Selamat pagi."
Hoshi tertegun melihat senyum yang sangat lebar dan manis itu. Ini untuk pertama kalinya dalam hidupnya mendapatkan senyum secerah itu dan ucapan manis itu di pagi hari saat ia terbangun.
"Aku mandi dulu, setelah itu kau menyusul mandi lalu aku akan mengantarmu pulang," ujar Dokyeom sebelum akhirnya ia beranjak untuk mandi.
Hoshi hanya diam menatap punggung Dokyeom yang menghilang di balik pintu. Ia hendak membereskan kasur Dokyeom, namun gerakannya terhenti saat menyadari sesuatu. Ia tengah memakai piyama yang kebesaran. Matanya menangkap pakaiannya yang semalam ia pakai tengah tergantung di gantungan baju.
Mata sipit Hoshi kini tengah melebar dengan lucunya dengan mulut yang melebar.
.
.
.
.
.
.
.
Wonwoo membuka matanya yang terasa berat secara perlahan. Ia mengerjapkan matanya sejenak lalu mengernyit bingung. Kenapa pandangannya tetap gelap meskipun ia yakin telah membuka matanya lebar-lebar? Yang ada di pandangannya saat ini hanyalah warna hitam.
Sedetik kemudian, ia baru menyadari kalau napasnya sedikit sesak. Ia dengan segera mendorong Mingyu untuk menjauh. Ia kembali mengerjapkan matanya. Kenapa ada Mingyu di kasurnya?
Dengan perlahan, namja itu mendudukkan dirinya, mengingat-ingat apa yang terjadi semalam, kenapa ia bisa berada di kasur yang sama dengan Mingyu.
Mingyu yang merasa terganggu pun akhirnya terbangun dan membuka matanya. Ia mengerjapkan matanya saat sinar matahari dari jendelanya mengusik pandangannya. Namja tampan itu membatu saat melihat Wonwoo tengah duduk membelakanginya, duduk terdiam persis seperti semalam.
'Apa dia kerasukan lagi?'
Mingyu melotot horror saat Wonwoo menoleh ke belakang dengan perlahan dengan tatapan mengantuk. Ia meneguk ludahnya.
"Kenapa aku ada di sini?" tanya Wonwoo dengan suara paraunya. Ia berdehem sejenak karena tenggorokkannya yang terasa kering.
Mingyu menghela napasnya. Ia dengan segera mendudukkan dirinya dan menatap Wonwoo.
"Kau tahu apa yang kau lakukan semalam? Ah, tidak! Kau tahu apa yang terjadi padamu semalam?" tanya Mingyu. Wonwoo menggelengkan kepalanya.
"Kau kerasukan! Berapa hantu, ya? Empat, ah tidak! Lima! Apa kau gila?!"
"Aku tidak gila!" Wonwoo memasang wajah kesalnya.
"Maaf merepotkanmu," lanjut Wonwoo.
"Sangat merepotkan! Kau hampir memperkosaku!" Mingyu menutup dadanya sendiri. Wonwoo melotot pada Mingyu.
"Apa?! Memperkosamu?! Apa jadinya tubuhku ini?!" Wonwoo memegang kedua pipinya dengan mata yang masih tampak terkejut.
"Seharusnya aku yang berkata seperti itu!" Mingyu melempar bantalnya ke wajah Wonwoo.
"Dan lagi, kau menghabiskan semua stok makananku. Kau harus menggantinya." Mingyu menghela napasnya. Wonwoo kembali membelalakkan matanya.
"Mwo?! Kenapa kau tidak menghentikanku? Berat badanku pasti naik." Wonwoo memegang perutnya yang rata. Mingyu memutar bola matanya. "Apa menurutmu aku sanggup menghentikan hantu kelaparan itu?"
Wonwoo menghela napasnya, namun sedetik kemudian ia kembali melirik Mingyu. "Untung saja aku terbangun di kasur empuk dan nyaman ini," Ia tersenyum kecil seraya mengusap-usap kasur Mingyu. Mingyu menatap dengan tatapan aneh.
"Aku pernah terbangun di pembatas jalan tol dengan setengah badan tergantung ke bawah," ujar Wonwoo dengan suara pelan. Ia tertawa kaku pada Mingyu yang menatapnya horror. Entah sudah berapa kali ia menunjukkan tatapan horror itu setiap kali melihat Wonwoo.
"Aku juga pernah terbangun di tengah kuburan, di atas pohon, di kamar mayat dan di tempat pembuangan sampah." Wonwoo mengetuk-ngetukkan kedua ujung jari telunjuknya.
Mingyu menatap Wonwoo dengan tidak percaya. Ia tidak tahu harus berkata apa saat ini.
Wonwoo menggigit bibirnya melihat Mingyu tidak bereaksi. Ia pasti sudah membuat namja tampan itu shock hingga menjadi seperti itu. Sebenarnya yang pernah menghadapinya saat sedang kerasukan hanyalah hyungnya seorang, itupun hanya sekali. Kerasukan-kerasukan selanjutnya terjadi setelah ia pindah ke rumahnya sendiri, dan ialah yang mengatasinya sendiri, lebih tepatnya membiarkannya hingga berakhir terbangun di tempat yang aneh.
"Sangat berbahaya," komentar Mingyu dengan suara pelan.
Wonwoo menghela napasnya. "Sebenarnya tidak terlalu berbahaya, karena mereka merasukiku karena memiliki tujuan tertentu, dan aku akan selalu terbangun sebelum hal buruk terjadi padaku. Mereka tidak bisa melukaiku."
Mingyu mengusap wajahnya. "Tapi tetap saja berbahaya. Kalau ternyata kau tidak bisa kembali ke tubuhmu? Mereka menguasai tubuhmu seutuhnya?" tanyanya.
Wonwoo hanya tersenyum tipis membalas pertanyaan Mingyu. Itu jugalah yang dikhawatirkan olehnya dan kakaknya selama ini. Tapi ia tidak ingin Mingyu terjerat dalam kehidupan anehnya.
"Tenang saja, itu tidak akan terjadi." Wonwoo menghempaskan tubuhnya kembali ke kasur Mingyu. Ia mencari posisi nyaman untuk kembali tidur.
"Ya! Apa aku mengizinkanmu untuk tidur lagi?" tanya Mingyu.
"Aku lelah," jawab Wonwoo singkat.
"Aku harus kerja," ujar Mingyu.
"Tapi aku tidak, jadi aku bisa tidur sebentar lagi." Wonwoo memeluk bantal Mingyu.
Mingyu menghela napas. "Aku akan mandi lalu setelah itu kau ikut denganku, aku akan mengantarmu ke cafému." Mingyu beranjak dari kasurnya lalu berjalan ke kamar mandi yang ada di dalam kamarnya.
Wonwoo menghela napasnya. Ia sedang tidak ingin ke café pagi ini. Ia sangat lelah setelah tubuhnya dipergunakan beberapa kali.
DUK! DUK! DUK!
Wonwoo membatu mendengar suara itu. Suara itu bukan berasa dari kamar mandi yang ada di sebelah kanannya. Suara itu berasal dari luar kamar. Apa ada orang lain di rumah Mingyu?
DUK! DUK DUK!
Suaranya seperti suara bola karet yang memantul di lantai.
Dengan langkah pelan dan ragu-ragu, Wonwoo mendekati pintu kamar lalu membukanya pelan. Ia tersentak saat melihat seorang anak kecil dengan wajah putih pucat tengah memantulkan bola karetnya beberapa meter di depan pintu seraya menatapnya dengan tajam.
Wonwoo melangkah mundur lalu dengan segera menutup pintunya. Tatapan anak itu sangat tajam, dan wajahnya sangat mengerikan, bukan hanya putih pucat, tapi juga terdapat banyak darah yang mengalir dari kepalanya.
Wonwoo terus berjalan mundur saat suara pantulan bola itu terdengar semakin jelas, seolah-olah mendekat ke arahnya.
Buk!
Wonwoo tersentak dan langsung berbalik ke belakang. Ia mendapati Mingyu dengan handuk yang menggantung di lehernya tengah menatapnya dengan bingung. Wonwoo menutup matanya dengan kedua tangannya.
"Hei, ada apa?" tanya Mingyu. Wonwoo tidak menjawab, ia dengan tiba-tiba memeluk Mingyu erat saat mendengar suara pantulan bola itu tepat di belakangnya.
"Ada apa?" tanya Mingyu lagi dengan wajah bingung.
Wonwoo terdiam saat tidak mendengar suara pantulan itu lagi. Ia dengan segera memutar posisi mereka hingga kini ia bisa melihat tempat ia tadi berdiri dengan masih memeluk Mingyu dengan erat. Ia menghela napas saat tidak menemukan bocah itu lagi.
"Hei," panggil Mingyu. Wonwoo yang tersadar dengan segera melepaskan pelukannya.
"Maaf," ucap Wonwoo.
"Kau kenapa?" tanya Mingyu bingung seraya mengeringkan rambutnya yang basah.
"Tidak apa-apa," jawab Wonwoo dengan senyum kaku. Pikirannya masih tertuju pada bocah tadi. Ia tidak bodoh, ia bisa membedakan mana hantu yang berbahaya dan tidak.
"Ayo kita pergi, aku sudah terlambat." Mingyu telah selesai dengan pakaiannya yang rapi. Wonwoo menghela napasnya, ia belum sempat membasuh wajahnya ataupun menyikat giginya. Ia akan melakukannya di cafenya nanti.
Wonwoo berjalan mengikuti Mingyu menuju pintu depan. Saat mereka telah berada di luar, dan Wonwoolah yang menutup pintunya, matanya terbelalak sesaat sebelum menutup pintu itu.
Saat menutup pintu itu, ia dapat melihat anak kecil itu tengah berdiri di dalam rumah dengan mata yang berdarah, menatapnya tajam, bolanya yang tengah menggelinding mendekatinya dengan perlahan, dan yang membuatnya membatu adalah sebilah pisau yang tengah digenggam oleh anak itu.
Blam!
Wonwoo membatu di depan pintu yang baru saja ia tutup itu. Mingyu menatap Wonwoo dengan tatapan bingung seraya mengunci pintu rumahnya.
"Ada apa? Kau masih mengantuk? Ayo, kita harus segera berangkat." Mingyu beranjak meninggalkan Wonwoo dan masuk ke dalam mobilnya. Wonwoo kemudian berbalik dan masuk ke dalam mobil Mingyu.
"Mingyu-ya, aku rasa kau harus mencari paranormal untuk membersihkan rumahmu," gumam Wonwoo. Mingyu yang tengah mengemudi mengernyitkan keningnya.
"Untuk apa? Apa rumahku banyak hantu? Rumahku tidak ada hantu, hanya saja karena ada kau maka hantu-hantu itu datang memperebut badanmu."
Wonwoo menggelengkan kepalanya. "Bukan itu maksudku. Ada satu hantu yang berbahaya di dalam rumahmu."
Mingyu terdiam sejenak sebelum akhirnya ia tertawa kecil. "Apa maksudmu? Selama setahun ini aku tinggal di sana, tidak ada hal aneh yang terjadi padaku."
Wonwoo menghela napasnya. Jika Mingyu tidak mempercayainya, ia juga tidak bisa memaksanya, karena yang melihat hanya dirinya sendiri. Inilah sebabnya ia tidak ingin dekat dengan orang luar, yang seharusnya bukan menjadi masalahnya malah akan membuatnya repot mengurus masalah orang lain dengan hantu-hantu itu.
Wonwoo menghela napasnya. Wajahnya yang mengantuk itu seketika menegang saat merasakan deru napas tepat di belakangnya. Dengan perlahan, ia menolehkan kepalanya ke belakang dan mendapati Sohyun tengah duduk di belakangnya, menatapnya tajam.
.
.
.
Wonwoo tengah menyikat giginya di toilet khusus cafenya. Setelah ia selesai berkumur dan membersihkan wajahnya, ia mengeringkan wajahnya dengan handuk. Sedetik kemudian, ia menjauhkan handuknya lalu menghela napas.
"Sudah kukatakan, aku tidak ingin ke rumah sakit lagi, Sohyun-ssi. Saat aku mengantarkan bekal untuk kakakku, itu terakhir kalinya aku mau ke rumah sakit." Wonwoo menatap ke pantulan cermin yang ada di depannya. Ia melirik Sohyun yang berdiri di belakangnya melalui cermin di depannya. Ia mengetahui nama Sohyun karena Sohyun sendiri yang mengatakan namanya.
Sohyun menatap Wonwoo sendu. 'Tolonglah.' Suara Sohyun kembali terdengar di kepalanya, padahal Sohyun hanya berdiri di sana tanpa membuka mulutnya sedari tadi. Beginilah caranya ia berkomunikasi dengan hantu, melalui pikiran.
Wonwoo menghela napasnya. Sedari tadi Sohyun terus membujuknya untuk ke rumah sakit, dan yeoja itu tidak memberitahu tujuannya untuk ke rumah sakit. Ia benci ke rumah sakit. Rumah sakit tempat di mana banyak orang meninggal, banyak hantu di tempat itu.
"Katakan padaku, untuk apa aku harus ke sana?" tanya Wonwoo.
Sohyun hanya terdiam.
Wonwoo juga ikut terdiam. Ia memejamkan matanya lalu memijit keningnya. Ini bukan pertama kalinya hantu meminta tolong padanya, sudah beratus kali ia menuruti keinginan hantu gentayangan seperti Sohyun, dan ia tidak ingin melakukannya lagi.
Wonwoo kembali melirik Sohyun dan mendapati hantu yeoja itu tengah menatapnya dengan tatapan memohon.
Wonwoo menghela napasnya. "Jam berapa aku harus pergi ke sana?"
.
.
.
.
.
.
Seorang namja yang mengenakan jas hujan tengah berdiri di depan rumah sakit dengan tubuh yang diguyur oleh hujan yang lebat. Kepalanya yang tertutupi oleh topi jas hujan itu menunduk sebelum akhirnya ia mengangkat kepalanya menatap megahnya rumah sakit itu.
"Ke mana aku harus pergi?" tanya Wonwoo.
Sohyun menoleh sekilas pada Wonwoo sebelum akhirnya ia menghilang dan menjadi sebuah asap putih. Dengan tatapan mata tajam dan datar, Wonwoo mengikuti ke mana asap putih itu terbang masuk ke dalam gedung rumah sakit itu.
Setelah masuk ke gedung, Wonwoo tidak melepas jas hujan berwarna transparannya itu. Ia membiarkan benda plastik yang menempel pada tubuhnya itu menitikkan air hujan ke lantai berkeramik rumah sakit itu. Poninya yang basah menutupi sebelah matanya. Terkesan horror.
Mata Wonwoo yang tajam mengamati sekelilingnya yang sangat sepi, hanya ada beberapa pekerja saja yang berjalan di koridor itu. Jelas saja, sekarang sudah jam 01.20 dini hari. Beberapa pekerja yang lewat di koridor itu menatap Wonwoo dengan tatapan bingung, melihat cara berpakaian Wonwoo yang aneh dan misterius.
Semakin Wonwoo berjalan masuk mengikuti arwah Sohyun, ia merasa hawa di sekitarnya semakin dingin. Selain itu, tempat yang mereka lalui semakin gelap dan semakin sepi. Setiap ruangan yang mereka lewati tidak ada yang menyalakan lampu, hanya beberapa lampu koridor saja yang menyala.
'Tempat apa ini?' Wonwoo meremas jas hujannya seraya menoleh ke kanan dan ke kiri. Sebenarnya tempat ini tidak terlalu sepi, karena yang mata Wonwoo liat saat ini ada banyak hantu yang berjalan-jalan di sepanjang koridor rumah sakit ini. Terkadang ia harus menutup matanya sejenak saat melihat hantu yang mengerikan, seperti berlumuran darah, tidak memiliki kepala, dan lain sebagainya.
'Apa ini bagian rumah sakit yang sudah tidak terpakai lagi?' pikir Wonwoo melihat sekelilingnya yang penuh debu dan di ujung koridor terdapat tumpukan kasur-kasur yang rusak.
Wonwoo berhenti tepat di depan sebuah pintu yang diberi tanda dilarang masuk. Arwah Sohyun telah masuk menembus pintu itu. Wonwoo dengan ragu-ragu menyentuh gagang pintu itu.
Cklek!
Dilarang masuk, tapi kenapa pintunya tidak dikunci?
Saat membuka pintu itu dengan perlahan, hawa yang ada di dalam ruangan itu bahkan lebih dingin dari yang sebelumnya.
Gelap. Itulah yang Wonwoo dapatkan saat melihat isi ruangan itu. Ia berusaha mencari sakelar di dekatnya, dan ternyata lampu di ruangan itu masih dapat berfungsi. Ia mengamati sekelilingnya dengan tangan yang masih memegang gagang pintu. Di mana Sohyun?
Sebuah kamar rumah sakit yang biasa, di mana terdapat sebuah ranjang yang telah kusam, lantai berdebu, dan sebuah kursi di tengah-tengah ruangan. Wonwoo mengernyit. Kenapa ada sebuah kursi di tengah-tengah ruangan kamar?
Namja bermata tajam itu tidak sengaja mendongak ke atas. Ia mengepalkan tangannya yang terasa mengeluarkan keringat dingin saat melihat seutas tali tengah menggantung di atas kursi itu, seutas tali yang diikat ke pipa besi yang ada di langit-langit kamar. Ia mundur selangkah saat melihat bercak darah di tali itu.
'Apa ini?' pikir Wonwoo.
Wonwoo terkejut saat tiba-tiba melihat Sohyun berdiri di depan jendela. Ia dapat melihat bekas kebiruan di leher Sohyun dan juga pergelangan tangannya yang berdarah.
"Apa kau meninggal di sini?" tanya Wonwoo.
Sohyun hanya diam.
"Kau bunuh diri?" tanya Wonwoo lagi.
Sohyun lagi-lagi terdiam. Wonwoo mendengus kesal. Bagaimana ia bisa membantu Sohyun kalau yeoja itu sendiri tidak mau menjawabnya. Pasti ada sesuatu yang tidak bisa ia ungkapkan.
Mata Wonwoo tidak sengaja menangkap sebuah vas bunga di samping kasur, dan terdapat setangkai bunga mawar yang masih segar di dalam vas itu.
Wonwoo mengernyit. Kenapa masih ada bunga segar di kamar kosong ini? Bukankah tempat ini sudah kosong selama seminggu lebih?
Tap! Tap! Tap!
Namja bermata tajam itu tersentak. Ia mengeluarkan kepalanya dari kamar lalu menoleh ke kanan dan ke kiri. Langkah kaki di koridor yang remang-remang ini semakin terdengar jelas, tapi ia tidak melihat siapa-siapa. Ia lalu dengan segera masuk dan menutup pintunya dengan perlahan, ia lalu menutup lampu kamar itu dan bersembunyi di belakang pintu kamar.
Wonwoo melihat ke sekeliling kamar dan tidak dapat melihat Sohyun di setiap sudut kamar itu. Langkah kaki bersepatu hak tinggi seorang yeoja terdengar semakin jelas dan sekarang berhenti tepat di depan pintu kamar di mana Wonwoo tengah berdiri.
Krieett!
Wonwoo semakin menempelkan dirinya ke dinding dan bersembunyi di belakang pintu kamar saat pintu itu dibuka dan lampu dinyalakan.
Tap! Tap! Tap!
Ia dapat melihat seorang yeoja cantik dengan pakaian suster berjalan ke arah meja nakas lalu mengganti buka mawar merah itu dengan bunga mawar putih yang baru. Yeoja itu masih berdiri di sana sambil terus mengamati bunga itu.
Wonwoo mengalihkan pandangannya saat melihat Sohyun muncul di samping yeoja itu, tengah menatapnya dengan sendu.
"Istirahatlah dengan tenang," ujar yeoja cantik itu sebelum akhirnya berbalik dan kembali melangkah dengan tenang. Mata tajam Wonwoo berusaha membaca nama yang tertulis di name tag yeoja yang bekerja sebagai suster itu. Tzuyu.
Wonwoo mengernyit saat melihat pandangan sendu Sohyun berganti menjadi tatapan tajam pada yeoja yang berjalan menjauhinya. Ia berusaha untuk mundur saat yeoja itu berjalan mendekati pintu kamar.
Tap! Tap! Tap! Tap! Ta-
Namja bermata tajam itu menahan napasnya saat langkah kaki Tzuyu berhenti tepat di samping pintu.
Tzuyu menghentikan langkahnya saat merasa ada yang asing. Ia menoleh ke arah kanan, menatap pintu itu dengan kening mengernyit. Tangannya yang lentik memegangi sisi pintu, namun ia urungkan niatnya lalu berganti memegangi gagang pintu dan menariknya seraya tangan kirinya mematikan lampu kamar itu.
Blam!
Wonwoo mengatur deru napasnya yang sejak tadi tidak teratur. Kenapa kehadiran yeoja itu rasanya sangat mengerikan? Tatapan dingin itu, langkah angkuh itu, ucapan dingin yeoja itu.
Ia menghela napas saat tidak medapati Sohyun lagi di kamar itu. Sebenarnya apa yang ingin Sohyun tunjukkan padanya? Yeoja itu bunuh diri, dan temannya datang mengunjungi kamarnya. Lalu? Apa yang dapat ia bantu?
Wonwoo yang hendak membuka pintu kamar dan keluar dari ruangan itu tiba-tiba menghentikan gerakannya.
'Tunggu! Temannya datang mengunjungi kamar ini? Kenapa dia malah datang ke tempat ini? Bukan ke makamnya? Dan kenapa ruangan ini tidak dibuang barang-barang bekas bunuh dirinya?'
Wonwoo memasang wajah kusamnya. Ia bukan detektif! Otaknya tidak dapat menerima teka-teki yang sulit seperti ini.
Dengan malas, Wonwoo membuka pintu kamarnya dan mendapati sebuah wajah berwarna hitam dengan kulit yang terkelupas dan mata yang terbelalak lebar tepat di depan wajahnya.
"AAAHHH!"
Wonwoo tersentak dan terduduk ke lantai. Ia menatap horror hantu namja yang berdiri di depan pintu tengah menatapnya. Inila yang Wonwoo benci dari rumah sakit, segala hantu berpenampilan monster ada di tempat ini!
Wonwoo memejamkan matanya dengan erat dan dengan segera berdiri dan menutup pintunya lalu lari secepat mungkin. Ia tidak ingin memikirkan bagaimana ia menembus hantu itu. Ia tidak ingin menoleh ke belakang untuk melihat apakah hantu itu mengejarnya atau tidak. Yang ia inginkan saat ini hanyalah lari.
Namja yang tergolong cukup tinggi itu menghentikan langkahnya lalu menumpukan tangannya pada kedua lututnya seraya mengatur napasnya yang tersenggal-senggal, tidak mempedulikan beberapa suster atau dokter yang lewat menatapnya dengan aneh.
Diselang kegiatannya menarik dan membuang napas, mata tajamnya tidak sengaja mendapati Mingyu tengah berdiri di depan counter informasi dengan tangan yang tengah memegang tasnya. Sepertinya namja itu akan pulang. Tapi bukan itu yang menarik perhatiannya, tapi seorang yeoja yang tengah bergelayut manja di lengan Mingyu.
'Tzuyu?'
Wonwoo mengernyit tidak suka melihat sikap manja Tzuyu di lengan Mingyu. Mingyu tampak memasang wajah yang sangat kusut.
'Tadi dia bersikap seperti yeoja angkuh dan dingin, sekarang dia terlihat seperti wanita murahan.' batin Wonwoo yang memasang wajah malas. Ia menegakkan tubuhnya dan hendak keluar dari rumah sakit ini sebelum Mingyu melihatnya dengan penampilan aneh ini.
Saat Wonwoo hendak mengalihkan perhatiannya dari Mingyu, ia tersentak kaget mendapati sesuatu yang mengerikan tengah berdiri di belakang Tzuyu. Ia tersentak hingga tanpa sadar melangkah mundur dan menabrak suster yang tengah membawa beberapa peralatan di belakangnya hingga peralatan itu jatuh dan menimbulkan kegaduhan.
Mingyu dan Tzuyu sontak menoleh ke arah Wonwoo yang hanya berdiri mematung tanpa mempedulikan Mingyu, Tzuyu, maupun suster yang tengah kerepotan membereskan peralatannya.
Namja itu saat ini dapat melihat Sohyun tengah berdiri di belakang Tzuyu, dengan pergelangan tangan kiri yang patah dan mengalirkan darah, gaun putih yang penuh dengan darah, leher yang patah, dan wajah pucat di mana darah tengah mengalir di sudut matanya yang tengah menatap Tzuyu dengan tajam.
.
.
~TBC~
Hmmm..Mengerikan yah.. Sohyun, maafkan author, author bukannya benci sama Sohyun, sebenarnya author suka ngeliat Sohyun karena Sohyun tuh cantik. Tapi apa daya, demi dapatnya feel dan plot ff ini, Sohyun harus sedikit berjuang di ff ini #cry *pukpuk Sohyun*
Untuk BumBumJin:: author sadar kalau bir itu emang gak baik, apalagi mereka dokter. Tapi kalau di Korea, biasa mereka tuh gak bisa lepas dari yang namanya bir, makanya author nambahin adegan itu, author fokusnya tuh ke kebiasaan mereka yang suka minum bir kalo ngongkrong dan lupa peran mereka sebagai dokter di sini. Jadi anggap aja yang kalau mereka minum tuh masih sesuai dosis XD #plakkk Terima kasih yang buat masukan kamu, say :* Kamu telah menyadarkanku hehehe #nariballet
Maafkan author karena author telat update. Why? Karena author sibuk ujian. Maafkan author *bow* Maaf kalau chap ini alurnya gak gitu banyak, karena author focus sama kasusnya dulu. Chap depan author usahakan update cepat! Janji!
Terima kasih sebanyak-banyaknya buat readers dan reviewers author tercinta, terima kasih karena sudah mau membaca fanfic yang sebenarnya kurang sempurna ini. Terima kasih banyak *bow* :D
Arlequeen Kim, maharani.s, , zahra9697,Karina, hoshimut, Ourwonu, RitaYuliantika, Vioolyt, DevilPrince, BYDSSTYN, Karuhi Hatsune, gerrysaraswati, wonrepwonuke, kookies, Rie Cloudsomnia, Khasabat04, exostalker, diciassette, Herdikichan17, RaeMii, 11234dong, Beanienim, hoshinugu, DaeMinJae, Dazzpicable, Kkamjongmin, fvcksoo, Jeon jaeri, BumBumJin, tfiy, byeons, hamipark76, Firdha858, cehuns2, lulu-shi, Fujoshimulfan, Chan-min, XiayuweLiu, cha2000, Puput828, kimbapchu, meanieslave, kiranakim, babywuzidy, taenggoo, exoinmylove, kuebrownies, Jjinuu7, A'yun Meanie Shipp, SheravinaRose, tatacwt, putrifitriana177, wonuemo, SkyBlueAndWhite, haya, equuleusblack, babymoonlight, NichanJung, Gigi onta, IT8861, Siti254, shinhy, AXXL70, kimxjeon, rsm, mongyu0604, Twelves, Baebypark, restypw, by00per, Ara94, eksuppyufi, Kim Hye Gun, Gstiff, kimjeon, tyneeee, meanies, chikincola, alysaexostans, christ, btobae,
Makasih buat review kalian yang sangat mendukung, review kalian selalu menjadi kekuatan author buat perkembangan ff ini. *bow*
Okedehhh, segitu doang buat chap ini,
Jangan ada silent readers yah readers tercintah~ *tebar kecup basah* XD
Okedeh, akhir kata dari author untuk chap ini,
Review, please~? ^^
Gomawo *bow* m(_ _)m
