Sixth Sense
Summary:: Andai saja Mingyu tidak bertemu Wonwoo, ia pasti tidak akan terlibat ke dalam kehidupan aneh namja itu, namja yang selalu berbicara sendirian dan mengaku dapat melihat hantu. "Aku tidak gila!"/ "Kalau kau tidak gila, kenapa kau berbicara sendirian?"/ "Aku tidak berbicara sendirian, aku berbicara dengan anak kecil yang baru saja meninggal. Dia ada di sampingmu."
Couple:: Mingyu x Wonwoo
Rate:: T
Genre:: Humor, Romance, supernatural
.
.
Hiwatari's Present
Author comeback setelah lama menghilang. Ummm sekitar 4 bulan? Atau lebih? Let me explain it to you why and where did I gone these whole time. Author sekarang bukanlah seperti author yang dulu, kenapa? Karena dulu author hanyalah seorang anak sekolahan yang pulangnya lanjut les lalu punya banyak waktu buat ngetik. Sekarang author sudah lulus SMA, author kerja di pagi harinya, malam harinya lanjut kuliah, jadi tidak punya waktu buat mikirin ff apalagi mengetiknya. Sooo, here I am, mengatur waktu author sebaik mungkin buat ngelanjutin ff yang udah busuk ini, dan mungkin semua readers author udah pada ilang dan pada lupain ff ini, but it's ok, bagi yang masih menunggu, ini ff author yang author lanjutkan dengan teknik mengetik dan bahasa yang udah lebih improve daripada sebelumnya. ^^ *bow*
Enjoy~
.
~#~#~#~#~#~#~#~#~#~#~#~#~#~
.
"Apa ini gelangmu?" tanya Wonwoo. Sohyun menganggukkan kepalanya. Bahkan di gelang itu jelas terukir nama Kim Sohyun di sana. Saat meluhat ukiran nama Sohyun, Wonwoo kembali mengernyit saat melihat sebuah bercak darah pada gelang itu. Ia kembali melirik Sohyun.
"Apa ini yang ingin kau tunjukkan padaku?" tanya Wonwoo. Sohyun yang diam tidak merespon pertanyaan Wonwoo. Meskipun begitu, Wonwoo tahu, ada sesuatu pada gelang itu.
"Apa itu?" tanya Baekhyun. Wonwoo tidak menjawabnya, ia sibuk memikirkan sesuatu.
Entah kenapa, Wonwoo tiba-tiba memikirkan sesuatu. Ia lalu dengan segera mengantungi gelang itu dan dengan segera keluar dari kamar itu dengan perasaan tidak yakin. Tanpa sengaja, pahanya menyenggol meja nakas saat ia hendak berbalik. Ia tidak mempedulikan pahanya yang sedikit nyeri saat menabrak meja nakas itu. Yang saat ini ia pikirkan adalah memperlihatkan gelang itu pada Mingyu dan meminta bantuan Mingyu untuk mengecek darah itu.
Wonwoo menghentikan langkahnya sejenak di depan pintu ruang kerja Mingyu sebelum akhirnya ia langasung masuk ke ruangan itu tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu. Ia mematung saat melihat pemandangan di depannya. Mingyu tengah sibuk dengan pekerjaannya sedangkan Tzuyu tengah duduk di samping Mingyu dengan tangan yang memegang manja tangan sang dokter tampan itu.
Mingyu terkejut melihat kedatangan Wonwoo yang tiba-tiba itu, begitu juga dengan Tzuyu.
"Wonwoo hyung? Kenapa kau bisa ada di sini?" tanya Mingyu. Wonwoo tidak menjawab. Ia hanya terdiam dan terus mengamati dua orang di depannya itu secara bergantian. Entah kenapa pemandangan saat ini sangat aneh menurutnya, padahal ia sudah sering melihat Tzuyu menempel-nempel seperti itu pada Mingyu, tapi kenapa kali ini rasanya berbeda?
'Dia berjanji tidak akan meninggalkanku. Tapi sekarang dia meninggalkanku dan berduaan dengan wanita ini?' pikir Wonwoo. Ia menggelengkan kepalanya pelan. Saat ini yang menjadi masalah bukan Mingyu, tapi Tzuyu.
"Yeoja itu! Apa dia bekerja di sini sebagai suster pribadi Mingyu? Kenapa setiap datang ke sini aku selalu melihatnya menempel pada Mingyu?" omel Baekhyun seraya menunjuk-nunjuk Tzuyu dengan kesal.
Pandangan Wonwoo berhenti pada Tzuyu. Ia teringat pada gelang yang ada di kantung jaketnya saat ini. Entah kenapa melihat gelang itu, yang ada dipikirannya hanya Tzuyu. Ia mencurigai Tzuyu memiliki hubungan dengan gelang ini, karena satu-satunya yang selalu masuk ke kamar Sohyun hanyalah Tzuyu. Ia menyentuh kantung jaketnya dengan perlahan. Tzuyu memperhatikan gerak-gerik Wonwoo, bahkan ia juga mengamati gerak tangan Wonwoo.
"Hyung?" panggil Mingyu. Wonwoo tidak menjawab. Ia tengah sibuk beradu tatap dengan Tzuyu yang tengah menatapnya dingin.
"Aku hanya datang menemui hyungku, kukira sekalian melihat apakah kau ada di sini. Aku pulang dulu," jawab Wonwoo seraya mundur lalu beranjak. Matanya tidak lepas dari Tzuyu hingga akhirnya ia berbalik dan benar-benar beranjak.
"Hyung!" panggil Mingyu seraya berdiri. Tzuyu mengernyit saat tidak sengaja melihat bercak kotoran debu di celana training hitam yang tengah dipakai Wonwoo di bagian paha kanan.
Tzuyu menggenggam pergelangan tangan Mingyu saat dokter itu hendak beranjak menyusul Wonwoo.
"Kau mau ke mana?" tanya Tzuyu.
"Lepaskan! Aku mau pulang. Berhentilah menggangguku, kau seperti parasit saja terus menempeliku." Mingyu berdecak kesal seraya menepis tangan Tzuyu. Ia lalu menyimpan semua dokumen pasiennya lalu beranjak keluar, meninggalkan Tzuyu sendirian yang berwajah dingin.
"Sebenarnya namja itu siapa?" Tzuyu menghela napasnya. Ia menunduk seraya menyentuh tangannya sendiri yang barusan dicampakkan oleh Mingyu.
"Kenapa berani sekali merebut perhatian Mingyuku?" gumam Tzuyu datar. Matanya melirik dingin ke arah samping sebelum akhirnya ia berdiri dan beranjak dari ruangan Mingyu.
Suara sepatu hak tingginya memenuhi koridor ujung yang sepi dan remang-remang ini. Ia terus melangkah dengan tenangnya dan menghentikan langkahnya saat telah berdiri di depan pintu kamar yang selalu ia kunjungi.
Yeoja cantik itu membuka pintu kamar lalu masuk ke dalamnya. Ia melangkah dengan tenang dan berhenti di depan meja nakas berwarna putih itu. Mata tajam Tzuyu menatap dingin ke arah meja nakas putih yang di mana meja itu seharusnya berdebu tebal karena tidak pernah disentuh ataupun dibersihkan, tapi kali ini ada sebercak di mana bagian itu tidak memiliki debu, seakan seseorang telah tidak sengaja menyetuh bagian berdebu itu, padahal ia yakin saat ia datang untuk menaruh bunga tadi, meja itu benar-benar berdebu di seluruh bagian.
Tzuyu tersenyum miring. Ia teringat pada celana Wonwoo.
"Kenapa kau bisa masuk ke dalam sini?" tanya Tzuyu entah pada siapa. Ia menyentuh kelopak bunga segar yang ada di dalam vas bunga itu.
"Kau seperti tikus saja," gumam Tzuyu dengan senyum tipis di bibirnya. Perlahan, senyum itu sirna dan berganti dengan mimik datarnya lalu kembali bergumam,
"Tikus kecil yang masuk ke kandang harimau."
Tzuyu merobek kelopak bunga itu. "Tenang, Kim Sohyun. Sepertinya sebentar lagi kau akan memiliki teman di sini. Kau tidak akan kesepian lagi," gumam Tzuyu dengan senyum tipis di bibirnya. Tangannya dengan perlahan merobak selembar kelopak itu hingga menjadi lembaran-lembaran kecil.
.
.
.
.
.
.
.
.
Bunyi klakson terus berbunyi dari arah belakang Wonwoo. Wonwoo tidak mempedulikannya. Ia sangat pusing saat ini, banyak sekali masalah yang harus ia pikirkan. Masalah Sohyun, Tzuyu, Baekhyun, dan… Mingyu.
"Aduuuhh! Ribut sekali mobil ini! Jalanan sangat lebar di sana, kenapa dia harus lewat di pinggiran seperti ini?!" omel Baekhyun kesal. Memikirkan Chanyeol dan Wonwoo yang terus diam sepanjang jalan membuatnya badmood, ditambah lagi dengan mobil sialan itu yang terus membunyikan klakson.
Mobil mewah itu berjalan dengan perlahan tepat di samping Wonwoo. Sang pengemudi membuka jendelanya.
"Wonwoo hyung! Ayo, masuk ke mobilku! Kau bisa sakit kalau terus berjalan di malam hari seperti ini. Kau bisa kembali sakit," ucap Mingyu yang ternyata pemilik dari mobil itu.
Wonwoo menoleh ke kanan dan menghentikan langkahnya. Mingyu otomatis menghentikan mobilnya. Wonwoo hanya terdiam menatap Mingyu. Bayangan di saat ia berduaan dengan Tzuyu kembali menghantui pikirannya. Ada apa dengannya hari ini? Padahal sebelum-sebelumnya ia tidak masalah dengan kehadiran Tzuyu yang terus menempel pada Mingyu.
"Hyung?" panggil Mingyu. Baekhyun menatap Wonwoo khawatir. Wonwoo dengan perlahan berjalan ke pintu yang satunya lagi dan naik ke dalam mobil Mingy, begitupula dengan Baekhyun.
"Kenapa kau bisa datang ke rumah sakit?" tanya Mingyu. Wonwoo terdiam. Ia tidak menjawab Mingyu.
"Apa kau mencariku?" tanya Mingyu lagi. Wonwoo lagi-lagi tidak menjawab.
Mingyu menghela napasnya. "Maafkan aku meninggalkanmu di saat aku telah berjanji tidak akan membiarkanmu sendirian lagi. Ada dokumen penting yang harus aku periksa segera, jadi aku ke rumah sakit sebentar."
Wonwoo terdiam sejenak sebelum akhirnya membuka mulutnya, "Aku pikir aku bisa mempercayai ucapanmu. Ternyata tidak."
"Ya! aku tidak berbohong! Aku benar-benar berniat terus menemanimu selama kau sakit, tapi ada hal penting yang harus aku urus." Mingyu menghela napasnya.
Wonwoo hanya mengangguk-anggukkan kepalanya malas. Sepertinya masalah gelang itu, ia harus menyimpannya dulu. Ini bukan situasi yang cocok untuk memberikan benda penting itu pada Mingyu.
"Tapi bukankah kau seharusnya istirahat di rumah saja? Kenapa keluar di saat sakit begini? Bukankah aku sudah menyuruhmu untuk tidak keluar tanpa sepengetahuanku lagi?"
Wonwoo bergumam, "Apa kau sudah lupa? Kau menyuruhku untuk membantumu menyelesaikan masalahmu dengan Sohyun."
Mingyu terkejut. Ia baru teringat dengan masalah Sohyun. Masalah yang menyebabkannya berurusan dengan Wonwoo.
"Ah! Yeoja itu! Apa dia masih terus mengikutiku?" tanya Mingyu. Wonwoo menganggukkan kepalanya. "Tapi saat ini dia sedang tidak ada di sini," Wonwoo menghela napasnya.
"Dan gara-gara kau, aku jadi berurusan dengan…" Ia menghentikan ucapannya. Sepertinya masalahnya yang membantu Sohyun itu tidak bisa ia ceritakan pada Mingyu.
"Apa?"
"Tidak, tidak ada-apa." Wonwoo kembali terdiam. Pikirannya terus memikirkan tentang gelang yang ada di sakunya. Ia sadar kalau ia tidak bisa menyimpan benda itu lama-lama.
Mingyu menghela napasnya. "Apa kau sudah makan? Di rumah tidak ada makanan, kau pasti lapar," gumam Mingyu seraya memutar stir mobilnya berbelok ke jalan yang lain.
"Apa kau belum makan juga?" tanya Wonwoo. Mingyu menggelengkan kepalanya.
"Aku pikir akan segera pulang dan memasak di rumah saja. Tapi kupikir lebih baik kita makan di luar saja."
Wonwoo terdiam, Mingyu juga terdiam. Baekhyun tampak memikirkan sesuatu. Ia memandang ke arah jendela mobil.
"Apa kau akan terus seperti ini?" tanya Baekhyun yang duduk di jok belakang. Wonwoo melirik ke kaca depan, begitupula dengan Baekhyun.
"Maksudku, apa kau akan terus berhubungan dengan hantu-hantu itu? Bukankah duniamu dan dunia mereka itu berbeda? Yang aku tahu, manusia tidak boleh terlalu banyak mencampuri urusan orang mati," ucap Baekhyun pelan.
Wonwoo terdiam. Ia tahu itu. Jika ia punya pilihan, ia pasti memilih untuk menjadi manusia normal. Tapi nyatanya ia tidak memiliki pilihan lain, seolah-olah ia memang hidup untuk memainkan peran yang seperti ini.
"Hah, biarlah. Keadaanku begini juga tidak normal, kau juga tidak normal. Kita sama-sama tidak normal. Mari kita bersama selamanya saling melengkapi dan mendukung!" Baekhyun mengangkat kedua tangannya ke atas.
Wonwoo berdecak pelan. "Sialan," gumamnya mendengar keributan Baekhyun yang menambah beban hidupnya.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Wonwoo membuka kedua kelopak matanya. Yang pertama kali menyambut kedua mata tajamnya adalah cahaya matahari pagi yang menyusup masuk melalui celah kain gorden jendela balkonnya. Ia menghela napasnya sebelum akhirnya ia mendudukkan dirinya. Tidurnya tidak terlalu nyenyak, entah kenapa akhir-akhir ini ia merasa kepalanya sangatlah berat. Mungkin karena kondisi tubuhnya yang belum begitu sehat.
"Selamat pagiiiI!" sapa Baekhyun gembira. Wonwoo melirik Baekhyun bosan.
"Kau masih bisa bersikap ceria seperti biasanya rupanya," gumam Wonwoo pelan seraya tertawa mengejek.
Baekhyun menghela napasnya. Ia mendudukkan dirinya di tepi kasur Wonwoo.
"Mau bagaimana lagi? Ini semua terjadi sesuai dengan kehendak Tuhan. Kalaupun aku memurungkan wajahku sejak kejadian itu, itu tidak akan merubah apapun. Kenapa tidak aku jalani saja seperti sebelum aku menemukan tubuhku? Aku merasa lebih baik begini." Baekhyun tersenyum seraya mengayun-ayunkan kakinya.
Wonwoo tersenyum tipis. Ia mengulurkan tangannya mengusap kepala Baekhyun yang sebenarnya tidak dapat ia sentuh itu.
"Sesuai kehendak Tuhan, ya?" tanya Wonwoo seraya tertawa kecil.
"Iya, kita jalani saja apa yang telah menjadi kehendak Tuhan." Baekhyun mengepalkan kedua tangannya dan mendongak dengan wajah memohon yang dibuat-buat. Wonwoo memutar bola matanya.
"I'm so done with you, brother."
Tok! Tok! Tok!
"Jeon Wonwoo! Apa kau belum bangun? Aku sudah harus kembali kerja hari ini. Kau ingin ke café bersamaku atau di rumah istirahat saja?" tanya Mingyu.
"Aku ke café. Tunggu aku sebentar." Wonwoo dengan segera masuk ke dalam kamar mandinya. Wonwoo sempat berteriak sejenak karena terkejut melihat hantu di dalam kamar mandi. Ia berteriak menyuruh hantu itu keluar, meskipun itu hantu namja, tetap saja tidak nyaman bertelanjang dan ditatap seperti itu.
Baekhyun yang terkejut sontak masuk ke kamar mandi untuk melihat apakah Wonwoo baik-baik saja, dan berganti Baekhyun yang diusir oleh Wonwoo, ditambah lemparan sebotol sampo ke arah Baekhyun.
Tidak berapa lama kemudian, ia keluar dan segera berpakaian rapi dan menyusul Mingyu di meja makan lengkap dengan sarapan mereka.
Selama mereka melahap sarapan, tidak ada yang bersuara. Mereka makan dengan tenang. Jujur, Wonwoo merasa ada yang aneh sejak kejadian semalam. Ia tidak bisa menceritakannya pada Mingyu.
"Cepat, aku sudah hampir terlambat." Mingyu berdiri seraya melirik jam di tangannya. Wonwoo mengangguk kemudian melangkah mengikuti Mingyu yang beranjak dari ruang makan, diikuti Baekhyun di belakang Wonwoo.
Saat pintu rumah hendak tertutup oleh Wonwoo, namja bermata tajam itu dapat melihat Sohyun tengah berdiri di ruang tamu menatapnya dengan tatapan aneh. Tatapan itulah yang sedari tadi pagi Sohyun layangkan pada Wonwoo yang membuat namja itu merasa ada yang aneh. Sohyun tidak pernah menatapnya seperti itu. Antara sedih dan juga dingin.
Blam!
Wonwoo hanya dapat terdiam sejenak saat pintu itu telah ia tutup, memutuskan kontak matanya dengan hantu yang tengah berdiri di dalam rumah itu. Tangannya ia masukkan ke dalam saku jaketnya, menyentuh sesuatu di dalam sana.
.
.
.
.
.
.
Baekhyun mengintip dari celah kaca yang ada di pintu salah satu kamar di rumah sakit. Ia mengamati namja berambut merah yang tengah memotong apel. Setelah selesai memotongnya, ia meletakkannya di meja lalu mengelus kepala sosok yang tengah terbaring lemah itu. Baekhyun lalu memutuskan untuk melangkah masuk ke dalam kamar yang hanya berisi dua sosok manusia itu saja.
Tatapan Baekhyun melembut. Ia tidak tahu harus merasa beruntung atau tidak karena tubuhnya yang terbaring tanpa roh itu bisa mendapatkan sentuhan selembut dan sehangat itu dari namja berambut merah itu.
Baekhyun menggigit bibir bawahnya saat ia melihat tangan besar Chanyeol turun untuk mengelus pipi putih Baekhyun yang semakin hari semakin tirus itu. Sebenarnya bukan hal itu yang membuat Baekhyun menggigit bibir bawahnya untuk menahan bibirnya yang mulai bergetar, melainkan kata-kata yang keluar dari bibir Chanyeol, namja berambut merah itu.
"Apa kau sedang mimpi indah, Baek? Sepertinya kau lelap sekali," Chanyeol tersenyum tipis, masih terus mengelus pipi putih sosok Baekhyun.
"Kapan kau akan selesai bermimpi dan bangun, Baek? Aku tahu kau paling tidak suka untuk bangun dari tidur lelapmu di setiap paginya, tapi kau sudah tidur cukup lama, Baek. Kurasa ini sudah cukup." Tangan besar Chanyeol kembali mengelus rambut Baekhyun.
Chanyeol mengusap poni Baekhyun ke belakang, ia lalu berdiri dan mengecup kening Baekhyun pelan.
"Aku merindukanmu," bisik Chanyeol pelan dengan suara bergetarnya.
Roh Baekhyun yang berdiri di belakang Chanyeol menahan napasnya. Matanya memanas. Ia menggigit bibir bawahnya semakin kuat. Ia tidak ingin menangis. Ia mengulurkan tangannya untuk menyentuh Chanyeol, namun ia tahu, ia tidak bisa, ia tidak akan pernah bisa menyentuh sosok berambut merah itu seraya berkata, "Jangan menangis, aku ada di sini", ia tidak bisa meski ia sangat ingin. Ia bahkan tidak tahu siapa sosok yang sangat menyayanginya itu.
"Aku ada di sini… tapi aku tidak tahu kapan aku bisa bangun. Tunggu aku.… kumohon."
.
.
.
.
.
.
Wonwoo melirik jam yang tergantung di dinding cafenya. Jam telah menunjukkan jam 10 malam, matanya beralih melirik Hoshi yang tengah mengajari Dino beberapa teknik membuat kopi. Dino adalah anak sekolahan yang bekerja di sini untuk tambahan uang jajannya dan juga sekalian untuk menemani Hoshi yang telah trauma ditinggal bekerja sendirian.
Wonwoo berbalik menghadap counter dan terkejut melihat Mingyu tengah berdiri di depan counter menatapnya dengan tenang. Namja tampan itu tersenyum tipis, benar-benar tampan, dengan kemeja hitamnya yang ia gulung lengannya ke atas dan rambut yang sedikit berantakan.
"Belum pulang?" tanya Wonwoo.
"Aku menunggumu," jawab Mingyu. Wonwoo melirik Mingyu sejenak. "Ingin pesan apa?"
"Seperti biasanya." Mata Mingyu melirik Dino dan Hoshi yang tengah berkutat di sudut counter untuk membuat pesanannya.
"Kau pulanglah duluan. Sepertinya hari ini aku pulang sedikit malam," ucap Wonwoo. Mingyu terdiam sejenak, ia menghela napasnya.
"Hari ini aku diganggu. Entah itu Sohyun atau bukan, tapi beberapa benda yang berhubungan dengan Sohyun terkadang akan bergerak sendiri. Aku tidak mengerti apa yang dia inginkan."
Mingyu menatap Wonwoo yang juga menatapnya balik. Tidak ada yang merespon, hanya kedua mata yang saling bertemu itulah yang membuat atmosfer di antara kedua manusia itu menghangat. Perlahan Mingyu tersenyum tipis memperhatikan wajah namja kurus di hadapannya itu.
"Kau punya mata panda, hyung," ucapnya pelan. Wonwoo tidak menghiraukannya, ia meraih pesanan Mingyu dan menyerahkannya pada pemesannya, ditukar dengan beberapan uang won dari Mingyu.
"Ayo pulang. Aku menunggumu di mobil." Mingyu melangkah menjauh, mendekati mobilnya yang terparkir di depan café. Wonwoo tidak menghiraukan perkataan Mingyu, ia tidak berencana pulang cepat malam ini.
"Jangan biarkan aku menunggu lama, di luar sangat dingin," kata Mingyu sebelum ia menutup pintu café itu. Wonwoo memejamkan matanya seraya menghela napasnya. Ia dengan terpaksa meraih tasnya dan jaketnya lalu segera menyusul Mingyu setelah sebelumnya menyerahkan semuanya pada kepercayaannya, Hoshi.
Saat Wonwoo hendak membuka pintu mobil, pintu itu terkunci. Ia mendengus tidak percaya dengan tindakan kekanakan Mingyu yang sengaja mengunci pintunya. Ia mengetuk jendela mobil Mingyu dengan cukup kuat.
Mingyu membuka jendela pintu sisi luar, di mana Wonwoo tengah berdiri. Ia mencondongkan dirinya mendekati Wonwoo.
"Cepat buka, di luar sangat dingin." Perkataan Wonwoo penuh dengan penekanan. Tangannya terulur masuk untuk membuka pintunya, namun Mingyu menahan tangannya.
Wonwoo berdecak kesal, ia mundur selangkah. Sedetik kemudian Mingyu membelalakkan matanya. Wonwoo yang hendak menoleh ke samping tidak sempat melakukan itu karena Mingyu menarik tangannya untuk merapat ke pintu sebelum sebuah mobil sempat menabrak Wonwoo.
Wonwoo membatu, sedangkan Mingyu menatap mobil berwarna hitam yang menjauh dengan kecepatan tinggi itu dengan tatapan kaget.
"Apa orang itu gila?" marah Mingyu. Wonwoo terdiam melihat ke arah jalanan di mana mobil hitam itu menghilang. Mobil itu benar-benar hendak menabraknya, bahkan setelah ia merapat ke pintu mobil, ia masih bisa merasakan mobil di belakangnya hampir mengenainya.
Beberapa detik kemudian Wonwoo tersadar, ia memukul kepala Mingyu.
"Ini gara-garamu, Kim! Kalau kau tidak mengunci pintunya, aku tidak akan hampir tertabrak seperti ini," omel Wonwoo. Mingyu mengerucutkan bibirnya. Ia membukakan pintunya untuk Wonwoo. Wonwoo masuk ke dalam dan mendengus kesal.
Sejujurnya ia tidak sepenuhnya menyalahkan Mingyu. Entah kenapa ia memiliki firasat kalau mobil hitam itu memang sengaja ingin menabraknya. Apakah ini yang Seungcheol selama ini peringatkan padanya? Bahwa semakin ia dekat dengan hantu-hantu itu, hantu dan roh yang tidak memiliki tujuan itu akan perlahan mengincar tubuhnya dan memakan bagian dari rohnya sedikit demi sedikit.
Wonwoo terkejut saat Mingyu tiba-tiba memeluknya dengan erat.
"Kim-"
"Maafkan aku, hyung," bisik Mingyu. Wonwoo terdiam. Ia bisa merasakan Mingyu memeluknya dengan sangat erat. Ia juga dapat merasakan detak jantung Mingyu yang cepat dan deru napasnya yang tidak beraturan.
"Kau kenapa?" tanya Wonwoo dengan suara berbisiknya. Ia sedikit bingung dengan Mingyu.
"Tidak tahu, aku… Aku hanya sedikit takut saja," bisik Mingyu yang masih memeluk Wonwoo, seakin erat.
Wonwoo sedikit menunduk. Jujur ia sendiri juga takut. Kalau saja Mingyu tidak menariknya, mungkin saja ia tidak akan bisa duduk di dalam mobil ini sekarang. Apakah ucapan peramal tentang dirinya yang akan semakin tersedot ke dunia lain itu benar-benar akan terjadi? Peramal itu menyebut hal ini dengan 'penderitaan kecil' sebelum benar-benar kehilangan roh seutuhnya.
Wonwoo mengangkat tangannya lalu meremas kemeja Mingyu. Ia menenggelamkan setengah wajahnya ke pundak Mingyu.
"Hahhh! Hampir saja aku ketinggalan mobil!" Wonwoo langsung mendorong Mingyu hingga namja tinggi itu menabrak stir mobil pelan. Wonwoo refleks melakukannya saat Baekhyun menembus masuk dan duduk di jok belakang.
"Omo! Maafkan aku, aku tidak tahu kalian sedang berbahagia." Baekhyun menggaruk hidungnya, awkward. "Apa aku perlu keluar sebentar agar kalian bisa melanjutkannya?" tanya Baekhyun.
"Aku terkejut," gumam Mingyu seraya mengelus lengannya yang berbenturan dengan stir mobilnya.
"Jalankan mobilnya. Aku ingin cepat pulang." Wonwoo mendengus seraya memutar kedua bola matanya saat mendengar cekikikan Baekyun dari belakang.
Saat mobil Mingyu melaju menjauh, seorang yeoja yang sedari tadi mengamati dari balkon rumah sakit lantai 2 berdecak tidak senang.
"Apa yang dilakukan orang bodoh itu? Aku membayarnya tidak murah, dan dia malah gagal dan kabur?" Tzuyu berdecak sekali lagi sebelum akhirnya ia mendongakkan kepalanya dengan alis mengernyit tidak senang. Langit malam yang begitu indah terlihat sangat menyebalkan bagi yeoja itu, malam indah yang seolah mengejek kegagalannya.
"Kenapa mendapatkan seorang Kim Mingyu sangatlah sulit? Banyak sampah yang menggangguku, dan sekarang… ada sampah baru lagi."
Tzuyu memukul pembatas balkon pelan sebelum akhirnya ia berbalik, melangkah angkuh dengan wajah dingin yang seolah siap dengan peperangan yang ada di depan matanya.
.
~TBC~
.
Fuhhh.. coba deh adegannya Baekhyun kalian baca sambil denger lagu Smile Flowernya Svt, karena author ngetiknya sambil dengar itu. In the end, author Cuma mau bilang, author sangatttt berusaha untuk mengatur waktu author antara dunia nyata author dan dunia ff author. Jujur, author cinta banget sama dunia ff, author punya cita-cita menjadi novelis, impian membuat novel, dan author awali semuanya di dunia per-ffan, author awalnya mikir bakalan ninggalin dunia ff karena kesibukan author. Tapi selama author vakum, author benar-benar rindu dengan dunia ff dimana author bisa menuang semua imajinasi author, di mana author bisa berbagi dengan kalian dan author bisa memberi kalian kesenangan melalui ff author. Author akui, author gk bisa ninggalin kalian semua. :')
Salam akhir buat chapter ini,
Review please, meskipun ini ff udah basi banget, tapi author kangen kalian. :'D
Terima kasih banyak, dan hi , hi readers tercinta, hi meanie, hi semuanyaaa.. author's back :D
Oh ya, jangan lupa review yaahh~ Gomawo *bow*
