Sixth Sense Boy

Summary:: Andai saja Mingyu tidak bertemu Wonwoo, ia pasti tidak akan terlibat ke dalam kehidupan aneh namja itu, namja yang selalu berbicara sendirian dan mengaku dapat melihat hantu. "Aku tidak gila!"/ "Kalau kau tidak gila, kenapa kau berbicara sendirian?"/ "Aku tidak berbicara sendirian, aku berbicara dengan anak kecil yang baru saja meninggal. Dia ada di sampingmu."

Couple:: Mingyu x Wonwoo

Rate:: T

Genre:: Humor, Romance, supernatural

Wonwoo duduk di pinggir kasurnya, sedangkan Baekhyun yang ikut duduk di samping namja emo itu mengayun-ayunkan kakinya dengan lucu. Ia tidak tahu harus melakukan apa, sedangkan namja di sampingnya sedari tadi hanya diam dengan wajah seriusnya sejak selesai dari mandi paginya. Ia tidak tahu apa yang sedang dipikirkan Wonwoo sedari tadi. Hari ini mereka bangun terlalu pagi, maka dari itu Wonwoo memiliki waktu untuk duduk termenung seperti ini.

"Menurutmu aku harus bagaimana?" Akhirnya Wonwoo mengeluarkan suaranya.

"Huh?" respon Baekhyun.

"Awalnya aku pikir dengan bisa tinggal bersama Mingyu, aku bisa sedikit menghilangkan indra keenamku, tapi sepertinya aura positif Mingyu tidak berpengaruh padaku, malahan akhir-akhir ini aku semakin sering melihat hantu dan mendapatkan kejadian-kejadian aneh," Wonwoo menghentikan ucapannya.

"Lalu?" tanya Baekhyun.

"Aku pikir ada lebih baiknya aku segera menyelesaikan masalah ini dan kembali ke kehidupanku yang normal- maksudku kehidupanku yang dulu." Wonwoo teringat, kehidupannya tidak pernah normal lagi sejak kecelakaan yang ia alami.

Baekhyun mengangguk. "Jika itu membuatmu lebih bebas dan tidak terbebani, lebih baik cepat selesaikan saja."

Sedetik setelah Baekhyun menghentikan ucapannya, ia tampak teringat sesuatu. Ia menoleh ke arah Wonwoo.

"But, that's mean no more Mingyu and your moments together?"

Wonwoo terdiam sejenak sebelum akhirnya menoleh untuk membalas tatapan Baekhyun.

"Kami hanya rekan saling menguntungkan. Hubungan kami berawal karena kepentingan pribadi," Wonwoo mendongakkan kepalanya.

" Apakah aku pernah menceritakan ini padamu? Mingyu meminta bantuanku untuk mengusir Sohyun, dan aku memintanya untuk membuat cafeku kembali ramai sebagai bayarannya, dari situlah kami mulai dekat." Tanpa sadar Wonwoo mengukir sebuah senyum kecil di wajah manisnya, dan Baekhyun melihat itu.

Wonwoo tersadar akan ucapannya, "Tidak, bukan dekat, maksudku dari situlah kami mulai lebih sering berinteraksi." Ia menundukkan kepalanya seraya mengayun-ayunkan kakinya.

"Kau menutup perasaanmu, Wonwoo-ya," bisik Baekhyun lembut.

Wonwoo menoleh. "Maksudmu?"

"Semua adalah keputusanmu, yang terpenting jangan membuat dirimu sendiri menyesal di kemudian hari. Kau tahu apa yang kau pikirkan dan rasakan, hanya saja kau terus membohongi dirimu sendiri," Baekhyun terdiam sejenak.

"Aku tidak tahu, tapi sepertinya dulu itulah yang aku lakukan pada diriku sendiri, maka dari itu sekarang aku berakhir dengan penuh penyesalan." Baekhyun menghela napasnya.

Wonwoo mengernyitkan keningnya, sejujurnya ia tidak mengerti apa yang tengah dibicarakan dan dimaksudkan oleh Baekhyun.

"Mingyu itu namja yang baik, aku bisa melihat tatapan lembutnya padamu." Baekhyun menepuk pundak Wonwoo pelan meskipun tidak dapat mengenainya. Ia mengangguk-anggukkan kepalanya dengan tatapan yakin.

Wonwoo tercengang. Ia menepis tangan Baekhyun meskipun tembus.

"Sial! Jadi itu yang sedari tadi kau katakan?" Wonwoo mendengus kesal. Baekhyun mengacaukan pikiran seriusnya.

Baekhyun terkikik kecil. "Memang apa yang kau pikirkan jika bukan itu, hah?"

"Diamlah, aku tidak pernah berpikir sampai ke situ. Membohongi diriku sendiri tentang perasaanku pada Mingyu? Kurasa kau terlalu sering menonton drama. Aku sama sekali tidak berpikir seperti itu terhadap dokter menyebalkan itu." Wonwoo mendengus malas.

"Okay, stay calm, manis. Tidak perlu mengomel sepanjang itu." Baekhyun tertawa kecil melihat tingkah lucu Wonwoo yang mengomel dengan wajah emonya dan kacamata bulat yang bertengger di hidungnya.

"Sudah kuputuskan, aku akan menyerahkan gelang ini pada Mingyu dan dia bisa mengurusnya sendiri. Aku akan mencari apartemen, jadi tidak perlu tinggal di sini lagi." Wonwoo berdiri lalu mengambil gelan yang dibungkus plastik bening itu lalu berjalan ke arah kamar Mingyu.

"Kau serius?" tanya Baekhyun. Ia tidak mengerti kenapa Wonwoo tiba-tiba bertindak ingin menjauh dari Mingyu seperti ini. Wonwoo tidak menjawab, ia terus melangkahkan kakinya ke arah kamar Mingyu tangan kanannya mengetuk pintu kamar.

"Kim," panggil Wonwoo. Tidak ada jawaban dari kamar. Apa mungkin Mingyu belum bangun? Dengan perlahan, Wonwoo membuka pintu kamar Mingyu dan mengintip ke dalam. Ternyata benar, Mingyu belum bangun. Namja tampan dan tinggi itu masih tidur nyaman di dalam balutan selimut tebal dan lembutnya.

Wonwoo masuk dan menutup pintunya dengan sangat perlahan. Ia berjalan mendekati Mingyu dan mengamati namja yang tengah terlelap itu. Tangannya mencengkram gelang itu pelan sebelum akhirnya ia berjalan semakin mendekati Mingyu, lalu memperbaiki letak selimutnya. Ia menghela napasnya.

"Ini pasti sangat melelahkan untukmu," gumam Wonwoo. "Bersabarlah, sebentar lagi semuanya akan selesai, dan kau bisa kembali ke kehidupan normalmu."

Wonwoo kembali menghela napas. Namun sebelum ia berbalik, tangannya sempat diraih oleh Mingyu. Wonwoo menatap Mingyu dengan tatapan terkejut.

"Kau sedang apa di sini?" tanya Mingyu dengan suara paraunya seraya mendudukkan dirinya. Wonwoo berdehem pelan.

"Ada yang ingin kusampaikan, akan kuberi tahu setelah kau selesai bersiap-siap." Wonwoo hendak beranjak namun lagi-lagi ditahan oleh Mingyu. Mingyu menarik namja berkacamata itu hingga terduduk di pinggir kasurnya.

"Tadi aku mendengarmu menggumamkan sesuatu. Apa yang kau katakan tadi?" tanya Mingyu pelan dengan wajah mengantuknya.

"Tidak ada," jawab Wonwoo. Ia antara siap dan tidak siap untuk mengatakannya pada Mingyu. Entah apa yang ia takutkan. Padahal, dengan memberikan gelang itu pada Mingyu, maka masalahnya akan selesai.

Wonwoo menghela napasnya. Ia meraih tangan Mingyu lalu memberikan gelang yang terbungkus plastik bening itu di atas tangan besar Mingyu.

"Apa ini?" tanya Mingyu. Ia mengernyitkan keningnya untuk melihat benda di dalam plastik itu karena suasana kamar yang sedikit remang karena hanya disinari cahaya matahari yang menembus jendela.

"Ini... mirip gelang milik Sohyun," ucap Mingyu. Wonwoo menganggukan kepalanya.

"Ini miliknya?" tanya Mingyu. Wonwoo mengangguk lagi.

"Kau lihat darah di gelang itu, Gyu? Kau bisa coba memeriksa bercak darah yang ada di gelang itu, mungkin saja itu bukan darah Sohyun."

Mingyu mengernyitkan keningnya.

"Maksudmu?"

Wonwoo menghela napasnya. Ia tidak ingat apakah pernah menceritakan pada Mingyu kalau tujuannya membantunya selama ini karena Sohyun ingin memberikan petunjuk tentang kematiannya dan menolong Mingyu.

"Entahlah, kau coba periksa saja. Lakukan yang aku suruh jika kau ingin terbebas dari Sohyun," jawab Wonwoo. Mingyu masih tidak mengerti, tapi ia hanya mengangguk.

"Dan lagi, simpan baik-baik gelang ini, jangan sampai ada yang melihat gelang ini dan mengetahui kalau kau sedang memeriksanya." Mingyu lagi-lagi menganggukkan kepalanya mendengar ucapan Wonwoo.

Wonwoo menghela napasnya sebelum ia berdiri dan hendak beranjak, namun tangannya kembali diatahan oleh Mingyu. Wonwoo mengernyit menatap Mingyu. Ia dapat merasakan hawa positif Mingyu di tangannya.

"Kenapa kau terus menghela napas?" tanya Mingyu. Wonwoo menggelengan kepalanya.

"Hanya merasa lelah saja," jawab Wonwoo pelan. Benar, akhir-akhir ini ia merasa sedikit lelah. Entahlah, mungkin ia terlalu jauh bermain dengan makhluk-makhluk dari dunia lain yang tidak seharusnya ia ganggu, yang tidak seharusnya ia campur tangani.

"Apa yang akan kau lakukan jika masalah Sohyun selesai?" tanya Mingyu.

"Aku akan kembali ke keseharianku, dan kau akan kembali ke kehidupan normalmu. Kau tidak akan berurusan dengan dunia anehku lagi," jawab Wonwoo. Ia melepaskan genggaman Mingyu di pergelangan tangannya.

"Tapi perjanjianku padamu belum selesai. Bukankah aku berjanji akan membantu cafemu?"

Wonwoo tampak berpikir sejenak, "Sepertinya kondisi cafeku sudah membaik sekarang."

"Bagaimana dengan penglihatanmu? Aku berjanji pada hyungmu untuk menyembuh-"

"Penglihatanku ini bukanlah penyakit yang bisa disembuhkan. Ini bukan masalah kejiwaan yang bisa kau sembuhkan dengan ilmu psikologmu itu, Kim," gumam Wonwoo. Ia mendengus malas. Kalau saja ini adalah sesuatu yang bisa disembuhkan, ia sudah berusaha menyembuhkannya sedari dulu.

Mingyu terdiam. Lalu apa yang bisa ia lakukan untuk membantu Wonwoo keluar dari hidupnya yang seperti itu?

"Kau tidak perlu repot-repot membantuku. Membuat kondisi cafeku membaik, itu sudah cukup untukku. Aku hanya ingin segera mengakhiri semua ini dan kembali ke kehidupan kita masing-masing. Aku tidak ingin menarikmu ke semua masalah kehidupanku," Wonwoo berdiri lalu menunduk untuk menatap Mingyu.

"Dunia kita berbeda, kita tidak bisa terlalu lama berhubungan seakrab ini." Wonwoo menatap Mingyu sendu sebelum akhirnya ia berbalik dan beranjak dari kamar Mingyu.

Mingyu tidak merespon, ia hanya berusaha mencerna setiap perkataan Wonwoo. Benar juga, dunia mereka berbeda. Sedari awal mereka memang sudah ditakdirkan untuk tidak mengganggu kehidupan satu sama lain. Tidak seharusnya ia menganggap serius perkataan Wonwoo di pertemuan pertama mereka.

'Apakah ini semua adalah sebuah kesalahan? Pertemuanku dengannya?'

.

.

.

.

.

.

.

"Berhentilah," gumam Wonwoo malas seraya melangkahkan kakinya dengan lambat menuju cafenya. Hari masih pagi, jadi ia berjalan dengan santai ke tempat di mana ia mengolah bisnisnya.

"Kenapa kisah kalian seperti kisah di novel-novel, sih? Sedih sekali," jawab Baekhyun dengan suara merengek.

Wonwoo menghela napasnya, "Ini sama sekali tidak ada miripnya dengan kisah di novel. Novel mana yang menceritakan tentang seseorang yang dapat melihat hantu membuat perjanjian dengan seorang dokter yang diikuti oleh hantu?" Ia menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal.

"Hei, manis," Baekhyun berjalan mundur seraya menatap Wonwoo. "Apa kau berencana untuk terus hidu sendirian? Kau tidak ingin orang lain tertarik ke dalam hidupmu yang aneh itu, 'kan?" tanyanya.

Wonwoo terdiam sejenak, kemudian matanya menerawang jauh. Ia menghela napasnya seraya menundukkan kepalanya.

"Iya, sepertinya begitu. Bahkan mungkin suatu saat nanti aku akan meninggalkan Seungcheol hyung. Aku ingin mengatasi semua ini sendirian, tanpa melibatkan orang lain."

Baekhyun terdiam. Ia menghentikan langkahnya, membiarkan Wonwoo terus berjalan melewatinya.

"Kenapa kau menyiksa dirimu sendiri?" gumam Baekhyun. Wonwoo dapat mendengarnya meskipun samar-samar. Ia menghentikan langkahnya lalu berbalik. Ia hanya mendapati Baekhyun yang tengah memunggunginya. Di jalanan yang sepi ini, di pinggir taman kecil ini, angin pagi yang sejuk menerpa wajah putih pucat Wonwoo.

"Kenapa kau memilih jalan yang sulit di saat ada jalan berbunga di depan matamu?" tanya Baekhyun lagi tanpa ada jawaban dari Wonwoo. Jarak mereka kini terpisah sekitar tiga meter.

"Kenapa kau menarik semua beban itu sendirian ke jalan yang tidak pasti dan malah meninggalkan semua yang berharga bagimu?"

"Kau tidak mengerti kondisiku," jawab Wonwoo.

Baekhyun mendengus lalu berbalik, menatap Wonwoo serius.

"Aku memang tidak mengerti kondisimu. Aku tahu ini semua bukanlah keinginanmu. Kau tidak meminta kondisi seperti ini terjadi dalam hidupmu, ini bukan pilihanmu. Tapi kau juga punya hak untuk bahagia. Mendapatkan kondisi seperti ini bukan berarti kau tidak berhak untuk mendapatkan kebahagiaan 'kan, Jeon Wonwoo?" tanya Baekhyun. Jujur, ia sedih melihat kondisi Wonwoo yang hanya ingin menanggungnya sendirian.

"Aku ingin bahagia..." Wonwoo menatap Baekhyun sendu, "tapi tidak dengan menghancurkan kehidupan orang lain."

"Keberadaanku hanya akan membuat bencana bagi orang yang ada di sekitarku." Wonwoo melihat ke arah lain.

"Kebahagiaanku... aku bisa mendapatkannya sendiri tanpa adanya orang-orang disekitarku." Wonwoo berbalik lalu meneruskan langkahnya, meninggalkan Baekhyun yang berdiri terdiam menatap punggungnya yang menjauh.

'Kebahagiaanku adalah melihat orang-orang yang aku sayang hidup bahagia tanpa harus terlibat dalam hidup tidak normalku.' Wonwoo mendongakkan kepalanya, menatap langit pagi hari yang sedikit mendung.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

Mingyu baru saja selesai melakukan prakteknya dan hendak kembali ke ruangannya. Saat ia berjalan di koridor, tangan kirinya ia masukkan ke dalam jas dokternya. Ia teringat saat menyentuh sesuatu yang ada di dalam kantongnya. Gelang yang diberikan oleh Wonwoo. Ia mengeluarkannya dan mengamatinya. Ia hendak membawanya ke bagian laboratorium untuk memeriksanya.

"Oppa!" Mingyu terkejut dan langsung memasukkan gelangnya ke dalam jasnya saat melihat Tzuyu memanggilnya dari seberang.

Tzuyu yang tadi setengah berlari, melambatkan langkahnya saat melihat wajah terkejut Mingyu. Ia mengerutkan keningnya sedikit sebelum akhirnya kembali memasang wajah cerianya dan meraih tangan Mingyu untuk dipeluk.

"Oppa sudah makan siang? Aku lapar, ayo makan bersama." Tzuyu menarik Mingyu tanpa menunggu Mingyu menjawab.

"Eh Tzuyu-"

"Ayolahhhh, aku lapar, oppa. Kalau kau tidak makan, setidaknya temani aku makan." Mingyu tidak dapat menolah kalau Tzuyu sudah memaksa. Ia terus menarik Mingyu hingga keluar dari gedung rumah sakit.

"Kau mau makan di mana? Kenapa keluar dari rumah sakit?" tanya Mingyu. Ia pikir Tzuyu akan makan siang di kantin rumah sakit.

Jari telunjuk Tzuyu menunjuk sebuah cafe yang terdapat di seberang rumah sakit. Mingyu menatap Tzuyu saat yeoja itu menunjuk cafe milik Wonwoo.

"Kenapa harus makan di sana? Di kantin saja, murah dan dekat." Mingyu membalikkan badannya namun ditarik oleh Tzuyu.

"Aku sedang ingin makan di sana. Aku tidak ingin makan makanan berat di kantin. Ayo, oppa." Tuzyu menarik Mingyu untuk menyebrang dan masuk ke dalam cafe milik Wonwoo. Mingyu terlihat takut untuk masuk ke dalam. Ia takut Wonwoo melihatnya bersama dengan Tzuyu.

Tapi... untuk apa ia takut? Apa yang ia takutkan? Apa yang sebenarnya ia pikirkan? Mingyu mendengus, tertawa kecil menertawakan dirinya sendiri sebelum akhirnya ia duduk di salah satu meja, berhadapan dengan Tzuyu.

Wonwoo yang baru saja keluar dari dapur, berdiri di belakang counter untuk memantau kondisi, matanya tidak sengaja mendapat dua sosok yang tidak asing baginya. Ia hanya terdiam, mengamati kedua sosok yang tengah berbincang itu dengan tatapan yang entah apa artinya, hingga akhirnya pemilik cafe itu berbalik dan memilih untuk masuk ke dalam ruangannya.

.

.

~TBC~

.

.

Hallooo.. author tahu ini ff udah basi banget, dan author baru ada waktu dan ide buat lanjutin. Sebenarnya buat lanjutin ini tuh susah banget. Dan author tahu ini pendek banget. Setelah lama berhenti, buat ngelanjutin ff ini tuh susah banget, out of idea. Dan ada sedikit pengumuman untuk readers, ff MONSTER tidak author lanjutkan lagi, berhubung itu sudah terhenti sangat sangat lama, udah setengah tahun lebih sepertinya, jadi sangat tidak mungkin untuk author lanjutkan. Author minta maaf banget karena udah jadi author yang ga bertanggung jawab. Maaf banget buat readers author yang udah nunggu lama buat ff ini.

Di chapter ini, author beri kesematan untuk readers memutuskan, apakah ff ini berhak dilanjutkan atau dihapus saja. ^^ Author tahu, semakin lama jalan ceritanya semakin tidak seru dan lagi author jarang update karena author terkena masalah besar sebelum-sebelumnya, yang membuat author sedikit terganggu untuk meanjutkan ff ini. Masalah kehidupan nyata mohon maklum...

Terima kasih sebanyak-banyaknya untuk readers author yang masih setia menunggu dan mendukung author. Author ngelanjutin ff ini tuh demi readers yang lagi menunggu. Tanpa adanya readers, author gk mungkin bisa sejauh ini. Terima kasih sebanyak-banyaknya. Author cinta kalian, readers *flying kiss* Maaf author udah ngecewain kalian semua. Ff ini ada di tangan kalian, kalau masih ingin dilanjutkan akan author lanjutkan dalam waktu dekat *janji*, kalau ada yang kecewa banget dan tidak ingin ini dilanjutkan, author tidak akan lanjut. Kalian yang putuskan. Gomawooooo * kiss hugs*