Sixth Sense Boy
Summary:: Andai saja Mingyu tidak bertemu Wonwoo, ia pasti tidak akan terlibat ke dalam kehidupan aneh namja itu, namja yang selalu berbicara sendirian dan mengaku dapat melihat hantu. "Aku tidak gila!"/ "Kalau kau tidak gila, kenapa kau berbicara sendirian?"/ "Aku tidak berbicara sendirian, aku berbicara dengan anak kecil yang baru saja meninggal. Dia ada di sampingmu."
Couple:: Mingyu x Wonwoo
Rate:: T
Genre:: Humor, Romance, supernatural
~#~#~#~#~#~#~#~#~#~#~#~#~
'Sial! Tidak ada signal!' Wonwoo terus mengamati pesannya yang masih loading dan belum terkirim. Ia mendesis saat melihat tanda terkirim pada pesannya tepat saat suara pintu dari sisi lain terdengar. Wonwoo dengan segera menyimpan ponselnya. Ia melebarkan matanya tidak percaya saat melihat seseorang yang baru saja masuk dan berjalan menghampirinya dengan langah angkuh.
"Kau..."
"Ada apa denganmu, Wonwoo-sshi?" tanya yeoja yang tengah berdiri di depan Wonwoo dengan wajah khawatir namun nada bicara yang angkuh. Ia menatap Wonwoo yang masih terduduk dengan wajah yang tegap namun mata yang memandang rendah.
"Kenapa kau melakukan ini padaku?" tanya Wonwoo yang berusaha untuk berdiri. Sebenarnya mereka tidak saling mengenal satu sama lain, hanya saja mereka saling mengetahui siapa yang ada di hadapan mereka masing-masing ini. Yeoja yang selalu menempel pada Mingyu itu, Tzuyu. Dan namja yang selalu menarik perhatian Mingyu, Jeon Wonwoo.
"Seharusnya kau sudah tahu sendiri, tidak perlu bertanya."
Wonwoo mengernyit tidak suka mendengar jawaban Tzuyu yang sangat menyebalkan. Ini pertama kalinya ia berbicara empat mata dengan yeoja itu, dan Wonwoo baru menyadari bagaimana rasanya Mingyu yang sangat muak meladeni yeoja itu.
"Hentikan kekonyolan ini, aku tidak memiliki hubungan apa-apa dengan Mingyumu ataupun berusaha merebutnya darimu." Wonwoo mendengus malas. Sekujur tubuhnya terasa berdenyut sakit.
"Pertama, kau memang tidak tertarik padanya, tapi dia tertarik padamu, dan itu membuatku muak. Kenapa kau harus muncul di hidupnya? Kenapa kau merebut posisiku? Kau itu hanya pengganggu yang tiba-tiba muncul dan mengganggu hubungan orang lain,"
Wonwoo memutar bola matanya. Jujur ia tidak takut sama sekali dengan ancama, kata-kata menusuk dan apapun yang dikeluarkan oleh Tzuyu. Seumur hidupnya ia hanya takut satu hal, ah tidak, dua hal. Hantu dan rohnya yang dimakan oleh kegelapan, tidak ada yang lebih mengerikan dari kedua hal itu.
"Kedua, kau pikir aku tidak apa yang kau lakukan selama ini?" tanya Tzuyu dengan nada berbisik. Wonwoo mengernyit tidak mengerti namun ia memiliki firasat yang buruk dengan apa yang dimaksudkan oleh Tzuyu.
"Apa perlumu dengan Sohyun?" tanya Tzuyu langsung, dan hal itu membuat Wonwoo terkejut. Ia memilih untuk diam dan tidak menjawab pertanyaan Tzuyu.
"Apa hubunganmu dengan Sohyun? Aku tidak ingat kalau Sohyun punya teman sepertimu. Lagian kamar itu hanya beberapa orang dalam yang mengetahuinya."
"Sohyun?" tanya Wonwoo tampak berpikir. "Ahhh, beberapa hari yang lalu ia mendatangiku untuk meminta bantuanku."
Tzuyu tertawa mengejek. "Apa yang kau katakan? Kau pikir aku percaya? Kau ini bodoh? Dia sudah meninggal, bagaimana bisa dia menemuimu beberapa hari yang lalu."
"Meninggal?" tanya Wonwoo. Ia tidak bodoh, tidak. Ia hanya berusaha memancing Tzuyu serta mengulur waktu wanita itu.
"Apa maksudmu? Dia mendatangimu sedangkan wanita itu sudah meninggal lebih dari 3 minggu yang lalu? Kau ingin menipuku?" Tzuyu mendengus mengejek. Ia melipat tangannya di depan dadanya dan menatap Wonwoo rendah. "Dan dia menggantung dirinya di kamar yang kau kunjungi kemarin."
Wonwoo terdiam sejenak menatap Tzuyu yang juga menatapnya dengan tatapan mengejek seolah telah memenangkan perdebatan ini.
"Sohyun menyampaikan sesuatu padaku," ucap Wonwoo setelah beberapa detik terdiam dan menerima senyum ejekan Tzuyu. Tzuyu terdiam.
"Ia menyuruhmu untuk menghentikan semua actingmu."
Tzuyu masih terdiam mencerna perkataan Wonwoo. Ada banyak pertanyaan yang mulai muncul di kepalanya. Apa maksud Wonwoo? Apa yang membuat Wonwoo mengatakan hal itu? Dan... sejauh mana Wonwoo mengetahui tentang dia dan Sohyun? Jika ini menyangkut perihalnya dan Sohyun, seharusnya tidak ada yang mengetahuinya, apalagi orang asing seperti Wonwoo.
Tzuyu melangkahkan kakinya mundur selangkah. Matanya bergerak ke kanan dan ke kiri dengan gelisah namun pikirannya entah ke mana. Wonwoo berdecak pelan, ia baru menyadari betapa bodohnya dia mengatakan itu pada Tzuyu, dan ia pastikan sekarang Tzuyu tidak akan membiarkannya keluar dari sini dalam keadaan hidup. Tapi mengatakannya atau tidak Tzuyu pasti tidak akan melepaskannya, dan ia punya alasan mengapa memilih untuk mengatakan semua itu dan tidak mempedulikan fakta betapa bahayanya wanita yang ada di hadapannya saat ini.
Tzuyu kembali tertawa renyah. Entah sudah ke berapa kalinya wanita itu menunjukkan tawanya pada Wonwoo padahal tidak ada sedikitpun suasana lucu di antara mereka.
"Ya, aku yang membunuhnya, dan kau pasti sudah mengetahuinya makanya kau berani berkata seperti itu. Meskipun dia sahabatku, tapi dia terlalu menyebalkan. Dia merebut semua kesenanganku, merebut perhatian orang-orang, memiliki kehidupan yang nyaman dan mewah, lalu di saat dia tahu aku sangat mencintai Mingyu, dia malah datang untuk menghancurkan semuanya. Dia juga merebut Mingyu dariku," kembali terdengar tawa renyah Tzuyu, "Aku melakukannya bukan tanpa alasan... Aku terlalu muak, lalu... lalu aku–"
Tzuyu tertawa pelan, menatap kosong ke arah lantai. "Aku mengunjunginya malam-malam saat dia terbaring lemah di rumah sakit. Dia selalu minta maaf tentang Mingyu tapi dia bilang dia tidak bisa melepaskan Mingyu seolah dia pikir aku bisa melepaskan Mingyu untuknya?!" Nada bicara Tzuyu meninggi. Ia masih menatap kosong dengan napas yang sedikit terengah.
Wonwoo meringis saat merasakan lengan atasnya berdenyut sakit. Ia juga baru menyadari kalau ada bekas cakar di lengan kirinya. Baru terasa perih saat ia tidak sengaja menyentuh lengannya sendiri. Namun ia ikut tertawa renyah menanggapi perkataan Tzuyu.
"Merebutnya darimu? Heh," Wonwoo terkekeh pelan. Tzuyu mengernyit tidak senang.
"Sejak awal Mingyu memang bukan milikmu, Sohyun tidak merebut apapun darimu, dan kau malah merebut nyawanya."
"DIA MEREBUT SEMUANYA DARIKU! DIA MEREBUT MINGYU! KALAU DIA TIDAK ADA DAN TIDAK MUNCUL DI DEPAN WAJAH MINGYU, AKU PASTI SUDAH BISA MENDAPATKAN MINGYU." Tzuyu berteriak dengan histeris, ia menunjuk ke udara kosong seraya menatap Wonwoo dengan matanya yang berair.
Wonwoo menutup matanya sejenak. Ia sempat berpikir, apa bagusnya merebut Mingyu hingga nyawalah sebagai korbannya? Seberapa berharganya Mingyu dibandingkan nyawa sahabatnya sendiri? Jika menyuruh Wonwoo untuk memilih, ia lebih memilih memungut kucing jalanan untuk dibawa pulang daripada mengajak Mingyu untuk tinggal bersama. Namun faktanya, saat ini ia memang sedang tinggal bersama pria dokter itu.
Wonwoo tersadar dari pikirannya saat Tzuyu mengeluarkan sesuatu dari saku belakangnya. Ia terkejut saat wanita itu mengeluarkan sebuah pisau tajam yang berukuran sedang dengan wajahnya yang tersenyum datar. Wonwoo tidak menyangka wanita ini bisa segila ini. Sepertinya ada yang salah dengan kejiwaan wanita cantik itu.
"Aku senang akhirnya aku bisa memusnahkan satu lalat yang sangat mengganggu hidupku dan kupikir akhirnya aku bisa berbahagia dengan Mingyu," Tzuyu menatap pisaunya dengan tatapan kosong dan senyum tipis di wajah cantiknya. Ia melanglah maju selangkah. Suara ketukan antara hak tinggi wanita itu dengan lantai kasar gedung itu menjadi satu-satunya suara yang terdengar saat itu.
"Tapi kemudian kembali muncul satu lalat yang benar-benar mengganggu hidupku. Bahkan lalat yang satu ini lebih menyebalkan daripada lalat yang lainnya."
Wonwoo tidak bodoh, ia mengerti apa yang Tzuyu maksud. Ialah lalatnya. Ialah lalat kedua yang kembali mengganggu hidupnya. Ia tahu ia bahkan lebih mengganggu Tzuyu daripada Sohyun, karena ia sadar perhatian Mingyu belakangan ini padanya memang sedikit berbeda daripada biasanya. Dan ia sudah sering melihat Mingyu menolak Tzuyu demi dirinya, dan Tzuyu selalu memberikan tatapan membunuh saat diperlakukan seperti itu. Dan sekarang wanita itu sedang bersiap untuk membunuh lalat pengganggu itu.
"Aku bukan siapa-siapa bagi Mingyu. Kau membunuhku juga tidak ada gunanya, itu tidak akan mempengaruhi Mingyu. Kau membunuhku, apa kau pikir ia bisa menyukaimu?"
"KAU MENARIK PERHATIANNYA! DIA TIDAK PERNAH MEMPERLAKUKAN ORANG LAIN SEPERTI ITU! DIA TIDAK PERNAH MENATAP ORANG LAIN SEPERTI DIA MENATAPMU! AKU SELALU MENERIMA TATAPAN RISIH DARINYA! TIDAK BISAKAH KAU MUSNAH SAJA DARI SEMUA INI?!"
Tzuyu berteriak marah seraya mendorong Wonwoo. Wonwoo mempertahankan dirinya. Meskipun ia pria, saat ini kondisi tubuhnya sedang tidak baik, ia masih bisa melindungi dirinya sendiri, namun ia tidak bisa melawan Tzuyu dengan kuat. Tzuyu memiliki tenaga yang penuh, dan itu membuat Wonwoo cukup terkejut. Ia tidak menyangkat wanita seanggun Tzuyu bisa sekuat itu.
Wonwoo dengan sebisanya mendorong Tzuyu hingga membuat wanita itu terjatuh. Wonwoo dengan segera berlari ke arah pintu meskipun ia tahu itu akan sia-sia, karena semua pintu tertutup. Tzuyu merogoh saku celananya lalu menelepon seseorang. Setelah memutuskan panggilannya, seorang pria bertubuh besar masuk dan dengan segera menahan Wonwoo yang terus berusaha mendobrak pintu.
"Apa yang-" Mulut Wonwoo dibungkam oleh tangan besar pria yang menarik tubuhnya dengan kasar. Ia meringis kesakitan saat tubuh kurus penuh lebamnya itu diperlakukan dengan sangat kasar oleh pria besar itu. Ia bersumpah ingin sekali menginjak kepala pria yang ada di kepalanya itu jika kondisinya tidak selemah ini. Ia benar-benar merasa tidak berguna dan terlihat sangat lamah menghadapi seorang wanita yang kini berdiri di depannya dengan tatapan tajam. Wonwoo melirik ke sudut bangunan di mana ia dapat melihat Sohyun hanya berdiri di sana dengan tatapan khawatirnya. Apalah yang bisa dilakukan oleh hantu di saat seperti ini? Tidak mungkin bisa membantunya.
Wonwoo terus memberontak saat ia di seret ke tengah bangunan itu hingga akhirnya ia menahan napasnya dan menghentikan gerakannya saat sebuah benda tajam yang terasa dingin menempel di lehernya. Matanya bergerak mengikuti gerakan pisau yang menempel di lehernya itu. Ia merasakan keringat dingin di keningnya. Selama ini ia hanya membayangkan cara meninggalnya di mana rohnya dimakan oleh hantu, tidak pernah dalam hidupnya membayangkan dirinya meninggal dengan cara seperti ini, diculik, dibekap dan lehernya disayat. Tidak pernah!
"Aku tidak bisa menjamin kalau mulutmu ini bisa dituutup dengan rapat setelah semua yang telah kau ketahui ini. Satu-satunya cara yang agar kau tidak mengeluarkan suaramu adalah dengan menyayat lehermu. Kau tidak akan keluar suara, dan kau juga tidak akan mengganggu hidupku lagi. Selesai." bisik Tzuyu dengan senyum psikopat di wajah cantiknya.
Wonwoo menatap Tzuyu dengan tatapan yang tidak dapat diartikan. Ia hanya tidak menyangka selama ini Mingyu berada dalam bahaya karena selalu dikejar oleh seorang psikopat yang bersembunyi di balik topeng cantik dan anggunnya. Tapi Wonwoo tahu, semua ini salah Mingyu. Tzuyu menjadi seperti ini seharusnya karena Mingyu. Seandainya Mingyu mau menerima Tzuyu, maka wanita canitk ini tidak akan menjadi segila ini. Mingyu bodoh!
Napas Wonwoo kembali tercekat saat terdengar sesuatu yang juga menarik perhatian Tzuyu dan juga pria berbadan besar yang menahannya ini. Suara sirine mobil polisi.
"Sialan!" umpat Tzuyu panik. Ia masih terdiam dalam posisinya dengan pisau yang masih menempel manis di leher putih Wonwoo.
"Apa yang kau lakukan?" tanya Tzuyu dengan suara tercekat.
"Boss! Kenapa ini? Kau bilang tidak ada yang akan tahu gerak-gerik kita," ucap pria suruhannya yang menahan Wonwoo.
"Boss!" seorang penjaga pintu membuka pintu dan memanggil Tzuyu. "Mobil polisi datang ke arah gedung ini! Bagaimana ini?" Tampak beberapa penjaga pintu di depan mulai panik. Bahkan ada seorang dari mereka dengan segera berlari untuk kabur, meniggalkan tugas bayarannya.
"Dasar bodoh!" umpat Tzuyu melihat bawahannya yang kabur. "Tenanglah! Jangan panik dan tutup pintunya! Jangan biarkan mereka masuk!"
"Apa kau gila! Mereka polisi! Bahkan lebih dari 3 mobil yang datang! Ada sekitar 5 mobil, boss!"
"Diamlah dan tutup pintunya! Sembunyikan senjata kalian dan bersikaplah tenang seolah ini hanyalah gedung gudang stock! Aku akan bersembunyi."
Mendengar itu, empat orang pria bertubuh besar di depan pintu itu menutup pintunya dan mulai menyembunyikan senjata mereka, bersikap seolah tidak ada apa-apa yang terjadi di dalam gedung gudang ini dan tidak ada yang boleh masuk ke dalam gudang ini.
"Kita harus bersembunyi," ucap pria yang ada di belakang Wonwoo. Tzuyu tidak menanggapi berkataan suruhannya itu karena ia tahu di gedung ini tidak ada tempat bersembunyi. Gedung ini hanya gedung gudang kosog di mana tidak ada pintu apapun atau ruangan apapun kecuali pintu depan dan pintu belakang. Keluar dari pintu belakang? Sama saja dengan mereka keluar dari kandang, karena mereka tahu gedung ini pasti akan dikepung.
"Apa yang kau lakukan?!" tanya Tzuyu lagi, menekankan pisaunya pada leher Wonwoo. Wonwoo berdesis saat ia merasakan lehernya sedikit tersayat. Rasa perih dan juga darahnya yang mengalir sedikit membuatnya memejamkan matanya.
"Bodoh!" umpat Tzuyu sendiri saat ia menyadari kebodohannya. Ia memeriksa seluruh tubuh Wonwoo dan mendapati sebuah ponsel di dalam saku celana Wonwoo. Dan ia kembali menyadari betapa bodoh dan cerobohnya dia saat melihat layar ponsel Wonwoo sedang menyala dan tengah dalam sambungan panggilan dengan seseorang, dengan Mingyu. Telah lebih dari setengah jam panggilan itu berlangsung.
Tzuyu mendekatkan ponsel itu ke telinganya dengan napas yang tertahan.
"Wanita sialan!" bisik Mingyu dari seberang telepon.
Tzuyu yang terkejut mendengar itu dengan segera memutuskan panggilan telepon itu. Ia menatap Wonwoo dengan tajam. Wonwoo hanya bisa tertawa mengejek. Suara polisi yang berteriak di depan gudang membuat Tzuyu tampak panik dan ia menyadari kalau urusannya dengan Wonwoo harus selesai. Tzuyu yang hendak menancapkan pisaunya ke leher Wonwoo tiba-tiba menghentikan gerakannya saat mendengar teriakan bawahannya yang bertugas untuk menjaga pintu.
Seorang pria bertubuh besar membuka pintu dan berteriak tentang polisi yang mengepung dan menahan ketiga pria yang lainnya tanpa basa-basi ataupun bertanya-tanya seperti yang mereka perkirakan tadi.
Belum sempat Tzuyu melukai Wonwoo, beberapa polisi menerobos masuk dan mengarahkan senjata mereka ke arah Tzuyu, sedangkan pria yang menahan Wonwoo dengan segera melepaskan Wonwoo dan hendak kabur, namun ia ditembak di bagian kakinya sebelum sempat berlari lebih jauh.
"Jangan bergerak!" teriak seorang polisi. Mingyu menyusul untuk masuk dan tampak terkejut saat melihat kondisi Wonwoo. Ia melangkah dengan berhati-hati untuk menghampiri keberadaan polisi yang berdiri paling depan. Ia melambaikan tangannya untuk menyuruh Wonwoo ke arahnya dan menjauhi Tzuyu. wonwoo yang melihat itu pun bergerak dan hendak mendekati Mingyu namun ia malah ditahan oleh Tzuyu.
"Kalian yang jangan mendekat! Atau aku akan melukai pria sialan ini!" Tzuyu menempel kembali pisaunya pada leher putih Wonwoo. Mingyu tampak panik melihat itu. Sedangkan Wonwoo, ia hanya mendengus karena merasa geli dengan kondisinya yang ditodong oleh seorang wanita. Tidak seharusnya Mingyu panik. Ia adalah seorang namja, jelas ia bisa saja mendorong Tzuyu atau apapun itu yang membuatnya bisa membebaskan diri. Namun ia juga tidak ingin ceroboh, jika ia ceroboh, maka bisa saja benda dingin nan tajam yang tengah menempel di lehernya ini akan menyayat nadi yang ada di lehernya, dan ia tidak ingin itu terjadi, maka ia memilih untuk diam saja.
Tanpa Tzuyu ketahui, seorang polisi menarik tangan Tzuyu dari belakang. Hal itu sontak membuat Wonwoo dan Tzuyu terkejut. Tzuyu memang tidak sempat menyayat leher Wonwoo, namun karena terkejut dan juga tarikan tangannya oleh sang polisi, pisau itu malah menyayat lengan atas Wonwoo.
"AKKHH!" Wonwoo berteriak kesakitan saat pisau itu menyayat lengannya dengan cukup dalam hingga kemeja yang ia gunakan sobek dan mengeluarkan darah yang cukup banyak.
Melihat Tzuyu yang telah di amankan, Mingyu dengan segera berlari mendekat dan menarik Wonwoo ke pelukannya. Ia terkejut mendengar Wonwoo meringis saat ia tidak sengaja menyentuh lengan pria itu dan merasakan cairan kental di tangannya. Ia dengan segera memeriksa luka sayatan yang cukup dalam itu. Ia terlalu bingung dengan situasi saat ini hingga tidak menyadari Wonwoo berteriak saat tersayat tadi. Ia tampak panik dan merobek bagian bawah kemejanya sendiri lalu mengikat sobekan kainnya ke bekas sayatan Wonwoo agar darahnya tertekan dan berhenti.
"A-apa ini?" tanya Tzuyu seolah tidak mengerti dengan situasi.
"Kau masih berani bertanya?" tanya Mingyu kesal. Ia memeluk Wonwoo dengan erat. Sedangkan Wonwoo, ia hanya mencengkram kemeja Mingyu erat seraya menatap Tzuyu dengan tatapan sendu.
"Aku hanya mengajak Wonwoo ke sini untuk membicarakan sesuatu." Tzuyu berusaha melepaskan borgol yang ada di tangannya. Tangannya yang diborgol ke belakang ditahan oleh seorang polisi. Seorang pria yang mengenakan jas dengan rapi tampak mendatanginya dengan sebuah ponsel di tangannya. Ponsel milik Mingyu. Ia adalah bagian kepolisian yang menjabat sebagai kepala penyeledikan yang menangani kasus Sohyun namun tidak medapatkan hasil selama ini.
"Kami mendengar semua percakapan anda dengan Wonwoo-ssi dari awal hingga akhir, termasuk apa-apa saja yang telah anda lakukan pada Kim Sohyun." Pria itu menunjukkan ponsel Mingyu. Tangan kirinya lalu mengangkat sesuatu yang membuat Tzuyu membatu dengan napas tercekat.
"Kau mengenal benda ini?" tanya sang detektif.
"Terima kasih kepada Wonwoo-ssi yang mendapatkan ini di dalam vas bunga kamar rumah sakit Sohyun-ssi. Kami menemukan bercak darah di gelang ini dan ada sidik jadi di bercak darah yang telah mengering ini. Sidik jari ini membekas sebelum darah mengering, jadi saat bercak darah ini mengering, sidik jari terlihat jelas di bercak itu," Pria itu berjalan mendekati Tzuyu.
"Dan kami mendapatkan dua sidik jari di sini, sidik jari milik Sohyun-ssi dan sidik jari anda. Sidik jari yang membekas dengan jelas di bercak darah ini adalah sidik jari anda. Kenapa sidik jari anda bisa ada di gelang Sohyun-ssi? Dan kami juga menemukan campuran darah di gelang itu. Darah milik kim Sohyun dan juga darah anda. Kenapa bisa ada darah anda juga di sana?" tanya pria itu.
"Aku tidak tahu."
"Ceritakan. Terdiam hanya akan membuat hukumanmu semakin parah karena kami sudah punya cukup bukti untuk semuanya. Jawabanmu hanya untuk kejelasan peristiwa, apakah ada alasan dibalik semua perbuatanmu yang bisa kami toleransi atau tidak."
"Tidak ada yang bisa ditoleransi dari perbuatannya," ucap Mingyu dingin.
Tzuyu menatap Mingyu tajam. Mulutnya kemudian bergerak perlahan untuk mengatakan sesuatu.
"Aku sempat mengikat tangannya sebelum akhirnya menariknya untuk menggantung dirinya sendiri. Aku mengikat tangannya dengan sangat erat hingga pergelangan tangannya terluka. Aku tidak mempedulikan luka di tangannya, dan salah satu pengganggu saat aku mengikat tali itu adalah gelangnya," Tzuyu menghentikan sejenak ceritanya untuk menarik napasnya.
"Gelang itu sempat menggores tangan Sohyun dan juga jari telunjukku, dan itu mengganggu ikatanku, maka dari itu aku melepasnya dan melemparnya di dekat tangannya. Aku tidak menyangka ia menyempatkan dirinya untuk menyembunyikan gelang yang bahkan sudah kulupakan keberadannya itu. Lalu setelah itu... aku menyeretnya untuk menggantung lehernya sendiri. Setelah yakin ia sudah tidak bernapas, aku melepaskan tali ditangannya."
"Kau itu bukan manusia. Bagaimana bisa kau membunuh dengan sekejam itu," komentar Mingyu.
"Dia memang sudah sakit. Aku tahu dia menderita saat sakit yang entah bisa disembuhkan atau tidak itu! Aku pikir daripada dia menderita karena sakitnya dan di sisi lain aku juga merasa terganggu, apa tidak lebih baik kuakhiri semuanya? Aku membantunya!"
"Kau gila!" sela Mingyu.
Tzuyu terdiam. Ia menggigit bibir bawahnya.
"Semua kulakukan untukmu. Aku hanya memikirkanmu hingga aku lupa dengan Sohyun. Aku bahkan lupa seberapa dekat kami dan seberapa banyak waktu yang telah kami habiskan sebagai sahabat yang bahkan sudah seperti saudara sendiri," gumam Tzuyu pelan.
"Kehilangan Sohyun malah membuatku semakin takut kehilanganmu, oppa. Aku takut kehilangan satu orang lain yang kucintai. Cukup satu saja yang sudah hilang." Tzuyu menundukkan kepalanya.
Mingyu dan Wonwoo dapat melihat ari mata yang menetes jatuh dari pipi Tzuyu. Wonwoo melirik Sohyun yang terus mengamati Tzuyu sedari tadi. Tatapannya sangatlah sedih, seakan ia tahu kalau Tzuyu memang tidak berpikir panjang saat membunuhnya. Ia tahu Tzuyu menyesalinya, namun menyesal tidak akan bisa mengubah apapun yang telah terjadi.
"Aku minta maaf..." lirih Tzuyu. "Maaf, oppa... Maaf Sohyun-ah." Kali ini terdengar lebih pelan tanpa mengangkat kepalanya. Ia hanya diam mengikuti saat polisi yang menahannya membawang keluar dari gedung dan masuk ke dalam mobil polisi.
Mingyu dan Wonwoo masih terdiam. Wonwoo dapat melihat Sohyun yang terus mengamati kepergian Tzuyu hingga akhirnya mata hantu itu tertuju pada Wonwoo. Mereka melakukan kontak mata. Sohyun yang awalnya tampak sendu perlahan membentuk senyum tipis. Ia menganggukkan kepalanya pelan sebelum akhirnya menghilang bagaikan abu yang diterpa oleh angin. Wonwoo terdiam. Ia tahu itu adalah tanda rasa terima kasih Sohyun padanya karena setiap hantu yang ia bantu juga melakukan anggukan kepala sebelum mereka pulang ke alam mereka.
"-woo. Wonwooo hyung!"
Wonwoo tersadar saat Mingyu memanggil namanya. Ia mendongakkan kepalanya untuk menatap Mingyu. Mingyu tengah menatapnya dengan tatapan khawatir.
"Kau tidak apa-apa?" tanya Mingyu khawati. Sedari tadi ia tidak melepaskan pelukannya pada tubuh Wonwoo yang lebih kurus dn lebih kecil darinya. Tangannya masih menekan luka di lengan Wonwoo yang masih berdarah. Lukanya cukup dalam.
"Menurutmu?" tanya Wonwoo dengan ekspresi lemahnya. Mingyu menarik Wonwoo kedalam pelukannya dan berucap cepat, "Maafkan aku."
Mingyu dengan segera membawa Wonwoo untuk keluar dari gedung dan masuk ke dalam mobilnya, membawa pria yang terluka itu ke rumah sakit.
.
.
.
.
.
.
Wonwoo terdiam menatap langit-langit kamar rumah sakit yang berwarna putih itu. Ia baru bangun dari tidurnya setelah selesai dengan pengobatan lukanya dan juga jahitan di lengannya. Ia merasa sangat lelah hari ini dan tidak ingin memikirkannya lagi.
Baekhyun yang berdiri di samping kasur Wonwoo menatap khawatir. Ia tahu Wonwoo diculik, tapi ia tidak sempat masuk ataupun mengikuti mobil itu sehingga ia ketinggalan di cafe. Ia tidak tahu apa yang terjadi pada Wonwoo, yang jelas Wonwoo pulang dengan kondisi yang sangat mengerikan, membuatnya benar-benar sedih dan menyesal meniggalkan Wonwoo sendirian dan bahkan tidak bisa membantu Wonwoo.
"Kau sudah bangun?"
Wonwoo menolehkan kepalanya melihat seorang pria dengan jas dokternya masuk ke dalam ruangannya dengan wajah khawatir dan setengah lega melihat Wonwoo sudah bangun. Wonwoo menganggukkan kepalanya.
"Tadi Seungcheol hyung datang menjengukmu saat kau masih tertidur lelap. Sekarang dia sedang sibuk melakukan pemeriksaan pasien-pasiennya," jelas Mingyu yang berhenti tepat di samping Wonwoo yang tengah berbaring. Ia menyentuh kening Wonwoo kemudian turun untuk mengusap sudut bibir Wonwoo yang membiru. Wonwoo mendesis sakit. Ia tahu Mingyulah dokter yang menangani luka-lukanya tadi, Mingyulah yang mengurusnya karena Seungcheol hari ini sangat sibuk dengan jadwal operasinya. Meskipun ini bukan tugas Mingyu, tapi dokter itu bersikeras meminta kepala dokter agar ia saja yang menangani dan merawat Wonwoo.
"Sekujur tubuhku sangat sakit. Aku bahkan tidak bisa mengangkat tanganku untuk mengambil air minum itu," ucap Wonwoo menunjuk gelas bening yang ada di meja nakas dengan dagunya. Sekujur badannya memar-memar dan sendi ototnya terasa sangat sakit, membuatnya kesulitan untuk bergerak. Kepalanya dan juga wajahnya terasa sakit karena pukulan yang diberikan para penculik itu saat ia terus-terusan memberontak. Ia merasakan sakit yang sangat luar biasa pada bagian lengan atasnya, tempat di mana Tzuyu menyayatnya.
Ahh, Tzuyu...
"Bagaimana dengan Tzuyu?" tanya Wonwoo.
"Sudahlah," respon Mingyu. Ia mendudukkan dirinya ke kursi yang ada tepat di belakangnya. "Lebih baik hyung istirahat dan jangan pikirkan dia."
Wonwoo terdiam dan memainkan baju pasiennya.
"Maafkan aku," ucap Mingyu pelan. Ia menunduk sedikit. Terlihat merenungi apa-apa saja yang telah terjadi tadi. "Ini semua salahku."
Wonwoo menggelengkan kepalanya. "Apa yang telah terjadi itu semua bukan hanya kebetulan dan juga bukan salah siapa-siapa. Ini semua adalah hal yang sudah memang seharusnya kita lalui." Wonwoo menghela napasnya.
"Dan tugasku di sini sudah selesai," lanjut Wonwoo menatap Mingyu dengan senyum getirnya. Mingyu tediam. Ia mengerti apa maksud Wonwoo. Selama ini hubungan mereka hanyalah dua orang pria yang saling terikat oleh janji yang menguntungkan masing-masing pihak. Mingyu sudah berhasil mengembalikan kondisi cafe Wonwoo, dan Wonwoo sudah membantunya menyingkirkan Sohyun darinya. Semuanya telah selesai.
"Terima kasih," ucap Mingyu tersenyum tipis.
Wonwoo mengangguk. "Terima kasih juga telah mengizinkanku untuk tinggal di rumahmu selama ini. Aku sudah menemukan tempat tinggal yang cocok untukku beberapa hari yang lalu. Dan aku akan segera pindah ke rumah itu setelah aku keluar dari rumah sakit. Aku tidak akan membebanimu lagi."
Mingyu hanya terdiam. Ia tidak membalas tatapan Wonwoo. Beberapa detik kemudian, pria berprofesi dokter itu mengangguk kecil.
"Jagalah dirimu baik-baik, hyung."
"Tentu."
Terlihat senyum getir yang ditunjukkan kedua pria itu satu sama lain. Senyum getir yang mereka ketahui maksudnya namun hanya diam dan menerima keputusan masing-masing. Mungkin itulah yang terbaik.
.
.
.
.
.
.
.
Seminggu kemudian
.
Mingyu memperhatikan dokumen yang ada di depannya. Matanya sangat lelah dan kepalanya terasa sakit. Ia mengerjakan dan memeriksa semua dokumen pasiennya dari beberapa tahun yang lalu hingga yang terbaru untuk dikumpulkan data perkembangannya pada pusat. Jam dinding menunjukkan pukul 11.45 dan ia masih belum bisa pulang ke rumah. Masih banyak yang harus ia kerjakan, tapi rasa kantuk dan bosan membuatnya terpaksa berdiri dari kursinya dan meregangkan tubuhnya. Ia menghela napasnya saat melirik jam dinding.
Beberapa hari ini sejak Wonwoo pindah ke rumah barunya empat hari yang lalu, Mingyu menjadi sangat sibuk di rumah sakit. Prakteknya sangat banyak dan juga dokumen-dokumennya yang menumpuk. Ia tidak menyempatkan diri untuk berkunjung ke cafe ataupun menemui Wonwoo untuk mengucapkan selamat atas pindahan rumahnya. Mungkin ini adalah saat yang tepat untuk mengunjungi Wonwoo sekalian membeli kopi untuk menjernihkan kepalanya.
'Bagaimana kabar Wonwoo hyung?' pikir Mingyu membereskan dokumennya yang akan ia lanjut setelah kembali dari cafe. Ia sibuk dan tidak sempat bertemu Wonwoo bukan berarti ia tidak memikirkannya. Selama masa sibuknya, Mingyu selalu berharap bisa bertemu dengan Wonwoo dan bertanya-tanya, bagaimana keadaan pemuda itu? Bagaimana hari-harinya?
Mingyu tertawa mengejek saat pikiran itu kembali lagi. Seharusnya ia tidak memikirkan pria itu. Rasanya aneh. Ia tidak pernah terus memikirkan seseorang seperti ini sebelumnya. Ada yang salah dengannya. Ia menghela napas sebelum akhirnya menggelengkan kepalanya lalu melangkahkan kaki panjangnya keluar dari ruangannya.
Kaki panjang Mingyu terhenti saat ia keluar dari gedung rumah sakit. Ia melihat ke atas untuk melihat air yang jatuh membasahi jalanan. Hujan. Mingyu menghela napasnya hingga akhirnya ia kembali masuk ke dalam untuk meminjam payung pada penjaga counter customer service rumah sakit. Dengan payung berwarna hitamnya, Mingyu menyeberangi jalanan dan berjalan mendekati cafe yang sepi. Mingyu mengernyitkan keningnya seraya menutup payungnya dan meletakkannya di samping pintu kaca. Kenapa cafe sangat sepi? Tidak ada orang. Mungkin karena sudah terlalu malam dan juga karena hujan.
Mingyu masuk ke dalam cafe dan suhu dingin dari pendingin ruangan menyapa kulitnya, membuat suhu dingin di luar karena hujan menjadi bertambah karena pendingin ruangan. Matanya semakin mengernyit karena di counter tidak ada orang sama sekali.
"Hal-"
"Kau tidak pernah lihat ini?"
Mingyu terdiam melihat Wonwoo tengah berjongkok membelakanginya dan tampak berbicara pada udara kosong. Wonwoo tampak tengah menunjukkan secangkir frappe yang memiliki whip cream yang membentuk kucing 3 dimensi pada lapisan atasnya.
"Ahh, kau masih kecil, tentu saja tidak pernah melihat ini. Ini biasanya ada pada minuman yang mengandung kopi. Lucu bukan?" Wonwoo menggoyang-goyang pelan cangkir itu, membuat cream yang berbentuk kucing itu ikut bergoyang-goyang.
"Kau tidak bisa meminum ini. Ini terasa sedikit pahit, kau pasti tidak suka. Aku akan membuatkanmu dari coklat panas saja."
Mingyu tersenyum tipis melihat Wonwoo yang tengah asyik berbicara sendiri itu. Ia merasa seperti terjadi deja vu pada dirinya. Ini pernah terjadi sebelumnya.
"Ehem!" Mingyu berdehem.
Wonwoo tampak terkejut dan dengan segera berdiri dan menoleh pada Mingyu yang tengah berdiri di depan counter dengan senyum tampannya.
"Sedang mengobrol dengan temanmu, hyung?"
.
.
~TBC~
.
.
Hallloo~ Maaf ya baru update. Entah kenapa ngetik chapter ini tuh susahhhh banget. Sampe hampir 1 minggu author nyicil ngetik chapter ini.
Ah ya... Author punya project. Ini baru ide aja sih. Author pengen adain kolaborasi dengan author lain dan juga berencana buat grup line yang terdiri dari para author. Bagi yang ingin belajar mengetik buat ff juga boleh bergabung. Dan ini tidak harus terbatas pada ff Meanie sih. Author terbuka untuk author fandom apapun, terutama BTS dan Seventeen. Jadi bagi para author ataupun readers yang ingin bergabung dan ikut project kolaborasi, boleh mengetikkan line ID kalian di review.
Isi chat di grup boleh saja bertanya-tanya tentang dunia fanfiksi, penulisan atau apapun itu. Boleh juga berbagi ide dan yang ingin belajar mengetik ff. Boleh juga berkolaborasi ataupun berkenalan dengan author-author lain. Khusus BL fanfiction, no GS, okayyyy~?
Intinya, author pengen buat grup Line yang terdiri dari para author dan penghuni ffn ^^ Sutuju gak? Kalau setuju dan orang yang mendaftar banyak, author bakal buat grupnya. Tapi kalau tidak ada yang tertarik dan orangnya sedikit, mungkin tidak jadi author buatkan grupnya hahahaha XD
Baiklahhhh~
Special thanks buat readers author tercinta~:
Beanienim, honeyowl, jeonnram, zizi'd, Gigi onta, MinJimin, aigyuu, KimHaelin29, aprilbunny9, itsathenazi, hvyesung, gitakanya, Guest, Maharani.s, hasniyah nia, cheonsa19, hasniyah nia, Guest, syupit, wonyu, gyuisclumsy, kakaoyes, bettylafea, whatamitoyou, kinkinkin1204, AdorableKuni, Firda, Twelves, sayythenamesvt, mintchan17, mintchan17, Akira ayzharu, ChoiJayy, Mingoo-nim, suncheol, Sinlos, July Cutie, Gioo, WicaksaniS, bangtaninmylove, cancie17
Akhir kata dari author,
Review please~? Gomawo ^^
*Bow*
