Sixth Sense Boy
Summary:: Andai saja Mingyu tidak bertemu Wonwoo, ia pasti tidak akan terlibat ke dalam kehidupan aneh namja itu, namja yang selalu berbicara sendirian dan mengaku dapat melihat hantu. "Aku tidak gila!"/ "Kalau kau tidak gila, kenapa kau berbicara sendirian?"/ "Aku tidak berbicara sendirian, aku berbicara dengan anak kecil yang baru saja meninggal. Dia ada di sampingmu."
Couple:: Mingyu x Wonwoo
Rate:: T
Genre:: Humor, Romance, supernatural
~#~#~#~#~#~#~#~#~#~#~#~#~
.
Mingyu terdiam melihat Wonwoo tengah berjongkok membelakanginya dan tampak berbicara pada udara kosong. Wonwoo tampak tengah menunjukkan secangkir frappe yang memiliki whip cream yang membentuk kucing 3 dimensi pada lapisan atasnya.
"Ahh, kau masih kecil, tentu saja tidak pernah melihat ini. Ini biasanya ada pada minuman yang mengandung kopi. Lucu bukan?" Wonwoo menggoyang-goyang pelan cangkir itu, membuat cream yang berbentuk kucing itu ikut bergoyang-goyang.
"Kau tidak bisa meminum ini. Ini terasa sedikit pahit, kau pasti tidak suka. Aku akan membuatkanmu dari coklat panas saja."
Mingyu tersenyum tipis melihat Wonwoo yang tengah asyik berbicara sendiri itu. Ia merasa seperti terjadi deja vu pada dirinya. Ini pernah terjadi sebelumnya.
"Ehem!" Mingyu berdehem.
Wonwoo tampak terkejut dan dengan segera berdiri dan menoleh pada Mingyu yang tengah berdiri di depan counter dengan senyum tampannya.
"Sedang mengobrol dengan temanmu, hyung?"
.
Hiwatari NiwaDark Present
.
Wonwoo terdiam melihat Mingyu tengah berdiri di depannya dengan senyum tipis di wajah tampannya.
"Ya?" Dan hanya itu saja yang keluar dari mulut Wonwoo. Mingyu tertawa kecil melihat respon Wonwoo yang tampak sedikit belum sadar sepenuhnya.
"Aku pesan yang seperti biasa," Mingyu mengeluarkan uangnya dan meletakkanya di meja counter. "Ah, dan jangan lupa, aku juga ingin service teman minum berhubung cafe sedang sepi, tidak apa, 'kan?" tanyanya yang tidak menunggu jawaban Wonwoo dan langsung berbalik dan berjalan ke meja yang berada tepat di samping dinding kaca.
Wonwoo masih terdiam mengamati Mingyu sebelum akhirnya ia tersadar saat Mingyu telah duduk dan mengamati suasana di luar sana yang tengah hujan dari dinding kaca. Wonwoo dengan segera mengerjakan pesanan Mingyu. Tanpa menunggu lama, Wonwoo keluar dari counternya dan membawa pesanan Mingyu dan meletakkan di depan sang dokter.
Mingyu mendongak dan bertemu tatap dengan Wonwoo yang masih berdiri.
"Terima kasih," ucapnya yang kemudian mengulurkan tangannya untuk meraih minumannya, meniupnya sejenak sebelum akhirnya menyeruputnya perlahan. Ia kemudian menaikkan alisnya sembari meletakkan cangkirnya ke meja.
"Kau tidak ingin menemaniku duduk di sini?" tanya Mingyu.
Dengan ragu-ragu, Wonwoo mendudukkan dirinya tepat di seberang Mingyu. Hanya tidak bertemu selama seminggu bisa membuat Wonwoo secanggung ini saat bertemu dengan Mingyu. Sebenarnya bukan karena itu ia merasa gugup dan canggung.
"Bagaimana keadaanmu, hyung?" tanya Mingyu dengan suara lembut dan tenangnya. Wonwoo terdiam, ia ingat suara hangat dan lembut ini meskipun ia sangat jarang dapat mendengarnya.
"Baik," jawab Wonwoo dengan senyum kecil di wajahnya. Tidak. Ia tidak sepenuhnya jujur bahwa hari-harinya baik selama ini.
"Kenapa kau sendirian?" tanya Mingyu melihat sekelilingnya.
"Karyawanku izin tidak masuk hari ini jadi aku harus mengurusnya sendirian."
Mingyu mengangguk sejenak.
"Bagaimana dengan penglihatanmu? Apakah membaik?"
Wonwoo lagi-lagi harus terdiam, memikirkan jawaban yang akan ia berikan pada Mingyu. Tidak. Penglihatannya sama sekali tidak membaik, itu malah memburuk.
"Ya," jawab Wonwoo pelan seraya menundukkan kepalanya. Jari-jarinya memainkan ujung sweaternya.
"Aku mulai terbiasa dengan semua ini, tapi aku semakin melihat banyak hal, mereka semakin banyak." Kali ini Wonwoo memilih untuk tidak berbohong. Hal yang selama ini selalu ia tutup dan tidak pernah ia ceritakan bahkan pada Seungcheol sekalipun.
"Semakin banyak?" tanya Mingyu.
"Apa aku memperburuk kondisimu? Apa karena aku yang menyuruhmu terus berinteraksi dengan Sohyun membuatmu memburuk?"
Wonwoo kembali terdiam.
"Tidak,"
Mingyu hendak kembali bertanya namun terhenti oleh perkataan Wonwoo.
"Justru dengan berada di dekatmu, aku menjadi jarang melihat mereka, itulah alasannya kenapa aku mau tinggal bersamamu."
Mingyu mengernyit tidak mengerti.
"Kau memiliki hawa positif yang kuat, jadi jika aku berada di sekitarmu, mereka tidak berani mendekat padaku," Wonwoo terdiam sejenak. Ia menangkat kepalanya sedikit. Yang ia katakan adalah benar, selama seminggu ini ia tinggal sendirian, semakin banyak hantu yang ia lihat dan mengganggunya. Sekarang saat Mingyu ada di hadapannya, ia dapat merasakan perasaan lega dan aman karena semua hantu-hantu yang sedari tadi meramaikan cafe yang sepi ini satu persatu mulai menghilang. Jujur, ia berharap ia bisa terus bersama dengan Mingyu seperti sebelumnya.
"Maaf jika aku menggunakanmu sebagai pelindungku."
Mingyu masih terdiam mencerna perkataan Wonwoo. Selama ini ialah yang menggunakan Wonwoo sebagai alat, bukan sebaliknya, dan jika itu benar, Mingyu tidak merasa terganggu sama sekali.
"Tidak, justru aku yang memperalatmu. Aku tidak terganggu sama sekali dengan keberadaanmu."
Wonwoo tertawa kecil.
"Tapi aku ingat dulu kau selalu mengusirku dan menganggapku aneh."
"Itu... dulu. Ya, memang benar." Mingyu menggaruk belakang kepalanya.
Wonwoo tersenyum tipis. "Semuanya akan berjalan dengan baik. Selama ini aku bisa melaluinya dengan baik dan aku sudah terbiasa dengan hal itu. Tidak perlu khawatir."
Mingyu terdiam sejenak sebelum akhirnya ia berdehem dan membenarkan posisi duduknya.
"Jika ada cara yang bisa mengurangi penglihatanmu itu, kenapa tidak kau pilih itu saja?" tanya Mingyu.
Wonwoo mengernyitkan keningnya dan memiringkan kepalanya.
"Seperti apa? Jika ada, aku pasti sudah melakukannya, tapi untuk saat ini aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan."
Mingyu menghela napasnya. "Seperti yang kau katakan tadi, berada di dekatku akan mengurangi penglihatanmu. Jika aku bisa membantumu, kenapa kau tidak kembali padaku?" Mingyu tersenyum tipis.
Wonwoo terdiam mendengar perkataan Mingyu. Ia tidak menyangka Mingyu akan menawarkan dirinya sendiri.
"A-aku tidak berpikir untuk menggunakanmu lagi setelah perjanjian kita selesai. Aku pikir ini semua sudah berakhir, aku diusir dari rumahmu, dan kita kembali jalankan kehidupan kita masing-masing. Aku... tidak berpikiran untuk memperalatmu lagi," bisik Wonwoo di kalimat terakhirnya.
Mingyu mengamati cangkir kopinya seraya tersenyum tipis sebelum akhirnya memberikan tatapannya untuk menatap tepat di bola mata Wonwoo.
"Aku tidak akan membiarkanmu untuk memperalatku. Yang kumaksud, kau bisa kembali ke rumahku dan terus bersamaku, bukan sebagai alat, tapi sebagai orang yang benar-benar akan melindungimu."
Wonwoo masih berusaha mencerna perkataan Mingyu yang sebenarnya ambigu untuk dimengerti olehnya. Melihat wajah Wonwoo yang kosong dan penuh kebingungan, Mingyu menghela napasnya.
"Dan aku tidak pernah mengusirmu, ingat? Aku sama sekali tidak mengusirmu. Dan... kau selalu diterima kembali di rumahku." Mingyu memainkan cangkirnya tanpa menatap Wonwoo yang kini hanya terdiam menatapnya bingung.
"A-aku juga bukan berarti memaksamu untuk kembali atau apa. Aku hanya..." Minyu tampak berpikir sejenak. "Terserahmu ingin kembali atau tidak."
Hening.
Dan Mingyu masih belum berani menatap Wonwoo, tangannya masih sibuk memainkan cangkir kopinya. Sedetik kemudian, ia dapat mendengar suara tawa kecil yang berhasil membuatnya mengalihkan perhatiannya dari cangkir setengah kosongnya.
"Apa kau benar-benar berniat untuk menawariku?" tanya Wonwoo masih tertawa kecil.
Mingyu menganggukkan kepalanya.
"Aku tidak ingin merepotkanmu," Wonwoo menatap ke arah luar yang masih gerimis.
Mingyu hendak merespon namun terhenti oleh Wonwoo yang melanjutkan kalimatnya,
"Tapi aku juga merasa kesepian, dan aku semakin takut sendirian." Wonwoo menatap Mingyu. Matanya benar-benar menunjukkan kalau ia memang ketakutan selama ini. Hanya seminggu saja ia sudah merasa sangat lelah, melebihi apa yang selama ini telah ia lalui. Rasanya ia seperti memasuki tingkatan yang lebih parah dari sebelumnya. Ia dapat merasa energinya yang terkuras banyak, kesadarannya yang memburuk, terkadang tidak bisa membedakan manusia dengan hantu, dan mereka semakin banyak.
"Bolehkah?" tanya Wonwoo seraya melirik Mingyu dengan tatapan meminta izin.
Mingyu memiringkan kepalanya.
"Apa?"
"Bolehkah aku kembali ke rumahmu?"
"Bukankah tadi aku yang menawarimu?"
Wonwoo tertawa kecil.
"Tapi jika aku sudah kembali ke rumahmu, aku tidak akan pernah pindah lagi. Kau yakin?" tanya Wonwoo.
Mingyu tertawa kecil seraya mengangguk. Wonwoo tersenyum.
"Jangan menyesal dan jangan mengusirku." Wonwoo tersenyum puas saat melihat Mingyu hanya memutar bola matanya seraya tertawa kecil.
Mingyu mengangkat cangkirnya dan meminum kopinya yang telah dingin seraya mengamati Wonwoo yang tertawa kecil menceritakan apa-apa saja yang telah dialaminya selama seminggu ini.
Meskipun cuaca dingin dengan gerimis yang masih turun dan kopinya yan telah mendingin, namun suasana di dalam cafe yang hanya berisi dua orang ini terasa hangat dan nyaman.
.
.
.
.
.
.
.
Wonwoo tersenyum tipis di sela pekerjaannya membuat kopi saat mengingat pagi harinya sangat menyegarkan. Ia masih ingat betul apa yang membuatnya sesenang ini dan sesegar ini. Itu karena semalam Mingyu menemaninya pulang ke rumahnya dan memutuskan untuk menemaninya tidur meskipun harus rela sempit-sempitan karena single bed milik Wonwoo. Selama seminggu ini ia tidak pernah mendapatkan tidur yang nyenyak, dan ia sangat berterima kasih pada Mingyu meskipun ia tidak menunjukkannya pada Mingyu, bahkan ia menggerutu pada dokter itu bahwa ia merasa sangat sempit dan pegal. Dan hari ini ia akan pindah kembali ke rumah Mingyu.
Senyum tipis Wonwoo perlahan hilang saat mengingat sesuatu. Selain kehilangan Mingyu dan rumahnya, selama seminggu ini ia juga kehilangan Baekhyun. Tepat saat ia sibuk-sibuknya pindah ke rumah barunya, Baekhyun menghilang dan tidak pernah muncul lagi. Wonwoo berusaha mencarinya namun arwah berisik itu tetap tidak ditemukan.
Wonwoo menghela napasnya. Entah Baekhyun tersesat atau sudah kembali ke tubuhnya atau yang lebih parah lagi... waktunya telah habis?
"Umm, permisi? Saya ingin memesan Avocado frappuccino satu pakai whipcream."
Wonwoo mengalihkan pandangannya dari komputer kasir yang tengah ia lihat. Ia terdiam sejenak saat melihat wajah yang familiar yang tengah tersenyum ke arahnya.
"Dan aku juga ingin memesan service teman mengobrol denganmu, Wonwoo-ya."
Wonwoo tanpa sadar membuka mulutnya tanpa berkedip. Di depannya, berdiri seorang namja dengan wajahnya yang sedikit pucat namun memiliki senyum yang ceria dan manis.
Dengan segera tangan Wonwoo meraih cup bening dan spidol lalu menulis nama pemesan tanpa bertanya terlebih dahulu. Tangannya dengan lincah menuliskan kata 'Baekhyun' pada cup tersebut.
"Aku akan mengantarkan pesananmu, pilihlah mejamu." Wonwoo tersenyum tipis pada Baekhyun yang mengangguk dan memberikan uangnya pada Wonwoo.
.
.
.
.
.
.
"Lalu? Katakan padaku bagaimana kau bisa kembali ke tubuhmu? Dan kenapa kau tiba-tiba menghilang tanpa pamit padaku?" tanya Wonwoo setelah duduk berseberangan dengan Baekhyun.
Namja yang memiliki bibir yang sedikit pucat itu berdecak kecil.
"Aku bahkan belum menyentuh minumanku dan kau sudah banyak bertanya. Biarkan aku menyicip minuman favoritku dulu setelah lama tidak meminumnya." Baekhyun menyeruput avocado frappuccinonya.
Wonwoo menatap Baekhyun dengan tidak sabaran. Ia mengamati kondisi fisik Baekhyun yang tampak sedikit lemas dan wajahnya yang tidak berwarna. Namja itu memang tampak ceria namun kondisi tubuhnya tidak mendukung.
"Apa kau baru keluar dari rumah sakit, hyung?" tanya Wonwoo dengan dagunya yang bertumpu pada tangannya.
Baekhyun menghentikan minumnya lalu mengangguk.
"Aku sadar tiga hari yang lalu dan semalam aku sudah boleh pulang ke rumah. Dan aku sangat senang saat menyadari kalau aku masih mengingatmu." Baekhyun menjauhkan minumnnya sedikit lalu ikut menopang dagunya dengan telapak tangannya.
"Saat itu aku tahu kau akan pindah, lalu aku memutuskan untuk kembali menjenguk tubuhku dan... Aku tidak mengerti apa yang terjadi. Aku hanya mendengar Chanyeol yang berbicara sendiri, menceritakan apa yang terjadi pada kami sebelum kecelakaan dan terus mengatakan kalau ia menyesal, setelah itu aku tiba-tiba mengingat semuanya, lalu pandanganku tiba-tiba gelap dan cukup lama akhirnya aku tersadar dalam tubuhku sendiri."
Wonwoo mendengarkan dengan serius. Jujur ia juga tidak mengerti karena ini pertama kalinya ia mendengar hal semacam ini. Sedetik kemudian ia tersenyum pada Baekhyun.
"Dan hubunganmu dengan pria itu kembali baik?"
Baekhyun mengangguk.
"Kalau begitu, selamat, hyung. Kau berhasil kembali."
Baekhyun terdiam sejenak sebelum akhirnya membalas senyumnya dengan senyum tipis yang dipaksakan. Wonwoo menyadari itu, ia sangat menyadarinya, tidak biasanya Baekhyun tersenyum seperti itu.
"Ada apa, hyung?" tanya Wonwoo yang mulai khawatir dengan gelagat Baekhyun yang tampak gugup.
Baekhyun menggelengkan kepalanya.
"Aku hanya merasa ini seperti tidak nyata. Aku pikir aku tidak akan memiliki kesempatan untuk hidup lagi, kesempatan untuk mengucapkan selamat tinggal, kesempatan untuk meminta maaf dan juga berterima kasih. Aku hampir tidak percaya saat aku terbangun dalam tubuhku sendiri. Bahkan sampai sekarang aku masih bisa tiba-tiba menangis dan memeluk orang di sekitarku,"
Baekhyun memainkan sedotannya.
"Terima kasih telah membantu dan menemaniku selama aku tidak sadarkan diri," gumamnya.
"Aku akan sering datang mengunjungimu, dan mungkin sekaran giliranku untuk membantumu. Kau bisa membicarakan dan menceritakan apa saja padaku, aku akan berusaha membantumu."
Wonwoo tersenyum mendengar perkataan Baekhyun. Ia lalu menanggukkan kepalanya.
"Tentu. Banyak hal yan ingin kuceritakan padamu."
.
.
.
.
.
.
"Apa yang sedang kau lakukan?" tanya Wonwoo setelah ia selesai menyusun semua barang-barangnya. Ia berjalan mendekati Mingyu yang tengah sibuk di dapur.
"Aku sedang membuatkan makan malam."
"Oh? Kupikir kita akan keluar membeli makanan."
"Jangan terlalu sering makan makanan luar, kalau aku bisa memasak, kenapa harus makan makanan buatan orang lain?" tanya Mingyu yang tersenyum dengan beberapa makanan di tangannya. Wonwoo ikut tersenyum tipis lalu mengambil makanan-makanan itu dari tangan Mingyu dan meletakannya di meja makan.
"Sepertinya aku harus belajar memasak juga, tidak bisa terus-menerus bergantung pada masakanmu," ucap Wonwoo seraya memandangi beberapa masakan yang terletak di atas meja makan.
"Ya, kau harus mulai belajar memasak." Mingyu tertawa kecil seraya menggeser kursi dan menyuruh Wonwoo untuk duduk. Wonwoo ragu sejenak sebelum akhirnya ia duduk di kursi yang dipersilahkan oleh Mingyu.
"Terima kasih," gumamnya pelan yang ia yakin Mingyu tidak dapat mendengarnya.
Mingyu berjalan dan duduk di seberang Wonwoo. Ia mulai menyuapkan nasinya ke dalam mulutnya. Begitu pula dengan Wonwoo.
"Apakah ini pertama kalinya aku makan malam denganmu?" tanya Wonwoo.
Mingyu menaikkan kedua bahunya.
"Entahlah, aku sudah lupa."
Mingyu menaikkan kepalanya untuk mendapatkan sebutir nasi yang menempel di bawah sudut bibir Wonwoo. Ia tertawa kecil. Wonwoo dapat mendengar tawa kecil Mingyu. Sebelum ia sempat menaikkan kepalanya untuk melihat Mingyu, sebuah tangan menjulur ke arah bibirnya dan menyentuh tempat di sudut bibirnya. Ia menatap Mingyu dengan tatapan terkejutnya.
"Kenapa?" tanya Mingyu yang bingun melihat Wonwoo yang masih terbelalak.
"Ah- hyung makan seperti bayi, ada nasi di sudut bibirmu, jadi aku membersihkannya," jelas Mingyu dengan tawa canggungnya. Sebenarnya ia juga tidak sadar saat melakukan itu.
"Ah, masakanmu enak," ucap Wonwoo yang kembali melanjutkan makannya. Merasa sedikit canggung namun entah kenapa ia tidak bisa menahan sudut bibirnya yang berusaha untuk tersenyum.
Mingyu dalam diamnya yang tengah melahap makanannya juga tidak dapat menahan senyumnya.
Makan malam pertama yang hangat dan nyaman yang mereka rasakan setelah sekian lama hidup sendirian dan mengalami kejadian yang tidak menyenangkan.
.
.
.
.
.
.
Wonwoo tidak bisa bernapas. Ia mencengkram kedua tangan yang mencekiknya kuat. Terbatuk-batuk sebelum akhirnya ia berusaha memukul 'orang' yang mencekiknya.
Ia terkejut saat ia tidak dapat menyentuh apapun di depannya, di depannya sangatlah gelap dan ia tidak dapat melihat siapa yan mencekiknya, dan ia tidak bisa menyentuh badannya. Apa makhluk itu tidak memiliki badan? Hanya memiliki kedua tangan yang tengah mencekiknya dengan kuat?
"Ahhh!" Wonwoo terbangun dengan mata terbelalak dan keringat yang membasahi kening dan lehernya. Gelap. Hanya lampu kamar yang menerangi kamarnya remang-remang. Ia mencengkram selimutnya. Meskipun pendingin kamar sudah menyala, namun rasanya sangat panas.
Masih dengan napas yang tersenggal-senggal, Wonwoo menyibak selimutnya dan segera berjalan ke keluar dari kamarnya.
Blam.
Ia berjalan ke arah kamar Mingyu.
Krietttt.
Langkah Wonwoo terhenti saat mendengar suara pintunya yang terbuka kembali. Wonwoo tidak bodoh, ia tahu dari mana asal suara itu dan apa penyebabnya. Maka itu tanpa menoleh ke belakan, Wonwoo dengan langkah cepat menghampiri kamar Mingyu. Ia masuk tanpa mengetuk dan langsung menyelinap masuk ke dalam selimut tebal milik Mingyu.
Mingyu dengan setengah tersadar terkejut saat merasakan seseorang memeluknya dengan erat. Ia mengernyit bingung saat melihat gembungan di selimutnya. Ia menyibak selimutnya dan menemukan Wonwoo tengah memeluknya dengan erat dan membenamkan wajahnya ke dadanya.
"Hey? Ada apa?" tanya Mingyu dengan suara seraknya seraya mengusap matanya. Ia melirik jam dinding dan mendapati kalau sekarang sudah jam 3 pagi. Apa yang Wonwoo lakukan di jam seperti ini?
"Gyu..." gumam Wonwoo.
"Ada apa?" tanya Mingyu pelan seraya membalas pelukan Wonwoo. Ia dapat merasakan baju bagian punggung Wonwoo yang sedikit basah. Ia mengusap kening Wonwoo dan benar saja, namja yang ada di pelukannya itu sangat berkeringat dan bergetar.
"Aku takut," gumam Wonwoo yan sedikit tidak jelas.
"Kenapa?" tanya Mingyu yang mulai khawatir.
"Aku mimpi buruk. Aku tidak bisa bernapas. Aku dicekik oleh makhluk yang aneh. Dan lagi... ada yang mengikutiku keluar dari kamar tadi." Wonwoo mencengkram kaos abu Mingyu semakin erat.
"Aku memang sudah terbiasa dengan hal yan mengkutiku, tapi ini rasanya berbeda. Aku tidak biasanya bermimpi buruk seperti itu dan itu rasanya sangat nyata. Dan hawanya sangat berbeda. Aku takut."
Mingyu terkejut mendengar cerita Wonwoo. Ia dengan perlahan menjauhkan dirinya dari Wonwoo agar dapat melihat wajah Wonwoo. Ia semakin terkejut saat melihat bercak kemerahan di leher Wonwoo yang sepert bekas cengkraman.
Ia kemudian menatap Wonwoo yang juga menatapnya.
"Kau harus menjauhkan dirimu dari hal-hal seperti itu, hyung. Mulai sekarang jangan berinteraksi dengan mereka lagi. Jauhkan dirimu dari mereka, kau harus terus bersamaku, hyung." Mingyu kembali memeluk Wonwoo.
"Ya, kau harus terus berada dekat di sisiku. Dan lebih baik mulai sekarang hyung tidur denganku saja, aku tidak ingin hal ini terjadi padamu lagi. Kau harus memiliki hawa positifmu sendiri, hyung."
Wonwoo terdiam sejenak sebelum akhirnya ia menganggukkan kepalanya dalam pelukan Mingyu. Mingyu kembali melonggarkan pelukannya dan menatap Wonwoo.
"Percaya padaku, hyung, aku akan membuatmu keluar dari situasimu. Teruslah bersamaku dan jangan pernah menjauh dan meninggalkanku," bisiknya menatap Wonwoo serius.
Wonwoo menganggukkan kepalanya perlahan. Ia mencengkram kaos Mingyu pada bagian dadanya dengan erat. Ia tahu Mingyu memiliki hawa positif yang bisa membuatnya menjauh dari hal-hal aneh itu, tapi ia tidak pernah menyadari kalau ia bisa merasa senyaman ini saat berada di dekat Mingyu, ia merasa seperti ia benar-benar tidak takut dan tidak memiliki beban apapun.
Cengkraman tangan Wonwoo pada dada Mingyu mengendur saat Mingyu mendekatkan kedua wajah mereka hingga akhirnya ia dapat merasakan sesuatu yang lembut dan hangat menyentuh bibirnya dengan sangat lembut dan perlahan. Ia tidak tahu apa yang terjadi, yang pasti saat ini ia hanya bisa merasakan jantungnya yang berdetak kencang, bibirnya yang menghangat, dan tangannya yang merasakan detak jantung Mingyu yang kencang.
"Aku akan melindungimu, maka berjanjilah padaku akan terus berada di sisiku," gumam Mingyu setelah menjauhkan wajahnya sedikit dengan kening mereka yang masih bersentuhan.
Wonwoo tidak bisa berkata apa-apa, ia tidak bisa menjawab, yang bisa ia lakukan hanya tersenyum tipis seraya menganggukkan kepalanya pelan.
.
.
Will you stay by my side?
Will you promise me?
If I let go of your hand, you might fly away and break, I'm scared.
You are shining so brightly, you save me from this pitch darkness .
With your light touches, I forget the reality .
.
.
~END~
.
Okay~ I'm so sorry if ths chapter took a really long time to be updated, bcs I have mount of activities and veryyyyy busy. I hope you guys understand
Dan author mungkin bakalan undurkan diri untuk beberapa saat setelah recent ff author selesai. If possible, mungkin author bakalan buat ff baru lagu, if possibleee...
SOOOOOO~ THANK YOU FOR ALL YOUR SUPPORTS THAT IS ONE OF THE REASONS WHY I CAN CONTINUE TILL THE END. THANK YOU SO MUCH, KALIMAT INI GAK BAKAL CUKUP BUAT UNGKAPIN RASA CINTA AUTHOR SAMA KALIAN SEMUA T.T dan jujur author sedih harus berpisah dari kalian. Tap apa boleh buat, untuk update saja author udah sering ngecawain kalian, jadi author bakal kembali dengan ff yang lebih bagus setelah author punya waktu luang yang lebih banyak.
See you when I see you, darlings~
Akhir kata dari author,
Review please~? Gomawo ^^
*Bow*
Jangan jadi silent reader ya~
