A/N: asakaru tsunderenya sepantaran. enjoy!
"Pergelangan tanganmu kenapa."
Karma tersentak. Begitu ia mengerling Gakushuu, sang Asano muda sedang mencermatinya dengan saksama. Bibir lelaki itu menukik turun. Ucapannya barusan bahkan bukan pernyataan; itu jelas-jelas pernyataan. Karma buru-buru membuka gulungan lengan cardigan hitamnya, dipanjangkan hingga hampir menutupi telapak tangan, lalu dengan kasual melanjutkan mencatat. "Tidak apa-apa."
Gakushuu tidak terkesan meskipun ia tidak memaksa Karma untuk memperlihatkan pergelangannya. "Definisi 'tidak apa-apa' itu bukan 'lecet dan memerah', asal kau tahu saja."
"Baiklah, kalau kau penasaran—aku jatuh dari tangga."
"Itu alasan paling klasik untuk peristiwa yang sama sekali tidak berkaitan dengan tangga!"
"Aku jatuh dari sepeda, kalau begitu."
Gakushuu memutar mata se-teatrikal mungkin. Dalam hatinya ia berang, bagaimana bisa orang seperti ini menempatkannya pada peringkat kedua minggu lalu? Tidak ada orang yang bersepeda di musim dingin, kecuali ia idiot atau masokis akut, atau menemukan cabang olahraga baru fixie ice skating. Karma semestinya cukup cerdas untuk membuat alasan lain.
Gakushuu berdecak dengan front tak acuh. "Tch, terserah. Awas saja sampai kau nanti mengeluh karena kupaksa menulis dengan kondisi begitu. Aku mau kita selesai sebelum pukul enam."
"Yaaa, kaichou cerewet."
Karma tidak ingat sejak kapan kehidupannya berubah menjadi seperti ini: anggota lepasan perhimpunan siswa yang merangkap sebagai wakil ketua non-resmi sekaligus sekretaris dadakan. Barangkali sejak saat seluruh murid—kecuali ia dan Gakushuu—terpaksa mengikuti tes ulang kalkulus level kuliah, lalu Karma menemukan Gakushuu menyusun acara seorang diri. Atau hari itu, ketika mereka tanpa sengaja mengikuti perlombaan yang sama, dan Karma menangkap basah Gakushuu curi-curi merekap laporan pada waktu istirahat antar sesi.
Seiring berjalannya waktu, "kebetulan-kebetulan" tersebut memegang peran penting dalam hubungan mereka, sebab kemungkinan besar hal simpel itu merupakan satu-satunya momen di mana kedua prodigy ini tidak berusaha mematahkan leher satu sama lain.
Misalnya sekarang. Begitu sampai kepadanya informasi bahwa sekretarisnya, Sakakibara, mendadak izin "sakit", dua hari sebelum dimulainya liburan musim dingin—meninggalkan tujuh tumpuk laporan pertanggungjawaban terbengkalai di ruang OSIS, tak kurang—Gakushuu tidak punya pilihan selain segera menghubungi seorang setan berkepala merah yang, harus diakui, sangat efisien dalam urusan menyortir berkas. Bukan berarti Gakushuu sendiri tidak terampil, tapi yah, lebih banyak bantuan kan lebih baik.
Gakushuu akhirnya memecah keheningan yang cuma diisi bunyi pulpen menggesek kertas, setelah cukup lama Karma merasakan lirikan kalkulatif lelaki itu menembus punggungnya. "Kalau kau punya masalah, ceritakan saja."
Karma berkedip. Itu bukan jenis suara yang dipakai Gakushuu untuk bicara normal. Sebaliknya, itu sudah pasti mode Siswa Teladan Simpatik yang kerap dipakai Gakushuu untuk melerai percekcokan murid dan menjilat pantat guru.
"Ini masih tentang luka lecet tadi?"
"Maksudku, lebih baik dikeluarkan daripada disimpan sendiri dan nantinya…"
"Asano-kun," Karma sweatdrop, "kalau kau pikir aku cutting, kau salah paham. Banget."
"Aku mengerti," tutur Gakushuu lembut dengan nada yang kentara menyiratkan bahwa faktanya ia sama sekali tidak mengerti apa-apa. "Tidak ada ruginya bagiku kalau kau bunuh diri, serius. Cuma, mendapat peringkat pertama karena lawanmu meninggal itu nggak kelihatan seperti persaingan sehat. Bisa-bisa aku dicurigai."
Apabila lembar neraca keuangan di hadapannya belum dua-per-tiga rampung, Karma akan dengan senang hati meremasnya jadi bola kemudian melemparnya ke wajah sengak si pangeran lipan. Jawaban apa sih yang Gakushuu mau? Kemarin aku diculik dan diikat seorang sosiopat bernama Asano Gakuhou. Kok terdengar familiar, ya? Oh yeah, juga katanya kau punya rencana besar dan kebetulan kini hal sinting itu yang jadi penentu hidup-matiku.
Kendati Gakushuu jelas akan memihak Karma, menilai dari kebencian lelaki itu pada sang ayah, bukan berarti ia akan diuntungkan dalam skenario tersebut. Aksi Gakuhou itu menjijikkan, hampir kinky. Seandainya Karma berada dalam posisi Gakushuu, entah apa reaksinya jika diberitahu bahwa semalam remaja sebayanya disekap om-om—yang tak lain tak bukan orangtuanya sendiri.
Lagipula niat Karma sudah bulat: selidiki diam-diam, cari tahu rencananya, beritahu sang Asano senior, dan langsung buang semua memori bahwa mereka pernah membuat kontrak jenis apapun. Misi ini berjalan mulus. Seharusnya.
"Kalau kau tidak tutup mulut sekarang juga, berani sumpah akan kurobek semua neraca uang sialanmu ini jadi milyaran bagian," Karma mengancam bengis, lalu memberi jeda demi penekanan. "Jadi diam deh."
Gakushuu mendengus mengejek. "Memang kau rela membuang hasil jerih payahmu—"
Bret! "Satu."
"Oke! Oke. Aku tutup mulut."
Dan sebagaimana semua hal yang ia lakukan, ternyata Gakushuu sangat lihai dalam hal "menutup mulut". Terbukti dari kesunyian yang mengisi perpustakaan tempat mereka bekerja selama tiga puluh menit selanjutnya, di mana baik ia maupun Karma menyelesaikan tugas masing-masing dalam diam.
Lalu suasana senyap itu dirusak karena tanpa aba-aba Karma menyumpah kencang.
Gakushuu mengerlingnya jengkel. "Jaga bahasamu, Akabane."
Lelaki yang ditegur tak acuh. Tangannya bergerak putus asa sepanjang meja. "Lihat kekacauan yang kalian buat. Laporan sampah. Apa saja sih yang kau dan cecunguk-cecungukmu lakukan selama dua bulan terakhir?"
"Nggak seperti kau yang kerjanya hanya main game, kami punya pekerjaan lain, tahu. Ren-kun juga sama sibuknya."
Karma menyeringai nakal. "Kukira kau terlalu sibuk belajar—meskipun pada akhirnya tetap gagal dapat peringkat pertama juga sih."
Dari jarak satu meter, Karma dapat melihat bagaimana telinga Gakushuu merona merah, hampir semerah helai rambutnya, selagi melempar tatapan tidak terima. "Enak saja! Kau tidak tahu betapa besarnya persiapan yang kuselesaikan Desember ini."
...besar?
Napas Karma tertahan. Segalanya terhubung sempurna; rencana besar Gakushuu sebelum tahun baru, kecurigaan Gakuhou. Ketegangan dalam keluarga kecil lipan yang disfungsional. Mungkinkah hal ini yang dimaksud sang Asano senior?
"Taruhan kau cuma membuat alasan palsu," dengan hati-hati Karma memancingnya, seringai arogan terpasang pada bibir. "Memangnya persiapan apa yang kau selesaikan?"
"Tunggu sampai kau kukalahkan semester depan. Sekarang cepat selesaikan laporannya."
Sial, Karma mengutuk pelan dalam hati. Terlalu terburu-buru. Tentunya tidak semudah ini mengorek informasi dari lelaki berkaliber Asano. Akhirnya Karma memutuskan untuk merampungkan laporan sebelum menyusun siasat lain. Setengah jam kemudian, ia dan Gakushuu selesai dalam waktu bersamaan; keduanya melempar badan pada kursi sekaligus meregangkan sendi-sendi yang kaku.
Gakushuu membereskan amplop-amplop besar yang terserak di meja. Menyusun yang biru dan kuning pada tumpukan masing-masing, lalu memasukkan satu amplop putih ke dalam tasnya. Karma memastikan tak ada yang tertinggal.
"Kali ini aku sungguh berhutang budi padamu, Akabane," ucap Gakushuu serius, entah kerasukan apa. Sifatnya yang kelewat royal kadang membuat Karma geli.
"Tidak masalah asal kau mentraktirku simmered au lait, sesuai perjanjian!"
Tipikal Karma. Si pangeran lipan merengut sebal, pandangannya tertuju pada layar ponsel. "Ya, jangan khawatir. Ngomong-ngomong, bateraiku habis. Pinjam ponselmu dong, aku mau kirim pesan."
"Tuh, di meja. Ambil saja."
"Ponselmu terkunci."
"Passcode-nya ulang tahunku, 2512."
Gakushuu dengan tangkas memasukkan nomor tersebut, lalu membuka aplikasi SMS. Di tengah kegiatan menulis pesan pada supirnya, jemari lelaki itu berhenti mendadak, tersadar akan satu hal. "Ulang tahunmu besok?"
"Tidak—" otak Karma otomatis melakukan penghitungan cepat, "—eh, kau benar. Hari ini tanggal duapuluh empat, ya."
Jangan salahkan Karma yang lupa tanggal, sebab manusiawi apabila ia menempatkan urusan dengan Gakuhou lebih penting dalam skala prioritasnya.
"Ulang tahunmu bertepatan dengan hari Natal," Gakushuu tekekeh. Matanya menerawang jauh sebelum ia tiba-tiba menjentikkan jari. "Begini saja. Traktiranmu diundur sampai besok. Aku akan membeli hadiah, sekalian sebagai ucapan terima kasih. Bagaimana, kau setuju?"
Sejujurnya Karma tidak peduli sedikitpun terhadap perayaan maupun hadiah ulang tahun, apalagi hadiah yang diberikan oleh seorang Asano Gakushuu, sebab bukan mustahil si lipan itu bakal mengirim racun atau dinamit. Namun, jika hal itu mampu membuatnya selangkah lebih dekat dalam menumpas rencana besarnya, Karma tak akan ragu mengikuti permainan Gakushuu.
"Temui aku di stasiun pukul sepuluh."
(Tak lepas dari observasi Karma bahwa amplop putih yang berada dalam tas Gakushuu jelas bukan dokumen kesiswaan—sedari tadi tidak disuruhnya Karma menyentuh amplop tersebut.)
to be continued...
