Disclaimer: Naruto © Masashi Kishimoto
Genre: Horror and Romance
Warning: AU, kebiasaan Deidara menambah kata 'un' dihilangkan di fic ini, OOC.
Arigatou atas reviewnya!!!
BLOOD
-Sang Penulis Kematian-
Chapter 3
By:
Luina Fujiwara
"Huft… gara-gara memeriksa ulangan, aku jadi pulang sore deh," gumam perempuan cantik berambut pendek yang tengah membawa tumpukan kertas ulangan para siswa dan siswi Konoha Gakuen.
Perempuan itu bernama Shizune. Ia adalah seorang guru matematika di Konoha Gakuen. Shizune baru saja menyelesaikan tugas mengoreksi ulangan matematika dari kelas 11-A sampai kelas 11-E.
Shizune mengoreksi ulangan di kelas 11-B sehingga ia harus membawa tumpukan kertas itu ke ruang guru. Untuk ke ruang guru, ia harus melewati toilet perempuan.
Ketika Shizune melewati toilet, tiba-tiba saja pintu toilet terbuka dengan pelan.
'Krieeet'
Shizune menoleh ke toilet dan melihat ada salah satu pintu toilet yang terbuka. Di bawah pintu toilet ada genangan berwarna merah yang sepertinya adalah darah.
Shizune penasaran dan memasuki toilet pelan-pelan. Perempuan tersebut akhirnya sampai di depan pintu toilet dan mendapati pemandangan yang mengenaskan.
Seorang gadis berambut pirang dan berkuncir empat terduduk di kloset dengan wajah menunduk. Tangannya meyilang. Seragam Konoha Gakuennya terlihat basah oleh darah yang mulai mengering. Di tubuh gadis itu terdapat banyak luka tusukan.
Kertas ulangan di tangan Shizune terjatuh dan kertas-kertas itu basah terkena genangan darah. Shizune sangat kaget sampai selama sepersekian detik ia tak dapat bereaksi.
"AAAARGGGHHHHH!!!"
XxX
"Tahu gak? Temari murid kelas 10-B ditemukan tewas."
"Ada murid kelas 10 yang tewas di toilet!"
"Temari gue dengar tewas dengan banyak luka tusuk."
Bisik-bisik tentang Temari terdengar di seluruh penjuru sekolah. Toilet yang biasanya sepi sekarang ramai karna ada banyak polisi. Pintu toilet perempuan diberi police line.
Hal tentang sisiwi yang terbunuh di sekolah membuat kepala sekolah dan para guru shock berat. Konoha Gakuen yang merupakan sekolah yang terkenal karna prestasinya, baik akademik maupun non-akademik menjadi tercemar karna berita buruk tentang pembunuhan di sekolah.
XxX
Ruang kelas 11-A
Kelas 11-A masih sepi, padahal jam sudah menunjukkan pukul 06.45. Hanya ada enam orang pelajar yang berada di ruang kelas 11-A. Enam pelajar itu adalah Deidara, Konan, Sasori, Pein, Itachi dan Hidan.
Enam pelajar itu berkumpul dan terlihat sedang membicarakan hal yang sangat penting. Itu terlihat dari raut wajah mereka –yang tak biasanya- serius.
"Lo semua udah dengar berita tentang Temari?" tanya Konan.
"Ya. Gue udah dengar." Hidan membuka buku fisika secara asal.
"Gue dengar, Temari tewas dengan banyak luka tusukan," kata Pein.
Deidara terdiam. Gadis berambut pirang itu sekarang sedang membaca cerita yang ia tulis kemarin. Deidara terus membaca cerita yang ditulis dengan tinta yang berwarna sedikit berbeda dengan tinta yang umumnya dipakai. Mungkinkah tinta itu… darah?
Kegiatan Deidara terhenti saat Konan berbicara kembali dengan nada yang dua kali lipat lebih serius.
"Apa lo tahu yang lebih parah dari semua luka tusuknya?"
"Gak. Memangnya apa?" Itachi balik bertanya.
Konan terdiam sebentar. Ia tampak ragu unutk menceritakan hal itu. Konan menarik nafas panjang dan kemudian gadis itu melanjutkan ucapannya.
"Jantungnya diambil."
Pein dan Hidan tampak kaget. Sasori dan Itachi tetap stay cool walau mendengar pernyataan mengerikan tersebut. Tapi, yang paling kaget karna berita yang dibawa Konan adalah Deidara. Deidara lalu berdiri dari kursinya dengan cepat hingga kursi tersebut hampir jatuh.
"Tunggu! Jantung yang diambil?! Ke-kenapa hal itu mirip dengan cerita ini!!!" teriak Deidara sambil menunjuk cerpen yang berada di atas meja.
Deidara kebetulan sedang membaca bagian pembunuhan gadis berambut pirang sebelum Konan memberitahukan hal-tentang-jantung.
Deidara lalu mengambil cerpen yang tergeletak di meja dan membacakan bagian pengambilan jantung tersebut.
"Dan sang pembunuh menarik jantung gadis berambut pirang dengan cepat."
Pein menatap Deidara dengan tatapan lo-ngomong-apa-sih?. Hidan cuek dengan perkataan Deidara barusan dan pemuda berambut silver itu menahan kuap dibalik telapak tangannya. Sasori menatap Deidara tanpa ekspresi.
"Dei… tenang dulu," ucap Konan.
Deidara lalu diam. Ia lalu duduk perlahan di kursinya. Gadis itu terlihat frustasi sekarang. Setelah melihat Deidara yang mulai tenang, Konanpun melanjutkan kata-katanya.
"Awalnya aku juga berpikir kalau ada kesamaan antara cerita buatanmu dan kejadian yang menimpa Temari. Tapi setelah kuteliti lagi, antara cerita dan kenyataan itu tidak sama. Yang sama hanyalah tokoh, tempat pembunuhan dan cara pembunuhan."
Pein mengernyit.
"Hei, tunggu. Sebenarnya apa yang kalian maksud? Cerita? Kesamaan cerita? Cara pembunuhan? Apa maksudnya?" tanya Pein bingung.
Konan menatap Pein lekat.
"Begini… kalian tahu 'kan, kalau Deidara pingsan kemarin?" tanya Konan.
Hidan mengangguk.
"Nah, di bawah kepalanya ditemukan cerpen. Cerpen itu berisi tentang pembunuhan. Pembunuhan yang ada di cerpen itu memiliki beberapa kesamaan dengan pembunuhan Temari…"
Semua mendengarkan Konan dengan serius, kecuali Deidara. Deidara menatap meja dengan tatapan kosong. Gadis cantik itu seakan hanya memiliki badan tanpa jiwa. Hampa.
"… kesamaan pertama, tokoh yang ada di cerpen itu hanya disebutkan dengan gadis berambut pirang dan Temari berambut pirang. Kesamaan kedua, letak pembunuhan. Pembunuhan di cerpen dan di Konoha Gakuen memiliki kesamaan tempat, toilet perempuan…" ucap Konan.
Konan lalu menarik nafas panjang sebelum melanjutkan argumentasinya.
"… dan yang terakhir, cara pembunuhan. Ditusuk dan diambil jantungnya. Itulah kesamaan cara pembunuhan di cerita dan di Konoha gakuen," lanjut Konan.
Setelah Konan berkata demikian, mereka semua diam. Hanya ada suara kegaduhan dari luar kelas.
"Mungkin itu cuma kebetulan," pemuda berambut merah akhirnya angkat bicara.
"Sasori benar. Itu hanya kebetulan," kata Itachi datar.
Keheningan kembali menghampiri mereka.
"Kalau gue boleh tau, siapa sih yang nulis cerita itu?" tanya Pein sambil melirik ke arah kertas cerpen. Pein lalu melirik Deidara yang masih terlihat frustasi.
"Lo?"
Deidara mendelik.
"BUKAN AKU YANG MENULIS CERITA SEPERTI ITU!!!" teriak Deidara.
Deidara berdiri dari kursinya dengan cepat sehingga kursi tersebut jatuh. Deidara lalu pergi meninggalkan mereka semua yang kaget karna kelakuan gadis pirang itu barusan.
"Deidara tampak aneh," komentar Itachi.
"Bukannya dia memang aneh?" ledek Hidan.
Sasori mendelik pada Hidan. Ia lalu berdiri dari kursinya. Sasori lalu keluar kelas dengan tergesa-gesa. Sepintas, wajah Sasori memang terlihat tenang, namun sebenarnya dia cemas.
XxX
Sasori berlari menaiki tangga menuju atap. Pemuda berambut merah itu sempat menabrak beberapa orang. Namun, ia tak peduli dengan berapa banyak orang yang ia tabrak. Yang ada di otaknya saat itu adalah bagaimana cara menemukan gadis berbola mata aquamarine itu. Gadis yang sudah menjadi sahabatnya dari kecil.
"Deidara!!!"
Sasori akhirnya menemukan sosok yang ia cari di atap sekolah. Sosok Deidara yang tengah duduk dan menekuk lututnya. Mata deidara menatap lutut miliknya dengan tatapan kosong. Tampaknya Deidara tidak mendengar teriakan Sasori.
Sasori lalu menghampiri gadis itu. Sasori berjongkok di hadapan Deidara.
"Dei?"
Deidara mengangkat wajahnya.
Deidara's POV
"Danna?"
Danna. Sebuah panggilan dariku sejak kecil untuk pemuda yang ada di hadapanku sekarang, Sasori. Danna adalah sahabatku sejak kecil.
Danna menatapku lekat. Sekilas, aku melihat sorot kecemasan dalam bola mata coklat miliknya. Tapi itu hanya sekilas karna sorot matanya berubah menjadi sorot mata datar yang biasa kulihat.
Normal POV
"Hey, kamu kenapa?" tanya Sasori.
"Aku gak kenapa-napa," jawab Deidara. "A-aku cuma butuh waktu… sendiri."
Sasori diam dan menatap bola mata aquamarine milik Deidara yang terlihat sayu.
"Gak apa-apa kalau kamu ingin sendiri. Tapi aku ingin kamu tahu kalu aku akan selalu ada di samping kamu dan menjaga kamu. Aku sudah pernah berjanji 'kan?"
Deidara terbelalak mendengar ucapan Sasori. Ucapan yang pernah ia dengar bertahun-tahun yang lalu. Deidara lalu tersenyum, senyuman tulus yang langsung dari hatinya.
"Ya. Danna sudah pernah janji," kata Deidara.
XxX
Tok… tok… tok…
Seorang wanita cantik berambut hitam yang merupakan pelayan di sebuah rumah mengetuk pintu kamar majikannya yang terbuat dari kayu ek
Wanita tersebut mengenakan baju pelayan yang di dominasi warna hitam dan disertai renda pada bagian bawah rok. Raut wajah wanita berbola mata merah itu tampak cemas.
"Nona Tenten, sudah siang. Nona tidak sekolah?" tanya wanita itu.
Tak ada jawaban dari dalam kamar. Wanita itu mengetuk pintu sekali lagi, namun hasilnya nihil. Sang penghuni kamar tidak memberikan respon apapun.
"Kurenai, ada apa?"
Seorang lelaki dengan pakaian satpam datang menghampiri wanita yang ia panggil Kurenai.
"Asuma?"
Kurenai kemudian menceritakan tentang nona majikannya pada lelaki bernama Asuma yang sebenarnya adalah suaminya.
"Biar kubuka," kata Asuma.
Asuma lalu mengambil kunci cadangan dan segera membuka kamar Tenten yang dikunci rapat. Kurenai masih terlihat cemas. Ia terdiam di samping tubuh Asuma.
Krieeet
Pintu kamar Tenten terbuka dengan perlahan.
"Nona Tenten?"
Pintu akhirnya setengah terbuka dan memperlihatkan pemandangan yang mengejutkan.
Tenten teduduk di samping ranjang king-size miliknya dengan tubuh bersimbah darah. Di dekat tangan kanannya ada belati yang terkena banyak darah. Di sekeliling Tenten ada banyak kartu tarot yang tersebar dan kartu-kartu itu juga terkena darah.
Kurenai terbelalak.
"AAAAARGHHH!!!"
Kurenai berteriak dan perlahan ia mundur ke belakang. Kedua tangannya membekap mulutnya sendiri. Dari wajahnya tampak jelas bahwa ia sangat kaget.
Asuma juga tampak kaget namun ia menguatkan diri untuk mendekati mayat Tenten.
"No-nona Tenten?"
Asuma lalu menyadari bahwa lantai di hadapan Tenten terdapat tulisan yang sepertinya di tulis menggunakan darah. Lelaki itu kemudian membaca tulisan tersebut.
"Andai gue gak ramal dia…"
XxX
Deidara merebahkan diri di atas ranjangnya yang berwarna turquoise. Gadis itu baru saja pulang sekolah, padahal jam masih menunjukkan pukul 10.00. Memang, Konoha Gakuen pulang cepat karna akan ada penyelidikan tentang kasus Temari.
Mata Deidara menatap langit-langit kamar dengan tatapan datar. Ia masih memikirkan tentang cerpen misterius yang tak jelas ditulis oleh siapa. kemudian memejamkan mata dan bergumam pelan.
"Well, gak semua yang ada di cerpen itu jadi kenyataan."
XxX
Hingar bingar kehidupan malam di kota memang takkan ada habisnya. Begitu pula malam ini. Banyak orang menghabiskan waktu mereka di malam hari sekedar untuk jalan bahkan meghabiskan uang di tempat judi.
D'Club malam ini sangat ramai. Banyak orang datang ke D'Club, salah satu club malam yang terletak di pinggiran kota Konoha. Lampu-lampu gemerlapan. Musik terdengar keras dan bartender masih sibuk dengan pesanan para pengunung.
Ada banyak pengunjung D'Club. Salah satunya merupakan siswi kelas 10-B di Konoha Gakuen, Hyuuga Hinata yang datang dengan mengenakan hot pants dengan atasan tank top berwarna indigo yang dilapis dengan vest hitam.
Gadis berambut indigo itu terlihat sedang menenggak vodka. Hinata bergumam tidak jelas. Sang bartender tampak bingung dengan gadis itu.
"Shit…"
Hinata lalu berdiri dari bangkunya. Gadis itu berdiri dengan tidak stabil karna pengaruh alkohol yang ia minum.
Hinata lalu keluar dari club dan sempat menabrak beberapa orang.
Di luar club ternyata sepi. Sangat sepi. Hanya terdengar suara gonggongan anjing di kejauhan. Malam yang cukup seram sebetulnya.
Hinata kemudian berjalan ke arah mobilnya dan mendapati ban mobil BMW miliknya bocor. Hinata lalu menendang ban mobilnya dengan kesal.
"Brengsek!!!" maki Hinata setengah berteriak.
'Whooosh'
Ia menengok ke belakang. Ia merasakan ada seseuatu yang lewat dengan cepat. Sangat cepat. Saat ia menengok ke belakang, ia tak melihat apapun selain deretan mobil mewah lain dan kegelapan malam yang mencekam.
'Whooosh'
Kali ini berasal dari depan. Gadis berambut indigo itu menengok ke depan dan sekali lagi, ia tak menemukan apa-apa.
"Siapa itu?" tanya Hinata.
Tak ada jawaban.
Hinata menelan ludah. Takut. Itulah yang dirasakan olaeh gadis itu.
Ia lalu berlari ke jalan. Ia merasa diikuti oleh seseorang. Tidak, bukan seseorang, tapi sesuatu.
"Hhh… hh…"
Hinata berlari dengan nafas yang terengah-engah. Sesekali ia menengok ke belakang dan mendapati tak ada apa-apa. Tapi, Hinata yakin bahwa ia sedang dalam bahaya.
Akhirnya ia sampai ke daerah yang dekat sekali dengan rel kereta api. Gadis itu menegok ke belakang lagi dan mendapati sesosok lelaki tegap sedang mengejarnya. Lelaki itu tidak berlari karna tampak jelas terlihat bahwa ia melayang.
"AAAAAAA!!!"
Hinata berlari. Terus berlari hingga…
'Bruuugh'
Tubuh Hinata tertabrak kereta api yang sedang melaju dengan kecepatan maksimum. Lelaki tegap itu menatap pemandangan tragis tersebut sambil menyeringai.
"Sesuai dengan cerita."
XxX
Sebuah mobil Ford melaju di kegelapan malam dengan cepat. Mobil itu memasuki kawasan Konoha yang ditandai dengan poster besar dengan tulisan 'SELAMAT DATANG DI KONOHA'.
Pengemudi mobil itu membaca poster itu sekilas dan tersenyum. Pengemudi itu adalah seorang lelaki tampan berambut hitam serta memiliki bola mata onyx.
"Konoha ya? Kota yang indah…"
Lelaki tersebut kemudian menambah kecepatan mobilnya.
"Sekaligus menyimpan banyak kenangan… terlalu banyak kenangan."
TBC
Berhubung sedikit lagi ulangan semester dua dan Lui mau ikut lomba, Lui memutuskan untuk hiatus sementara.
Maaf banget kalau chapter ini ngebosenin dan Saso baru muncul sedikit banget. Udah gitu, OOC lagi!!!
Sekali lagi, Lui minta maaf atas keabalan chapter ini TAT
Review reply:
Hiwatari Nana-chan.7ven: Bagus? Arigatou, terharu:'). Nasib Temari udah tahu 'kan? Meninggal dengan cara yang sadis. Ha… ha… ha…. hak… uhuk.. uhuk *tawa gaje yang disertai batuk*
Yuuzu-chan: Sasori ada di chapter ini. Arigatou atas sarannya :) umm… kalau pakai darah Dei kasian…
: SasoDei ada di chap ini. Cowok yang bunuh Temari itu -dibekep-. Tunggu, UAS itu bukannya Ulangan Akhir Semester? Apa Lui salah? Lui juga udah kelas 8 koq… lui kelahiran 95… Xena-chan juga?
Shia Ryuka: Temari ngerokok gara-gara ketularan Shikamaru -?-… Sasori keluar di chap ini. Kalau gitu Lui boleh panggil Shia-chan? Atau Shia-nee?
Sumeragi Shoko: Jangan panggil Lui senpai. Panggil Lui aja :) kurang serem? Lui akan berusaha agar fic ini lebih serem :D
Takuya Uzuki-chan: kurang horror? Akan Lui buat lebih horror lagi :D... chapter ini juga panjang 'kan?
Hanaruki: Arigatou ats sarannya, senpai :) cerita Lui bagus? Arigatou, senpai. Lui akan berusaha agar chapter ini dan chap depan lebih baik.
Yuuichi93: Makin menarik? Arigatou, senpai. Tentang cerpennya udah terungakap sebagian di chap ini. Senpai gak suka SasoDei ya? Kalau Lui sih, Suka banget XD
Ryuuma Goez: Whoa~ dikau ikut meripiu? Tumben? Biasanya baca tanpa review *melirik Goez* tugas karikatur Lui sedikit lagi mau selesai koq :p….. bingung sama fic Lui? Jangan-jangan belum baca? –ditabok-
Saruna Win: *berlari lebay ke arah win* WIN!!! Dikau ikut meripiu juga? Lui terharu. Umm… tentang request kamu yang SasuNaru…. Lui udah dapet ide, tapi males ngetik.
Queen of the Seven Seas: Mereka bertiga memang jadi berandal di fic Lui :D. Pertanyaan tentang Temari udah terjawab di chap ini 'kan?
Uchiha Yuki-chan: Um… bukan pengikut sih… tapi… *akan terjawab di chap-chap depan* *pelit spoiler* -digetok-… sebenarnya bukan di depan, tapi di belakang Temari. Cowok itu adalah… yang jelas bukan dei versi cowok -ditendang sampai ke Jepang-
Terimakasih untuk yang bersedia mereview fic Lui… terimakasih.
Seperti kata pepatah: pengapdetan bukan hanya karna ada niat sang author, tapi juga karna adanya review. REVIEWLAH!!! REVIEWLAH!!! REVIEWLAH!!!
