The Last Uzumaki – chapter 2 : now , we meet .

Disclaimer : Masashi Kishimoto senpai yang punya Naruto , tapi ceritanya milik berdua.

Story : Moshimoshi "5 sekawan"

Editor : Rainbow "5 sekawan"

A/N : Bagaimana chapter 1 minna-san ? Baguskah ? Kerenkah ? Silahkan jawab lewat review !

Oya, kepanjangan yah 1 chapternya ? waduh-waduh… maaf-maaf … tadinya mau dipotong tpi klo dipotong jdinya aneh dah! Suerr! Lagian mau ngeliat reaksi readers duluu .. Hwahahaha….

WARNING : Disini, ada beberapa karakter yang OOC ! Mohon dimaafkan karna memang tuntutan script !

OkeOke , kelamaan sambutannya ! Cepet mulai !

SELAMAT MEMBACA ! DON'T FORGET TO REVIEW !

JANGAN LUPA REVIEW !!

SANGAT DIHARAPKAN KRITIK DAN SARAN YANG MEMBANGUN !

Rainbow & Moshimoshi "5 sekawan"


Cinta tak bisa dipaksakan...


Hinata's POV

Musim Dingin, Juni 18XX, White Konoha Kingdom, Pagi hari…

Sinar matahari pagi yang membias masuk ke kamar sang putri membuat sang putri cantik terbangun dari tidur lelapnya. Sang putri segera beranjak dari tempat tidur dan saat ia memakai slippersnya, beberapa dayang telah datang menyambutnya. Dengan beberapa pakaian, sisir, dan handuk tentunya.

Sang putri digiring menuju kamar mandi dan dibantu untuk melepaskan pakaian tidurnya. Dan, dibawalah sang putri ke sebuah kolam besar yang berisi air hangat bercampur kelopak bunga tulip dan garam mineral yang sangat wangi untuk mandi sang putri.

Setelah selesai mandi, sang putri langsung dipakaikan dress panjang berwarna merah maroon. Rambut panjangnya disisir, dan terakhir, diberi sebuah jepitan berbentuk bunga sakura berwarna maroon.

Sang putri muncul dari balik pintu kamarnya dan digiring menuju ruang utama, dimana tou-sama dan kaa-sama berada oleh para dayang. Dalam perjalanan, ia berpapasan dengan beberapa dayangnya dan, seperti biasa pula, sang putri menyapa ramah dan bersahabat para dayang yang ia temui.

Sesampainya di ruang utama, sang putri langsung menghadap tou-samadan kaa-samanynya lalu mengucapkan salam pagi. "Selamat pagi tou-sama, kaa-sama." ucap sang putri dengan wajah yang berseri-seri. Tou-sama dan kaa-samanya membalas, "Selamat pagi juga sayang."

Biasanya, salam pagi dari putri kepada sang raja dan ratu berlanjut dengan obrolan-obrolan ringan sebelum sarapan bersama, namun, tidak untuk hari ini. Sang raja dan sang ratu langsung memboyong putri semata wayang mereka menuju ruang makan yang sangatlah besar.

Sesampainya di ruang pertemuan, sang raja dan ratu duduk bersebrangan dengan sang putri. Lalu, setelah para dayang mengantarkan makanan kepada sang raja, ratu dan putri semata wayangnya, raja meminta semua dayang dan pengawal meninggalkan ruangan tersebut. Dayang dan pengawal yang ada di ruangan itu pun langsung meninggalkan ruangan tersebut tanpa diminta dua kali.

"Hinata, tou-sama dan ibu mau berbicara hal serius." ucap Hiashi Hyuuga, sang raja dari White Konoha Kingdom. Sang putri, Hyuuga Hinata, tercekat seketika. Bagel dengan selai strawberry yang sedang disantapnya mendadak terasa hambar. Padahal, ia paling suka sarapan dengan menu itu.

Berdasarkan pengalaman, jika Hiashi Hyuuga sudah berkata 'serius' maka apa yang akan beliau lakukan atau bicarakan pasti sangat serius. Putri Hinata melirik sang ratu sambil blushing, malu, kalau ketauan ibunya, kalau Hinata malu untuk menatap mata lavender Tou-samanya, yang serupa dengan miliknya.

Sang ratu menyadari dengan perubahan rona muka Hinata. Beliau hanya menggeleng cepat, tanda tak bisa membantu dan kembali menyantap hidangan paginya dengan canggung. Hiashi yang tak menyadari perubahan atmosfer di ruangan itu terus melanjutkan makannya.

Saat sang raja, ratu, dan sang putri selesai menikmati hidangan paginya, Hyuuga Hiashi, sang raja, kembali melanjutkan omongannya.

"Hinata, kamu sudah berumur 17 tahun pada tahun ini, dan saat ini merupakan saat yang tepat untuk menikah," ucap Hiashi.

"Ya Tou-sama?" balas Hinata simpel. Belum mengerti apa yang Hiashi maksudkan.

"Kamu akan tou-sama jodohkan dengan pangeran dari kerajaan seberang. Bukan kerajaan di timur tentunya, mengingat kerajaan timur adalah musuh kita," ucap Hiashi tanpa ekspresi yang berarti. Seperti mengucapkan percakapan biasa.

"APA! A … Tou-sama jangan bercanda! Aku masih mau menikmati kebebasan ku… Lagipula, aku ingin menikah karena … cinta .. tou-sama…" teriak Hinata sambil berdiri dari bangkunya.

"HYUUGA HINATA! Duduk! Ingat sopan santun kamu nak."ucap sang ratu perlahan. Sangat menjaga sopan santun.

Hinata kembali duduk di kursinya. Kembali merapihkan dress maroonnya yang sedikt lecek karena tiba-tiba berdiri.

"Tou-sama telah memilih lelaki yang terbaik, juga pantas, mendampingi kamu sebagai penerus White Konoha Kingdom ini. Dia berwawasan luas, kuat, memiliki kepercayaan diri yang tinggi dan tentunya sopan." Hiashi kembali meneruskan pembicaraannya dengan Hinata. Kali ini raut mukanya sedikit lebih serius.

Hinata hanya termangu lama. Tak bisa merespon kata-kata Hiashi. Sang ratu amat cemas,-juga prihatin, melihat kondisi Hinata yang semakin buruk. Walau hanya melakukan pembicaraan selepas sarapan. Sang ratu melap mulutnya, dan beranjak. "Saya mau ke kamar kecil".

Hinata semakin terpuruk begitu ibunya meninggalkan dirinya hanya bersama tou-samanya. HANYA bersama tou-samanya.

"Namanya Aburame Shino nak. Dia adalah pangeran dari kerajaan utara, Grey Konoha Kingdom. Dia adalah adik semata wayang dari penerus Grey Konoha Kingdom. Juga penerus klan Aburame yang amat disegani. Tou-sama yakin, dia dapat membahagiakanmu." ucap Hiashi makin yakin. Dan juga, makin memaksa Hinata menerima perjodohan ini.

Hinata sudah tak sanggup lagi. Ditahannya air mata yang siap jatuh di pipi mulusnya, dia katupkan giginya kuat-kuat, dan menunduk sedalam-dalamnya, agar tou-samanya tak melihat wajah blushing Hinata yang sudah setara dengan kepiting rebus.

Saat Hinata sudah makin blushing dan siap menjatuhkan air mata, sang ratu datang. Sang ratu berjalan dengan anggun menuju meja makan dari pintu. Beliau mengambil tempat duduk yang berbeda dari sebelumnya, yaitu tempat disebelah Hinata, bukannya diseberang Hinata seperti saat sarapan.

"Tou-sama menunggu jawabannya 3 hari lagi. Shino akan datang minggu depan untuk melamarmu secara resmi," ucap Hiashi sambil bangkit dari tempat duduknya. Hiashi berjalan menuju pintu ruang makan yang sedikit terbuka. Dan diluar, ia sudah disambut oleh para pengawal serta perdana menterinya, sang kakak, Hyuuga Hizashi.

Setelah sang raja pergi, Hinata meneteskan air matanya yang sudah ia tahan semenjak tadi. Ia tak peduli akan manners atau apalah namanya, selain menumpahkan gejolak hatinya yang sedang gundah. Sang ratu menarik kursinya dan kursi Hinata agar berhadap-hadapan, dam memeluk Hinata erat. Membiarkan putrinya membasahi dress warna ungu tuanya dengan air mata.

"Ke … Kenapa kaa-sama? Kenapa aku harus dijodohkan?" Hinata berbisik kepada sang ratu dalam sela-sela tangisannya. Sang ratu makin erat memeluknya.

"Kaa-san tak tahu nak. Tou-samamu memang tak bisa ditebak jalan pikirannya. Kaa-san yang sudah 25 tahun hidup bersama dengannya pun kadang tak tau apa yang ia pikirkan." jawab sang ratu diplomatis. Dan memang itulah kenyataannya. Bukan sekedar kebohongan semata.

"Ta .. tapi kaa-sama, aku ingin menikah karena cinta. Bukan karena perjodohan…" tangis Hinata makin menjadi. Sang ratu yang tak tahu mau menjawab apa hanya bisa berdiam, dan tak lama setelahnya, sang ratu pun ikut menangis melihat anaknya yang terus berbisik disela-sela tanginya. Hinata berbisik, "Kenapa tuhan? Kenapa harus perjodohan?"

Hinata melihat kaa-samanya menangis jadi agak merasa bersalah juga. Kan ia yang kena masalah, kenapa kaa-samanya harus ikut menangis? Harusnya, cukup ia yang menangis. Kaa-sama yang sangat ia cintai ini tak usah ikut bersedih meratapi nasib anaknya.

"Kaa-sama, jangan menangis. Cukup aku yang menangis. Kaa-sama tak usah sedih." bujuk Hinata kepada kaa-samanya. Sekarang, Hinata sudah bisa mengendalikan emosinya, setelah menangis sesengukan kepadan kaa-samanya tercinta, -dan sukses membuat baju sang ratu menjadi basah-.

Kaa-samanya yang menangis masih terus menangis, terus meratapi nasib putri semata wayangnya yang malang. "Tapi putriku, apa jawabanmu ke tou-sama? Ia pasti menuntut jawaban iya sayang." Sang ratu membelai rambut panjang Hinata dan menatap gadis ini lekat-lekat.

"Sudah kaa-sama. Tak usah menangis untukku. Aku akan menjawab iya. Aku akan menerima perjodohan itu," ucap Hinata sambil menyeka air mata kaa-samanya.

Sang ratu dihantui rasa bersalah, bersalah karena merasa tak mampu membahagiakan anak semata wayangnya yang amat ia sayangi. Beliau mengusap rambut Hinata lagi, perlahan dan penuh kasih, berusaha membagi kekuatan.

"Kaa-sama juga ingin menolak perjodohan ini sayang. Tapi, apa daya kaa-sama? Di depan tou-samamu, kaa-sama tak bisa berkutik. Hanya bisa mengangguk dan menjawab 'iya' akan semua keputusannya. Kaa-sama hanya alat baginya. Alat pelengkap kerajaan. Namun, kaa-sama memang sangat mencintai tou-samamu, walau perasaan nya kepada kaa-sama tak sama dengan perasaan kaa-sama kepadanya." Sang ratu menyeka air matanya dan kembali mengelus rambut Hinata.

Hinata terkesima akan apa yang kaa-samanya katakan. Sebuah pengakuan jujur dari ratu White Konoha Kingdom yang terkenal anggun dan berkharisma, yang kharismanya setara dengan sang raja. Hinata kira kaa-sama nya ini kuat dan though, namun, ternyata memiliki pikiran dan hidup yang seperti ini.

"Nah kaa-sama harus pergi dulu. Sampai jumpa sayang," ucap Sang Ratu sambil beranjak dari tempat duduknya.

Setelah Kaa-samanya pergi, Hinata melap sisa tangisan yang mengering dimukanya, dan ia juga merapihkan dress maroon yang tadi ia pakai. Jam baru menunjukan pukul 10 pagi, namun, ia merasa ia harus segera mengganti bajunya, dimana jadwal ia mengganti bajunya adalah jam 1 siang. Segera, secepatnya.


Juni 18XX, 3 hari kemudian, White Konoha Kingdom

3 hari berlalu dengan cepat, secepat menyembarnya gossip pernikahan sang putri mahkota dengan pangeran Grey Konoha Kingdom. Banyak reaksi dari berbagai kalangan, ada yang setuju, ada yang menolak, ada pula yang no comment. Dan reaksi yang paling buruk datang dari kakak sepupu Putri Hinata, Hyuuga Neji, seorang pejabat tinggi istana dan anak dari perdana menteri White Konoha Kingdom, Hyuuga Hizashi.

Tok Tok … Suara pintu diketuk. Hinata yang sedang menyisir rambutnya kaget. Dan secara refleks menoleh ke arah pintu. "Siapa?" ucap Hinata pelan.

"Ini aku Putri Hinata. Hyuuga Neji, sepupumu," ucap Neji dari lorong depan kamar Hinata.

Begitu mendengar siapa yang ada di depan kamarnya, Hinata langsung berdiri dari depan meja riasnya dan membukakan pintu untuk kakak sepupunya yang satu ini. "Malam Neji nii-san." Sapa Hinata ramah.

"Malam. Maaf menganggu malam-malam. Bisakah aku bicara denganmu Putri?" ucap Neji ramah. Menunggu respon dari Hinata.

Hinata tampak berpikir-pikir sejenak, dan akhirnya mengangguk. "Baiklah. Kita mau mengobrol dimana?" ucap Hinata sambil tersenyum ramah.

"Bagaimana kalau di balkon ruang tengah saja? Tapi, sebelumnya, tolong ganti pakaian Putri." ucap Neji dengan muka yang sedikit memerah. Melihat Hinata dalam pakaiannya saat ini membuat Neji merasa makin sayang kepada sepupunya yang satu ini.

Hinata memang hanya mengenakan dress untuk tidur warna baby pink dengan aksen pita kecil-kecil dibawahnya. Rambutnya yang panjang dikepang samping dan diikat dengan pita warna pink tua. Serta slippers merah bertelinga kelinci yang menghiasi kaki mungilnya.

"Oh ya. Maaf Neji nii-san!" ucap Hinata sambil blushing tak keruan.

Hinata langsung berlari kecil menuju kamarnya dan berganti baju. Neji ia biarkan menunggu di luar kamarnya.

Pintu kamar Hinata dibuka, dan munculah Hinata yang telah berganti pakaian. "Ayo nii-san," ajak Hinata sambil menari lengan baju Neji. Hinata berlari menuju balkon yang nyaman diikuti oleh Neji.

Hinata (lagi-lagi) meninggalkan Neji di balkon untuk membuat sepoci chamomile tea untuknya dan Neji. Selama menunggu Hinata, Neji memandang langit luas yang ditaburi jutaan bintang. 'Tuhan… bagilah sinar salah satu bintangmu kepadaku. Agar aku memiliki keberanian untuk mendekatinya' batin Neji dalam kesunyian dan kekhusukan untuk berdoa.

Tiba-tiba Hinata datang dari arah ruang tengah sambil membawa 2 cangkir the chamomile faforitnya dan sepiring cookies coklat. Dengan gestur kikuk karena jarang melayani orang lain, ia menaruh 1 cangkir di depan Neji dan cangkir yang lain di depan kursinya. Piring cookies ia taruh di tengah-tengah mereka berdua.

"Apa yang mau Nii-san bicarakan kepadaku?" tanya Hinata sambil mengambil sebuah cookies dari piring. Ia tahu, bahwa mengunyah cookies coklat di malam selarut ini bukan pilihan yang bijak.

"Aku mau menanyakan tentang kabar pernikahan kamu, Putri Hinata," ucap Neji tembak langsung. Rona muka Hinata berubah dan ia menaruh cookies yang telah ia gigit di piring alas cangkir the chamomilenya.

"A .. Aku telah memberi jawaban kepada Tou-sama," ucap Hinata cepat. Tapi, tanpa menatap mata lavender Neji yang serupa dengannya. Ia malah menatap langit dengan tatapan kosong.

"Lalu, apa jawabanmu?" ucap Neji tergesa-gesa. Berharap reaksi Hinata sesuai dengan perkiraannya, yaitu berkata 'TIDAK'.

"A … Aku menerimanya nii-san. Aku akan menikah dengan pangeran dari Grey Konoha Kingdom. Aku akan belajar men .. mencintainya," ucap Hinata dengan nada yang mengiris hati. Sangat tragis bagi Neji. Reaksi yang ia dapatkan jauh dari perkiraannya. Dan ia tak rela Hinata menikah karena perjodohan, bukan karena cinta.

Oke, Neji memang mencintai Hinata. Lebih untuk seorang sepupu atau kakak-adik. Ia mencintai Hinata sebagai kekasih. Walau, Hinata hanya menyayangi Neji sebagai kakak. Dan Neji (sebenarnya) kurang puas akan hal tersebut. Tapi, ia cukup bahagia mendapati Hinata bahagia. Sekalipun dia tersiksa. Ini adalah cinta yang tak bisa diberitahu, walau nuraninya ingin, sangat ingin, memberi tahu Hinata tentang perasaannya ini.

"TAPI CINTA TAK BISA DIPAKSAKAN PUTRI HINATA!" Neji berdiri lalu berteriak keras kepada putri Hinata. Membuat cangkir the chamomilenya bergoyang, untung tidak tumpah. Neji seakan lupa akan sopan santun terhadap raja, ratu, putri, dan pangeran yang sudah diajarkan dari ia kecil.

Neji kemudian tersadar akan apa yang dilakukannya kepada putri mahkota, dan langsung menyesal dan meminta maaf. "Maafkan aku putri. Aku telah berlaku lancang dan tak sopan."

"Tidak apa-apa." Hinata merspon simpel.

Keduanya melewati malam dengan keheningan. Sibuk dengan pikiran masing-masing. Setelah hening beberapa lama, Hinata memutuskan untuk buka suara.

"Ano … Neji nii-san… Aku menerima perjodohan itu karena kukira itau adalah hal yang baik walau aku harus menderita sekalipun. Seorang tou-sama tak mungkin memilih yang buruk untuk anaknya bukan?" aku Hinata malu-malu.

"Tapi Hinata, apa kamu tak bisa menolak keinginan Hiashi ji-sama? Kau punya mulut untuk bicara Hinata!" bentak Neji lagi. tapi tidak sekasar sebelumnya.

"Tidak. Lagipula, sekarang tak ada cara untuk membatalkannya." Hinata menyruput teh nya yang sudah dingin. Dan kembali menatap langit.

"Ada 1 cara. Tapi, apabila kamu sudah memilih ini, kamu akan sulit untuk kembali." Ucap Neji serius. Sambil menatap mata lavender Hinata.

"A … Adakah cara seperti itu nii-san?" tanya Hinata.

Neji tak menjawab, namun mengangguk cepat kepada Hinata. "Apakah cara itu nii-san?" tanya Hinata penasaran.

"Kamu harus menghilang dari kerajaan ini. Atau, kabur." terang Neji. Dengan memberi penekanan pada kata Kabur dan Menghilang.

Hinata masih memikirikan kata-kata Neji. Benar, satu-satunya cara adalah hilang dari kerajaan ini. Aku akan menempuhnya. Batin Hinata dalam hati.

"Tapi terserah kamu mau melakukannya atau tidak." ucap Neji diplomatis. Menyerahkan semua keputusan pada Hinata.

"A… Aku mau melakukannya nii-san. Aku akan kabur. Secepatnya," ucap Hinata yakin dan juga mantap. Sangat mantap.

"Oke. Kapan kamu mau kabur? Aku akan mengendalikan situasi di sini," tanya Neji.

Setelah diskusi yang lama dan alot karena Hinata yang plin-plan, akhirnya mereka berdua memutuskan.

"Jadi, kamu akan kabur esok malam dan menuju Forest no Kuro di Timur?" tanya Neji lagi. Neji sudah menanyakan hal yang sama 5 kali kepada Hinata.

"Ya nii-san. Aku akan pergi." Hinata menjawab untuk kelima kalinya pula.

"Baik. Aku akan menyiapkan kuda dan beberapa peralatan untukmu Hinata. Aku juga akan menyiapkan perbekalan. Kira-kira, kamu akan sampai di Forest no Kuro dalam waktu 2 hari. Ingat! Jangan sampai lupa menutup wajahmu." terang Neji cepat. Lalu mengambil cookies yang sudah lama tak tersentuh.

"Terima Kasih nii-san." ucap Hinata tulus. Neji tersenyum melihatnya dan menjawab balik. "Sama-sama Hinata. Karena ini menyangkut kebahagiaan kamu sayang."

"Nii-san, sebaiknya kita ke kamar masing-masing. Sudah jam 12 malam," ajak Hinata malu-malu. Neji mengangguk seraya berdiri. "Ya. Ayo kita kembali ke kamar masing-masing. Aku akan mengantarmu ke kamarmu."

Hinata juga berdiri dan berjalan menuju kamarnya bersama Neji. Sesampainya di kamar Hinata, Neji langsung pergi lagi. Namun, langkahnya terhenti saat sebuah suara manis dan lembut memanggil namanya.

"Neji nii-san!" teriak Hinata dari depan kamarnya.

Neji menghentikan langkahnya dan balik badan. Melihat Hinata lekat-lekat. "Oyasumi! Dan juga, Arigatou untuk semua bantuan nii-san untukku!" teriak Hinata. Walau di telinga Neji masih terdengar samar-samar.

"Terima kasih kembali Putri Hinata!" Neji membalasnya ramah dan melanjutkan langakhnya. Makin lama makin cepat.

Aku harus menyiapkan 'itu' secepatnya, batin Neji dalam hati. Sambil terus berlari menuju kamarnya di lantai atas.


Juni 18XX, Malam keesokan harinya …

1 malam berlalu, dan tibalah malam dimana Hinata akan melaksanakan rencananya. Kabur dari istana dan pergi ke Forest no Kuro. Sendiri.

Siang tadi, ia memberitahukan rencananya kepada Sakura, dayang sekaligus teman sejak kecilnya di istana. Sakura yang sudah mengabdi pada istana sejak umur 5 tahun dan mengurus Hinata yang 1 tahun lebih muda darinya langsung menyetujui tindakan Hinata. Karena ia sendiri juga tak menyukai sikap raja yang menjodohkan anaknya dengan paksa.

"Itu tindakan bagus Putri Hinata. Anda akan menemukan cinta sejati anda diluar sana. Tanpa adanya embel-embel 'Putri' di depan namamu." ucap Sakura siang tadi.

Tepat pukul 11 malam, Hinata, Sakura dan Neji keluar dari kompleks istana White Konoha Kingdom dengan Kuda Putih untuk Hinata. Serta alat-alat perlindungan diri dan bekal untuk Hinata.

"Hinata. Hanya aku dan Sakura yang mengetahui kepergian kamu kan?" tanya Neji sambil menaruh perbekalan di belakang kuda Hinata.

"Ya nii-san. Sakura, tolong jangan beritahu aku kabur kemana, walau ke kaa-sama sekalipun," ucap Hinata sambil menaki kudanya, White Lily.

"Hamba tak akan bicara pada siapapun Putri. Walau ke yang mulia ratu sekalipun." ucap Sakura sambil menyeka air matanya yang baru saja jatuh. Berat berpisah dengan Hinata.

"Terima Kasih, Neji nii-san, Sakura. Aku akan mengirim surat apabila telah sampai di timur dengan nama samaran 'Aburame Sinya' (OC buatan kami!). Agar dikira salah satu anggota klan Aburame." ucap Hinata dengan mata berkaca-kaca. Berat sekali berpisah dengan sepupu dan temannya sejak kecil ini.

"Selamat jalan Hinata. Semoga sehat selalu. Aku mendoakan kebahagiaanmu dari sini." ucap Neji. Sambil memegang erat sebuah bungkusan warna hitam pekat panjang.

"Selamat jalan putri. Semoga sehat selalu dan menemukan yang ditakdirkan untuk putri diluar sana." ucap Sakura sambil menyeka air matanya yang terus mengalir.

"Oh ya Hinata. Ada sesuatu yang harus kau bawa dalam perjalananmu." ucap Neji sambil menyerahkan bungkusan hitam panjang yang tadi ia bawa.

"Bawalah ini. Ini adalah pedang terbaik dengan batu ruby ditengahnya yang berfungsi untuk melindungimu. Aku juga memiliki pedang yang sama. Jadi, kita bisa berhubungan." jelas Neji. Hinata menerima bungkusan itu dengan wajah yang gembira, sekaligus sedih.

"Terima Kasih nii-san."

"Dan juga terimalah ini…" Neji mengambil sebuah kalung emas putih berliontin dengan sebuah berlian ditengah liontinnya dari sakunya.

"Ini adalah kalung warisan keluarga kerajaan turun temurun. Diwariskan hanya kepada pewaris utama. Aku diamanati benda ini oleh jii-sama sesaat sebelum beliau meninggal."

Neji menarik telapak tangan Hinata dan memberika kalung kecil itu padanya. "Sebagai jimat." ucap Neji kemudian.

Hinata kembali menerimanya dengan ekspresi bahagia. Benar-benar bahagia. Dan kali ini, dikeluarkannya air mata yang sudah mengganjal di matanya. "Te … Terima kasih banyak nii-san…"

Sakura juga mengeluarkan sesuatu dari kantung dressnya. "Ini untuk Anda putri."

Sakura memberikan sebuah gelang emas kecil dengan beberapa serpihan red ruby sebagai pemanis. Benar-benar bagus selera dayangnya yang satu ini.

"Te … Terima Kasih Sakura…" masih dalam isakannya, Hinata berujar terima kasih yang amat sangat.

"Nah, sekarang pergilah! Sebelum para penjaga menemukanmu Hinata!" Perintah Neji dalam suara yang sangat lembut.

"Baik nii-san.,.. Sayonara, Sakura, Neji nii-san… Aku titip tou-sama dan kaa-sama yah." ucap Hinata sambil menyeka airmatanya yang sudah berhenti mengalir. Dan kini berganti dengan senyuman manis.

Hinata memacu kudanya menuju pedalaman hutan negerinya yang berbatasan dengan Black Konoha Kingdom, Forest no Ichi. Setelah meninggalkan Kerajaan, terdengar suara, "AISHITERU HINATA!" dan Hinata mengenal suara itu. Itu suara sepupunya, si petinggi istana, Hyuuga Neji.

Hinata memacu kudanya makin cepat, melewati beberapa desa, dan setelah sampai di desa ketiga, Hinata beristirahat sejenak di sebuah warung kopi. Setelah melepas lelah, Hinata kembali melanjutkan perjalanannya menuju Forest no Ichi, agar bisa cepat keluar dari kerajaannya.

Setelah melewati kurang lebih 8 desa, Hinata sampai di Forest no Ichi. Awalnya, Hinata merasa takut, namun, tiba-tiba, datang seorang pemuda tampan bermata hijau emerald yang menghampirinya.

"Nona.. Mengapa anda sendirian di tempat gelap seperti ini?" ucap sang pemuda misterius.

"A.. Ano… Aku ingin menyeberangi hutan ini agar dapat menuju Black Konoha Kingdom. Ta … Tapi, aku tak tau apa aku sanggup melewati hutan ini sendiri…" ucap Hinata gagap. Nervous.

"Tenang saja nona. Aku akan membimbingmu. Ikuti kudaku dari belakang ya.." ucap sang pemuda misterius itu sambil tersenyum. Hinata blushing tak keruan.

White Lily Hinata mengikuti kuda sang pemuda misterius tersebut. Jalannya lebih bersemak dan penuh dengan lubang Lumpur, namun, tak gelap dan lebih luas daripada jalan normal yang harusnya ia lewati. 4 jam lamanya Hinata melewati hutan tersebut.

"Kita sudah sampai di sisi hutan yang satu lagi nona." Ucap sang pemuda misterius itu. Sang pemuda berbalik arah menuju kuda Hinata. Hinata menatap mata hijau emerald sang pemuda, lalu mengucapkan terima kasih. Namun, saat Hinata menenggakan kepala, sang pemuda yang baru sedetik yang lalu berada di depannya tiba-tiba menghilang.

Hinata membalikkkan badannya dan didapatinya tiada siapapun disana! Bahkan, tak ada jejak kuda selain jejak White Lilynya yang tadi melewati rumput. Hinata menebarkan pandangannya sekali lagi ke sekelilingnya, namun, masih tak ada tanda-tanda kehadiran seseorang selain dirinya.

Seketika, bulu kuduk Hinata berdiri. Kepala Hinata rasanya pusing dan terhuyung-huyung. Namun, Hinata tetap bertekad melanjutkan perjalanan.

Tiba-tiba, salju berwarna putih yang amat halus turun perlahan-lahan dari langit. Menghujani bumi dengan kenyamanan dan ketenangannya. Membuat cuaca yang sudah dingin menjadi tambah dingin. Dengan jubah tebalnya, Hinata melindungi badan serta kepalanya dari salju yang terus menerus turun tak ada habisnya.

Hinata telah melanjutkan perjalanannya selama satu jam, dan akhirnya menemukan kota kecil yang sangat ramai. Ia memutuskan untuk menginap selama semalam, agar dapat mengistirahatkan dirinya dan WhiteLily kesayangangannya. Dia melihat sekeliling dan mencari penginapan murah yang jauh dari pusat kota, agar tou-samanya dan para pengawal yang mungkin bisa mengejar Hinata tak menemukannya.

Akhirnya Hinata menemukan sebuah penginapan kecil yang berjarak 20 menit dari pusat kota. Ia memandang peninapan itu seperti melihat sesuatu yang aneh. Mungkin karena ia tak pernah menignap di tempat kecil begini, yang paling jelek baginya adalah penginapan kelas atas yang disewa tou-samanya untuk bermalam di Negeri Utara, Grey Konoha Kingdom.

"Selamat Siang." Hinata,-yang masih mengenakan tudung mantelnya-, memberanikan diri untuk masuk, dan mendapati sepasang pemuda dan pemudi yang sedang menjaga meja resepsionis.

"Selamat Datang di penginapan Ichiraku." Ucap sang pemuda yang berambut coklat jabrik dan memiliki coretan spiral di pipinya.

"Selamat siang. Anda mau bermalam berapa malam disini?" ucap sang pemudi yang berambut coklat tua dan dicepol 2 seperti panda.

"Aku mau menginap semalam disini. Esok pagi-pagi sekali aku akan pergi lagi melanjutkan perjalananku."

"Oh ya. Tunggu sebentar ya, kusiapkan kamarnya." Ucap sang wanita (alias pemudi yang tadi kami sebut) sambil tersenyum, lalu berlalu meninggalkan ruangan yang tertata apik dan rapih itu.

Hinata duduk di salah satu kursi yang tersedia. Menebar pandangan ke sekeliling ruangan. Tak sengaja, ia bertatapan dengan sang pemuda yang masih duduk di meja resepsionis dan mesih berkutat dengan potato chips yang dari tadi ia makan.

"Kau… malu yah? Tak usah malu, istriku itu memang over ceria." Ucap sang penjaga meja resepsionis.

"I… Isrtrimu? Dalam usia semuda ini?" tanya Hinata. Dia melihat pria yang ada di depannya seumurannya dengannya. Kalau tidak, hanya berbeda 1-2 tahun dengannya.

"Ya. Aku menikah dengannya 3 bulan yang lalu. Bukan karena dijodohkan kok." Ucap sang pria sambil mengunyah sebuah chips.

"Ohh ..." Hinata mengangguk-angguk pelan. Membandingkan nasibnya dengan pemuda di depannya. Pemuda ini meikah diumurnya yang belia karna cinta, namun aku…. Batin Hinata dalam hati.

"Kamarnya sudah siap. Silahkan masuk, dan selamat menikmati." Ucap sang wanita yang tiba-tiba datang dari belakang.

"Te … terima kasih banyak mm…" ucap Hinata.

"Tenten. Dan pria yang dari tadi makan terus ini suamiku, Chouji." Ucap Ino sambil mengulurkan tangan kepada Hinata. "Dan kamu …?"

"A … Aku … Hi … Hina … HANABI ! Salam kenal!" ucap Hinata sambil blushing dan menjawab uluran tangan Tenten.

"Ayo, aku antar kamu ke kamarmu." Ajak Tenten sambil membawakan barang-barang Hinata yang hanya sebuah tas ukuran sedang.

Tenten mengantarkan Hinata ke kamarnya yang ada di lantai 2 dan meletakkan tas Hinata dipojokan, "Ini tasmu. Wahh … tasmu kecil-kecil berat yah." Komentar Tenten sambil tertawa. Hinata hanya tersenyum kecut.

Tentu saja isinya berat! Isinya adalah pedang dari nii-san dan beberapa helai bajuku.

"Selamat beristirahat, Hanabi-san." Ucap Tenten sambil meninggalkan ruangan.

Setelah ditinggal Tenten, Hinata beristirahat dalam ketenangan. Ia memulihkan dirinya yang sudah semalaman tak tidur. Namun, saat ia masih terlelap, terdengar suara ketukan pintu. "tok tok"

"I.. iya…" ucap Hinata dari dalam.

"Hanabi-san, sudah waktunya makan malam. Ayo, makananmua sudah kusiapkan." Ucap Tenten dari luar, lalu berlalu dari pintu kamar Hinata. Mengetuk pintu kamar lain.

Hinata tak bergeming. Ia tetap ada di kamarnya dan terus tertidur.


Keesokan paginya, pukul 05.30 pagi…

Matahari mulai menampakkan dirinya di ufuk timur. Membuat Hinata terbangun karena cahaya matahari yang masuk ke kamarnya dan juga kicauan burung yang nyaring.

"Hoammm…" Hinata beranjak dari tempat tidurnya dan mengganti pakaiannya. Ia mengambil pedang dari Neji dan membuka sarungnya.

"Neji nii-san," Hinata menatap pedang itu cukup lama, dan menyarungkannya lagi. Sekarang, ia mengelus kalung yang ia terima dari Neji jua.

"Baru sebentar, namun aku sudah kangen dengan nii-san. Juga dengan Sakura." Ucap Hinata sembil mematap gelang dengan red ruby dari Sakura.

Tiba-tiba, ada sebuah suara yang memanggil namanya, tapi, suara itu seperti tak berwujud, tak nyata, dan tak pasti. Tapi, yang sangat Hinata tau, bahwa suara itu adalah suara Hyuuga Neji, sepupunya!

"Putri Hinata.." ucap Neji di seberang sana. Tapi, Hinata tak bisa mendengarnya di telinganya. Hati kecilnya yang mendengarkan.

"Neji nii-san! Kenapa nii-san bisa berhubungan denganku lewat …" Hinata terdiam sebentar. Neji menyadari kebingungan Hinata.

"Karna kamu punya pedang yang memiliki ruby ditengahnya. Itu yang menghubungkan aku denganmu."

"Nii-san…"

"Putri, kamu baik-baik saja?" tanya Neji dengan nada cemas.

"Ya. Aku baik-baik saja." jawab Hinata.

"Aku tak punya banyak waktu, hal ini sangat menguras tenaga. Begini putri, aku mau memberi tahumu, bahwa baginda raja, Hiashi ji-sama, sudah mengerahkan pasukannya untuk mencarimu. Kamu harus segera kabur!"

"Baik nii-san." ucap Hinata.

Setelah Neji mengucapkan kata kabur, tak ada kata-kata lagi. Hati Hinata kosong lagi. Tak ada yang mengisi. Hinata kembali memandang kamarnya dalam diam, dan mengepak barangnya.

Hinata keluar dari kamarnya sambil memebawa tasnya dan menuju resepsionis.

"A … Ano … Chouji-san. Saya mau bayar penginapan." ucap Hinata.

Chouji menatap Hinata lalu menghitung dengan kerts dan pena. "Semuanya jadi 80 ryo."

Hinata membayar sewa penginapan, lalu segera beranjak dari tempat ia berdiri tadi. Ia teringat akan Tenten, sehingga balik badan lagi, menatap Chouji.

"A… Ano, tolong sampaikan salamku pada Tenten-san."

"Baik. Akan kukatakan pada istriku." ucap Chouji sambil mengunyah chipsnya lagi.

Hinata segera mengenakan 2 jubahnya(yang tebal di dalam, dan yang tipis diluar), bergegas keluar dari penginapan dan menunggangi WhiteLily nya lagi, menuju Forest no Kuro.


End of Hinata's POV

Real POV

Juni 18XX

Hinata telah berjalan selama seharian penuh, dan telah melewati Forest no Ichi, tujuan pertamanya. Sekarang, ia sudah dekat dengan Forest no Kuro di Timur.

Ia terus memacu WhiteLilynya dan akhirnya sampai di pinggiran sebuah hutan yang gelap, amat gelap, sehingga meyakinkan Hinata bahwa itu adalah Forest no Kuro.

'Aku yakin, ini pasti Forest no Kuro yang dimaksud nii-san.' yakin Hinata dalam hati sambil tetap dan terus membulatkan tekadnya.

Dengan berbekal sebuah pedang yang diberikan Neji, serta beberapa jebakan, Hinata menelusuri hutan itu. Saat memasuki hutan itu, seketika Hinata merasa, malam telah tiba. Sama seperi orang-orang yang telah masuk ke hutan ini jua.

Dengan mengumpulkan keberanian dan sisa energi yang masih tersisa, Hinata memacu pelan WhiteLily nya, dan pada akhirnya sampai di sebuah danau yang sangat indah. Ditepian danau, terdapat banyak pohon rindang dan bunga-bunga liar yang tumbuh. Terkadang, di tepian danau, muncul kelinci atau rusa yang muncul untuk minum, atau sekedar menatap refleksi bulan di danau yang sangat indah.

Tapi, karena saat ini malam telah datang, dan cuaca sangat dingin apalagi di musim dingin dengan salju begini, air di danau membeku seketika. Membuat sebuah arena meluncur yang sangat luas yang dikelilingi bunga dan pohon-pohon, serta ditemani dengan cahaya bulan purnama yang sangat indah.

Hinata tergoda, amat tergoda dengan arena meluncur luas yang ada di depan matanya ini. Ia sangat ingin untuk mempraktekan kemampuan baletnya yang diatas rata-rata. Meluncur bebas di atas arena luas, sendirian, adalah sesuatu yang amat diimpikan Hinata sejak dulu. Mungkin sejak ia pertama kali berlajar balet bersama sepupu perempuannya satu-satunya, sekaligus yang tertua diantara yang lain , Hyuuga Ichirin(OC).

Hinata tak bisa menolak keinginannya lagi. Ia melepas jubah yang selama ini selalu ia pakai untuk menyembunyikan identitasnya, melepas sepatu boot panjangnya, dan akhirnya bertelanjang kaki, dan melepas kuncir tingginya sehingga rambut lurus hitamnya tergerai.

Ia segera turun ke danau yang membeku, segera melakukan beberapa pemanasan, dan akhirnya, menarikan tarian balet yang amat disukainya. Ia terus menari tanpa memerdulikan sekeliling, tak menyadari pula bahwa beberapa jenis binatang yang sembunyi telah keluar untuk menyaksikan kepiawaian balet Hinata.

Tiba-tiba, terlihatlah sebuah siluet misterius. Kali ini bukan binatang, karena posturnya yang tinggi dan berperawakan langsing. Hinata masih tak peduli akan keadaan sekitar.

Setelah menyelesaikan satu set tarian, Hinata baru menyadari, bahwa ada seseorang berambut jabrik yang tampaknya sudah lama melihatnya. Ia tampak menggigil. Hinata kontan berhenti saat mendapati orang itu medekat.

Namun, saat orang itu mendekat, Hinata merasa debaran jantungnya tak beraturan, dan mukanya semerah kepiting rebus. Hinata menganga dan mengucapkan , "Oh … Oh… Oh…" sambil menunjuk siluet orang itu…


TBC !

Akhirnya chapter 2 selese jugaa ! Menghabiskan 15 page word dengan font 8 ! Menguras pikiran dan tenaga, dan nulisnya mesti pake BGM nya tsubasa reservoir chronicle ! OH YEAHH !

Oh ya, maksud kami, yang awal Hinata's POV itu waktunya bersamaan dengan awal chapter 1. Pas Naruto memburu rusa bertanduk 9. Begituh… Pas yang real POV itu bersamaan dengan Naruto lagi muter-muter dan akhirnya melihat seorang ballerina…

JANGAN LUPA REVIEW !

Tinggal klik panel 'Submit Review' yang manis doang kok dibawah! Tulis reviewnya ….

En TARAAA ! Anda adalah salah satu reviewer yang baik hati dan didoakan masuk surga sama author !