A Black and White Challenge from Blackpapillon
White//Fluff
Kaze no Stigma milik Takahiro Yamato
Angin dan Api milik ArdhaN
Chapter 2 : Mirror of Fear
"Fear — jealousy — money — revenge — and protecting someone you love."
Frederick Knott — Max Halliday, listing the five important motives for murder, Dial M for Murder (1952)
*~O~*
Ayano mengutuk saudara sepupunya itu. Memaki, lebih tepat. Dengan sekian banyak kosakata yang sangat tidak pantas diucapkan oleh seorang gadis—eh, sebenarnya tidak ada yang pantas mengucapkan kata-kata itu.
"Apa yang sebenarnya dilakukan Kazuma si brengsek itu sekarang? Bodoh!!" gerutu Ayano penuh kebencian. "*piiiip*, *piiiip*, *piiiip*, *piiiip*!"
Kemudian perlahan objek yang dikata-katai berpindah ke ayahnya. "Kenapa Otousama memberikan tugas di jam-jam selarut ini? Menyebalkan!"
Ke Ren—adik dari Kazuma. "Seharusnya Ren tahu dimana Kazuma sekarang berada! Untuk apa dia jadi adik si bodoh itu kalau bahkan tidak tahu kemana kakaknya pergi!"
Dan beberapa orang lainnya. Ayano masih saja terus menggerutu. Hampir semua orang yang ia kenal menjadi sasaran. Namun jelas, nama Kazuma selalu menjadi yang terutama dan paling sering disebut-sebut.
"BODOH!! KAZUMA BODOOOOH!!!" teriak Ayano di kegelapan.
Tidak ada yang menjawab. Secara tidak mungkin ada seorang pun yang sedang berada di dekatnya. Secara saat ini Ayano berada di sebuah gudang tua tak terurus. Secara sekarang ini sudah hampir tengah malam—dimana kebanyakan orang memutuskan untuk bermimpi indah di balik selimut.
Gadis berambut panjang itu menghentikan langkahnya di depan suatu benda yang ditutupi sebuah kain besar. Benda itu lebih tinggi daripada Ayano. Dan lebarnya dua kali pundak Ayano. Benda apa itu?
"Apa yang tadi Otousama katakan?"
Ayano ingat ayahnya tadi menyinggung tentang 'cermin' dan 'ketakutan' juga 'hati-hati', tapi dia melupakan kalimat utuhnya. Sang gadis mendengus. "Apapun Youma yang kulawan, pasti aku bisa mengalahkannya. Bahkan tanpa Kazuma si bodoh itu! Akan kutunjukkan aku tidak membutuhkan bantuannya. Huh!"
*~O~*
Materialize, Enraiha!
*~O~*
Ayano mencengkram pedang yang dipenuhi api itu erat-erat. "Ayolah, Youma, keluarlah! Aku tak kan menyakitimu lama-lama." Tampaknya gadis ini sedang sangat bersemangat.
Tapi beberapa menit berlalu tanpa terjadi apa-apa. Membuat Ayano naik pitam lagi. "Kalau itu maumu, terserah! ENRAIHA!!" Pedang di tangannya makin berkobar.
Sebuah bola api besar meluncur dari ujung Enraiha, membakar kain yang menutupi benda di hadapan Ayano dalam sekejap. Sang gadis melihat apinya melahap tanpa ampun dengan penuh kepuasan.
Setelah kain tersebut habis, Ayano berhadapan dengan sebuah cermin besar dengan pinggiran berukir indah. "Jadi ini yang dimaksudkan 'cermin' oleh Otousama?" gumamnya heran. "Apa yang cermin ini bisa lakukan?"
Ayano mengangkat bahunya. "Yah, apapun itu, yang penting hancurkan cermin ini dan segera pulang. Kemudian memamerkan keberhasilan ini pada si bodoh itu. Haha!"
Kembali Ayano mengangkat Enraiha. Matanya melihat api yang dikeluarkan Enraiha menyentuh sisi halus cermin dan terpantul.
"Gyaaa!" Gadis itu menyingkir panik, menghindari api yang kembali ke arahnya.
Urat berkedut di kening Ayano. "YOUMA BODOH!!! AWAS KAU!!!"
Tiga tembakan api. Tiga pantulan. Dan sang gadis terpaksa melompat-lompat menghindar. Keadaan di sekitarnya telah kacau. Dan panas. Api berkobar dimana-mana—berkat api-api yang terpantul tadi.
"Oke, cukup sudah!!!" Ayano mengeratkan genggamannya pada Enraiha. Dia berderap maju dan mengangkat Enraiha tinggi-tinggi.
Tapi….
Bayangan Ayano berubah. Keheranan, Ayano menghentikan laju Enraiha di udara. Beberapa saat kemudian, gadis itu tertawa menyadari bahwa Kazuma lah yang dipantulkan oleh cermin itu.
"Eh? Kazuma? Cermin macam apa ini? Menampilkan sosok orang paling dibenci?"
Tapi tawa sang gadis terhenti saat melihat mata dari Kazuma dalam cermin. Kosong—tak ada lagi sinar-sinar merah gelap yang selalu membuainya. Badan pria dalam cermin itu dipenuhi luka dan darah. Ketakutan mulai merayap di hati sang gadis.
*~O~*
Kazuma berlari secepat yang ia bisa di antara gudang-gudang tua. Batinnya memaki. Otaknya hampir tak sanggup bekerja—selain untuk mengata-ngatai Ayano.
Pria ini baru saja menyelesaikan pekerjaan yang ditawarkan oleh seorang pengusaha kaya—dengan imbalan yang sangat menggiurkan—dan sampai di apartemennya ketika Ren tiba-tiba menghubungi dan memberinya kabar buruk.
"Ayano-neesama pergi membasmi Youma sendirian. Jiisama menyuruhnya mengajak Kazuma-niisama, tapi Neesama tidak menghiraukan. Niisama, tolong cari Ayano-neesama. Kumohon."
Oh, Kazuma sungguh berharap dirinya tidak tergoda uang satu milyar yen itu. Eh, tapi setelah dipikir-pikir, tidak ada salahnya kan menerima imbalan uang sebanyak itu? Salahkan gadis bodoh itu yang pergi seenaknya. Apa Ayano tidak pernah belajar—kenapa dia selalu mencari masalah yang tidak perlu? Dan sekarang dia mencari masalah tanpa Kazuma di sisinya. Super ceroboh. Setidaknya tunggulah sampai Kazuma ada untuk memperbaiki kesalahannya!
"TIDAAAAKKKK!!"
Suara Ayano! Kazuma tercenung sesaat, kemudian berlari—kali ini lebih cepat—menuju asal suara tersebut tanpa sempat berpikir lagi.
*~O~*
"Ayano!" Kazuma berseru saat menemukan orang yang ia cari berada di tengah kobaran api.
Sang gadis berbalik dan Kazuma menyadari air mata yang menganak sungai di pipi Ayano.
"Kazuma...." Menatap sang pria yang berada di belakangnya, membuat Ayano kembali menangis. Gadis itu menghambur ke pelukan Kazuma. Tangan Ayano mencengkram bagian depan kemeja Kazuma erat-erat hingga pria itu bisa merasakan kuku-kuku sang gadis di kulitnya. Dengan kepala terbenam di dada Kazuma, Ayano terisak.
Benak Kazuma memutar film—skenario terburuk. Sekejap kemudian kedua tangannya memeluk bahu mungil sang gadis, berharap bisa memberinya kehangatan dan kekuatan.
Mata berwarna merah gelap itu menatap tajam sebuah cermin yang berdiri tegak di hadapannya. Mirror of Fear. Sebuah cermin yang mampu menampilkan ketakutan terdalam dari siapapun yang melihatnya. Beberapa orang telah menjadi korban dan sekarang berada di rumah sakit untuk menyembuhkan guncangan mental yang mereka terima.
Apapun ketakutan milik Ayano, pasti itu sangat mengerikan hingga gadis ini menangis histeris seperti ini. Matilah Youma busuk yang membuatnya menangis. Kazuma mengumpat-umpat—dalam hati, tentu.
Masih sambil memeluk sang gadis, angin-angin mulai berhembus dari Kazuma. Pertama-tama, Kazuma mengeluarkan angin besar yang memadamkan semua api. Kemudian....
Angin—setajam silet dan sekuat gada—dikerahkannya ke arah cermin. Angin tersebut membelah cermin menjadi dua, empat, delapan, enam belas, dan seterusnya. Hingga yang tersisa hanya debu-debu—serpihan cermin yang begitu kecil.
Kazuma tersenyum meremehkan. Tak ada yang tak bisa dikalahkannya.
Akan tetapi....
Bayangan gelap muncul dari tumpukan serpihan cermin.
"Oh, jadi kamu Youma yang berada di balik segala kekacauan ini?" kata Kazuma penuh kebencian. Dia bersiap mengeluarkan segenap kekuatannya untuk membunuh sang Youma. Namun apa yang dilakukan Youma itu menarik rasa penasarannya. Dia terdiam.
Youma tersebut menebal, membentuk sebuah tubuh. Dan Kazuma tertawa saat mengenali sosok tersebut.
"Kau pikir aku takut terhadap orang tua lemah itu??"
Sosok ayahnya balas menatap Kazuma kosong. "Sungguh memalukan! Keturunan dari keluarga utama tidak memiliki kekuatan Enjutsu!"
Tubuh Kazuma menegang. Kata-kata itu membawanya kembali ke masa lalu, saat-saat dia dikalahkan oleh Ayano dengan satu serangan api ketika memperebutkan pedang Enraiha. Saat dia diusir dari keluarga Kannagi oleh orang yang sangat ia hormati. Saat dia merasakan kekecewaan yang amat sangat terhadap dirinya sendiri.
"Kamu memalukan keluarga Kannagi! Orang yang tidak mampu menggunakan Enjutsu tidak diperlukan di sini!"
"DIAM!!" Kazuma berteriak. Angin besar menghempaskan sang 'ayah' palsu.
Dalam kengerian, Kazuma mengamati ketika sosok hitam tersebut membentuk tubuh seorang wanita.
"Cui Ling...." Kazuma memahami bahwa yang di hadapannya bukanlah Cui Ling. Tapi dia tidak mampu membohongi hatinya. Dia masih mencintainya. Dan betapa hati Kazuma sangat bahagia dapat melihatnya lagi.
Gadis berambut panjang coklat yang diikat ekor kuda tersebut tersenyum. "Kamu tidak mampu melindungiku, Kazuma."
Kedua tangan Kazuma yang sedari tadi memeluk lembut Ayano, mengejang. Jika tadi ia ingin memberikan kehangatan pada Ayano, sekarang tangan tersebut mengetat, mencari pegangan agar tidak terhanyut dalam ketakutan dalam hatinya. Jantungnya berdebar keras—tak diragukan lagi, Ayano mampu merasakannya.
"Kamu membiarkanku mati." Sosok Cui Ling kembali berkata. "Kamu hanya menyaksikan kematianku dalam diam. Apa kamu pikir sekarang kamu bisa melindungi gadis yang kau sukai, eh, Kazuma?"
Pertahanan Kazuma runtuh. Seluruh tubuhnya terasa lemas. Dia hanya bisa terdiam menerima serangan kata-kata dari sosok Cui Ling.
"Aku ingin... membunuhmu, Kazuma...."
"Enraiha!!"
Sebuah api melahap sosok tersebut. Youma yang menjadi akar permasalahan musnah dilalap Enraiha.
Tanpa disadari Kazuma, gadis yang tadi terisak di dadanya telah menjauh. Tangan Ayano menggenggam erat pedang Enraiha. Matanya—yang telah berhenti mengeluarkan air—berkilat-kilat penuh semangat.
Kazuma masih terlalu kaget untuk bisa bereaksi. Tapi ketika sang gadis menoleh dan memamerkan cengiran lebar kemudian berkata, "Kali ini aku yang jadi pahlawan, ne?"—Kazuma tidak bisa menahan diri untuk tidak memukul pelan kepala Ayano karena jengkel.
*~O~*
"Kazuma, aku tidak tahu kamu masih takut dengan Jiisama." Ayano menyeringai, separuh geli-separuh meminta maaf. Seharusnya dia tidak mengungkit-ungkit hal tadi, mengingat raut wajah Kazuma dipenuhi horror. Tapi... rasanya lucu, betapa pria berumur 22 tahun ini masih takut terhadap ayahnya sendiri.
Sebuah dengusan. "Masa lalu. Aku sekarang bisa mengalahkan orang tua itu dengan mudah." Kazuma mengumpat pelan. Ternyata sampai sekarang dia masih belum lepas dari mimpi buruk hari itu. Dan menunjukkannya di hadapan Ayano—sekaligus mempermalukan diri sendiri. Runtuh sudah image dirinya.
"Lalu, Cui Ling?" Polos dan lugu, itulah nada yang terdapat dalam pertanyaan Ayano. Sedikit pedih sebenarnya. Gadis itu tidak menyangka bahwa Cui Ling masih—dan mungkin akan selalu—berada di hati Kazuma.
Kazuma ingin sekali memaki Ayano karena menyebut nama wanita itu—mengingatkannya akan kelemahannya di masa lalu. Jika saja dia tidak menangkap suatu kecemburuan dalam kata-kata Ayano, Kazuma pasti sudah meledak marah. Tapi nyatanya, dia hanya terkekeh. "Hei, setidaknya aku tidak menangis seperti orang bodoh."
Semburat merah di pipi sang gadis. Sebuah tawa dari sang pria.
"Kenapa kamu tidak menghancurkan cermin itu dengan Enraiha? Malah menangis." Kali ini ganti Kazuma yang mencemooh, balas dendam akan rasa malu yang ia dapatkan.
"Cerminnya memantulkan api...." Gumaman malu yang hampir tak terdengar. Bodoh benar rasanya saat Ayano mengucapkan hal itu.
"Enraiha pasti bisa menebasnya hancur," tukas Kazuma. Dia tidak percaya gadis ini sebegitu bodohnya hingga tidak mampu menghancurkan sebuah cermin seorang diri.
"Sewaktu mau kutebas, muncul...."
"Apa? Hal yang paling kamu takutkan? Laba-laba?"
"Bukan." Sang gadis memalingkan wajah, tak mampu menghadapi mata itu. "Kamu, Kazuma...."
Sang pria seakan terkena serangan jantung. "Kamu paling takut terhadapku?"
Memang, terkadang ejekan-ejekannya melebihi batas dan menyinggung perasaan. Dan memang, kelakuannya sering mengintimidasi Ayano. Dan Kazuma tak mengelak jika dituduh pernah berniat membunuh Ayano. Oh, masa lalu. Tapi mungkinkah gara-gara semua hal itu Ayano menjadi setakut itu terhadapnya??
"Kamu... penuh darah. Tak bergerak." Gadis itu mengucapkan satu kata yang enggan dia gunakan, "Mati."
Hal yang sangat sederhana tapi rumit sekaligus. Tidak mampu dihindari tapi tetap saja tidak ada ada yang mau menyongsongnya dengan tangan terbuka. Maut. Kematian akan sang pria. Hal yang paling ditakutkan oleh gadis itu.
Senyuman geli muncul di wajah Kazuma. "Bodoh, aku tidak akan mati semudah itu." Kazuma merasa puas entah kenapa. Bahagia.
Pria itu tidak menyadari perasaan itu muncul karena ada seseorang yang peduli padanya. Seseorang yang akan menangis jika dia benar-benar mati. Dia hanya merasa senang. Tidak perlu ada alasan. Titik.
Sebuah tepukan pelan di puncak kepala Ayano membuatnya kembali menatap sang pria. Pipi Ayano kembali memerah saat ia menatap senyuman lembut yang terarah untuknya. Hanya untuknya. Lupakan Cui Ling—dia sudah tidak ada di sisi Kazuma sekarang. Peduli amat jika wanita itu pernah memonopoli Kazuma hanya untuk dirinya sendiri. Faktanya sekarang hanya ada Ayano. Dan senyuman itu terarah untuknya, bukan Cui Ling.
"Ayo pulang, besok kamu sekolah kan, Ayano?"
*~end~*
Let's learn a bit~!
Cui Ling—siapa dia? Mantan pacar Kazuma yang mati dimakan iblis tepat di hadapan Kazuma. Dulu Kazuma belum sekuat sekarang dan belum membuat kontrak sehingga dia nggak mampu menyelamatkan Cui Ling.
Hubungan antara Kazuma—Ayano: saudara sepupu. Incest? Euh, di animenya gitu. Saya nggak mampu ngapa-ngapain lagi.
Jiisama: panggilan hormat terhadap 'paman'? Tampaknya begitu. Hahaha.
Masa lalu Kazuma: Kazuma dulu nggak punya bakat Enjutsu—padahal dia terlahir di keluarga utama Kannagi. Setelah dikalahin Ayano pas perebutan Enraiha 4 tahun lalu (Kazuma: 18 tahun, Ayano: 12 tahun), Kazuma dibuang dari keluarga Kannagi. Tapi sebenernya ayahnya baik kok, itu semua biar Kazuma bisa mencari jati dirinya sendiri yang jelas bukan Enjutsushi. Akhirnya Kazuma jadi Fuujutsushi yang hebat :)
Mirror of fear: jangan dipikirin. Ini cuma imajinasi saya yang rada aneh. Berasa si Youma kayak Boggart di Harry Potter? Yeah, emang sengaja. Hehe.
*~O~*
Argh. Angsty!!! Ternyata nggak mampu bikin fluff. Hauhau. Bahkan malah kayak cerita ngebasmi hantu. Hiks. Salahkan insiden 'kereta api' yang bikin saya badmood dan dipenuhi keinginan bikin angst TT_TT Dan temanya nggak ngena. Argh *jedug-jedugin kepala di tembok* Udah saya edit habis-habisan, tapi rasanya tetep angst. Bah.
Gomen, chapter depan diusahakan fluffy kok. Euh, semoga bisa xP
Ohya, bagian *piip* di awal cerita itu silakan isi dengan makian yang anda kenal. Saya masih pengen ratingnya tetep K+ jadi nggak ada kata makian dalam fic ini, hehe.
Saya nggak nyangka fandom gak terkenal kayak Kaze no Stigma gini ada yang mau ngeripiu. Hau~ tengkiu, semua yang udah ripiu.
Review lagi? ;D
