The Way I Love You, chapter 2

Disclaimer : always belong to Kishimoto Sensei ne~

Pair : NaruSasu

Rated : T

Genre : romance, family mungkin?

Warning : AU. DON'T LIKE, DON'T READ! Shounen Ai, Yaoi, Typo, OOC, gaje, berantakan, amburadul, dll, dkk, dst.

Author Notes : chapter duaa~ ! Rencananya saya hanya ingin membuat oneshot, tapi ternyata ada ide lain yang 'nyangkut' ditengah finishing chapter pertama. Terimakasih untuk yang sudah me-review, arigatou~ Balasan review-nya ada di bagian akhir.. Dan maaf kalau saya terlalu lama meng-update fic ini. UAS dan halangan-halangan lainnya selalu menghambat saya –ngeles–. Jangan lupa meninggalkan kenang-kenangan –baca: review– untuk saya ya!

Seperti biasa, saya ulang warning di atas, biar ga ada reader yang 'nyasar' : DON'T LIKE DON'T READ! .

Enjoy It!

#*#*#*#*#*#*#*#*#*#*#*#*#*#*#*#*#*#*#*#*#*#*#*#*#*#*#*#*#*#*#

"Kenapa kau tidak memberitahukan kami tentang kekurangan Naruto, Sasuke?"

"Karena kalian tak perlu mengetahuinya. Kupikir kalian akan berfikiran dan bersikap sama seperti orang-orang jika mengetahui keadaan Naruto yang sebenarnya."

"Dan kalau aku memang berfikiran dan bersikap sama seperti mereka?"

"Aku akan menyimpulkan kalau tousan akan memintakku untuk menjauhi Naruto dan mengakhiri hubungan kami."

Mereka kembali terdiam. Sasuke memang sengaja tidak memberitahukan hal ini. Dia takut, dia terlalu takut hal ini akan mengganggu dan mengacaukan hubungan yang sudah dijalinnya selama hampir satu tahun ini.

"Dan kalau aku melakukan itu, kau pasti tahu kalau itu adalah untuk kebaikanmu sendiri. Aku tak ingin kau menyesal di kemudian hari karena hal ini."

.

Naruto membuka matanya perlahan. Dia mengedarkan pandangan ke seluruh penjuru kamar yang kini mulai akrab dengannya. Dia cukup terkejut ketika menoleh dan mendapati Sasuke tertidur lelap disampingnya. Sebelah tangan Sasuke masih memegang saputangan basah yang pastinya digunakan untuk mengompres Naruto.

"Dasar Teme.." bisik Naruto sembari melepaskan saputangan itu dari tangan Sasuke dan meletakkannya di meja lampu tidur.

Tiba-tiba terdengar suara langkah kaki kearah kamar, membuat Naruto terkejut. Buru-buru dia kembali ke posisinya dan pura-pura tertidur.

Fugaku membuka pintu kamar perlahan. Matanya menatap dua sosok lelaki yang tengah tertidur lelap. Mikoto, yang berdiri dibelakang suaminya, berjalan menghampiri tempat tidur dan menyelimuti tubuh Sasuke dan Naruto.

"Aku benar-benar tidak menyangka kalau Naruto.." Mikoto tampak enggan melanjutkan perkataannya. "Dia ceria dan aktif seperti remaja seusianya. Dia sama sekali tidak menunjukkan tanda-tanda kalau dia berbeda.."

Mikoto membelai rambut pirang Naruto dengan sayang. Sejak pertama kali Naruto datang ke rumah ini, Mikoto langsung menyukainya. Tidak—dia menyukai Naruto sejak Sasuke mulai bercerita padanya tentang lelaki pirang itu. Setelah bertemu dan mengenalnya selama beberapa hari terakhir, dia bahkan sudah menganggap Naruto sebagai bagian darinya, bagian dari keluarga Uchiha.

"Aku pun tidak menyangkanya. Sasuke menyembunyikan hal ini dengan baik dan rapi. Sepertinya dia melakukan semua itu untuk melindungi Naruto," tanggap Fugaku sembari menatap wajah polos Sasuke yang tengah terlelap.

"Lalu.. apa kau akan memisahkan mereka?" tanya Mikoto dengan suara lirih.

Fugaku terdiam. Entah apa yang tengah dipikirkan kepala keluarga Uchiha itu. Dia lalu berbalik dan melangkah mendekati pintu kamar.

"Kita lihat saja nanti," ucapnya pendek sebelum melangkah keluar.

"Oyasumi, Sasuke.. Naruto.. " bisik Mikoto sebelum mengikuti langkah suaminya keluar dari kamar.

Tepat setelah Mikoto menutup pintu kamar, Naruto membuka matanya. Dia sebenarnya cukup terkejut ketika Fugaku berkata kalau Sasuke menutupi kekurangannya. Yang dia tahu, Sasuke 'sudah' memberitahukan mengenai keadaan fisiknya pada keluarganya. Itachi pun tahu mengenai hal ini. Tapi kenapa Fugaku berkata bahwa Sasuke menutupi hal ini?

Naruto menolehkan kepalanya dan memperhatikan wajah damai sang Uchiha. Kepalanya saat ini dipenuhi oleh pertanyaan-pertanyaan yang tak mungkin bisa dia jawab sendiri. Kenapa Sasuke berbohong padanya? Kenapa Sasuke menutupi kekurangannya pada Fugaku dan Mikoto? Apa dia kesulitan memberitahukan hal ini? Atau.. Sasuke malu untuk memberitahukan kebenaran ini pada kedua orang tuanya?

# # #

"Ohayou, Naruto," sapa Mikoto ketika Naruto bergabung di ruang makan.

"Ohayou, bibi, paman," balas Naruto.

Fugaku tersenyum dan kembali membaca korannya. Naruto memilih untuk bersikap seperti biasa dan berpura-pura tidak mendengar percakapan Fugaku dan Mikoto di kamar Sasuke tadi malam.

"Itachi-nii tidak ada ya?" tanya Naruto sembari mengoleskan selai coklat di rotinya.

"Dia pergi pagi-pagi sekali. Katanya mau membeli sesuatu dan menjemput Deidara di stasiun," jawab Mikoto yang kini duduk bersebelahan dengan Fugaku dan berhadapan dengan Naruto.

"Demammu sudah turun?" tanya Fugaku yang kini meletakkan korannya dan menerima cangkir teh dari istrinya.

"Iya. Maaf ya, aku jadi merepotkan dan membuat kalian cemas.."

"Jangan dipikirkan," elak Mikoto.

Pagi itu hanya mereka bertiga yang sarapan. Sasuke masih tertidur di kamar, sengaja tidak dibangunkan oleh Naruto. Dia yakin, Sasuke pasti begadang merawatnya malam tadi. Naruto meneguk susu yang sudah disediakan Mikoto untuknya.

"Kenapa kau tidak membangunkanku, Dobe?" tanya Sasuke yang tiba-tiba sudah ada di belakang Naruto, sukses membuat lelaki berkulit tan itu nyaris tersedak.

"Kau tidur nyenyak sekali, Teme. Aku tidak tega mengganggumu," jawab Naruto.

"Bagaimana keadaanmu? Sudah baikan?" Sasuke menempelkan dahinya ke dahi Naruto, membuat hidung mereka bersentuhan. Naruto bahkan bisa merasakan hembusan nafas Sasuke yang hangat. "Bagus," tanggapnya setelah memastikan suhu tubuh Naruto yang berangsur normal.

Naruto masih mematung karena ulah Sasuke yang –dengan cueknya– menunjukkan perhatiannya di depan Fugaku dan Mikoto. Dua Uchiha senior itu sendiri tampaknya tidak mempermasalahkan tindakan anak mereka beberapa menit yang lalu itu.

"Niisan kemana? Biasanya dia yang paling semangat sarapan," tanya Sasuke setelah meneguk jus tomatnya.

"Dia pergi dan akan menjemput Deidara-san di stasiun," jawab Mikoto.

.

Naruto duduk dengan santai di halaman belakang rumah keluarga Uchiha. Dia bersandar di tiang penyangga yang ada disana, sementara mata birunya memandangi kolam ikan yang ada di depannya. Sebenarnya lelaki itu sama sekali tak fokus memperhatikan keadaan di sekelilingnya. Kepalanya masih dipenuhi pertanyaan akibat percakapan yang tak sengaja –atau mungkin sengaja?– didengarnya semalam.

"Kau sedang apa disini, Dobe?" tanya Sasuke—yang lagi-lagi mengejutkannya.

"Aku hanya bersantai. Cuaca hari ini bagus sekali, Teme. Sayang kalau aku hanya diam di dalam rumah.." Naruto memandang langit biru yang dihiasi awan.

"Hn," Sasuke ikut duduk disamping Naruto, "kau kelihatan aneh hari ini."

Naruto menatap Sasuke dengan alis bertaut. Aneh? Apa yang aneh dengannya memang?

"Kau ada masalah?"

Naruto kembali mengarahkan matanya ke langit. Sasuke terlalu mengenalnya. Lelaki berambut hitam kebiruan itu pasti langsung tahu seandainya Naruto berbohong. Naruto menutup matanya, mencoba menikmati angin semilir yang berhembus lembut menyentuh wajahnya.

"Apa kau menyesal menjalin hubungan ini denganku, Sasuke?"

Dengan refleks, Sasuke mengarahkan pandangan ke lelaki disampingnya yang masih menutup mata. Kenapa tiba-tiba Naruto menanyakan hal seperti itu padanya?

"Apa maksudmu, Dobe?" tanya Sasuke tanpa melepaskan tatapannya dari sosok lawan bicaranya.

"Aku hanya ingin tahu.. Apa kau pernah merasa menyesal selama menjalin hubungan ini bersamaku?"

Sasuke ingin menatap mata biru itu, mencari kesungguhan dari pertanyaan yang terlontar tadi. Mencari penjelasan lebih lanjut mengenai arah pembicaraan mereka saat ini. Namun sayang, mata biru nan indah itu masih bersembunyi dibalik kelopak mata tan.

"Aku tidak pernah sekalipun merasa menyesal besama denganmu, Dobe."

"Kau yakin?" tanya Naruto dengan senyum getir.

"Sebenarnya ada apa, Dobe? Kau membuatku khawatir."

Naruto membuka matanya dan membiarkan iris birunya menangkap warna biru dan putih yang ada di atasnya. Sebenarnya dia sendiri tidak tahu kenapa dia melontarkan pertanyaan seperti itu pada Sasuke. Mungkin pertanyaan itu adalah ungkapan rasa penasarannya mengenai alasan Sasuke menyembunyikan kebenaran tentangnya.

"Aku bukan siapa-siapa. Aku 'hanya' anak dari keluarga sederhana. Ayah angkatku, Umino Iruka, 'hanya' pegawai kantoran biasa. Aku kuliah 'hanya' mengandalkan beasiswa dari universitas. Dan aku.. aku 'hanya' mempunyai satu 'kekurangan'. 'Kekurangan' yang kau sembunyikan dari orang tuamu," tutur Naruto lengkap, membuat mata Sasuke melebar.

"Naruto—"

"Tak apa kalau kau malu mengatakan bahwa kekasihmu ini tidak sempurna. Itu bukan masalah bagiku. Tapi kau seharusnya memberitahu mereka tentang keadaanku yang sebenarnya, bukan malah menutupinya."

Untuk pertama kalinya otak Sasuke lamban memproses kata-kata yang ingin diucapkannya. Naruto kembali tersenyum, senyum tulus yang amat disukai Sasuke.

"Aku.." Sasuke kembali terdiam. Abstrak. Semua yang ada di otaknya kini abstrak, tak bisa dijelaskan.

"Aku tidak akan keberatan kalau keluargamu menolakku. Aku pernah merasakan penolakan seperti itu sebelumnya, dan kupikir itu adalah hal yang wajar. Tak ada orang tua yang mau anaknya mempunyai pasangan yang tidak sempurna. Aku mengerti alasan itu, aku bisa menerima—"

"Tapi aku tidak," potong Sasuke tegas. Naruto menoleh dan mendapati mata onyx yang sedang menatapnya tajam.

"Apa maksudmu?"

"Aku tidak bisa, dan aku tidak mau menerima pernyataan seperti itu."

"Kau harus menerima keputusan mereka. Mereka orang tuamu yang—"

"Aku tidak mau," Sasuke kembali memotong, "aku tidak mau mereka memutuskan hubungan ini, Naruto! Hubungan ini terlalu berharga bagiku! Apa kau tidak sadar itu?"

Naruto bisa melihat dengan jelas kilat marah dan kesungguhan di mata Sasuke. Dia tahu kalau hubungan mereka ini amatlah berharga, tapi dia tak ingin Sasuke membohongi dan meninggalkan keluarganya hanya demi seorang 'Naruto'.

"Hubungan ini tak lebih berharga dari keluargamu, Sasuke."

Mata Sasuke melebar sempurna. Setelah apa yang dikatakannya, Naruto malah terkesan menekannya untuk lebih memilih keluarganya dan melepaskan hubungan yang mereka miliki.

"Aku akan melepaskanmu jika orang tuamu memintanya. Mereka berhak melarang hubungan kita," lanjut Naruto.

"Jadi kau menyerah?" tanya Sasuke dengan nada meremehkan.

"Ya, aku menyerah. Aku tidak mau membuatmu meninggalkan keluargamu dan memilikimu untuk sekedar memenuhi ego-ku."

"Aku tidak percaya. Kupikir kau akan mempertahankan hubungan ini, seperti aku mempertahankannya," dengus Sasuke kecewa.

"Mungkin aku memang harus menekan ego-ku dan melepaskanmu, tapi itu bukan berarti aku bisa membiarkan orang lain menempati posisimu di hidupku. Ini adalah caraku mencintaimu.."

TBC

.

.

Balasan review-nya~ :

peace smile: siap, laksanakan! *hormat a la tentara*. Tapi maaf, update-nya lama.. Gomen~

NhiaChayang: Sasu memang maunya tetep sama Naru, tapi.. *sok-sok bikin penasaran*. Baca lanjutannya aja deh,, XD

Yufa Ichibi's: maaf lama update, gomen~ Eh? Aku bikin Fugaku jadi antagonis ya? *ga sadar*

Uzukaze touru: masalah klasik. Orang tua kadang ga bisa terima kan kalau anaknya punya pacar yang 'tidak sesuai' dengan yang seharusnya?

Ano.. saya tidak mendeskripsikan masalah kuliah mereka di fic ini, gomen~ Gomen juga karena ga bisa update cepet..

Fuj02: peluk-peluk Naru, di-Death Glare Sasu loh! *ngelirik Sasu*. Jahh, seneng liat Naru tersiksa ya? Kasihan nasib Naru dong, heuheu..

Fujoshi Nyasar: ga sakit, tapi punya kekurangan..

Eh? Itu.. tanya langsung aja sama orangnya *tunjuk-tunjuk Fugaku*. Diusahakan update secepat yang saya bisa, dan maaf kalau terlalu lama..

.

Author Notes: tadinya saya tidak menulis bagian ini, tapi saya hanya ingin sedikit komentar tentang 'pair bashing' yang diindikasikan akan mulai muncul 'lagi'.

Maaf kalau saya terkesan menggurui atau sok jadi senior, tapi tolong, jangan menyulut dan tersulut perang lagi. Kalau memang tidak menyukai suatu pair, tidak perlu buang-buang energi dan waktu untuk mem-bashing-nya kan? Lagipula tindakan seperti itu tidak ada gunanya sama sekali, bahkan hanya menyulut emosi pihak-pihak tertentu. Bisa kan kita saling menghormati kesenangan satu sama lain? Saya juga menyarankan para fujodanshi untuk membaca notes di facebook-nya Nad a.k.a Chiaki Akihito a.k.a Ange La Nuit. Notes itu sangat membantu saya untuk mengendalikan diri, dan semoga notes itu juga bisa membantu Anda untuk lebih memahami masalah ini. Sankyuu, minna~ ^^