LIGHT IS BACK AGAIN!
INI LANJUTAN CHAPTER YANG... YAH RADA GAK SREG SAMA CERITA NINJA... ANEH... MAYBE?
OKELAH... SEKARANG, LIGHT BALAS REVIEW YANG SEMPAT TERTUNDA LAMA BANGET YA... INI DIA :
Ella-cHan as NaGi-sAn : Iya... makasih ya... hehehe...
Hikari-chan : Masa sih kepanjangan? kamunya aja mungkin yang malas baca.. hehehe... peace!
Narutami 'michi'que : Iya, udah ada kan Narusakunya... lagian, Light juga emang udah ada kepikiran gitu... akhirnya pasti gabisa kebayang deh! hehe... Light juga ga kebayang,,, X))
Zephyramfoter : Sekarang ada romancenya kan? hehehe..
FeyRi : Iya makasih... oke... kilat bisa langsung! hehehe...
Rinha siie newbie : makasih... ooh... dia belajar sama Aang sebelum bertarung ma Sasuke... entar ada flashbacknya... mohon doitunggu aja...
Hinaruto Youichi : makasih... iya... soalnya aku pikir ada kesamaan pengendalian dan cara mengendalikannya deh anatar Avatar sama Naruto... mungkin?
Tama Uzumaki : Iya makasih... siap!
hikaru miyano : wah... aku berani jamin kamu gak ngerti ceritanya yang sebenarnya deh... kalau mau baca coba hayati... tapi, makasih udah mau baca fic gaje ini... :)
hyourinmaru log : iya... makasih... semoga ga bosen ya...
eisa ayano : iya silahkan... makasih... ini sama light udah ditambahin kan romancenya...
Zephyramfoter : iya... naruto kan hebat! hehehe... iya dong... Naruto kan terkenal... Raja Api juga pasti rugi kalau ga dateng! X))
Riztichimaru : Iya makasih... hehe... biar tambah romancenya...
miss hakuba : thanks ya...
zzz : oke!
Rinha siie newbie males login : Iya... oke... makasih...
Syeren : siip! makasih...
danju man : pengennya sih rate : M... tapi, rada ga ngerti... ga bisa bikinnya... mau nyoba, tapi... susah...
Rhyme A. Black : iya maaf deh... miss nya aku betulin... makasih udah baca fic gajenya...
BlackWhite Feathers : iya makasih dengan senang hati...
Raa-chan : wahahaha... kau omes ya... hehehe... Light lagi ga bisa bikin M... masih awal... gabisa banget deah...
Solid Gears : makasih pujiannya...
Ella-cHan as NaGi-sAn : Hahaha... SAI itu emang gabisa jaga omongan...
Riztichimaru : yah... penderitaan adalah kebahagiaan yang tertunda (?) hehee... ikutin terus deh... pasti ngerti entar...
Hinaruto Youichi : hahaha... yah... mungkin Sakura CM kali! cinta mati (?) wkwkk
Syeren : makasih... oke... sekarang sih masih bisa update cepat... lagi nganggur nih... hahaha... ada kerjaan ga? hehehe :DD
RATE : T
NARUHINA, NARUSHION
ROMANCE... FAMILY
KEJADIAN TAK TERDUGA
"Yosh! Baiklah semua sudah siap? Kita akan laksanakan misi mahal rangking S!" seru pria berambut kuning durian. Naruto.
"Ya..." sahut beberapa orang dengan nada yang berbeda.
"Loh? Kenapa lemas? Yang bersemangat hanya Lee?" tanya Naruto.
"Maaf Naruto... Tadi malam Ino bermain buas... aku sampai kewalahan..." sahut Sai. Semua cengok mendengarnya. Sedangkan Ino hanya bisa blushing yang sangat merah memenuhi wajah hingga telinganya. 'Tuhan.. bisakah engkau menjaga mulut suamiku ini agar tidak sembarangan bicara? Aku sangat benci hal ini... Tapi, sayang... aku mencintai suamiku ini... hah... aku jadi ingin nangis... huh' batin Ino dengan tangis dalam hatinya, meringis. Melihat Ino yang memerah, membuat Kiba, Sakura, Chouji danRock Lee makin bersemangat meledeknya.
"Huh... sudahlah... kalau kalian sudah menikah kalian juga bakalan tahu gimana rasanya..." sahut Naruto menengahi. Semua memandang Naruto, dengan tatapan aneh. "Lagipula, hal yang dilakukan Ino dan Sai itu... jujur saja... itu biasa. Karena kita sebagai ninja tak punya banyak waktu untuk melakukan itu. Sehingga selagi ada kesempatan gunakanlah sebaik mungkin. Sayangnya, Ino... kau seharusnya jika ingin bekerja jangan melakukan hal itu. Cari waktu dong..." lanjut Naruto.
"Naru... sejak kapan omonganmu bisa nyambung huh?" sahut Sasuke.
"Hahaha... biasalah... kehidupan hokage membuatku berpikir realistis..." jawab Naruto.
"Naruto... Apa yang harus kami lakukan untuk mengerjakan tugasmu sementara?" tanya Neji dan Tenten.
"Erm... Kau akan dibantu nenek Tsunade dan Shizune... jadi tak ada masalah... ada lagi?" tanya Naruto yang mengenakan baju hitam orange.
"Tidak.." sahut mereka bersamaan.
"Baiklah... saatnya berangkat... oh ya, Hinata... jaga dirimu dan calon anak kita baik-baik ya..." sahut Naruto memegang pundak Hinata. Hinata mengangguk menanggapi. Naruto tersenyum melihatnya dan mendaratkan kecupan hangat sekilas di keningnya.
"Kau juga... jagalah dirimu baik-baik..." ujar Hinata. Naruto mengacak rambut Hinata pelan.
"Iya sayang... demi kau dan calon anak kita..." sahut Naruto dengan cengiran kudanya. Hinata memerah mendengarnya. Lalu, Naruto pun mendekatkan kepalanya ke perut Hinata. "Sayang... Ayah pergi dulu ya... jangan pernah merepotkan ibumu... jadilah kekuatan untuk Ayah dan Ibumu ya... Ayah sayang pada kalian..." ujar Naruto seraya mengecup perut Hinata. "Baik-baik ya..." lanjut Naruto sambil mengusap perut Hinata dan menempelkan telinganya di perut Hinata. Berharap ada respon walau sekecil apapun di dalam sana. Setelah itu, Naruto pun mendongakan kepalanya. Menatap Hinata yang bersemu merah. Tak lama, Naruto pun memeluk Hinata. Hangat dan mesra. Membuat siapapun iri melihatnya.
"Neji... Tolong jaga Hinata juga... sekarang, tolong antarkan Hinata ke rumah. Pastikan dia sampai dengan aman. Tenten... tolong pantau Hinata. Dan kalian berdua... Aku harap tugas kalian untuk desa tidak kalian hiraukan..." ujar Naruto dengan tegas. Ekspresinya berubah. Tubuhnya kini berbalik menatap jalanan luas membentang keluar dari gerbang desa. Sebelum pergi, Naruto memalingkan sedikit mukanya pada Hinata. Lalu, dalam hitungan detik, 'Konoha no senshi' itu pun lenyap dalam pandangan.
"Hei, Dobe..." sahut pria berambut raven yang kini sedang melompati dahan-dahan dengan kecepatan tinggi.
"Apa, Teme?" tanya Naruto yang tak kalah cepat melewati dahan itu.
"Kau gembira sekarang?" sahut Sasuke.
"Yah... seperti yang kau lihat..." ujar Naruto dengan senyuman tetap menghiasi wajahnya. "Kenapa?" lanjut Naruto.
"Aku hanya ingin mengatakan... aku ikut bahagia atas kebahagiaanmu.." jawab Sasuke.
"Tumben? Ada apa, Teme?" tanya Naruto menatap Sasuke heran.
"Tentu saja, kau aku anggap saudaraku... adikku.." sahut Sasuke dengan nada hangat tapi tanpa ekspresi.
"Hahahaha... Akhirnya aku mendengar itu darimu... Makasih Sasuke..." ucap Naruto seraya nyengir kuda.
"Hn.. Tapi, jangan kamu pasang tampangmu yang seperti itu. Kau hokage... benar-benar tak pantas!" seru Sasuke dengan dingin kembali. Naruto yang mendengarnya hanya bisa mengutuki Sasuke dari dalam hati.
"Naruto... sebenarnya, bajak laut seperti apa yang akan kita hadapi? Kenapa harus semahal itu bayarannya?" tanya pria berambut nanas. Shikamaru.
"Sudah aku bilang kemarin... mereka punya kemampuan khusus... seperti kekuatan ninja, tapi, mereka tak memiliki chakra dan kekuatan sejenisnya. Bisa dibilang mereka bukan ninja. Yah... seperti Lee..." jawab Naruto. Semuanya kini melanjutkan perjalanan. Sampai saat ini tak ada rintangan yang menghadang. Tentu saja karena mereka semua cerdas mengambil jalan. Daripada menghadapi pertempuran tak berguna. Lebih baik menghindar dan fokus pada misi utama. Itulah motto mereka saat ini.
Mereka masih terus melompat dari dahan ke dahan. Sudah hampir sepuluh jam mereka melakukannya. Tak ada yang mengeluh atau merasa kelelahan. Semuanya tetap patuh pada perintah Hokage mereka. Tak ada yang membantah sampai hokage mereka yang memutuskan.
"Di depan ada lahan untuk istirahat dekat sungai. Semuanya istirahat disana dulu dan jangan melanjutkan perjalanan sampai aku mengizinkan. Kerjakan!" seru Naruto. Semuanya mengangguk dan mengikuti Naruto ke arah lahan itu. Wah? Naruto kok kayak punya byakugan ya? Dia bisa melihat di arah yang cukup jauh dan mengatakannya dengan tepat? Halaah... udah dikasih tahu berapa kali? Naruto itu sannin! Dia bisa merasakannya karena dia bersatu dengan alam.
"Semuanya diam di belakangku.." ujar Naruto. Mereka pun diam di belakang. Menunggu apa yang akan hokage mereka lakukan. Tiba-tiba saja, dari dalam tanah muncul banyak pohon dan membentuk sebuah rumah yang besar.
"Mirip dengan milik guru Yamato..." ujar Sakura.
"Yeah... aku pernah memberitahu kalian kan? Ini hanyalah penggabungan cakra permanent alam..." jawab Naruto dengan senyuman puasnya. Awalnya Sakura tertegun, tapi, dia pun ikut tersenyum. "Baiklah... ayo masuk!" seru Naruto. Semuanya pun mengikuti Naruto. Melangkahkan kaki mereka memasuki rumah besar itu. Begitu mereka melangkahkan kaki memasuki rumah itu, mereka sudah dipenuhi dengan berbagai macam pemandangan. Pemandangan yang membuat mereka tercengang.
"Ada apa?" tanya Naruto. Langkahnya terhenti melihat teman-temannya berhenti melangkah di depan pintu.
"Naruto... ini?" sahut Lee dan Kiba. Matanya masih membelalak menatap tak percaya.
"Ada apa?" tanya Naruto lagi.
"Darimana kau dapatkan ini semua?" tanya Shikamaru.
"Bagus..." sahut Shino yang sangat irit kata.
"Hmmph... menarik..." ujar Sasuke dengan senyumnya yang menawan.
"Ooh... aku mendapatkannya. Ini semua sebenarnya milik Ayah... rumah ini milik Ayah dan Ibu... hanya saja, mereka mewariskannya padaku dalam bentuk cakra... dan yah... semua itu adalah koleksi mereka..." ujar Naruto sambil ikut memandangi koleksi ayahnya. Di dinding rumah itu ada foto minato saat masih kecil dan Kushina saat masih kecil juga. Lalu, disana juga terdapat ayahnya Sasuke, Shikamaru, Chouji, Kiba, Lee, Sakura, Ino, Shino, Hinata. Disana juga terdapat Jiraiya, Tsunade dan Orochimaru muda yang mengajar Ayah-Ayah kecil itu. Lalu, beberapa orang lainnya seperti Sarutobi muda dan Danzou muda. Bukan hanya itu, disana juga ada foto Kakashi muda dan beberapa guru mereka yang masih muda. Asuma, Kurenai, Gay. Bahkan, Itachi Uchiha. Selain itu, disana juga ada foto masa-masa pacaran orang tua-orang tua itu. Juga saat... kelahiran... Naruto.
"Naruto... mereka sangat menyayangimu..." ujar Sakura menatap foto itu lekat-lekat. Foto kelahiran Naruto.
"Ah, ya... kau benar, Sakura... hmm... aku juga sangat menyayangi mereka..." sahut Naruto dengan senyum yang merekah di wajahnya menatap foto koleksi ayahnya itu.
"Hei, Naruto! Kemari!" seru Kiba. Naruto pun menghampiri Kiba.
"Apa?" tanya Naruto.
"Ayahmu pernah pacaran dengan Ibunya Sasuke?" tanya Kiba. Naruto bingung. Sedangkan Sasuke langsung bergegas menuju tempat Kiba dan Naruto berada. Matanya terbelalak.
"Bukan... waktu itu, Ayahku dan Ibunya Sasuke sahabat dekat... mereka dikatakan sebagai pasangan paling cocok sejak umur 8 tahun sampai Ayah dan Ibuku saling mencintai dan menjalin hubungan... yah begitulah..." sahut Naruto. Sasuke sedikit menghela nafas lega. Naruto pun memandangi foto yang lain. Foto pernikahan ayah dan Ibunya. Dia perhatikan foto itu dengan seksama. Senyum terkembang di wajahnya. Namun, air mata turun di wajah tersenyumnya itu.
"Kau kenapa, dobe?" tanya Sasuke seraya mendekati Naruto. Naruto tak bergeming.
"Tidak apa-apa..." ujar Naruto. Matanya tetap menatap foto itu dengan air mata yang masih menggenang.
"Kau menangis? Kau hokage, dobe..." sahut Sasuke.
"Aku tidak menangis..." jawab Naruto.
"Lalu, apa itu?" tanya Sasuke.
"Apa?" tanya Naruto balik.
"Air di matamu..." ujar Sasuke. Naruto diam. Tubuhnya bergetar. Matanya tetap tertuju pada foto pernikahan Ayah dan Ibunya. Disamping foto itu, ada fotonya bersama ayah dan ibunya. Foto kelahirannya.
"Tidak tahu..." jawab Naruto sekenanya. Kiba, Sakura, Shikamaru, Chouji, Shino, Lee, Ino dan Sai yang menyadarinya mendekati kedua insan yang sedang berbicara.
"Kau tak mau memberitahu. Itu beban bagimu, dobe..." ujar Sasuke.
"Ya... kau benar. Aku yakin kau juga tahu apa yang aku pikirkan. Tapi, percayalah... ini tidak begitu penting..." ucap Naruto yang langsung menghapus air matanya.
"Beritahu aku ada apa, dobe..." sahut Sasuke yang tak terima ucapan Naruto barusan. Apalagi saat ini, Sasuke didukung oleh beberapa orang yang ikut memaksa Naruto dengan tatapan mereka masing-masing yang seakan berkata 'ceritakan-pada-kami-ada-apa-sebenarnya-?'. Akhirnya, Naruto menghela nafas dan mulai angkat bicara.
"Aku... saat belajar mengendalikan kyuubi... aku betemu dengan kedua orangtuaku... chakra keduanya ada dalam tubuhku. Aku berkomunikasi banyak dengan mereka. Dan mereka pula yang membantuku agar aku bisa menaklukan kyuubi. Mereka mengatakan... bahwa saat zaman dahulu, saat mereka berumur 12 tahun dan ibuku baru pindah ke Konoha, semua murid harus mengatakan cita-citanya. Ibuku mengatakan bahwa cita-citanya adalah menjadi seorang hokage wanita pertama. Sedangkan Ayahku... dia mengatakan akan menjadi Hokage hebat yang dikenal semua orang. Keduanya bercita-cita menjadi hokage. Dan mereka juga berharap aku menjadi hokage. Ayahku si kilat kuning konoha, ibuku si habanara merah maka, aku adalah hokage orange... tapi, disaat aku telah mencapai harapan mereka, mereka tak ada... apa ya ekspresi mereka saat mendapati anaknya telah menjadi orang yang mereka harapkan? Hahaha... semoga aku tak mengecewakan. Hahaha..." ujar Naruto panjang lebar. Yang lainnya hanya menatapnya sendu. Tidak lama kemudian, tatapan mereka pada Naruto pun beralih pada suara lainnya.
"A, ayah..." sahut suara lembut dari dalam kamar. "Aya...h.." sahutnya lagi makin mendesah seperti menahan tangis. "AYAAAHHH!" erang suara itu semakin memekakan telinga. Naruto yang menyadari itu, segera menghampiri kamar tempat suara itu berasal. Yang lainnya hanya menatap aneh pada Naruto yang melesat menuju suatu kamar.
"Hai... anakku sudah bangun... sini sayang..." ucap Naruto. Dia pun segera menggendong seorang anak yang tengah terduduk di ranjang kamar itu. Lalu, membawanya keluar kamar menuju tempat teman-temannya berada.
"Naruto... itu... siapa?" tanya Sakura. Bingung.
"Aku tahu... pasti anak dari selingkuhanmu kan?" tanya Sai dengan senyumnya yang masih palsu. Semuanya menatap Sai dengan pandangan mengerikan. Ino yang menyadarinya segera bergidik ngeri.
"Sai, jangan terlalu seperti itu omonganmu itu.." sahut Ino pada Sai sediki berbisik.
"Hahaha... bukan, Sai... dia memang anakku... Yah... tapi, bukan dari selingkuhan kok... setahun lebih yang lalu, ibunya meninggal setelah melahirkannya. Hehe... jadinya hanya aku sendiri yang merawatnya. Terkadang, Hinata juga membantuku merawatnya... ini... anakku dan... Shion... dia akan menjadi seorang miko..." ujar Naruto seraya memandangi anaknya yang kini tertidur di pangkuannya. Semua yang ada disana sweatdrop dibuatnya. Mata mereka membulat dan beberapa dari mereka mulutnya menganga.
"Maksudmu, Hinata tahu kamu pernah menikah?" tanya Kiba dengan tatapan yang ragu.
"Ya... sebelum menikah dengannya aku pernah mengatakan padanya.. dan mempertemukan anak ini dengannya... maka dari itu, aku sangat sayang pada Hinata yang mau menerimaku apa adanya..." jawab Naruto.
"Hinata tidak marah?" tanya Shino.
"Awalnya dia marah dan menangis. Tapi, sekali lagi aku menjelaskan semuanya. Dia mengerti pada akhirnya..." jawab Naruto.
"Kenapa kau menikah dengan Shion?" tanya Sakura. Yang masih bingung.
"Kau juga dengar kan saat itu Sakura? Dia yang memintaku untuk membantunya meneruskan keturunan Miko..." ujar Naruto.
"Ja, jadi... setelah itu...?" tanya Sakura.
"Setelah itu, orang-orang menyergapku agar menikahi Shion... Hari itu juga aku mengawininya...dan yaaah... aku yang mengambil keperawanannya dan juga memberikan anak... yah begitulah... aku tak tahu aku punya anak sampai aku mendengar Shion ingin bertemu denganku di kehamilannya yang sudah membesar. Aku menyesal tak menemaninya. Saat itu, aku terlalu... bodoh... kasihan anak ini harus kehilangan ibunya..." jawab Naruto dengan sendu. Yang mendengar hanya diam tak bergerak.
"Ayah..." erang gadis cantik di dekapan Naruto.
"Ada apa, Nami cayang?" tanya Naruto dengan suara manja. Gadis itu menggeliat dan meminta turun dari pangkuan ayahnya. Naruto mengerti itu dan segera melepaskan Nami. Terlihat Nami berusaha berdiri dengan tumpuan pada Naruto.
"Ibu..." ujar Nami sambil melihat sekeliling. Mencari seseorang yang dia sebut ibu.
"Ibu tak ada sayang... Ibu ada urusan... Nami main sama Ayah saja, ya?" sahut Naruto.
"Ayah... Nami cayang cama Ayah... Ibu..." ujar Nami sambil memeluk Naruto.
"Wah? Anak Ayah bisa berkata perkataan baru dengan baik ya... siapa yang mengajarimu sayang?" tanya Naruto dengan senyuman merekah di wajahnya.
"Ibu..." jawab Nami sambil tersenyum.
"Hahaha... anak Ayah memang pintar ya? Hehehe..." sahut Naruto. Keduanya pun tertawa bersama.
"Urm... Naruto... Kenapa tak kamu kenalkan anakmu ini pada kami? Dan... kenapa dia disembunyikan begini?" ujar Kiba.
"Aku sebenarnya ingin... hanya, Hinata mengatakan waktunya belum tepat... dia takut ayahnya marah..." jawab Naruto.
"Hai anak manis... siapa namamu?" tanya Sakura pada gadis berambut kuning dan bermata biru langit seperti Naruto. Hanya saja lekuk wajahnya mirip Shion.
"Namaku... Namikze Uzumaki Nami..." jawabnya.
"Nama yang manis... namaku Haruno Sakura..." ujar Sakura. Nami pun tersenyum mendapat teman baru.
"Hai... Aku Inuzuka Kiba dan ini Akamaru..." sahut Kiba. "woof woff!" gonggong akamaru.
"Aku Yamanaka Sai..." dengan senyum manis palsunya.
"Aku Yamanaka Ino... salam kenal adik manis..." dengan senyumnya sabil mencubit kecil pipi Nami.
"Aku Uchiha Sasuke... sahabat Ayahmu..." ucapnya sambil mengacak rambut Nami kecil. Nami pun tersenyum senang.
"Aku Nara Shikamaru... salam kenal ya gadis manis dan pintar.." ujar Shikamaru dengan senyumnya yang menawan. Jarang sekali loh Shikamaru begitu!
"Aku Akimichi Chouji... kau mau keripik kentang?" sahut Chouji seraya memberikan sedikit keripik kentang pada Nami. Nami menerimanya dan memakannya.
"Aburame Shino..." ujarnya sembari menyalami tangan gadis mungil itu.
"Hai gadis muda yang manis! Ayo bersemangat menjalani hidup!" seru Lee sambil mengangkat tangan kanannya yang dikepalkan ke atas. Nami terkikik mendengarnya.
"Kalian sekarang pilih saja kamar yang kalian mau... jangan lupa rapikan kembali tempat itu. Kasihan Hinata..." ujar Naruto. Semuanya mengangguk. Naruto pun menggendong Nami sampai ke kamarnya.
"Ayah... kenapa Ayah lama sekali?" tanya Nami sesampainya mereka di kamar Nami.
"Maaf ya... kamu kangen ya sama Ayah?" tanya Naruto.
"Iya..."ujar Nami sambil bergelayut manja disamping Naruto. Mereka merebahkan diri mereka.
"Hmm... Anak Ayah memang manis..." sahut Naruto seraya mengecup kening Nami.
"Ayah lelah?" tanya Nami.
"Iya... Nami... kamu pintar ya..." ujar Naruto.
"Hehe... Nami kan anak Ayah! Lagipula, Nami diajarkan oleh Ibu setiap hari... Nami sayang Ayah dan Ibu..." sahut Nami.
"Kamu hebat ya... umur kamu baru satu tahun lebih tapi bisa bicara fasih... benar-benar anakku!" seru naruto.
"Ayah..." ujar Nami seraya mengelus rambut Naruto lembut.
"Apa sayang?" tanya Naruto.
"Ayah lelah kan? Ayo tidur..." ucapnya.
"Iya... sini, Nami ayah peluk ya biar hangat..." ujar Naruto. Nami mengangguk. Mereka pun tertidur sambil berpelukan. Nami memejamkan matanya. Naruto tersenyum melihatnya. Mereka pun terlelap masuk ke alam mimpi masing-masing.
Sementara itu, diluar kamar mereka. Ada sembilan orang yang mengintip adegan itu.
"Hiks... Naruto... kau ayah sejati!" seru Lee dengan air mata mengalir di pipinya.
"Lee! Kau itu terlalu berlebihan..." ucap Sakura. Yang lainnya hanya menatap Lee dingin.
"Sekarang udah puas ngintipnya? Baiklah kita pembagian kamar... di rumah ini ada 5 kamar tersisa... Aku dengan Chouji, Kiba dengan Shino, Sakura sendiri, Sai dengan Ino, Sasuke dengan Lee... Baiklah... tempati tempat masing-masing..." ujar Shikamaru malas. Lalu, semuanya segera menuju kamar yang mereka tempati. Untuk mengantisipasi hari esok, mereka pun tertidur lelap.
"Naruto... hei! Bangunlah..." seru Kiba.
"Ngh..."
"Naruto! Kau mau telat?" seru Sakura.
"Emh..."
"Dobe..." ujar Sasuke.
"Ayah, bangun..."
"Ah.. iya sayang... ayah bangun... ayah bangun nih..." sahut Naruto. Lalu, dia beranjak dari tidurnya dan duduk di ranjangnya.
"Ayah... selamat pagi!" seru Nami.
"Pagi sayang..." jawab Naruto. Naruto pun mencium bibir Nami sekilas.
"Naruto... makanannya telah siap... ayo kita sarapan..." sahut Sakura. Naruto mengangguk dan menuntun Nami ke meja makan tempat semua sedang menunggu untuk sarapan.
"Lama..." sahut Shino yang telah duduk rapi di depan meja makan bersama Ino, Sai dan Chouji.
"Siapa yang masak?" tanya Naruto.
"Aku , Ino dan Shino..." ucap Sakura.
"Sepertinya enak..." sahut Naruto.
"Jangan sentuh makanannya! Cuci muka dan tanganmu dulu!" seru Sakura. Naruto pun mengerucutkan bibirnya seraya menyerahkan Nami pada Sakura. Lalu, dia melesat ke wastafel. Tak lama kemudian, dia kembali dengan tangan dan muka telah bersih. Mereka pun duduk di bangku masing-masing dan Naruto memimpin do'a makan mereka. Naruto menyuapi Nami dan dirinya. Terlihat sekali keakraban mereka berdua.
"Ada yang datang..." ujar Naruto.
"Siapa?" tanya Kiba.
"Chakranya... aku mengenalnya... ini... ini..." jawab Naruto dengan keringat dingin mengalir di pelipisnya. Otomatis itu membuat anggota yang makan sarapan itu heran dibuatnya. Namun, keheranan itu berhenti saat pintu rumah mereka saat ini diketuk. "Tidak mungkin..." lanjut Naruto saat dia mulai bangkit dari kursinya dan pergi melesat menuju pintu. Semua yang ada hanya bisa sweatdrop melihat kelakuannya.
"KAU!" seru Naruto cukup keras dari arah pintu depan. Membuat yang lainnya semakin penasaran. Namun, rasa penasaran itu tertutup tatkala melihat siapa yang datang ke ruang tamu.
"Anakku!" seru wanita berambut kuning panjang sepinggul itu. Dia segera menghampiri Nami yang sedang duduk menunggu Ayahnya kembali.
"Shi, Shion? Kau masih hidup?" tanya Sakura. Wajahnya menegang. Tak lama kemudian, datanglah Naruto menyusul Shion dari arah pintu depan.
"Shion? Bagaimana bisa? Saat itu bukankah..."kata-kata Naruto terputus saat Shion mengecup bibirnya lembut dan singkat.
"Bukan aku... saat itu, aku hanya disembunyikan tetua desa... terimakasih telah menjaga anak kita... siapa namamu?" tanya Shion pada Nami.
"Namaku Namikaze Uzumaki Nami... kamu siapa?" tanya Nami.
"Nami... ini Ibu..." ujar Shion.
"Ibu nami rambutnya warna indigo..." sahut Nami. Shion menatap Nami miris. Lalu, menatap Naruto dengan tajam.
"Aku menikah lagi... Aku kira kamu telah tiada. Saat itu.." ujar Naruto.
"Jelaskan pada Nami apa yang terjadi sebenarnya Naruto!" seru Shion kesal. Nadanya tinggi. Membuat Nami menangis.
"Ayaaaaahhhh..." ucap Nami disela isak tangisnya. Naruto pun mengambil Nami dari tangan Shion. Lalu, menenangkannya.
"Nami sayang... anak ayah tidak boleh cengeng ya..." sahut Naruto sambil mengusapi kepala Nami dalam dekapannya. Lalu, dia pun menghadap Shion. "Shion... saat ini waktunya tidak tepat... dia masih anak-anak... jangan bebani pikirannya. Aku juga tahu, sehari setelah kepergianku saat kita telah menikah waktu itu, kamu juga menikah dengan pria lain tanpa seizinku dan saat itu aku masih suamimu... beruntung, saat itu suamimu menyadari anak yang kau kandung itu anakku, sehingga dia memanggilku. Lalu, sesaat setelah kamu melahirkan, kamu disembunyikan tetua desa dan suamimu dan mereka semua mengatakan padaku bahwa kau telah meninggal... saat itu aku masih bodoh. Tapi, kini aku tahusegalanya. Semuanya... aku bisa melihat masa lalu..."ujar Naruto pada Shion dingin. Kepala Shion tertunduk. Pandangannya buram. Air mata mulai mengalir. Dia duduk terjongkok di depan Naruto. Memegang kaki Naruto sambil menangis menjadi-jadi.
"Maafkan aku Naruto..." ujar Shion.
"Kenapa kamu saat itu menjebakku menikahimu?" tanya Naruto semakin dingin.
"Aku hanya ingin mempunyai keturunan darimu... kau adalah pria hebat pertama yang aku temukan..." jawab Shion dengan isak tangisnya.
"Sudahlah... semuanya telah terjadi. Lagipula, aku menyayangi Nami. Pulanglah pada suamimu..." ucap Naruto. Kini nadanya hangat. Sangat menenangkan. Naruto pun membantu Shion untuk bangun dari duduknya. Mata mereka berpandangan. Tangan Shion membelai pipi Naruto. Jarak mereka sangat dekat. Hembusan nafas mereka menyatu.
"Maaf, Shion... ini tidak baik... disana ada suamimu yang menunggumu... kembalilah padanya... jangan kecewakan dia.. aku tak ingin melakukan apa yang telah suamimu itu lakukan padaku... aku tak akan merebutmu darinya. Kembalilah... aku do'akan kau bahagia dengannya..." ujar Naruto seraya memegang tangan Shion yang tadi memegang pipinya.
"Na, Naruto... bagaimana kalau aku memaksa?" tanya Shion. Air mata mulai jatuh.
"Maaf... aku pun sudah punya istri... ini tak baik..." jawab Naruto.
"Jadikan aku yang kedua..." ucap Shion.
"Kau gila... kembalilah... lupakan semua tentang kita ya... anggap aku hanyalah seorang yang pernah menghancurkanmu. Bencilah aku..." sahut Naruto.
"Ta, tapi... baiklah... hanya saja... maukah kau menyanyikan lagu untukku? Apa saja... aku dengar kau telah berguru pada Hachibi... malah kamu pernah membuat dan menyanyikan lagu untuk wargamu... hehe... beri aku satu..." pinta Shion seraya menghapus air matanya dan tersenyum pada Naruto.
"Boleh... hanya kali ini..." jawab Naruto hangat. Naruto pun terlihat berpikir. Lalu, mulutnya mulai terbuka dan melantunkan syair yang merdu...
Hey,Shion
Malam ini ku takkan datang
Mencoba 'tuk berpaling sayang
Dari cintamu
Hey,Shion
Malam ini ku takkan pulang
Tak usah kau mencari aku,demi cintamu
Hadapilah ini
Kisah kita takkan abadi
S'lamat tidur kekasih gelap ku
S'moga cepat kau lupakan aku
Kekasih sejatimu takkan pernah sanggup untuk melupakanmu
S'lamat tidur kasih tak terungkap
S'moga kau lupakan aku cepat
Kekasih sejatimu takkan pernah sanggup untuk meninggalkanmu
Hey,Shion
Jangan pernah panggil namaku
Bila kita bertemu lagi
Dilain hari
Hadapilah ini
Kisah kita takkan abadi
"Na, Naruto..." Shion kembali menangis.
"Ayo... kembalilah pada kekasihmu... kita memang tidak ditakdirkan bersama... kau hanyalah klien ku..." ujar Naruto.
"Aku ingin membawa Nami..." ucap Shion berhenti menangis.
"Tidak..." jawab Naruto.
"Kenapa? Aku punya hak!" seru Shion.
"A, Ayah... siapa dia?" tanya Nami lagi pada Naruto.
"Dia ibumu yang lain... kau mau pergi bersamanya?" tanya Naruto pada Nami, hangat.
"Aku ingin sama ayah..." ujar Nami. Shion kembali berkaca-kaca. "Shion anak ayah yang tak pernah menangis... beda sama dia..." lanjutnya.
"Dengar, Shion? Hapuslah air matamu... jangan sesali yang sudah-sudah... hehehe..." sahut Naruto nyengir seraya menghapus air mata Shion. Nami juga ikut menghapus air mata Shion. Ibu kandungnya.
"Naruto..." sahut seseorang. Naruto pun mengerling. Ternyata disana ada Kiba dan yang lainnya. Hampir saja Naruto melupakan mereka.
"Oh, hai semuanya! Kenalkan... ini... mantan istriku..." ujar Naruto sendu. Melihat Naruto yang sendu, Shion segera menghapus air matanya cepat dan memperkenalkan diri.
"Namaku... Shion... aku penerus Miko saat ini... salam kenal..." seru Shion canggung. Semuanya kembali memperkenalkan diri. Kini mereka melanjutkan acara sarapan mereka ditambah Shion. Naruto, Shion dan Nami terlihat sangat akrab sekali. Membuat yang lainnya cemburu dibuatnya. Membuat yang lainnya ingin segera mempunyai keluarga.
"terimakasih, Naruto... semuanya... aku pergi dulu..." ujar Shion yang segera berbalik akan pergi setelah menyelesaikan sarapannya dan bermain sebentar bersama Nami.
"Ibu! Sampai jumpa!" seru Nami. Shion berbalik lagi menghadap Nami dan mereka berpelukan.
"Ibu akan merindukanmu..." sahut Shion.
"Nami juga..." jawab Nami. Shion pun pergi dengan cepat. Nami dan Naruto hanya melambaikan tangannya.
"Baiklah! Gadis Ayah... kamu harus mandi sayang... ayo kita mandi sama-sama!" seru Naruto sambil menggendong Nami dan mengayunkannya sambil berputar.
"Naruto... kapan kita berangkat?" tanya Shino.
"dua jam lagi..." jawab Naruto. "Kalian tak mau ikut? Ayolah... aku akan membuka onsen pribadi di halaman belakang rumah... ikuti aku!" seru Naruto berlari lebih dulu menuju ke belakang rumahnya dengan Nami di pangkuannya.
Sesampainya disana, naruto seperti membuat kolam dan mengisinya dengan air yang keluar dari dalam gunung yang ternyata terdapat air panas yang dialirkan ke kolam itu oleh Naruto. Semuanya pun mengambil alat-alat berendam masing-masing dan mereka semua berendam di kolam air hangat itu.
"Ayah... ayah mau pergi lagi?" tanya Nami pada Naruto setelah mereka selesai mandi dan waktu dua jam yang tersisa telah habis.
"Ya... Nami baik-baik ya... Ayah tak akan lama... Nami kembalilah ke kamar.. dan bermain bersama Kyuubi ya..." jawab Naruto.
"Baiklah Ayah..." ucap Nami. Nami pun segera pergi ke kamarnya.
"Naruto? Tak apa-apa anakmu dibiarkan bermain bersama kyuubi itu? Siluman rubah?" sahut Shikamaru tak percaya.
"Tak apa... hehehe... dia harus bisa..." ujar Naruto.
"Dasar dobe... sekarang mau kemana?" tanya Sasuke.
"Baiklah... ayo pergi..." sahut Naruto. Mereka semua keluar dari rumah itu dan rumah itu langsung lenyap tak berbekas. Lalu, semuanya berbalik arah dan pergi ke arah tujuan mereka. Katsugakure. Namun, sebelum mereka menjauh, Naruto memalingkan wajahnya ke arah dimana rumah tadi menghilang. 'Tunggu ayah, Nami...'batinnya.
BERSAMBUNG
YEAH! GIMANA? HALAAH... MAKIN ANCUR KAH?
SILAHKAN KRITIK DAN SARAN JUGA PERMINTAAN BILA TIDAK MEREPOTKAN...
HANYA KLIK REVIEW DIBAWAH INI!
CHAPTER SELANJUTNYA:
"Aku tak tahu harus bagaimana lagi..."..."Tenanglah... disini masih ada aku... yang selalu ada disampingmu..."..."Sakura?"
THANKS FOR READ MY GAJE FIC! ^_^
