Di Matamu

"Kau mau kemana Haibara?" tanya Conan.

Black Organization telah dihancurkan. Markas pusat mereka dikepung dan bos besar Karasuma Renya telah ditangkap. Kini Conan dan Haibara sedang berbicara berdua saja di tepi danau. Ran yang sudah mengetahui kebenarannya, menunggu dan memandang mereka dari jauh.

Haibara mengangkat bahu, "Entahlah, mungkin USA, mungkin Inggris,"

"Kenapa? Kau bisa tetap di sini, kita bisa selalu menjadi tim yang hebat,"

"Banyak hal yang harus aku lakukan," Haibara berkata dengan mata berkaca-kacak. Setelah BO musnah, ia merasa Jepang bukan lagi rumahnya.

"Haibara..."

"Tapi sebelum aku pergi..." Haibara mengeluarkan sebuah kotak kecil dari sakunya dan menyerahkannya pada Conan.

"Apa ini?" Conan memandang kotak itu.

"Antidot APTX 4869. Itu akan membuat tubuhmu kembali secara permanen. Aku telah berhasil menemukan formulanya,"

"Hanya satu? Bagaimana denganmu?"

"Ah, aku akan menelannya tentu setelah aku yakin kau masih hidup setelah menelannya lebih dulu," ejek Haibara.

Conan menyipitkan matanya ketika menggerutu, "Ya ampun... Selalu begitu..."

"Oh masih ada satu lagi,"

"Apa?"

Haibara menyerahkan sebuah kalung perak dengan liontin bunga lili cantik kepada Conan, "Tolong berikan ini pada Mouri-San,"

"Ran?" Conan mengerjap sulit memercayainya, selama ini Haibara selalu tampak dingin terhadap Ran.

"Itu adalah miliki kakakku. Bahasa tubuh Mouri-San mengingatkanku akan kakakku, Akemi. Karena itu aku ingin dia memilikinya,"

"Haibara..." Conan kini mengerti dengan sikap dingin Haibara terhadap Ran selama ini.

"Sekarang kau bisa kembali padanya. Kuharap kalian bahagia. Selamat tinggal Kudou-Kun,"

Haibara memeluk Conan sesaat sebelum berbalik pergi seraya melambaikan tangannya. Ia pergi tanpa pernah menoleh kembali kepada Conan.

Shinichi menelan antidote itu. Tubuhnya kembali normal. Ia menyampaikan pesan Haibara dan kalung pemberiannya pada Ran. Ran terpaku menatap liontin lili cantik itu. Ia tersentuh, ia tak pernah tahu Haibara ternyata memiliki perasaan mendalam seperti itu terhadap dirinya karena dirinya mengingatkan Haibara akan mendiang kakaknya. Ia pun akhirnya mengerti dengan sikap dingin Haibara terhadap dirinya selama ini, ternyata bukan karena Haibara membencinya.

Ran mengenakan kalung itu di lehernya. Sejak saat itu ia tidak pernah melepaskannya lagi. Selama ini ia adalah anak tunggal, dengan mengenakan liontin itu, ia merasa punya saudara. Entah kenapa Ran merasa tidak rela Haibara pergi. Terlebih lagi ia dapat melihat di mata Haibara, ada cinta dimatanya untuk Shinichi. Ia tahu Haibara menyembunyikan perasaannya karena sungkan. Haibara tahu Shinichi hanya mencintai Ran. Ia ingin Shinichi dan Ran bahagia. Ran ingin menghentikan kepergiannya, tapi tidak ada yang bisa dilakukannya. Mungkin tidak sekarang. Di lubuk hatinya terdalam, ia tahu, meski Shinichi sudah kembali ke tubuh normalnya, pria itu tidak pernah sama lagi. Ran tahu, ia bukan satu-satunya lagi wanita yang ada di hatinya Shinichi. Tapi Ran tidak cemburu, ia menerimanya dan bersedia berbagi tempat dengan Haibara, saudara perempuannya.

Sejak saat itu, mereka tidak pernah mendengar kabar apapun lagi dari Haibara. Ia menghilang bagai ditelan bumi.


Tiga tahun kemudian setelah lulus dari kuliah, Ran dan Shinichi menikah. Mereka terlihat sangat bahagia. Ran bekerja sebagai guru sekolah TK sementara Shinichi membuka kantor agensi detektifnya. Enam bulan setelah menikah, Ran hamil. Namun sayangnya kehamilannya sangat lemah. Ran harus bedrest selama kehamilannya. Akhirnya dokter mengatakan mereka harus memilih. Ran atau bayinya. Ran bersikeras mereka harus menyelamatkan bayinya yang ternyata perempuan.

"Ran..." gumam Shinichi suatu tengah malam di rumah sakit. Ia duduk di tepi ranjang Ran dan terlihat sangat sedih.

"Tolonglah Shinichi. Hargai keputusanku jika kau memang mencintaiku. Bayi ini tidak bersalah, hidupnya masih sangat panjang. Sementara aku sudah cukup untuk saat ini,"

Shinichi terdiam, ia tahu ia tidak dapat merubah keputusan Ran.

"Kau tidak akan kesepian, bayi ini akan mewarnai hidupmu. Dan ada satu lagi yang ingin kupinta darimu,"

"Apa itu Ran?"

"Shiho..."

"Nani?"

"Shiho. Tolong berikan nama itu untuk bayi kita. Shiho Kudo, terdengar bagus kan?" Ran berkata seraya tersenyum.

Shinichi tidak mengerti kenapa Ran memberi nama Shiho untuk bayi mereka. Nama asli dari Haibara. Namun Shinichi menuruti keinginan Ran itu.

"Okasan," panggil Ran pada Yukiko suatu hari.

"Nani? Apa kau ingin sesuatu Ran-Chan?" Yukiko menatap wajah menantunya.

Ran memberikan sebuah amplop kepada ibu mertuanya, "Aku titip surat ini,"

"Surat?"

"Tolong berikan surat ini pada putri kami saat ulang tahunnya yang ke-8,"

"Apa tepatnya isi surat ini?"

Ran hanya tersenyum, "Hanya sesuatu diantara ibu dan anak,"

Beberapa jam setelah bayinya lahir melalui operasi cesar, Ran memejamkan mata untuk selamanya. Wajahnya sangat tenang dan tersenyum dengan damai.

Delapan tahun kemudian...

Shiho kecil bangun dengan penuh semangat di pagi hari ini. Hari ini adalah hari ulang tahunnya yang kedelapan. Ada satu hadiah kecil yang sudah sangat lama dinantikannya. Segera saja ia berlari kepada neneknya.

"Obasan! Obasan!" Shiho kecil memanggil Yukiko. Shiho Kudo tumbuh menjadi gadis cantik. Sikapnya seperti ayahnya, periang, penuh semangat dan ceria. Dia juga mewarisi sifat kepedulian dan kepekaan seperti ibunya. Intuisinya tajam dan cerdas seperti ayah dan kakeknya. Gaya berpakaiannya terutama gaya rambutnya seperti nenek cantiknya, Yukiko.

"Oh ayolah sayang, ini masih pagi," Yukiko berkata pada cucunya.

"Tapi hari ini adalah hari ulang tahunku. Aku sudah 8 tahun sekarang, kau berjanji untuk memberikan surat dari Okasan pagi ini," Shiho kecil merajuk.

Yukiko menghela napas, gadis ini sama seperti ayah dan kakeknya. Ia memiliki rasa ingin tahu yang sangat besar. Yukiko menyadari tidak bisa menahannya lebih lama lagi, ia pun mengeluarkan sebuah amplop dari sakunya dan menyerahkannya pada Shiho.

"Yess!" Shiho mengambilnya dan lari ke dalam kamar.

Dear Shiho-Chan,

Selamat ulang tahun! Kau sudah 8 tahun sekarang. Aku yakin kau memiliki kecerdasan tinggi seperti ayahmu ("Ya! Tentu saja!" Shiho mengangguk). Bagaimana dengan ayahmu? Apakah ia masih menjadi magnet mayat? (Shiho mengagguk lagi). Aku yakin dia masih seperti itu hehehe...

Okay Shiho-Chan. Ada sesuatu yang Okasan ingin kau lakukan... Anggap saja kita sedang bermain permainan detektif...

"Otosan!" Shiho berlari ke ayahnya.

"Oh, putriku sudah besar!" Shinichi menggendongnya seraya mengecup pipinya, "Kau sudah umur 8 tahun!"

"Uhm," Shiho mengangguk.

"Jadi, kau ingin hadiah apa hari ini?" tanya Shinichi.

"Uhmmm... Aku belum memikirkannya..." sahut Shiho.

"Benarkah?"

"Biar aku pikir dulu sebelum memberitahu Otosan,"

"Oke,"

"Tapi Otosan. Ada sesuatu yang ingin kutanyakan,"

"Apa itu?"

"Kenapa namaku Shiho?"

Shinichi terdiam, "Kenapa kau tanya hal itu?"

Shiho kecil mengangkat bahu, "Hanya ingin tahu. Kakek memberimu nama Shinichi karena berharap agar kau selalu mengungkap kebenaran kan? Dan kau sungguh-sungguh melakukannya! Jadi, kenapa namaku Shiho?" ia menguji ayahnya. Tentu saja Shiho tahu alasannya dari surat panjang ibunya.

1

Shinichi menurunkan Shiho. Ia duduk di sebuah sofa dan membiarkan Shiho kecil duduk di pangkuannya. Mendadak saja ia teringat seorang wanita yang telah menghilang bertahun-tahun dan tidak pernah mendengar apapun lagi tentangnya.

"Otosan?"

"Shiho adalah nama seorang teman. Temanku dan teman ibumu. Teman kami,"

Shiho mengerjap, "Benarkah?"

"Namanya adalah Shiho Miyano,"

"Seperti apa dia?" tanya Shiho kecil bersemangat.

"Dia wanita yang sangat cantik. Dia juga sangat cerdas, tentu saja, dia seorang ilmuwan hebat. Dia sangat kuat, mandiri dan berusaha melakukan segala sesuatunya sendiri. Mungkin karena ibumu mengaguminya, jadi dia memberimu nama itu. Supaya kelak kau bisa sekuat dan sepandai dirinya," jelas Shinichi seraya membayangkan wajah Haibara alias Shiho.

"Dimana dia sekarang?"

"Entahlah, tidak pernah ada kabar darinya lagi,"

"Kenapa? Kau kan detektif hebat. Kenapa kau tidak mencarinya?"

"Sudah. Tapi dia sangat cerdas. Mungkin dia memang tidak ingin ditemukan,"

Shiho kecil mengangguk, "Aku mengerti,"

"Oke, Otosan harus kerja sekarang,"

"Have a nice day Otosan," Shiho mengecup pipi ayahnya.

"You too, Dear," Shinichi bangkit berdiri, menepuk lunak kepala putrinya sebelum berlalu pergi.

Setelah Shinichi keluar rumah, Shiho kecil menghela napas murung.

Yukiko yang telah mendengar percakapan mereka dari tadi, menghampirinya.

"Ada apa Shiho-Chan?" tanya Yukiko.

"Kau dengar tadi Obasan? Bahkan Otosan tidak dapat menemukannya. Bagaimana aku bisa memenuhi keinginan Okasan untuk membuat mereka bersama? Itupun kalau Miyano-San belum menikah juga,"

"Kau tahu? Ada seseorang yang kepintarannya sebanding dengan ayahmu, bahkan mungkin lebih,"

"Siapa?"

"Kakekmu, Yusaku," Yukiko tersenyum misterius.


Inggris...

"Kau yakin ingin ke USA?" tanya Hakuba pada tunangannya.

"Ah ya. Anak-anak selalu membuatku senang," sahut Shiho seraya merapikan pakaiannya di koper.

Hakuba Saguru tersenyum. Ia mendekati Shiho dan memeluk pinggangnya dari belakang, "Jika kau memang suka anak-anak, menikahlah denganku dan kita buat beberapa anak,"

Shiho terkekeh, "Sudah kukatakan, aku belum siap,"

"Kenapa? Kau tidak mencintaiku,"

"Kuba-Kun..."

"Shiho..." Hakuba merajuk.

"Kita sudah sepakat kan? Kau tidak akan mendesakku,"

"Oke-oke," Hakuba menyerah seraya melepas pelukannya terhadap Shiho.

Haibara akhirnya menelan antidote APTX 4869 dan kembali ke tubuh normalnya 10 tahun lalu. Sekarang ia hidup sebagai Shiho Miyano. Dia pergi ke Inggris, tanah kelahiran ibunya untuk melanjutkan hidupnya sebagai ilmuwan dan guru. Suatu hari tanpa sengaja ia bertemu dengan Hakuba Saguru, seorang detektif tampan blasteran Jepang dan Inggris juga. Hakuba Saguru sedang buntu dengan kasusnya dan Shiho membantunya.

Hakuba Saguru sangat mengagumi Shiho dan kepandaiannya. Ia tidak pernah bertemu dengan wanita tangguh dan pintar seperti itu sebelumnya. Perlahan-lahan mereka jadi sering bekerjasama dalam memecahkan sebuah kasus. Hingga kemudian Hakuba Saguru memutuskan untuk mengejarnya, namun Shiho Miyano sangat dingin. Hakuba tidak menyerah, ia melakukan segala cara untuk menaklukkan hati Shiho. Akhirnya ia pun berhasil menjadi kekasih dan tunangannya. Namun tetap saja Shiho masih menghindar jika Hakuba membicarakan tentang pernikahan. Hakuba juga menyadari, meski ia telah sukses mengencani Shiho, namun wanita itu tidak pernah berkata mencintainya. Shiho memintanya untuk menunggu dan tidak mendesaknya, jika ia siap, ia akan mengatakannya sendiri.

"Aku akan kesepian selama dua bulan,"

Shiho berkacak pinggang, "Jangan kekanak-kanakan. Kau bisa menyusul kapanpun kau mau. Tapi aku tahu, kau akan sibuk dengan kasus-kasusmu,"

Hakuba tersenyum, "Dari kata-katamu, aku merasa kau akan merindukanku juga,"

Shiho memutar matanya, "Ck... Selalu percaya diri seperti itu,"

Hakuba memeluknya dan mencium pipinya, "Aku janji, aku akan menyusul setelah kasusku selesai,"

"Oke, aku akan menunggu,"

"Benarkah?"

"Ya,"

"Otosan! Sekarang aku tahu mau hadiah apa!" Shiho berkata pada Shinichi.

"Oh ya? Hadiah apa yang telah membuat putriku berpikir sampai seminggu dari hari ulang tahunnya?" tanya Shinichi.

"Aku ingin ikut summer camp di USA,"

"Summer camp di USA?"

"Uhm, aku ingin bertemu dengan teman-teman lain dari seluruh dunia,"

"Tapi kenapa USA? Terlalu jauh. Kau bisa membuat summer camp sendiri di sini di Jepang,"

"Tapi itu tidak menarik. Aku ingin berteman juga dengan teman-teman di luar Jepang. Hanya dua bulan saja Otosan. Aku bosan disini selama musim panas menunggumu pulang dari investigasi,"

"Dua bulan?! Tidak! Aku tidak setuju!" tegas Shinichi. Dia sudah kehilangan Ran, ia tidak ingin kehilangan Shiho lagi.

"Tapi Otosan..." Shiho merajuk.

"Aku akan memenuhi semua permintaanmu kecuali itu,"

"Biarkan saja Shinichi," ujar Yusaku, "Summer camp bagus untuk melatih kemandiriannya. Lagipula dia tidak sendiri. Aku dan ibumu akan menemaninya,"

"No Otosan! Aku tidak akan setuju. Kalian hanya menemaninya sampai USA tapi di tenda itu dia sendirian. Aku tidak akan pernah mengijinkan. Jangan mencampuri urusanku dengan putriku," kata Shinichi keras pada ayahnya.

"Otosan..." Shiho sudah ingin menangis sekarang. Berkat pertolongan Yusaku selama seminggu ini, akhirnya mereka berhasil menemukan keberadaan Shiho Miyano yang akan mengikuti summer camp di USA untuk membimbing anak-anak disana.

"Tidak, Shiho. Untuk kali ini, Otosan tidak bisa memenuhi keinginanmu. Pikirkan saja hadiah yang lain," Shinichi berkata pada putrinya tanpa ingin dibantah lagi sebelum memasuki kamarnya.

Shiho kecil menunduk sedih, airmatanya mengalir ke pipi tembamnya.

Yusaku dan Yukiko menghampirinya.

"Ojisan, Okasan... Apa yang harus kulakukan sekarang?" Shiho menatap mereka.

"Jangan cemas," Yukiko berbisik padanya, "Kita akan tetap pergi kesana..."

Yusaku juga mengangguk setuju.

Summer Camp USA

Akhirnya Yusaku, Yukiko dan Shiho terbang ke USA dan hanya meninggalkan sebuah surat untuk Shinichi di meja. Shiho sudah cukup mandiri untuk ukuran seusianya untuk mengikuti summer camp dengan teman-teman lain yang berusia sama dengannya. Jadi Yusaku dan Yukiko cukup mengawasinya dari kejauhan.

"Selamat datang di summer camp!" Shiho Miyano dengan guru-guru lain memberikan setangkai lili putih pada anak-anak yang baru saja selesai diabsen dari bagian registrasi.

Tidak membutuhkan waktu lama bagi Shiho kecil untuk mengenali Shiho Miyano. Ibunya telah menjelaskan segalanya di surat. Shiho Miyano memiliki rambut kemerahan dan lagipula dia yang paling cantik diantara guru-guru lainnya. Shiho Kudo menyukai senyumnya, membuat hatinya merasa hangat.

Perlahan Shiho Kudo mendekatinya.

"Selamat datang di summer camp!" Shiho Miyano memberinya setangkai lili.

Ketika menerima bunga lili itu, Shiho Kudo tersenyum padanya penuh arti.

Shiho Miyano juga terpana, entah kenapa anak ini terasa familiar. Wajah dan senyumnya mengingatkannya akan seseorang. Shiho Miyano menunduk untuk berbicara dengannya.

"Jadi, apa kau dari Jepang?" tanya Shiho Miyano.

"Ehm," Shiho Kudo mengangguk, dalam hati ia mengagumi suara indah Shiho Miyano dan cara bicaranya yang keren, "Sepertinya kau juga bukan asli USA,"

"Ah ya, aku juga dari Jepang, separuh Inggris," Shiho berkata seraya tersenyum.

Shiho Kudo membalas senyumnya, ia benar-benar jatuh cinta pada pandangan pertama.

"Siapa namamu?" tanya Shiho Miyano.

"Namaku Shiho," sahut Shiho tanpa menyebutkan nama keluarganya.

"Benar-benar kebetulan, namaku juga Shiho. Shiho Miyano,"

"Oh ya? Benar-benar kebetulan! Senang bertemu denganmu Shiho-Sensei. Boleh aku panggil begitu?" tanya Shiho Kudo polos.

Shiho Miyano terkekeh, "Ya, tentu saja,"

Mereka tertawa bersama.

"Boleh aku tahu, kenapa orang tuamu memberi nama Shiho?" tanya Shiho Kudo.

"Uhm..." Shiho Miyano mengangkat bahu, "Entahlah, mungkin orang tuaku menyukai nama itu. Bagaimana denganmu? Kenapa orang tuamu memberimu nama itu?"

Shiho Kudo juga mengangkat bahu, "Tidak tahu, mungkin karena orang tuaku menyukaimu," ujarnya seraya tersenyum misterius sebelum berlalu dan meninggalkan Shiho Miyano seorang diri.

"Eh?" Shiho Miyano tertegun, tidak mengerti maksudnya, namun ia segera melupakannya.


Setiap hari dan setiap saat, Shiho Kudo mengamati sikap Shiho Miyano. Semakin banyak observasi, ia semakin mengaguminya. Shiho Kudo menyukai wanginya, kekuatannya, ketegasannya dan juga kepandaiannya. Sementara di hati Shiho Miyano, ia juga mengagumi Shiho kecil. Keingintahuannya mengingatkannya akan seseorang, bocah kecil bernama Conan Edigawa. Tapi ketika ia memikirkannya, ia buru-buru menggeleng. Ia tidak boleh memikirkannya lagi. Shinichi Kudo sudah bahagia dengan keluarganya.

Suatu hari, tidak seperti biasanya Shiho Miyano menemukan Shiho kecil tampak sedih. Shiho Miyano mendekatinya. Hingga detik ini, Shiho kecil tidak pernah menyebut nama keluarganya.

"Ada apa Shiho-Chan? Kenapa kau sedih? Kau biasanya sangat ceria,"

Shiho kecil masih terdiam menatap buku catatan kosongnya.

Shiho Miyano merangkulnya, "Ayolah, kau bisa bercerita padaku. Ingat aku adalah ibumu selama musim panas ini kan?"

Dan aku akan membuatnya menjadi selamanya... Batin Shiho kecil, "Jeanie-sensei..." ia mulai berbicara.

"Uhm?"

"Jeanie-Sensei memberi kami tugas mengarang tentang ibu kami..."

"Ya, aku tahu itu. Lalu?"

"Aku tidak bisa melakukannya,"

"Kenapa?"

"Karena aku tidak pernah mengenal ibuku,"

"Nani?"

"Okasan meninggal sejak aku masih bayi. Aku hanya mendengarnya dari Otosan, Obasan dan Ojisan tapi aku tidak tahu dia seperti apa,"

Shiho Miyano merasa tersentuh. Ia memeluk Shiho kecil erat. Ia tidak tahu Shiho kecil yang sangat ceria ternyata juga menyimpan kesedihan dalam dirinya.

"Aku mengerti perasaanmu. Aku juga tidak pernah mengenal ibuku," ujar Shiho Miyano.

"Benarkah?"

"Uhm..." kemudian Shiho Miyano bercerita singkat mengenai masa kecilnya. Ia hanya memiliki seorang kakak perempuan sebelum meninggal. Ia tidak pernah mengenal ayah dan ibunya sendiri. Baginya orang tuanya hanya kakaknya.

"Kau masih sangat beruntung Shiho-Chan. Kau masih memiliki Otosan, Ojisan dan Obasan yang akan selalu mencintaimu. Sementara aku tidak memiliki apapun, bahkan aku tidak tahu apa itu cinta sebelumnya..." Shiho Miyano mengakhiri ceritanya.

"Lalu, bagaimana sekarang? Apa kau tahu apa itu cinta?"

Shiho Miyano tersenyum, "Ya aku tahu..."

"Bagaimana kau tahu?"

"Ada seorang bocah kecil mengajariku tentang kepedulian, persahabatan dan cinta. Dia menunjukkan segalanya padaku sehingga aku dapat membuka mataku dan hatiku, ternyata masih banyak hal yang dapat kulakukan di dunia ini. Hal-hal yang sangat berarti,"

"Dimana dia sekarang?"

Shiho Miyano menarik napas dalam sebelum berkata, "Mungkin dia sekarang di Jepang bersama keluarganya,"

"Keluara? Tapi kau menyukainya. Kenapa kau membiarkannya pergi?"

Shiho Miyano menepuk lunak kepala gadis kecil itu, "Karena ada cinta yang lebih besar di Jepang yang lebih pantas untuknya daripada yang kuberikan. Aku tidak ingin egois,"

Shiho kecil mengulurkan tangan kanannya untuk menyentuh pipi Shiho Miyani, "Aku janji kau tidak akan sendirian lagi Shiho-Sensei. Aku akan mengembalikan cinta yang seharusnya menjadi milikmu sejak dulu,"

"Eh? Apa maksudmu?" Shiho Miyano bingung.

Shiho kecil hanya menyeringai, "Rahasia,"

Shiho Miyano menganggap anak-anak di summer camp itu seperti anak-anaknya sendiri. Dia mengajari mereka dengan cinta. Setiap malam ia akan mengecek mereka di tempat tidur masing-masing, memastikan semuanya sudah tertutupi baik dengan selimut. Tapi ia harus mengakui di summer camp kali ini, ia memiliki anak favorit. Yaitu Shiho kecil. Shiho Miyano akan menghampiri tempat tidurnya paling akhir dan duduk disana sedikit lebih lama dari tempat tidur lainnya. Tapi ia tidak menyangka malam ini akan berbeda. Ketika ia ingin menyelimuti Shiho kecil seperti biasanya, ia melihat benda itu jatuh dari tempat tidur Shiho kecil. Sesuatu yang berwarna perak.

Ketika Shiho Miyano memungutnya, ia terpaku.

Nani? Kalung ini... Ia mengenali kalung silver lili yang sudah ia berikan pada Ran Mouri sepuluh tahun lalu. Mendadak jantung Shiho Miyano berdegup cepat. Perlahan ia meraih koper Shiho kecil dan memeriksa barang-barangnya. Lalu ia menemukannya, foto Shinichi Kudo dengan Ran Mouri. Pemahaman merasuki benaknya. Ia menatap Shiho kecil yang tidur nyenyak di ranjangnya. Ia mengerti sekarang kenapa anak ini terasa familiar. Sikap dan kepandaiannya seperti ayahnya, kepekaannya seperti ibunya. Ia juga memahami sekarang kenapa anak ini diberi nama Shiho. Mungkin Ran yang memberikan nama itu, sebagai penghargaan atas namanya.

Jadi... Ran-San... telah meninggal... Onee-chan... airmata mengalir di pipinya. Dengan lembut ia menyentuh pipi Shiho kecil dengan punggung telunjuknya. Jadi ini putrimu Kudo-Kun... Putrimu dengan Ran-San... Dia benar-benar seperti malaikat... Shiho menunduk untuk mengecup kening Shiho kecil.

Shinichi benar-benar amat sangat marah ketika membaca surat yang ditinggalkan orang tuanya di meja. Ia sebenarnya ingin menyusul ke USA setelah membacanya namun ia harus menyelesaikan sebuah kasus terlebih dahulu. Sesudah segalanya beres, ia langsung terbang ke USA untuk menjemput putrinya dan memaksanya pulang ke Jepang. Ia bersumpah akan melarang orang tuanya bertemu cucunya untuk sementara sebagai hukuman.

Ia sampai di summer camp USA suatu pagi. Ia berlari begitu cepat hingga meruntuhkan pagar kecil untuk menemukan putrinya.

"Dan ini penghargaan untukmu karena kau telah berhasil menyelesaikan kasus itu," kata Shiho Miyano seraya mengaitkan sebuah pin emas di pakaian Shiho kecil.

"Terima kasih Shiho-Sensi," kata Shiho kecil.

"Sama sam..."

"SHIHO!" mendadak terdengar suara seorang pria memanggil nama itu.

"Eh?" Kedua Shiho menoleh ke asal suara itu.

"SHI..." Shinichi muncul diambang pintu kemudian tertegun menatap mereka berdua, "...ho..."

Shiho Miyano juga tertegun menatapnya, "Ku-Kudo-Kun..."

"Shiho?" Shinichi memanggil lagi. Biasanya ia memanggil dengan nama Haibara. Tapi entah kenapa mudah saja sekarang memanggilnya Shiho. Mungkin karena ia telah terbiasa memanggil putrinya dengan nama itu.

"Kudo-Kun?"

Perlahan mereka saling menghampiri satu sama lain, melupakan keadaan di sekitar. Kemudian secara alamiah sebagai orang dewasa yang sudah lama tak bertemu, mereka berpelukan.

Ketika melihat mereka berpelukan, Shiho kecil tersenyum. Mereka benar-benar serasi. Ia tidak sabar lagi ingin mempunyai ibu seperti Shiho Miyano.

"Lama tak bertemu Shiho," Shinichi tak pernah tahu, ia ternyata sangat merindukan wanita ini.

"Ya, lebih dari sepuluh tahun, Kudo-Kun," kata Shiho, ia juga merindukan pria ini.

Kemudian mereka saling melepaskan diri, merasa canggung.

"Miss Sherry!" mendadak terdengar suara seorang pria yang datang dari luar, ternyata pihak keamanan di summer camp.

"Ada apa?" tanya Shiho Miyano.

"Pria ini, Mam! Dia menghancurkan pagar sambil meneriakkan namamu seperti orang gila!"

"Hey! Aku hanya sedang mencari putriku," sahut Shinichi.

"Tapi bukan berarti kau boleh menghancurkan pagar! Memangnya kau tidak bisa lebih sopan?!" Shiho Miyano mulai ngamuk pada Shinichi.

"Oke oke. Aku minta maaf. Aku terlalu marah karena putriku kemari diam-diam!"

"Takuu! Kau tidak berubah juga! Suka egois dan seenaknya saja!"

"Apa? Egois? Lihat siapa yang bicara! Evil-Yawny-Sleep eyes..."

"Kau!"

Shiho Kudo berdehem untuk menghentikan mereka, namun ia nyengir.

Shinichi dan Shiho dewasa menatapnya.

"Maaf, bisa kalian lanjutkan reuniannya nanti? Anita sudah menunggu giliran pinnya Shiho-Sensei," ujar Shiho kecil manis. Anak-anak dan guru lain juga cengar cengir melihat tingkah mereka.

Shinichi dan Shiho dewasa jadi malu.

Malam hari di tepi danau...

"Bagaimana putriku?" tanya Shinichi ketika Shiho menghampirinya dan duduk di sebelahnya.

"Dia sudah tidur. Dia benar-benar seperti dirimu, penggila misteri,"

Shinichi nyengir, "Ya..."

"Selamat Kudo-Kun, kau memiliki putri yang mengagumkan,"

"Ya, dia segalanya. Dia mewarnai hidupku,"

Shiho menarik napas dalam sebelum lanjut berkata, "Aku turut menyesal mengenai Ran-San, Kudo-Kun. Aku tidak tahu dia..."

"Tidak apa-apa Shiho. Sudah 8 tahun, aku sudah merelakannya,"

"Pasti sulit untukmu, merawatnya seorang diri,"

"Ya tentu saja, tapi untungnya orang tuaku banyak membantuku merawat Shiho,"

"Aku mengerti,"

"Bagaimana denganmu? Kemana saja kau selama ini? Terakhir kali kita bertemu kau masih Haibara dan kau tidak pernah mengontak lagi sejak saat itu,"

"Aku akhirnya menelan antidote itu tentu. Aku berkelana mengelilingi dunia untuk mencari apa tujuan hidupku. Belanda, Jerman sampai akhirnya aku menetap di Inggris. Aku bekerja sebagai ilmuwan dan guru sains. Setahun sekali aku kemari untuk membantu mengatur anak-anak,"

"Tapi kenapa Shiho? Kenapa kau tidak menghubungi kami? Aku sudah berusaha mencarimu. Kenapa kau bersembunyi? BO kan sudah tidak ada,"

"Aku hanya ingin mendapatkan ketenangan,"

Shinichi mengernyit, "Apa maksudnya?"

Shiho menguap, tidak ingin membahasnya lebih jauh, "Waktunya tidur, oyasumi Kudo-Kun," ia pun berlalu pergi.

Shinichi mengerjap seraya menggerutu, "Selalu seperti itu,"


"Aduh Kudo-Kun! Kenapa kau harus ikut sih?" Shiho menggerutui Shinichi ketika mereka sedang hiking ke sebuah bukit.

"Aku hanya ingin mengawasi putriku," Shinichi membela diri.

"Dia akan baik-baik saja bersama kami. Lihatlah! Dia sangat senang selama ini dan sangat mandiri melebihi perkiraanmu selama ini,"

"Aku berjanji aku tidak akan mengganggu kegiatan kalian. Aku hanya melihat dari jauh saja,"

"Tapi pikirkan perasaannya. Coba kau lihat, tidak ada orangtua lain yang mengawasi anak-anaknya disini. Dia akan malu..."

"Dia tidak akan begitu. Aku ayahnya!"

"Aku tahu itu, tapi kau jangan lupa, kau kan magnet mayat. Kau bisa..."

"Argggh!" terdengar suara teriakan seorang wanita.

Shiho menghela napas, "Oke, kau telah melakukannya,"

Guru lain mengumpulkan anak-anak ke satu tempat yang aman, menjauhkan mereka dari jenasah. Shinichi melakukan yang harus dilakukannya sebagai detektif. Shiho Miyano membantu investigasinya seperti biasanya yang mereka lakukan bertahun-tahun lalu. Shiho Kudo memerhatikan cara mereka bekerja sama. Dia semakin mengagumi mengamati cara ayahnya dan Shiho Miyano bekerja. Mereka benar-benar tim yang hebat. Shiho Kudo mendadak terpikir apa yang menjadi tujuan hidupnya di masa depan. Ia juga ingin menjadi bagian dari tim mereka. Ia memutuskan ingin menjadi dokter forensik ketika ia dewasa nanti.

Shiho Miyano menghampiri lapangan sepakbola dan menemukan detektif itu sedang bermain sepakbola dengan anak-anak termasuk Shiho kecil. Seraya mengangkat salah satu alisnya, ia menatap Shinichi penuh perhitungan.

"Apa?" tanya Shinichi.

"Kau tahu? Kau sudah mengacaukan rencana kami hari ini. Aku baru saja ingin mengumpulkan anak-anak ketika aku tidak bisa menemukan mereka. Ternyata mereka disini bersamamu," Shiho Miyano mengomel seraya melipat tangannya dengan angkuh seperti biasa.

Shinichi nyengir tanpa merasa bersalah, "Mereka terlihat senang. Tunggu, bagaimana jika kau bergabung? Kita kurang satu orang,"

"Tidak! Aku tidak pernah bermain itu lagi," tolak Shiho dewasa mentah-mentah.

"Berarti sekarang saatnya kan?" desak Shinichi.

"Tidak. Aku tidak mau,"

Mendadak Shiho kecil menghampiri mereka, "Ayo Shiho-Sensei. Pasti seru jika kau bergabung dengan kami,"

Anak-anak lain menyetujui dan menyerukan Shiho Miyano untuk bergabung. Ia merupakan guru terfavorit di summer camp ini.

"Tuh kan," goda Shinichi.

"Oke oke, aku ikutan," ujar Shiho Miyano seraya berjalan ke lapangan.

Mereka akhirnya bermain sepakbola bersama. Hal itu mengingatkan Shinichi dan Shiho dewasa ketika mereka masih mengecil, mereka suka bermain sepakbola bersama Detektif Cilik. Shinichi dan Shiho Miyano sering tertawa lepas bersama. Shiho Kudo tidak ingat, kapan ia pernah melihat ayahnya terbahak lepas seperti itu. Ia terlihat sangat bahagia. Begitu juga dengan para guru lain, mereka tidak pernah melihat Shiho Miyano bergembira seperti ini. Shiho Kudo berpikir, semakin lama ia mengamati, mereka memang sangat serasi untuk satu sama lainnya.

Summer Dance Night

"Tidak tidak, jangan sentuh dia seperti itu..." gerutu Shinichi ketika ia melihat seorang bocah lelaki merangkul pinggang Shiho Kudo. Ia ingin menghampiri mereka namun Shiho Miyano mencegah dengan menjewer telinganya.

"Biarkan mereka..." kata Shiho Miyano.

"Apa?! Tapi lihat dia! Dia menyentuh putriku!"

"Itu cuma dansa, normal jika mereka berangkulan seperti itu! Lihat sekelilingmu, semua guru sedang mengajari dan membimbing mereka untuk berdansa dengan baik. Latihan sebelum mereka dewasa,"

"Tapi mereka baru 8 tahun,"

"Usia yang cukup untuk belajar dansa di negara ini,"

"Takuuu..." Shinichi tidak bisa komentar lagi.

Shiho menghela napas, "Kau tidak berubah, terlalu overprotektif dengan sekelilingmu,"

"Ya, terutama sejak Ran meninggal. Aku selalu cemas memikirkan Shiho. Ada begitu banyak pertanyaan di benakku setiap hari, setiap waktu. Apakah ia akan baik-baik saja? Apakah ia akan sehat? Apakah ia tumbuh normal... dan lainnya,"

Shiho menatapnya simpati, "Aku mengerti. Tapi kuharap kau tidak terlalu keras terhadap dirimu sendiri Kudo-Kun. Meski aku baru mengenal putrimu, tapi aku yakin dia gadis yang tangguh seperti dirimu seperti Ran-san,"

"Ah... Terima kasih..." Shinichi menatap Shiho kecilnya lagi. Terlihat Shiho kecil dan pasangannya telah berhasil mengatasi kecanggungan mereka. Gerakan dansa mereka lebih lancar.

Hening sesaat sebelum akhirnya Shinichi mengulurkan tangannya pada Shiho dewasa.

"Apa?" tanya Shiho Miyano seraya menatap tangan Shinichi dengan bingung.

"Bagaimana jika kita dansa juga?"

"Nani?"

"Lebih baik begitu daripada aku terus-menerus paranoid memikirkan putriku kan?"

"Memang kau bisa dansa?" Shiho mengangkat sebelah alisnya, meragukan kemampuan Shinichi.

"Hei! Jangan remehkan aku!" sungut Shinichi.

"Oke, oke. Sekali kau injak kakiku. Kubunuh kau!" Shiho memperingatkan seraya menerima ajakan Shinichi dan menyambut uluran tangannya.

"Ya Ampun..."

Mereka berdua akhirnya turun ke lantai dansa. Shiho terkesiap ketika Shinichi mengalungkan lengan di pinggangnya untuk membuat mereka lebih dekat. Mereka sangat dekat hingga mereka mampu merasakan napas satu sama lainnya. Mereka bergerak perlahan sesuai irama musik, tapi tidak terlalu menyadari keadaan sekeliling mereka. Mereka saling menatap dan dunia saat ini hanya milik mereka. Shinichi tidak pernah menyadari mata besar Shiho, yang biasanya ia sebut 'mata setan mengantuk' ternyata sangat indah. Sekarang jika Shinichi mengingat kembali, ia tidak pernah mengenal Shiho sebagai wanita, ia hanya mengenalnya sebagai Haibara kecil. Ia tidak pernah tahu ternyata wanita ini juga ciptaan Tuhan yang sangat mengagumkan.

Entah karena terbawa suasana atau karena aroma Shiho membuatnya mabuk. Shinichi lambat-lambat bergerak menunduk meraih bibir Shiho dengan bibirnya. Shiho memejamkan mata, menikmati ciuman ringan itu. Namun kemudian ia menyadari sesuatu dan segera melepaskan dirinya dari dekapan Shinichi.

"Shiho?" Shinichi bingung, apakah ia menyakitinya?

"Gomene..." gumam Shiho Miyano sebelum lari keluar.

Mendadak terdengar guntur dan hujan lebat pun turun.

Shiho Miyano terjatuh di rumput. Tangisannya tenggelam dalam suara derasnya hujan. Tubuhnya gemetar karena dingin. Sudah 8 tahun berlalu, ia kira ia mampu mengendalikan perasaan itu, tapi ternyata tidak. Rasa itu masih ada disana, jauh di dalam lubuk hatinya.

"Aku mencintaimu..." Shiho berbisik sendiri, "Aku mencintaimu..."

Tiba-tiba saja ada lengan kuat yang memeluk lehernya dari belakang dan balas berbisik, "Aku juga mencintaimu,"

Shiho membeku, suara itu bukan milik Shinichi. Ia menoleh dan melihat mata biru cemerlang memandangnya balik.

Hakuba Saguru.


Orang-orang di kamp itu tertegun ketika mereka berdua memasuki ruangan, terutama Shinichi dan Shiho Kudo. Seorang detektif Inggris-Jepang merangkul Shiho dewasa yang tampak basah dan diselimuti dengan jaketnya.

"Ah Kudo-Kun! Lama tak bertemu!" sapa Hakuba.

"Ah ya," balas Shinichi.

"Tapi kenapa kau disini? Ada kasus?"

"Tidak. Aku disini karena putriku, Shiho. Kau?" tanya Shinichi seraya merangkul Shiho kecil.

"Oh kebetulan sekali. Aku juga disini karena Shiho-Chan. Shihoku," kata Hakuba seraya mengeratkan rangkulannya pada Shiho dewasa.

"Kau dan Shiho..."

"Ah biar kujelaskan. Shiho adalah tunanganku dan dia baru saja menerima lamaranku. Kami akan menggelar pesta pernikahan kami setelah summer camp ini,"

"Oh bagus sekali!" salah seorang guru berkomentar, "Kita harus merayakannya malam ini!"

"Yeay!" Anak-anak juga bersorak.

Hakuba dan Shiho segera dikerumuni oleh guru dan anak-anak yang ingin mengucapkan selamat pada mereka. Tidak ada yang menyadari Shinichi dan Shiho kecil yang terpinggirkan dan diam-diam menangis dalam hati.

Inggris...

"Bagaimana penampilanku Shiho-Chan? Apakah aku terlihat tampan?" tanya Hakuba Saguru seraya melebarkan lengannya kepada Shiho kecil di ruangan pengantin pria. Hakuba sedang bersiap-siap untuk upacara pernikahannya di gereja.

"Tentu saja kau sangat tampan Hakuba ojisan!" Shiho kecil berkata seraya mengacungkan dua jempol mungilnya, "Kau bisa membuat semua wanita jatuh cinta padamu termasuk diriku,"

Hakuba Saguru tertawa seraya menepuk lunak kepala Shiho kecil, "Kau benar-benar putri Kudo-Kun. Sangat pandai bicara,"

Shiho Kudo terkekeh, "Tapi aku penasaran, diantara semua wanita cantik, kenapa kau mencintai Shiho-Sensei?"

"Nani? Apa maksudmu?"

"Lihat," Shiho Kudo menunjuk foto Shiho Miyano di meja Hakuba dengan telunjuk kecilnya, "Shiho-Sensei cantik kan?"

"Memang,"

"Tapi apa kau tidak menyadarinya Hakuba-ojisan? Dia sangat tajam, galak dan moody. Kadang memang dia sangat manis, tapi lebih sering sinis kan?"

"Ya... kau benar sih..."

"Dia sangat gila kerja. Lihat matanya, seperti mata setan mengantuk karena dia sering begadang,"

"Hmmmm..." Hakuba melihat foto itu lekat-lekat, "Iya juga ya..."

"Jadi kenapa kau mencintainya? Ayolah ojisan, kau bisa menemukan wanita lain yang lebih baik darinya. Aku akan sedih jika kau menikahinya namun tidak mendapatkan perhatian darinya karena dia mencintai pekerjaannya. Bagaimana dia mau mengurusmu nanti?"

Hakuba tertawa, "Kau benar Shiho-Chan. Tapi... Kau tidak mengerti. Suatu hari jika kau dewasa kau akan mengerti, tidak membutuhkan alasan untuk mencintai seseorang,"

"Tapi Ojisan..."

"Oke, aku harus pergi sekarang. Sebaiknya kau kembali pada ayahmu, dia pasti mencarimu," Hakuba menepuk lunak kepala Shiho kecil lagi sebelum berlalu pergi.

"Tidak ada harapan lagi," gumam Shiho kecil sedih.

"Shiho! Dimana kau? Shiho?" panggil Shinichi ketika ia tertegun setelah membuka pintu sebuah ruangan.

"Ya ampun. Selalu seperti itu, menerobos seenaknya. Dimana sopan santunmu Kudo-Kun?" Shiho Miyano menegurnya. Ia telah mengenakan gaun pengantin dan riasannya.

"Ah maaf maaf. Aku hanya ingin mencari Shiho, maksudnya Shihoku,"

Alih-alih keluar ruangan, Shinichi malah memasuki ruangan dan menutup pintu di belakangnya. Ia mendekati Shiho Miyano di meja riasnya.

"Kudo-Kun?" Shiho tertegun menatapnya. Tidak mengerti dengan sikapnya. Jantungnya berdegup cepat lagi. Ia kira setelah ia menerima lamaran Hakuba dan menikah secepatnya, ia akan melupakan Shinichi. Namun ia salah.

"Aku hanya ingin mengembalikan sesuatu," kata Shinichi.

"Nani?"

Lalu Shinichi mengeluarkan kalung perak dengan liontin bunga lili dan mengalungkannya ke leher Shiho yang jenjang.

Shiho menunduk menatap liontin itu, "Ini..."

"Dulu kau memberikannya pada Ran. Sejak saat itu Ran selalu mengenakannya. Sebelum Shiho lahir, ia menyerahkannya padaku untuk diberikan pada Shiho. Siapa tahu ternyata dia sudah punya rencana untuk mengembalikannya padamu melalui Shiho putriku dengan sebuah surat. Surat yang dititipkan Ran pada ibuku untuk ulang tahun Shiho yang ke 8,"

Mata Shiho Miyano berkaca-kaca.

"Dia menyayangimu Shiho. Dia sudah menganggapmu seperti saudaranya sendiri, hingga dia memberikan namamu untuk putri kami. Aku yakin dia ingin kau mengenakan kalung ini di hari pernikahanmu,"

Shiho tercekat mendengar penuturan itu, "Arigato Kudo-Kun,"

"Oh ayolah jangan menangis. Aku tidak ingin menghancurkan makeup mu," ujar Shinichi seraya menyentuh pipi Shiho untuk menghapus airmatanya. Ketika ia melakukannya, mata mereka pun bertemu, "Kau cantik Shiho. Aku tidak pernah menyadari temanku yang memiliki mata setan mengantuk ternyata sangat cantik. Hakuba sangat beruntung karena dia berhasil mendapatkan hatimu," Shinichi memberi sebuah kecupan ringan di kening Shiho, "Semoga bahagia, Shiho,"

"Uhm," Shiho mengangguk.

Pemberkatan di Gereja

Semua pandangan tertuju pada pasangan itu. Pengantin prianya tampan seperti pangeran, begitu juga pengantin wanitanya seperti seorang putri. Shiho Miyano memang menggandeng lengan Hakuba Saguru, namun matanya tidak lepas dari Shinichi yang berdiri di barisan pertama dari depan altar. Shiho kecil memeluk pinggang ayahnya, menyembunyikan dirinya agar tangisnya tidak terlihat. Shinichi hanya bisa menepuk kepalanya untuk menghiburnya. Shiho kecil harus belajar, tidak semua yang dia inginkan bisa didapatkan.

Shiho tidak menyadari langkahnya, ia agak sedikit terkejut ketika tiba-tiba saja ia sudah sampai di depan altar.

"Shiho Miyano. Apakah kau bersedia menemani Hakuba Saguru sebagai istrinya, mendampinginya dalam suka dan duka, sehat dan sakit hingga maut memisahkan?" tanya seorang pastur pada Shiho.

Refleks ia menggenggam liontin lili di lehernya.

Jujurlah Shiho-Chan... Shiho terkesiap. Ia tidak tahu darimana dan bagaimana ada suara itu dikepalanya. Ia tidak yakin apakah itu suara Akemi kakaknya atau suara Ran.

"Shiho Miyano. Apakah kau bersedia menemani Hakuba Saguru sebagai istrinya, mendampinginya dalam suka dan duka, sehat dan sakit hingga maut memisahkan?" sang pastur mengulang pertanyaannya.

Tolonglah Shiho-Chan... Jujur pada dirimu sendiri...

"Sekali lagi Shiho Miyano. Apakah kau bersedia menemani Hakuba Saguru sebagai istrinya, mendampinginya dalam suka dan duka, sehat dan sakit hingga maut memisahkan?" sang pastur mengulang pertanyaannya lagi.

Para hadirin mulai tampak resah.

Gomene... Onee-Chan... Batin Shiho

Shiho memejamkan matanya erat-erat ketika berkata terbata, "Ya... Aku...Bersedia," ucapnya dan bersamaan dengan itu airmata mengaliri pipinya.

Shinichi merasakan sakit di dadanya. Ada sesuatu yang berat menghimpitnya dan menyumbat tenggorokannya. Shiho kecil semakin sesenggkukan dalam dekapannya.

"Hakuba Saguru. Apakah kau bersedia menemani Shiho Miyano sebagai suaminya, mendampinginya dalam suka dan duka, sehat dan sakit hingga maut memisahkan?" sang pastur menanyai Hakuba.

Hakuba Saguru memejamkan matanya, menarik napas dalam untuk menegarkan dirinya ketika menjawab pastur dengan tegas, "Tidak. Aku tidak bersedia,"

Semua undangan langsung berdiri termasuk Shinichi dan Shiho kecil. Shiho Miyano menatap Hakuba, tampak terkejut dan bingung.

"K-Kuba-Kun?" gumam Shiho.

"Aku tidak bisa berpura-pura Shiho-Chan. Lagipula aku adalah detektif. Aku tahu perasaanmu..." Hakuba menatap Shiho lembut tanpa menyalahkan.

Shiho terpana.

"Sejak dulu aku benar-benar ingin melihat cinta di matamu. Aku senang sekali ketika akhirnya aku melihatnya beberapa waktu lalu meskipun... Cinta itu bukan milikku tapi milik Kudo-Kun..." Hakuba menggenggam tangan Shiho, membawanya dan menuntunnya ke hadapan Shinichi. Lalu ia meraih tangan Shinichi dan menyatukannya ke tangan Shiho.

"Hakuba..." Shinichi pun terpana menatap Hakuba.

"Aku serahkan dia padamu. Tolong bahagiakan dia, Kudo-Kun," pinta Hakuba.

"Aku akan melakukannya," sahut Shinichi mantap.

"Tapi bagaimana denganmu Kuba-Kun?" tanya Shiho.

"Tidak perlu khawatir Shiho-Chan," Hakuba menenangkannya, "Aku akan baik-baik saja, lagipula Shiho kecil benar. Aku detektif hebat yang sangat tampan, aku akan menemukan wanita lain di dunia ini," ia mengedip pada Shiho Kudo yang tersenyum balik padanya.

Upacara pemberkatan itu berlanjut lagi, namun dengan mempelai pria yang berbeda. Shinichi Kudo menggandeng pasangannya Shiho Miyano ke altar. Disana mereka mengucapkan janji pernikahan. Ketika pastur telah memberkati mereka sebagai suami istri, mereka pun berciuman. Para hadirin berdiri dan memberikan tepuk tangan meriah. Termasuk Hakuba yang sekarang sedang menggendong Shiho kecil.

Mendadak mata Shiho kecil menangkap sosok wanita cantik dengan gaun putih indah di samping patung Yesus. Shiho Kudo mampu mengenalinya sebagai mendiang ibu kandungnya, Ran. Ran menatap Shiho kecil seraya mengangkat dua ibu jarinya, memuji kinerja hebat putrinya. Shiho Kudo tersenyum balik pada ibunya seraya mengangkat dua ibu jarinya juga.


SMP Teitan tiga tahun kemudian...

"Akhirnya kau datang juga," Shiho berkata lega ketika melihat Shinichi datang dan duduk di sebelahnya.

"Maaf... maaf..." Shinichi berkata tidak enak hati seraya garuk-garuk kepala, "Baru saja selesai, aku mengusahakannya secepat mungkin supaya bisa datang. Kuharap belum terlambat,"

"Tentu saja belum. Belum gilirannya,"

"Otosan..." tangan Conan di pangkuan Shiho menggapai-gapai ke ayahnya.

Conan Kudo adalah putra Shinichi dan Shiho yang baru berusia dua tahun.

"Sepertinya dia mau bersamamu,"

"Sini... Sini..." Shinichi meraih Conan dari Shiho kemudian mendudukkannya di pangkuannya sendiri.

"Eh giliran Shiho..." Shiho dewasa menyenggol lengan suaminya untuk menunjuk Shiho gadis di panggung hadapan mereka.

Shiho berusia sebelas tahun itu menunduk memberi hormat pada para hadirin sebelum memulai membaca karangannya.

"Terima kasih pada SMP Teitan yang mengadakan perayaan untuk hari ibu di tahun ini, setelah dua tahun lalu vakum karena adanya gempa. Ini juga merupakan perayaan hari ibu pertamaku sejak masuk bangku SMP..." Shiho berbicara lugas dan para hadirin senyap mendengarkan.

"Biasanya pada hari ibu, aku selalu bercerita tentang Otosan, karena ibu kandungku sudah meninggal. Tapi untuk tahun ini, untungnya aku sudah punya ibu. Lagipula pasti kalian juga sudah bosan mendengar cerita Otosan si detektif hebat yang merupakan magnet mayat..."

Para hadiri terkekeh dengan kelakar Shiho.

"Oi.. Oi.." gumam Shinichi dengan mata menyipit.

Shiho istrinya nyengir.

"Ibu kandungku bernama Ran. Ran Okasan meninggal sejak aku masih bayi," Shiho gadis melanjutkan, "Aku tidak pernah mengenalnya, aku hanya mendengar kisahnya dari orang-orang di sekitarku. Aku berterima kasih karena dilahirkan olehnya dan aku bangga padanya. Aku merasa ibu kandungku Ran adalah orang yang sangat tulus dan peduli pada sesama...

"Aku dibesarkan oleh Otosan, Ojisan dan Obasan. Kami berempat hidup bahagia. Tapi tetap saja, aku selalu merasa ada sesuatu yang kurang. Sebagai anak perempuan, tentu saja aku mengidamkan kegiatan-kegiatan yang biasa dilakukan anak-anak lain bersama ibu mereka. Belanja bersama, mengerjakan PR, ke salon bersama dan membaca bersama. Aku membayangkan suatu hari nanti jika sudah remaja, siapa yang akan mengajariku berdandan. Siapa yang akan menjelaskan padaku tentang period bulanan dan kepada siapa aku akan bercerita mengenai cinta pertamaku. Aku juga mengidamkan suatu hari jika aku akan menikah, siapa yang akan menutup veilku sebelum Otosan menggandengku ke altar...

Shiho gadis menghela napas, "Impian-impian itu senantiasa berlalu lalang dibenakku, namun seakan tidak ada jalan keluarnya. Masa depan yang tidak terlihat menjadi semakin hampa...

"Hingga suatu hari di ulang tahunku yang ke-8, aku mendapat hadiah dari Ran Okasan yang menitipkan sebuah surat untukku melalui nenek sebelum dia meninggal. Surat itu memberiku sebuah misi untuk menemukan seseorang yang ternyata adalah salah satu cinta lama Otosan...

"Namanya adalah Shiho, seperti namaku. Aku bagaimana ya... Aku merasa tidak ada kata-kata yang sanggup menggambarkan kepribadiannya. Shiho Okasan merupakan wanita yang sangat hebat. Dia serba bisa. Dia seorang ilmuwan tapi juga pandai memasak. Shiho Okasan selalu membantu Otosan di semua kasus-kasusnya. Mereka tim yang sangat hebat. Aku bercita-cita suatu hari nanti ingin bergabung menjadi tim mereka, untuk memecahkan kasus bersama-sama...

"Aku tidak pernah mau menyebutnya sebagai ibu tiri. Bagiku Shiho Okasan adalah ibu kandungku dan juga temanku. Aku juga bersyukur Shiho Okasan hadir dalam kehidupan kami dan melengkapi kebahagiaan kami. Sekarang selain memiliki orang tua lengkap, aku juga memiliki adik laki-laki dan Shiho Okasan tidak pernah membeda-bedakan kasih sayangnya kepada kami. Masa depan yang tadinya terasa akan hampa dan datar, telah berubah. Hidup kami menjadi lebih berwarna berkat Shiho Okasan..."

Shiho gadis menatap Shiho dewasa di hadapannya. Mata mereka bertemu dan sama-sama membendung airmata.

"Terima kasih Shiho Okasan. Terima kasih karena bersedia mendampingi Otosan si magnet mayat..."

Terdengar kekehan para hadirin lagi.

"Terima kasih karena sudah menyebutku dan membelaku sebagai putrimu, serta tanpa lelah meladeni semua keingintahuanku. Terima kasih karena telah melengkapi hidup kami dengan kelahiran Conan-Chan. Aku bersedia memberikan seribu ibu kandung demi mendapatkan seorang ibu tiri seperti dirimu..."

Tenggorokan Shiho gadis tercekat sebelum melanjutkan, "Jika ada kehidupan berikutnya, aku bersedia untuk memiliki ibu seperti dirimu lagi. Selamat hari ibu, Shiho Okasan," ia mengakhiri pidatonya.

Para hadirin bertepuk tangan riuh.

Shiho dewasa menghapus airmatanya yang sudah banjir karena sesenggukan. Shinichi mengenggam tangannya.

Shiho menatap suaminya sembari berkata gemetar, "Shinichi... Aku tidak tahu karangannya itu untukku... Aku kira..."

Shinichi tersenyum lembut padanya, "Kau pantas mendapatkannya Shiho," ia pun mengecup kening istrinya.

Pemenang lomba mengarang di hari ibu itu dimenangkan oleh Shiho. Shiho dewasa dipanggil ke panggung. Shinichi mendukungnya.

Para hadirin memberikan standing applause untuk menghormati Shiho dewasa. Ketika sampai di panggung, kedua Shiho itu sudah tidak tahan lagi untuk saling berpelukan dan menangis terharu.

"Aku menyayangimu Okasan," bisik Shiho gadis.

"Aku juga sayang padamu Shiho-Chan," bisik Shiho dewasa.

Shinchi yang masih berdiri dibawah sana seraya menggendong Conan juga merasa terharu dan bersyukur karena telah dianugerahi dua wanita hebat dalam hidupnya.

The End